Ferdiansyah : Efektifitas Penerapan Sanksi Pidana Cambuk Terhadap Pelanggaran Qanun Di Bidang Syariat Islam Di Wilayah Hukum Kota Madya Banda Aceh Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU Repository © 2009
tekhnis banyak sekali pekerjaan yang harus dilakukan misalnya masalah sumber daya manusia dan masalah pilihan hukum serta kodifikasi hukum. Semua hal itu
membutuhkan waktu dan kemampuan teknis serta kesepakatan luas padahal masyarakat tampaknya ingin segara melihat implementasinya secaranyata dan segera.
5. Kegamangan Beberapa Kalangan elit
Beberapa kalangan elit politik, terutama di Jakarta terlihat begitu gamang dengan perkembangan yang terjadi pada masa reformasi ini. Khususnya di Aceh,
tuntutan rakyat yang lama terpendam bagi berlakunya Syariat Islam, terlihat jelas mendapat respon yang berbeda–beda. Disatu sisi Pemerintah dan DPR memberi
peluang dengan mengeluarkan Undang–undang nomor 44 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keistimewaan Daerah Aceh. Undang–undang ini membuka celah bagi
pelaksanaan Syariat Islam di Aceh dan ini diperkuat, antara lain Perda nomor 5 tahun 2000 tentang pelaksanaan Syariat Islam. Tetapi beberapa Menteri, termaksud Menhan
Moh Mahfuz MD menyatakan bahwa pelaksanaan Syariat Isalm di Aceh terbatas pada bagian hukum privat, tidak termaksud hukum publik seperti hukum pidana.
Belakangan pendapat ini diperkuat lagi oleh Jaksa Agung Marzuki Darusman. lihat harian Kompas, 8 Mei 2001. Lebih keras lagi tanggapan sekjen PDIP, Sucipto yang
menolak pemberlakuan Syariat Isalm di Aceh. Meskipun tanggapan Sucipto ini mendapat reaksi balik dari kalangan PDIP sendiri, khususnya PDIP Aceh , reaksi
kaum elit Jakarta ini jelas memperbesar skeptitisme masyarakat Aceh untuk dapat kesempatan melaksanakan Syariat Islam secara luas sebagai keistimewaan Aceh, yang
dulu hanya sekedar nama. Orang Aceh sekarang pun akan bertanya lagi, akankah kisah lama itu berulang lagi.
Dari uraian diatas telah tampak jelas hal apa dan bagaimana sebenarnya yang diinginkan masyarakat Aceh, sebelum diberlakukannya syariat Islam di Aceh,
Ferdiansyah : Efektifitas Penerapan Sanksi Pidana Cambuk Terhadap Pelanggaran Qanun Di Bidang Syariat Islam Di Wilayah Hukum Kota Madya Banda Aceh Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU Repository © 2009
khususnya di kota Banda Aceh sendiri Hal–hal atau fenomena–fenomena semacam itulah yang bisa saja terjadi, sebelum diberlakukannya Syariat Islam di Banda Aceh
kasus–kasus tindak pidana seperti perjudian, kejahatan asusila atau perjinahan tidak terlalu dianggap serius untuk ditangani, padahal kasus–kasus penyakit masyarakat
seperti inilah yang dapat menyebabkan pergeseran bahka keterpurukan moral suatu bangsa nantinya, sebelum berlakunya Syariat Islam di Banda Aceh kasus–kasus
penyakit masyarakat ini lebih banyak diselesaikan secara peradilan rakyat dari pada oleh aparat penegak hukum, setelah adanya fenomena peradilan rakyat barulah kasus–
kasus ini mulai serius di tangani oleh aparat penegak hukum, sebelum penerapan Syariat Islam di Aceh untuk kasus–kasus penyakit masyarakat seperti ini menunjukan
tingkat yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari laporan tahuna Poltabes Banda Aceh dari tahun 2001 sampai 2004 seperti tercantum pada table di berikut ini.
Table No. 2 DATA TINDAK PIDANA PERJUDIAN DAN ASUSILA
DI KOTA MADYA BANDA ACEH TAHUN 2001 S.D 2004
No. Jenis tindak
pidana Tahun
JUMLAH 2001
2002 2003
2004 1
PERJUDIAN 5
3 2
4 14 perkara
2 KEJAHATAN
ASUSILA -
- -
4 4 perkara
3 PERJINAHA
N -
1 2
1 4 perkara
4 PERKOSAAN
2 2
3 1
9 perkara Sumber: POLTABES BANDA ACEH
Ferdiansyah : Efektifitas Penerapan Sanksi Pidana Cambuk Terhadap Pelanggaran Qanun Di Bidang Syariat Islam Di Wilayah Hukum Kota Madya Banda Aceh Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU Repository © 2009
Dari data tahunan Poltabes Banda Aceh pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2001 sampai dengan 2004 menunjukan angka tindak pidana yang
tidak terlalau signifikan, pada tahun 2001 tindak pidana perjudian yang di proses oleh poltabes Banda Aceh ada 5 perkara, dan tindak pidana perkosaan ada 2 perkara, dan 0
pada tindak pidana kejahatan susila dan perjinahan, pada tahun 2002 tercatat ada 3 perkara tindak pidana perjudian ,0 pada tindak pidana kejahatan asusila, 1 perkara
perjinahan, dan 2 perkara pada tindak pidana perkosaan, pada tahun 2003 terjadi sedikit penurunan pada tindak pidana perjudian yaitu menjadi 2 perkara, dan 0 pada
tindak pidana kejahatan asusila, terjadi sedikit peningkatan pada tindak pidana perjinahan yaitu 2 perkara, dan kembali terjadi peningkatan pada tindak pidana
perkosaan yaitu 3 perkara, dan pada tahun 2004 kembali terjadi peningkatan pada kasus tindak pidana perjudian yaitu 4 perkara, dan juga terjadi peningkatan pada
tindak pidana kejahatan asusila dari 0 pada tahun–tahun sebelumnya meningkat menjadi 4 perkara, satu perkara pada tindak pidana perjinahan, dan juga 1 perkara
pada kasus perkosaan. Jika dijumlahkan dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 telah terjadi 14
empat belas perkara tindak pidana perjudian, 4 empat perkara tindak pidana kejahatan asusilan, 4 empat perkara perjinahan, dan 9 sembilan perkara tindak
pidana perkosaan. Dari data diatas menunjukan sebuah anggka tindak pidana yang cukup tinggi untuk daerah seperti Banda Aceh yang dikenal dengan Serambi Mekah.
Ferdiansyah : Efektifitas Penerapan Sanksi Pidana Cambuk Terhadap Pelanggaran Qanun Di Bidang Syariat Islam Di Wilayah Hukum Kota Madya Banda Aceh Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU Repository © 2009
3. Tingkat Pelanggaran Qanun Di Wilayah Hukum Kota Madya Banda