Ruang Lingkup Hukum Humaniter Internasional

militer sesuai dengan persyaratan dalam Pasal 52 ayat 2 Protokol Tambahan I 1977. Apabila benda tersebut berada dalam perlindungan khusus, maka pelepasan imunitas tersebut hanya dapat dilakukan oleh seorang Komandan yang mempimpin pasukan setingkat Divisi pangkat minimal Mayor Jendral, dan pelepasan imunitas benda budaya tersebut harus memenuhi persyaratan sebagaimana Pasal 11 Konvensi Den Haag 1954. 46

D. Ruang Lingkup Hukum Humaniter Internasional

Ruang lingkup Hukum Humaniter mempunyai beberapa aliran,berikut aliran dari ruang lingkup hukum humaniter internasional : a Aliran yang sangat luas Jean pictet berpendapat bahwa ruang lingkup aliran sangat luas ialah: 1 Hukum perang, yang terbagi jadi 2 bagian yakni: 1. Hukum the Hague 2. Hukum Jenewa 2 Hak-hak asasi manusia human right International Humanitarian law kemudian diberi definisi sebagai berikut : International Humanitarian Law, in the wide sinse, is constituted by all the international legal provisions, whether written or customary, ensuring respect for the individual and his well being. 46 sebagai mana dimuat dari” https:arlina100.wordpress.com20081220benda-budaya- apakah-objek-sipil , Diakses pada tanggal 28 Februari 2015 Universitas Sumatera Utara Selanjutnya, Pictet juga memberikan definisi law of war, la w of the Hague, law of Geneva dan legislation of human right. Berdasarkan definisi- definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Pictet menggunakan istilah hukum perang dalam arti yang sebenarnya the la w of war properly so called ,yaitu hukum the Hague. Selanjutnya Pictet menamakan hukum jenewa sebagai hukum humaniter yang sebenarnya humanitarian law properly so- called . Adapun yang dimaksudkan dengan legislation of human right adalah sebagai berikut: “Legislation of human right has as object to guarantee at all time for individuals the enjoyment of fundamental right and liberties and to preserve them from social evils .” Seterusnya Pictet menjelaskan lima fundamental principles dan tiga common principles . Pendapat Pictet ini digolongkan dalam pendapat yang memberikan ruang lingkup yang luas karena disamping hukum perang, yang mencakup hukum the Hague dan hukum Geneva , International Humanitarian Law juga mencakup human right . Tidak banyak ahli yang menganut pendapat Pictet ini. Salah seorang ahli yang mendukung pendapat yang sempit adalah Geza Herczegh. Menurutnya, pengertian International Humanitarian Law hanyalah terbatas pada hukum Geneva saja. Geza Herczegh mengatakan : We inevitably come to conclusion that the term international humanitarian law cannot be properly used in other than its stricter meaning in my view, this term should be restricted to the rules of the so called Geneva Law. Universitas Sumatera Utara Adapun alasan yang dikemukakan oleh Herczegh berkaitan dengan pendapat tersebut adalah sebagai berikut : 1. Hukum yang benar-benar dapat dikatakan mempunyai sifat internasional dan humaniter hanyalah apa yang disebut hukum Jenewa saja. Apabila hukum the Hague dimasukkan, hal ini hanya akan mengurangi sifat humaniter yang begitu diutamakan. 2. Human right tidak dimasukkan karena didalam literatur hukum negara sosialis, human right ini ditegakkan enforced oleh negara dengan jalansarana hukum nasional. 47 b Aliran sempit Seorang ahli lain yang juga menganut pendapat yang sempit adalah Esbjorn Rosenblad, akan tetapi pendapatnya tidak sama dengan pendapat Herczegh. Rosenblad mengatakan bahwa the la w of armed conflict berhubungan dengan masalah : 1 Permulaan dan berakhirnya pertikaian 2 Penduduk wilayah lawan 3 Hubungan pihak bertikai dengan negara netral. Rosenblad berpendapat bahwa law of warfare mempunyai arti yang lebih sempit dari La w armed conflict, dan La w of warfare ini antara lain mencakup : 1. Metode dan sarana berperang. 2. Status kombat. 47 Ibid, hlm 20 Universitas Sumatera Utara 3. Perlindungan terhadap yang sakit,tawanan perang dan orang sipil. Berbeda dengan Herczegh, Rosenblad dalam International Human Law, kecuali hukum Jenewa , juga sebagian dari hukum the Hague, yaitu yang berhubungan dengan metode berperang. 48 Menurut Rosenblad, law of warfare inilah yang oleh ICRC disebut international humanitarian law applicable in armed conflicts, dan oleh United Nations dinamakan human right in armed conflicts. Dapat disimpulkan bahwa menurut Rosenblad, International humanitarian law itu identik dengan law of warfare, dan law of warfare ini merupakan bagian dari la w of armed conflict. Selain dua ahli yang telah disebut diatas, Mochhtar Kusumaatmadja juga dapat dimasukkan dalam golongan ini. Beliau berpendapat tentang Hukum Humaniter Internasional pendapat tersebut yakni sebagai berikut. 49 “Humanitarian law itu adalah sebagian dari Hukum perang yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang berlainan dengan bagian Hukum perang yang mengatur peperangan itu sendiri dan segala sesuatu misalnya senjata- senjata yang dilarang” Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri pula bahwa konflik bersenjata masih tetap ada. Timbul pertanyaan, yaitu pertikaian semacam itu hendak diberi nama apa dan apa pula nama hukum yang mengaturnya, pada saat itu mulai diperkenalkan istilah baru baru, yaitu: laws of armed conflict . 50 Selain itu, pengunaan istilah hukum konflik bersenjata ini juga dimaksudkan untuk 48 Ibid ,hlm 21 49 Ibid 50 Ibid. , hlm 13 Universitas Sumatera Utara menghindari kata “perang” yang memang sudah tidak disukai lagi serta untuk menggambarkan seolah-olah perang tidak ada lagi. Istilah hukum perang sudah tidak disukai lagi, tetapi dipihak lain masih dianggap perlu adanya ketentuan- ketentuan yang mengatur pertikaian bersenjata, sekalipun pertikaian tersebut tidak lagi dinamakan perang sebagai pengganti istilah hukum perang, dipakai istilah laws of armed conflict. Menurut KGPH. Haryomataram yang dimaksud dengan hukum humaniter adalah seperangkat aturan yang didasarkan atas perjanjian internasional dan kebiasaan internasional yang membatasi kekuasaan pihak yang berperang dalam menggunakan cara dan alat berperang untuk mengalahkan musuh dan mengatur perlidungan korban perang. 51 Sedangkan menurut J.G.Starke yang dimaksud dengan hukum humaniter terdiri dari seperangkat pembatasan yang diatur oleh hukum internasional yang didalamnya diatur penggunaan kekerasan yang dapat digunakan untuk menundukan pihak musuh dan prinsip-prinsip yang mengatur perlakuan terhadap individu dalam perang dan konflik bersenjata. 52 Jean Jacques Rosseau mengatakan bahwa perang harus berlandaskan pada moral. Hal ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam buku nya yang berjudul The Social Contract. Inilah yang kemudian menjadi konsep dari Hukum Humaniter Internasional. Lalu pada abad ke 19, landasan yang diberikan oleh J.J Rosseau ini kemudian diikuti oleh Henry Dunant yang tak lain adalah initiator organisasi Palang Merah. Pada akhirnya, negara-negara membuat suatu kesepakatan tentang 51 Ibid , hlm 31 52 Andrey Sujatmiko, Op cit , hlm 171 Universitas Sumatera Utara peraturan peraturan internasional yang bertujuan untuk menghindari penderitaan sebagai akibat dari perang. Peraturan-peraturan yang diciptakan dibuat dalam suatu konvensi, dan disetujui untuk dipatuhi bersama. Sejak saat itu, terjadi perubahan dari sifat pertikaian bersenjata dan daya merusak yang disebabkan dari penggunaan senjata modern. Pada akhirnya menyadarkan perlunya suatu perbaikan serta perluasan Hukum Humaniter. Sangat tidak mungkin untuk menemukan bukti dokumenter, kapan dan dimana aturan aturan hukum humaniter itu timbul, dan bahkan lebih sulitnya lagi adalah menyebutkan “pencipta” hukum humaniter tersebut. 53 53 Hans-Peter Gasser, International Humanitarian Law , An Introduction, Paul Haupt Publisher, Berne-Stuttgart-Vienna,1993, hlm.6 Universitas Sumatera Utara

BAB III KEDUDUKAN NEGARA NETRAL DALAM HUKUM HUMANITER