Fungsi dan Pentingnya Akta Nikah dalam Perkawinan

Mufidah Ulfah : Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Tanpa Akta Nikah Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Dan Kaitannya Dengan Hukum Islam, 2008. USU Repository © 2009 bawah tangan diartikan pula sebagai perkawinan yang dilaksanakan oleh orang-orang Islam Indonesia, memenuhi baik rukun maupun syarat-syarat perkawinan, tetapi tidak didaftarkan pada Pejabat Pencatat Nikah, seperti yang diatur dan ditentukan oleh Undang-undang No 1 Tahun 1974. 74 Menurut Wildan Suyuti Mustafa perkawinan tanpa akta nikah adalah istilah yang sering di dengar, tetapi agak sulit untuk ditelusuri, sebab bagi mereka yang melakukannya cenderung untuk berdiam diri, serta dilakukan sebagai alternatif di tengah kondisi darurat berkaitan dengan iklim keagamaan serta sosial budaya. 75 Pada awalnya perkawinan di bawah tangan yang dilakukan adalah didasarkan pada suatu pilihan hukum yang sadar dari pelakunya, bahwa mereka menerima untuk tidak mendaftarkan atau mencatatkan perkawinannya ke KUA bagi yang beragama Islam. Mereka merasa cukup memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 1 Tahun 1974, tanpa harus memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat 2 Undang-undang No 1 Tahun 1974 dengan alasan agar tidak diketahui oleh masyarakat dan tidak ada tuntutan untuk walimahresepsi, atau memang perkawinan ini dirahasiakan dulu dan suami istri sepakat belum kumpul sebagai suami istri selama masih kuliah atau pendidikan atau untuk menghindari status kawin karena menyangkut kelangsungan pekerjaan, atau mempelainya belum cukup umur menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, kawinnya hanya untuk segera menyambung tali kekeluargaan dan sebagainya. 76

C. Fungsi dan Pentingnya Akta Nikah dalam Perkawinan

74 Mohd. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal UU No.1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta, Ind, Co., 1990, Cet, Ke-2, hlm 226. 75 Mimbar Hukum, No. 26 Tahun VII 1996, hlm 47. 76 Mimbar Hukum, No 62 Tahun XIV 2003, hlm 69. Mufidah Ulfah : Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Tanpa Akta Nikah Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Dan Kaitannya Dengan Hukum Islam, 2008. USU Repository © 2009 Suatu perbuatan kawin atau nikah baru dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum apabila dilakukan menurut ketentuan hukum yang berlaku secara positif. Ketentuan hukum yang mengatur mengenai tata cara perkawinan yang dibenarkan oleh hukum adalah seperti yang diatur dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974. Perkawinan dengan tata cara demikianlah yang mempunyai akibat hukum, yaitu akibat yang mempunyai hak mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum. 77 1. Fungsi formil formalitas causa yaitu untuk lengkapnya dan sempurnanya suatu perkawinan, haruslah dibuat akta autentik, yakni akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah PPN. Di sini, akta nikah merupakan syarat sebagai adanya perkawinan yang sah. Menurut hukum perkawinan di Indonesia, akta nikah mempunyai dua fungsi, yaitu: 2. Fungsi materil probationis causa yaitu akta nikah mempunyai fungsi sebagai alat bukti. 78 Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 1 Tahun 1974 menentukan bahwa suatu perkawinan baru dapat dikatakan sebagai perkawinan yang sah menurut hukum apabila saat akan adanya hubungan hukum nikahnya dilakukan menurut hukum agama, sedangkan Pasal 2 ayat 2 menentukan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian didapatkan sebuah makna normatif bahwa perkawinan di bawah tangan adalah perkawinan yang tidak dilakukan menurut hukum. 77 Ibid, hlm 67. 78 Mimbar Hukum No 26 Tahun VII 1996, hlm 48. Mufidah Ulfah : Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Tanpa Akta Nikah Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Dan Kaitannya Dengan Hukum Islam, 2008. USU Repository © 2009 Selanjutnya K Wantjik Saleh dalam bukunya Hukum Perkawinan Indonesia menyatakan bahwa: ”kiranya dapatlah dikatakan bahwa pencatatan perkawinan itu menjadi jelas, baik bagi yang bersangkutan maupun bagi orang lain dan masyarakat, karena dapat dibaca dalam suatu surat yang resmi yang termuat pula dalam suatu daftar dapat dpergunakan dimana perlu, terutama sebagai suatu alat bukti tertulis yang autentik. Dengan adanya suatu surat bukti itu dapatlah dibenarkan atau dicegah atau perbuatan lain”. 79 Apabila dilihat dari segi administrasi kependudukan, peristiwa perkawinan adalah proses awal dari mekanisme pertumbuhan kependudukan. Naiknya jumlah penduduk atau menurunnya angka perkawinan turut menjadi bagian dari proses prediksi kondisi masa depan. Proyeksi aspek kependudukan sangat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masa yang akan datang. Terhindarnya ketimpangan antara proyeksi kependudukan dengan gambaran kehidupan sosial ekonomi di masa datang hanya dapat terjadi melalui kematangan kondisi objektif saat sekarang. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa administrasi kependudukan perlu ditangani secara serius dan salah satu masalah kependudukan adalah perkawinan. Dilihat dari segi teori hukum, suatu tindakan yang dilakukan menurut hukum baru dikatakan sebagai perbuatan hukum, dan oleh karena itu maka berakibat hukum yakni akibat dari tindakan itu mendapat pengakuan dan perlindungan hukum. Sebaliknya suatu tindakan yang dilakukan tidak menurut aturan hukum tidak dikatakan sebagai perbuatan hukum sekalipun tindakan itu belum tentu melawan hukum dan karenanya sama sekali belum mempunyai akibat yang diakui atau dilindungi oleh hukum. 80 79 K. Wantjik Saleh, Op. Cit., hlm 15. 80 Mimbar Hukum No 23 Tahun VI 1995, hlm 49. Mufidah Ulfah : Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Tanpa Akta Nikah Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Dan Kaitannya Dengan Hukum Islam, 2008. USU Repository © 2009 Unsur pencatatan perkawinan di samping unsur agama pada tiap peristiwa perkawinan seperti yang dikehendaki Pasal 2 Undang-undang No 1 Tahun 1974 mempunyai kaitan secara langsung dengan masalah kependudukan tadi. Tinggi rendahnya angka kelahiran dan umur perkawinan terletak pada peristiwa perkawinan itu sendiri. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan bukan hanya untuk ketertiban masalah perkawinan, akan tetapi mencakup hal-hal seperti masalah kependudukan. Dari pernyataan tersebut dapat dijumpai bahwa pada Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 1 Tahun 1974 terdapat norma keteraturan mengenai bagaimana suatu perkawinan yang sah itu harus terjadi, dan pada ayat 2 pasal ini terkandung norma ketertiban yang bertujuan untuk terciptanya ketertiban yang bertujuan untuk terciptanya ketertiban perkawinan bagi seluruh aspeknya. 81

G. Pengertian Itsbat Nikah

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Perkawinan Terhadap Nikah Mut’ah Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Islam

3 111 109

Undang Undang Nomor I Tahun 1974 dan kaitannya dengan perkawinan antar orang yang berlainan agama: studi tentang praktek pelaksanaannya di DKI Jakarta

0 5 91

Anak luar nikah dalam undang-undang perkawinan No.1 Tahun 1974: analisis putusan MK tentang status anak luar nikah

0 3 86

NIKAH TAFWIDH MENURUT HUKUM ISLAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM.

1 5 1

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGURUS PANTI ASUHAN SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP PERKAWINAN ANAK ASUHNYA MENURUT HUKUM ISLAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KHI.

0 1 1

TINJAUAN HUKUM TERHADAP DISAHKANNYA PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT ALIRAN ISLAM LIBERAL DIKAITKAN DENGAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.

0 0 1

PENERAPAN ITSBAT NIKAH DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.

0 0 2

TINJAUAN YURIDIS PERCERAIAN LIAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG N0. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.

0 0 1

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM | PURNAMA SARI | Legal Opinion 5669 18695 1 PB

0 1 10

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERKAWINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM A. Sejarah Hukum Perkawinan di Indonesia - Pelaksanaan Perkawinan Terhadap Nikah Mut’ah Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang

0 0 35