Penyebab Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Reasuransi

59

BAB III AKIBAT HUKUM PENCABUTAN IZIN USAHA PERUSAHAAN

REASURANSI TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI

A. Penyebab Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Reasuransi

Perusahaan asuransi adalah suatu perusahaan yang mau menerima atau mengambil alih resiko-resiko yang ada pada pihak lain secara profesional. Perusahaan asuransi pada satu sisi merupakan suatu lembaga yang mengejar produktivitas dan memperoleh keuntungan maksimal, sedangkan sisi lain perusahaan asuransi menjadi pusat konsentrasi resiko dari berbagai pihak. Dengan demikian perusahaan asuransi secara bersamaan harus mencapai suatu keseimbangan yang wajar antara mengejar produktivitas dan keuntungan dengan kemampuan penampungan resiko yang wajar pula, agar tetap dalam batas tanggung jawabnya sebagai pihak dalam perjanjian asuransi. Salah satu cara efektif untuk mencapai keseimbangan yang wajar tadi adalah dengan cara reasuransi. Dengan adanya reasuransi ini, maka perusahaan asuransi dapat meniadakan konsentrasi resiko, karena perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang menerima pertanggungan ulang dari perusahaan asuransi atas sebagian atau keseluruhan resiko yang telah atau tidak dapat ditanggung kembali oleh perusahaan asuransi. Perusahaan reasuransi dalam melakukan kegiatannya adalah sama hal menerima pemindahan resiko. Pemindahan resiko yang berasal dari perusahaan asuransi sehingga fungsi underwriting perusahaan asuransi dan tidak secara langsung atas resiko yang akan diterimanya. Dengan demikian perusahaan Universitas Sumatera Utara 60 reasuransi tidak mempunyai hubungan langsung dengan masyarakat tertanggung melainkan dengan penanggung pertama perusahaan asuransi. 60 Peranan reasuransi yang mempunyai jangkauan luas tersebut memungkinkan perusahaan asuransi makin mengembangkan fungsinya sebagaimana seharusnya sesuai dengan posisinya sebagai penanggung pertama. Perusahaan asuransi dapat menutup perjanjian asuransi yang bervariasi dan mencakup jenis asuransi yang luas. Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 424KMK2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, dipertegas bahwa Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi harus memiliki retensi sendiri untuk setiap penutupan resiko. Penetapan retensi sendiri harus didasarkan pada profil resiko yang dibuat secara tertib, teratur, relevan dan akurat. Dan besarnya retensi sendiri untuk setiap resiko didasarkan pada modal sendiri. Pada dasarnya besar atau kecilnya perusahaan asuransi ditentukan dengan kemampuannya dalam menahan resiko atau retensi sendiri own retention. Jika dirasa kemampuan memikul resiko melebihi kapasitasnya maka sebaiknya perusahaan tersebut mencari kapasitas tambahan melalui cara reasuransi. 61 Pencabutan izin usaha perusahaan reasuransi terjadi karena perseroan lalai dalam menyampaikan laporan keuangan danatau kegagalan memenuhi persyaratan modal minimum perusahaan pialang asuransi. Dengan dicabutnya izin usaha perusahaan reasuransi kerugian dimaksud, perusahaan reasuransi tersebut dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi kerugian. Perusahaan 60 Safri Ayat, Pengantar Reasuransi Jakarta: Akademi Asuransi Trisakti, 2000, hlm. 2. 61 Sri Rezeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1995, hlm. 18. Universitas Sumatera Utara 61 reasuransi dimaksud diwajibkan untuk membubarkan dan melakukan likuidasi perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta menyelesaikan seluruh hutang dan kewajibannya. Sejak tanggal pencabutan izin usaha tersebut, perusahaan reasuransi yang bersangkutan wajib menutup seluruh kantornya untuk umum dan menghentikan segala kegiatan reasuransi serta pengurus asuransinya dilarang melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan aset dan kewajiban reasuransi, kecuali atas persetujuan danatau penugasan perusahaan reasuransi. 62 Untuk mendukung suatu kegiatan usaha reasuransi yang bertanggung jawab, perlu adanya anggaran dasar, susunan organisasi yang baik, jumlah modal yang memadai, status kepemilikan yang jelas, tenaga ahli asuransi yang diperlukan sesuai dengan bidangnya, rencana kerja yang layak sesuai dengan kondisi, dan hal-hal lain yang dikemudian hari diperkirakan dapat mendukung pertumbuhan usaha perasuransian secara sehat. Perusahaan reasuransi menjalankan kegiatan usaha berlandaskan pada asas-asas dan prinsip-prinsip dalam perjanjian pada umumnya, karena asuransi merupakan satu di antara perjanjian pada umumnya. Kedua, kepailitan perusahaan reasuransi dilakukan dengan pencabutan izin usaha dengan prosedur khusus melalui kewenangan Kementerian Keuangan. Pencabutan izin perusahaan reasuransi bukan berarti perusahaan reasuransi tersebut secara serta merta dapat mengajukan pailit atas dirinya sendiri, tetapi pencabutan izin perusahaan reasuransi tetap berada di bawah kewenangan Menteri Keuangan. 62 Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, Yogyakarta : Penerbit Pustaka Yustisia. 2011, hlm. 172. Universitas Sumatera Utara 62 Pemberian atau penolakan permohonan izin usaha yang disampaikan akan diberikan selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Untuk penolakan atas permohonan izin usaha tersebut akan disampaikan dan disertai dengan alasan tertulis. Perusahaan reasuransi yang telah memperoleh izin usaha dapat mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk mencairkan modal yang ditempatkan dalam bentuk deposito atas nama Menteri Keuangan. Bagi perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi, pencairan deposito tersebut di atas tidak termasuk pencairan deposito jaminan deposito wajib. Permohonan untuk mencairkan deposito tersebut di atas dapat juga dilakukan oleh pemohon yang ditolak izin usahanya atau pemohon yang membatalkan permohonannya. Dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengawasan, perusahaan reasuransi diwajibkan untuk menyampaikan laporan secara periodik. Laporan yang wajib disampaikan meliputi laporan keuangan dan laporan operasional. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai pelaporan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administrasi maupun sanksi denda. Untuk perusahaan reasuransi, kewajiban penyampaian laporan tersebut terdiri dari laporan keuangan triwulanan, laporan keuangan tahunan yang telah diaudit, dan laporan penyelenggaraan usaha tahunan. Selain itu, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi diwajibkan pula untuk mengumumkan laporan keuangannya neraca dan laporan laba rugi pada surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas di Indonesia. Selain penyampaian laporan secara periodik, dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengawasan tersebut, Menteri Universitas Sumatera Utara 63 Keuangan dapat melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap perusahaan perasuransian. 63 Pasal 6G ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian menentukan bahwa Menteri Keuangan mencabut izin usaha perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi yang tidak menyampaikan rencana kerja dan belum memenuhi ketentuan permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6B, Pasal 6C, dan Pasal 6E harus menyampaikan rencana kerja untuk memenuhi ketentuan pentahapan permodalan paling lambat tanggal 30 September tahun berjalan. Pencabutan izin usaha perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi dilakukan Menetri Keuangan dengan tetap memperhatikan tahapan pengenaan sanksi. Kegiatan pertanggungan atau asuransi berakhir karena perusahaan yang menjalankan kegiatan perasuransian perusahaan perasuransian tersebut dipailitkan atau dicabut izin usahanya. Persyaratan untuk mempailitkan atau mencabut izin perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 20 ayat 1 UUP, mempersyaratkan bahwa pencabutan izin usaha perusahaan yang bersangkutan oleh Kementerian Keuangan harus berdasarkan kepentingan umum. Syarat karena pertimbangan kepentingan umum atau kepentingan para kreditur dapat memintakan kepada Pengadilan agar perusahaan yang bersangkutan dinyatakan pailit. 63 http:www.hukumonline.comizin-usaha-perusahaan-asuransi-dicabut diakses pada tanggal 20 April 2014, pukul 02:10:54 WIB Universitas Sumatera Utara 64 Dalam pasal 23 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dijelaskan bahwa “perusahaan asuransi atau reasuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan yang dapat mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau pembayaran klaim.” Berdasarkan pasal di atas, maka masyarakat pihak tertanggung dapat bertanya kepada perusahaan asuransi mengenai klaim asuransinya. Berdasarkan Pasal 27 Keputusan Menteri Keuangan No. 422KMK.062003 tahun 2003 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi menyebutkan bahwa “perusahaan asuransi harus membayar klaim paling lama 30 hari sejak adanya kesepakatan antara tertanggung dan penanggung atau kepastian mengenai jumlah klaim yang harus dibayar.” Jadi, jika sudah lewat dari 30 hari pasca penyerahan dokumen klaim, maka nasabah bisa memberikan somasi untuk mengingatkan pihak asuransi atas tanggung jawab mereka dan tuntutan hukum yang akan diajukan. 64 Jangka waktu pembayaran klaim asuransinya sendiri diatur dalam Pasal 27 Keputusan Menteri Keuangan No. 422KMK.062003 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi yang berbunyi: “Perusahaan Asuransi harus telah membayar klaim paling lama 30 tiga puluh hari sejak adanya kesepakatan antara tertanggung dan penanggung atau kepastian mengenai jumlah klaim yang harus dibayar.” 64 http:www.asuransi-kesehatan.netupaya-nasabah-yang-klaimnya-tidak-dibayar diakses pada tanggal 20 April 2014, pukul 02:19:54 WIB Universitas Sumatera Utara 65 Sedangkan, sanksi terhadap pelanggaran ketentuan tersebut di atas dapat kita lihat dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang menentukan : “Setiap perusahaan perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan pelaksanaannya tentang perizinan usaha, kesehatan keuangan, penyelenggaraan usaha, penyampaian laporan, pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi, atau tentang pemeriksaan langsung, dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha, dan sanksi pencabutan izin usaha . ” Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, perusahaan reasuransi yang melakukan tindakan memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan keterlambatan penyelesaian atau pembayaran klaim asuransi dapat dikenai sanksi berupa peringatan, pembatasan kegiatan usaha, dan sanksi pencabutan izin usaha. 65

B. Kewenangan Pencabutan Izin