Tanggung Jawab Perusahaan Reasuransi yang Izin Usahanya Dicabut

92 terkena sanksi tersebut belum sepenuhnya memiliki itikad yang baik untuk melaksanakan ketentuan tersebut. Dapat kami sampaikan juga bahwa sampai dengan saat ini Menteri Keuangan juga tidak mempunyai kewenangan untuk memblokir aset atau harta dari perusahaan asuransi yang dicabut izin usahannya, hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan pemegang polis sebagaimana di amanatkan dalam Pasal 20 ayat 2 UUP. Dikarenakan adanya keterbatasan-keterbatasan tersebut di atas, baik secara aturan dan organisasi kelembagaan, maka terjadi tidak maksimalnya pemberian perlindungan bagi pemegang polis selaku perusahaan asuransi khususnya setelah izin usaha reasuransi dicabut oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan cq. Biro Perasuransian. Tetapi dalam prakteknya, jarang sekali terjadi kepailitan maupun pencabutan izin perusahaan reasuransi oleh Menteri Keuangan karena resiko yang ditanggung oleh perusahaan reasuransi hanya merupakan sebagian resiko yang ditanggung oleh perusahaan asuransi terhadap nasabahnya.

D. Tanggung Jawab Perusahaan Reasuransi yang Izin Usahanya Dicabut

terhadap Nasabah Perusahaan Asuransi Perusahaan reasuransi juga dapat dicabut izinnya karena dimohonkan pailit oleh salah satu nasabahnya sendiri akibat lalai. Permohonan pernyataan pailit oleh perusahaan asuransi yang telah dicabut izin usahanya tidak serta merta merubah status perusahaannya menjadi perusahaan biasa sehingga apabila ada suatu perusahaan asuransi bertindak sebagai debitur untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan juga kreditur lain yang mengajukan permohonan tersebut, maka tidak bisa dan putusannya pun akan ditolak oleh Universitas Sumatera Utara 93 Majelis Hakim Pengadilan Niaga dan jika diajukan kasasi ke Mahkamah Agung maka putusannya pun sama, karena harus melalui mekanisme yang telah diatur oleh UUKPKPU. UUKPKPU mengatur bahwa perusahaan asuransi dapat diajukan permohonan pailit oleh Menteri Keuangan sebagai badan pembinaan dan pengawas perusahaan jasa keuangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat 5 UUKPKPU. Selain itu, dalam ketentuan Pasal 6 ayat 3 UUKPKPU juga dijelaskan bahwa panitera yang bertugas mendaftarkan permohonan pernyataan pailit wajib menolak permohonan tersebut jika diajukan oleh pihak selain Menteri Keuangan. Persyaratan untuk mempailitkan atau mencabut izin perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 20 ayat 1 UUP, mempersyaratkan bahwa pencabutan izin usaha perusahaan yang bersangkutan oleh Kementerian Keuangan harus berdasarkan kepentingan umum. Syarat karena pertimbangan kepentingan umum atau kepentingan para kreditur dapat memintakan kepada Pengadilan agar perusahaan yang bersangkutan dinyatakan pailit. Pasal 6G ayat 4 PPPUP menentukan bahwa Menteri Keuangan mencabut izin usaha perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi yang tidak menyampaikan rencana kerja dan belum memenuhi ketentuan permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6B, Pasal 6C, dan Pasal 6E harus menyampaikan rencana kerja untuk memenuhi ketentuan pentahapan permodalan paling lambat tanggal 30 September tahun berjalan. Pencabutan izin usaha perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi dilakukan Menetri Keuangan dengan tetap memperhatikan tahapan pengenaan sanksi. Universitas Sumatera Utara 94 Status pailit karena majelis hakim berpandangan permohonan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima. Menurut majelis hakim, ada syarat-syarat formal yang tidak terpenuhi dalam perkara ini. Pandangan majelis berlandaskan dengan Pasal 2 Ayat 5 UUKPKPU. Dengan demikian, dengan dicabutnya izin usaha perusahaan asuransi maka kreditur lain maupun perusahaan asuransi sebagai debitur mengajukan permohonan pernyataan pailit harus melalui mekanisme UUKPKPU, yakni melalui Menteri Keuangan. Selain itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat 3 UUKPKPU dinyatakan sebagai berikut: Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan ayat – ayat tersebut Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat 3, panitera yang bertugas mendaftarkan permohonan pernyataan pailit wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi apabila permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh pihak selain Menteri Keuangan. 86 Perusahaan asuransi mempunyai kewajiban untuk mambayar klaim kepada nasabahnya dalam hal terjadi pencabutan izin usahanya yang menimbulkan kerugian, sedangkan perusahaan reasuransi khawatir jika dia tidak mampu mambayar klaim nasabah perusahaan asuransi. Oleh karena itulah, dia mengasuransikan ulang apa yang telah menjadi tanggungannya. Akan tetapi, reasuransi itu terbatas hanya 1 satu kali, sehingga tidak tertentangan dengan asas keseimbangan. Jadi, reasuransi itu, sebenarnya untuk meringankan beban 86 http:teddiadriansyah77.wordpress.com20131224permohonan-pernyataan-pailit- perusahaan-asuransi-yang-telah-dicabut-izin-usahanya diakses pada tanggal 25 April 2014, pukul 01:11:04 WIB Universitas Sumatera Utara 95 penanggung. Dalam reasuransi, pihak penanggung dapat mengasuransikan kepentingan tanggung jawabnya itu untuk sebagian atau seluruhnya. Dengan mengadakan reasuransi itu. Kedudukan penanggung bertambah kuat karena ada pihak lain, yaitu penanggung ulang reinsurer yang mendukung penanggung bahwa kerugian tertanggung pasti dapat dibayar jika terjadi pencabutan izin usahanya yang menimbulkan kerugian. Biasanya jumlah asuransi yang didukung oleh reasuransi selalu dalam jumlah besar yang jika ditutup oleh penanggung sendiri dirasakan besar. Dengan diadakan reasuransi beban penanggung sebagian atau seluruhnya dialihkan kepada penanggung ulang. Jadi, kedudukan penanggung adalah sebagai penyebar beban resiko kepada penanggun ulang. 87 Reasuransi termasuk golongan asuransi kewajiban membayar ganti rugi kerugian berdasarkan atas suatu perjanjian. 88 Asuransi merupakan suatu perjanjian timbal balik, artinya bahwa kewajiban penanggung mengganti rugi atas kerugian yang diderita oleh tertanggung dihadapkan dengan kewajiban tertanggung membayar premi walaupun dengan pengertian bahwa kewajiban membayar premi itu tidak bersyarat atau tidak digantungkan pada satu syarat. 89 Oleh karena itu, meskipun hubungan antara perusahaan reasuransi dan nasabah perusahaan asuransi kontraknya bertahap atau tidak secara langsung antara pihak pertama dan pihak ketiga. Namun dalam hal perusahaan reasuransi dicabut izinnya, maka akan menimbulkan efek domino bagi perusahaan asuransi 87 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 152. 88 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia Jakarta : PT. Intermasa, 1996, hlm. 153. 89 Djoko Prakoso, hukum Asuransi Indonesia Jakarta : Rineke Cipta, 2004, hlm. 26. Universitas Sumatera Utara 96 yang berdampak kepada nasabah perusahaan asuransi. Meskipun demikan, perusahaan asuransi akan tetap berusaha untuk melunasi kewajibannya kepada nasabahnya jika kewajiban nasabahnya berupa premi tetap dibayar dan asuransinya masih aktif, hal itu dikarenakan keduanya terikat akan kontrak asuransi. Universitas Sumatera Utara 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN