Subjek dan Objek Hukum Humaniter Internasional

peraturan-peraturan Jenewa hanya dapat kita pahami sungguh-sungguh apabila kita dapat melihat sebagai perpaduan anatra asas-asas kepentingan militer dan asas perikemanusiaan. 33 Sebagaimana halnya telah diketahui umum, bahwa sejak konferensi Perdamaian di Kota Den Haag pada tahun 1899 telah berhasil disepakati bersama Konvensi-konvensi Haque, yang pada pokoknya berisi hukum dan kebiasaan perang dan cara-cara berperang pada umumnya conduct of war, Hukum Den Haag ataupun Hukum Jenewa merupakan bagian dari Hukum Internasional Humaniter, karena mengandung ketentuan-ketentuan yang mengatur perlindungan internasional bagi kombatan, bagi mereka yang berhenti bertempur hors de combat , pengaturan di wilayah pendudukan, perlindungan bagi penduduk sipil, obyek-obyek sipil, barang-barang budaya termasuk mesjid dan gereja lingkungan hidup dan sebagainya. Karena itu baik hukum Haque maupun Hukum Jenewa mengatur tentang perang, tidak mengherankan apabila ada bagian-bagian yang saling mengisi dan melengkapi, dan kedua hukum itu merupakan perpaduan antara asas-asas kepentingan militer dan asas-asas perikemanusiaan. Kedua hukum itu yang kemudian dikenal sebagai hukum perang. Oleh karena eratnya hubungan Konvensi-konvensi Jenewa mengenai perlindungan korban Perang dengan asas-asas perikemanusiaan ini menyebabkan mengapa konvensi-konvensi ini disebut juga sebagai konvensi-konvensi humaniter.

C. Subjek dan Objek Hukum Humaniter Internasional

33 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional, alumni, jakarta, 2002, hlm. 16. Universitas Sumatera Utara Setiap sistem hukum mempunyai subyek hukum, secara umum pengertian subyek hukum berarti segala sesuatu yang dianggap menjadi pendukung hak dan kewajiban. Pada mulanya, yang dianggap sebagai subyek hukum nasional hanyalah individu. Tetapi karena perkembangan zaman, maka badan hukum juga dapat dianggap sebagai subyek hukum rechtspersoon, karena memiliki hak dan kewajiban tersendiri dalam kacamata hukum. 34 Hukum Internasional juga memiliki Subyek Hukum yaitu, sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dan kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Menurut Ian Brownlie, Subjek Hukum Internasional merupakan entitas yang mengundang hak-hak dan kewajiban- kewajiban internasional, dan mempunyai kemampuan untuk mempertahankan hak-haknya dengan mengajukan klaim-klaim internasional. Sedangkan Menurut Starke, subjek hukum internasional terdiri atas negara, tahta suci, Palang Merah Internasional, organisasi internasional, orang-perorangan individu, pemberontak, dan pihak-pihak yang bersengketa. Hukum internasional memiliki Subjek hukum yakni berupa : 1. Negara Sejak lahirnya hukum internasional, negara sudah diakui sebagai subjek hukum internasional. Bahkan, hingga sekarang pun masih ada anggapan bahwa hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum antarnegara. 34 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm 277 Universitas Sumatera Utara Dalam suatu negara federal, pengemban hak dan kewajiban subjek hukum internasional adalah pemerintah federal. Tetapi, adakalanya konstitusi federal memungkingkan negara bagian state mempunyai hak dan kewajiban yang terbatas atau melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh pemerintah federal. Sebagai contoh, dalam sejarah ketatanegaraan USSR Union of Soviet Socialist Republics dulu, Konstitusi USSR dalam batas tertentu memberi kemungkinan kepada negara-negara bagian seperti Byelo-Rusia dan Ukraina untuk mengadakan hubungan luar negeri sendiri di samping USSR. 2. Takhta Suci Di samping negara, sejak dulu Takhta Suci Vatikan merupakan subjek hukum internasional. Hal ini merupakan peninggalan sejarah masa lalu. Ketika itu, Paus bukan hanya merupakan kepala Gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang, Takhta Suci mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibukota negara, termasuk di Jakarta. 3. Palang Merah Internasional Palang Merah Internasional PMI, yang berkedudukan di Jenewa, mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah hukum internasional. Kedudukan Palang Merah Internasional sebagai subjek hukum internasional lahir karena sejarah masa lalu. Pada umumnya, kini Palang Merah Internasional diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional, walaupun dengan ruang Universitas Sumatera Utara lingkup terbatas. Dengan kata lain, Palang Merah Internasional bukan merupakan subjek hukum internasional dalam arti yang penuh. 4. Organisasi Internasional Orang perseorangan juga dapat dianggap sebagai Subjek Hukum internasional, meskipun dalam arti yang terbatas. Dalam perjanjian perdamaian Versailles tahun 1919, yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dengan Inggris dan Perancis bersama sekutunya masing-masing, sudah terdapat Pasal-Pasal yang memungkinkan orang perseorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional. Dengan demikian, sejak itu sudah ditinggalkan dalil lama bahwa hanya negara yang bisa menjadi pihak di depan suatu peradilan internasional. 5. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa Belligerent Menurut hukum perang, dalam beberapa keadaan tertentu, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa belligerent. Akhir-akhir ini muncul perkembangan baru yang mirip dengan pengakuan terhadap status pihak yang bersengketa dalam perang. Namun, perkmbangan baru tersebut memiliki ciri lain yang khas. Perkembangan baru tersebut adalah, adanya pengakuan terhadap gerakan pembebasan, seperti Gerakan Pembebasan Palestina PLO. Pengakuan terhadap gerakan pembebasan sebagai subjek hukum internasional tersebut merupakan perwujudan dari suatu pandangan baru. Pandangan baru tersebut terutama dianut oleh negara-negara dunia ketiga. Mereka mendasarkan diri pada pemahaman, bahwa bangsa-bangsa mempunyai Universitas Sumatera Utara hak asasi seperti: hak menentukan nasib sendiri hak secara bebas memilih sistem ekonomi, politik, dan sosial mandiri dan hak menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didiaminya. 35 Sebagai cabang hukum internasional, maka hukum humaniter juga mempunyai subjek hukum yaitu berupa pemilik hak-hak dan kewajiban dalam hukum humaniter internasional apakah yang terdapat dalam konvensi Jenewa, untuk melindungi personil militer yang tiadak ikut mengambil bagian dalam pertempuran dan orang-orang yang tidak terlibat dalam peperangan, yakni penduduk sipil sedangkan Konvensi Den Haag, menetapkan hak dan kewajiban pihak-pihak yang berperang dalam melaksanakan operasi militer dan menetapkan batasan mengenai sarana yang boleh dipakai untuk mencelakai musuh. 36 Berdasarkan Subjek Hukum Humaniter Internasional adalah memiliki hak- hak dan kewajiban dalam hukum humaniter yakni : a. Negara b. Orang yang dilindungi dari perang seperti, anak-anak, wanita, orang sakit. c. Pemberontak dan pihak yang bersengketa. Pengaturan tentang suatu perang dalam Hukum Humaniter yang harus diperjelas dan harus dilandaskan pada “sebab yang layak dan benar just cause, diumumkan sesuai dengan aturan kebiasaan yang berlaku, dan dilaksanakan dengan cara- cara yang benar”. Hal tersebut dapat dipahami karena begitu besar efek yang dirasakan akibat pecahnya konflik bersenjata ini, terutama ketika 35 “Sebagaimana dimuat dari” http:www.zonasiswa.com201411subjek-hukum- internasional.html , Diakses pada tanggal 12 April 2015 36 “Sebagaimana dimuat dari” http:bahankuliyah.blogspot.com201405hukum-humaniter- internasional.html , Diakses pada tanggal 12 April 2015 Universitas Sumatera Utara Perang Dunia I yang ternyata memberikan kesengsaraan yang begitu luar biasa bagi umat manusia. Berjuta-juta orang baik yang berasal dari kalangan militer maupun dari kalangan sipil yang menjadi korban. Tidak hanya nyawa yang menjadi korban bahkan kerugian yang berwujud harta kekayaan ini kiranya sulit untuk dihitung. Untuk itu konflik bersenjata harus diperhitungkan efek yang ditimbulkannya, sekalipun konflik bersenjata ini harus terjadi, setidaknya konflik bersenjata ini terjadi atas dasar argumentasi pada sebab yang layak dan benar dari masing-masing pihak yang bertikai. Pihak yang bertikai ini juga harus mematuhi hukum dan kebiasaan perang yang berlaku, karena mengingat bahwa dampak yang sangat besar yang dirasakan akibat timbulnya konflik bersenjata ini. Sebenarnya apa yang dapat dikategorikan sebagai pengertian konflik bersenjata perang ini sampai sekarang belum begitu jelas. Sehingga pengertian secara umum ketika mendengar istilah “penggunaan kekerasaan” 37 dalam lingkup hubungan antar negara maka yang akan tergambar dalam pemikiran adalah pengertian “perang” itu sendiri baik bagi pihak yang telah memahami hukum dan kebiasaan perang maupun pihak awam yang tidak mengerti hukum dan kebiasaan perang. Sesungguhnya perang itu sendiri hanyalah merupakan salah satu bentuk penggunaan kekerasan senjata dalam upaya penyelesaian suatu permasalahan yang terjadi diantara para pihak. Oleh karena itu, sebagai pilihan terakhir ketika permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan secara damai maka senjata akan menjadi pilihan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. 37 Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana Internasional , Bandung: Refika Adhitama, 2000, hlm.2. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya sistem hukum juga mempunyai obyek hukum yaitu segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum manusiabadan hukum yang dapat menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum, oleh karenanya dapat dikuasai oleh subyek hukum. 38 Obyek hukum ini berupa benda. Berikut penjelasan benda sebagai obyek hukum, menurut pasal 503, 504 dan 505 KUHperdata, dan sehubungan dengan perundang-undangan lainnya, benda atau zaak dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu berupa : 1 Benda bertubuh atau benda berwujud lichamelijke zaken, benda ini bersifat diraba dirasakan dengan panca indra. 2 Benda tak bertubuh atau benda tak berujud onlichamelijke zaken, benda ini hanya dapat dirasakan dengan panca indra saja, tidak dapat dilihat dan dirasakan. Tidak dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan. 39 Kemudian Manusia yang pernah sebagai Obyek hukum pada masa sekarang ini perbudakan sudah tidak ada lagi, perbudakan dianggap suatu perbuatan yang bertentangan dengan kemanuisaan dan tiap-tiap negara modern ini tidak membenarkan adanya perbudakan. Perbudakan ini sendiri bertentangan dengan Hak Asasi Manusia seperti yang telah dicetuskan tanggal 10 Desember 1948 oleh lembaga dunia PBB dalam Universal Declaration of Human Right. Lalu selain membahas perbudakan, manusia dianggap sebagai benda yang dijualbelikan, disewakan, bahkan ada pula di sembelih seperti binatang. 40 Hukum internasional juga memiliki obyek hukum yaitu pokok-pokok permasalahan yang dibicarakan atau dibahas dalam hukum internasional. Namun, 38 R. Soeroso, Op cit , hlm 246 39 Ibid , hlm248 40 Ibid , hlm 249 Universitas Sumatera Utara kawasan geografis suatu Negara difined territory juga dapat dikatakan sebagai objek hukum internasional dikarenakan sifat objek hukum internasional hanya biasa dikenai kewajiban tanpa biasa menuntut haknya. Contoh-contoh objek hukum internasional adalah. a Hukum Internasional Hak Asasi Manusia Hukum Internasional hak asasi manusia adalah semua norma hukum internasional yang ditunjukkan untuk menjamin perlindungan terhadap pribadi individu b Hukum Humaniter Internasional Hukum Humaniter Internasional adalah semua norma hukum internasional yang bertujuan memberi perlindungan pada saat timbul konflik bersenjata bukan internasional, kepada anggota pasukan tempur yang tidak bias lagi menjalankan tugasnya lagi, atau orang-orang yang tidak terlibat dalam pertempuran c Hukum Kejahatan terhadap Kemanusiaan massal Istilah ini dikeluakan oleh pengadilan Nurenberg untuk perbuatan kejam Nazi Jerman terhadap warga negaranya sendiri. Namun, dewasa ini genosida pembunuhan massal dilatar belakangi kebencian terhadap etnis, suku tertentu juga termasuk dalam hukum ini. 41 Objek hukum internasional dapat berubah disebabkan dunia global dan internasional yang bersifat dinamis selalu berubah. Sehingga tindak lanjut dari hukum internasional itu sendiri akan berubah mengikuti arus perkembangan 41 “Sebagaimana dimuat dari” http:sarahhifis29.blogspot.com201107subjek-dan-objek- hukum-internasional.html , Diakses pada tanggal 14 April 2015 Universitas Sumatera Utara zaman dan permasalahan baru yang akan timbul dalam hubungan internasional kedepannya. Seperti permasalahan kasus perompakan kapal-kapal laut di Somalia. Kasus ini menyebabkan PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi agar kejadian ini tidak terulang kembali. 42 Sebagai cabang Hukum Internasional, maka Hukum humaniter juga mempunyai Obyek hukum berupa, benda benda yang terkait dengan kekayaan budaya cultural property. Obyek hukum humaniter ini bertujuan untuk melindungi benda benda kekayaan budaya dan melindungi semua penduduk sipil dengan memfasilitasi berupa medis dan ambulances. Hukum humaniter melindungi cultural property atas perbuatan-perbuatan berupa : 1 Perusakan destruction 2 Pencurian theft 3 Pengambil alihan requisition 4 Penyitaan confiscation 5 Tindak balasan acts of reprisal Kemudian untuk sebagai penambahan penjelasan penggunaan cultural property untuk mendukung aksi militer tidak dibenarkandilarang Pasal 53 Additional Protocol I dan Pasal 16 Additional Protocol II. 43 Konvensi Hague 1954 ini mempunyai suatu prinsip dasar yang menjadi dasar ideologi perlindungan benda budaya dunia. Prinsip tersebut terdapat dalam pembukaan konvensinya: “Being Convinced that damage to cultural property belonging to any people whatsoever means damage to cultural heritage of all 42 “Sebagaimana dimuat dari” https:younkhendra.wordpress.com20090126tugas-mt-kul- hukum-internasional , Diakses pada tanggal 14 April 2015 43 Jelly Leviza, Ibid. Universitas Sumatera Utara mankind, since each people makes its contribution to the culture of the world ”. Perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini terbagi menjadi General Protection , dan Special Protection. Perlindungan Umum atau General Protection diberikan pada setiap properti budaya yang ada dalam suatu area konflik bersenjata. Militer dilarang menggunakan properti tersebut kecuali ada kepentingan militer yang memaksa. Perlindungan Khusus diberikan bagi properti budaya yang kemudian telah didaftarkan dalam suatu International Register of Cultural Property under Special Protection , maka pengecualian untuk boleh berlakunya peran militer dalam properti budaya hanyalah dengan alasan ”unavoidable military necessity kepentingan militer yang tak terhindarkan”. Peraturan ini dengan jelas menunjukkan kelemahan Konvensi ini, karena ternyata properti budaya pun masih dapat digunakan untuk kepentingan militer, walaupun kelebihannya adalah dengan adanya peraturan tersebut, bolehnya digunakan suatu properti budaya adalah hanya izin kepada komando tertinggi, sehingga perusakan yang terjadi mampu tereduksi. 44 Pemahaman mengenai benda budaya dari aspek yuridis, merupakan dari ketentuan Hukum Humaniter yakni Protokol Tambahan I tahun 1977. Ketentuan Pasal 52 ayat 1 Protokol I menyatakan bahwa ‘objek sipil adalah semua objek yang bukan objek militer’. Norma ini kelihatannya sangat simpel dan mudah dimengerti. Akan tetapi ketentuan dalam ayat 1 ini kemudian masih diperjelas kembali dengan ketentuan ayat 2-nya. Ayat 2 menambahkan bahwa yang 44 “Sebagaimana dimuat dari” http:skripsichopinkecil.blogspot.com , Diakses pada tanggal 14 April 2015 Universitas Sumatera Utara dimaksud dengan sasaran militer adalah semua objek yang karena sifatnya, lokasinya, tujuan atau kegunaannya dapat memberikan kontribusi yang efektif pada operasi militer dan apabila objek-objek tersebut dihancurkan baik keseluruhannya maupun sebagian, dikuasai atau dinetralkan, dalam situasi yang terjadi pada saat itu, maka hal tersebut dapat memberikan keuntungan militer yang pasti. Maka, bahwa suatu objek sipil dapat pula dianggap sebagai sasaran militer apabila telah memenuhi persyaratan yang dicantumkan dalam Pasal 52 ayat 2 ini. Dengan demikian, suatu objek sipil dapat pula dianggap sebagai objek militer bila karena sifatlokasinya, objek tersebut dapat memberikan kontribusi yang efektif dalam operasi militer, atau bila objek tersebut dihancurkan, dikuasai, dinetralisasikan baik sebagian maupun seluruhnya, maka hal itu dapat memberikan keuntungan militer yang pasti. Hal ini berarti suatu objek sipil, dapat dimiliterkan, baik itu dengan dijadikan sebagai markas atau tempat persembunyian ataupun dijadikan tempat penyimpanan amunisi dan sebagainya. 45 Jika hal ini dilakukan, maka sudah barang tentu objek tersebut bukan lagi merupakan objek sipil, karena telah kehilangan fungsi-fungsi sipilnya sebagai objek sipil namun objek tersebut akan dianggap sebagai objek militer karena fungsinya telah beralih untuk membantu tujuan-tujuan yang bersifat militer. Dengan demikian, objek tersebut dapat dijadikan sasaran serangan walaupun dari segi penampilannya merupakan objek sipil. Salah satu contoh benda budaya yang mendapat perlindungan khusus yaitu Candi Borobudur, Candi Sewu, Masjid 45 “Sebagaimana dimuat dari” https:wonkdermayu.wordpress.comkuliah-hukumhukum- humaniter , Diakses pada tanggal 9 maret 2015 Universitas Sumatera Utara Istiqlal, Monas, dll. Dalam pasal 11 ayat 1-3 Konvensi Den Haag 1954 dijelaskan bahwa : 1 Jika suatu negara pihak melakukan suatu perlanggaran terhadap Pasal 9 Konvensi Den Haag 1954 , berkenaan dengan benda budaya yang berada dalam perlindungan khusus, maka pihak musuh selama pelanggaran tersebut terjadi, harus dibebaskan dari kewajiban untuk menjamin imunitas benda budaya yang bersangkutan. Bagaimanapun, selama memungkinkan, pihak musuh terlebih dahulu harus meminta agar pelanggaran tersebut dihentikan. 2 Imunitas benda budaya yang berada dalam perlindungan khusus dapat dicabut hanya dalam kasus-kasus yang sangat eksepsional khusus dari kepentingan militer yang mutlak, dan hanya hanya berlaku pada saat diperlukan saja. Hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh seorang Komandan yang memimpin suatu pasukan setingkat Divisi atau yang lebih tinggi apabila situasi mengijinkan, maka Pihak musuh harus diberitahukan sebelumnya mengenai penarikan imunitas benda budaya tersebut. 3 Pihak yang menarik imunitas tersebut, sesegera mungkin harus menginformasikan Komisioner Jendral untuk Benda-benda Budaya sebagaimana tercantum dalam Regulasi, secara tertulis dan dengan menyebutkan alasannya. Berdasarkan ketentuan Pasal 11 tersebut, maka telah jelas bahwa suatu benda budaya dapat dicabut imunitasnya sebagai benda budaya, apabila lokasi, tujuan, atau penggunaannya memang benar-benar dapat memberikan keuntungan Universitas Sumatera Utara militer sesuai dengan persyaratan dalam Pasal 52 ayat 2 Protokol Tambahan I 1977. Apabila benda tersebut berada dalam perlindungan khusus, maka pelepasan imunitas tersebut hanya dapat dilakukan oleh seorang Komandan yang mempimpin pasukan setingkat Divisi pangkat minimal Mayor Jendral, dan pelepasan imunitas benda budaya tersebut harus memenuhi persyaratan sebagaimana Pasal 11 Konvensi Den Haag 1954. 46

D. Ruang Lingkup Hukum Humaniter Internasional