Mufidah Ulfah : Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Tanpa Akta Nikah Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Dan Kaitannya Dengan Hukum Islam, 2008.
USU Repository © 2009
Sebagaimana dinyatakan dalam Surat Menteri Agama tanggal 18 Oktober 1978 nomor B. IV112151978 kepada para GubernurKepala Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia,
antara lain menyebutkan: ” Ketetapan MPR RI No. IVMPR1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
GBHN telah menegaskan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama dan pembinaannya tidak menggarah kepada pembentukan
agama baru”...”. Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas dan mengingat pula masalah penyebutan agama, perkawinan, sumpah, penguburan zenazah adalah
menyangkut keyakinan agama, maka dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila tidak mengenal adanya tata cara perkawinan, sumpah dan
penguburan jenazah menurut aliran kepercayaan dan tidak dikenal pula adanya penyebutan ”Aliran Kepercayaan” sebagai ”Agama” baik dalam Kartu Tanda
Penduduk KTP dan lain-lain”... . Kemudian dalam Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Kep-
089J.A91978 tentang larangan pengedaranpenggunaan Surat kawin yang dikeluarkan oleh Yayasan Pusat Srati Dharma Yogyakarta, antara lain dikatakan:
”Bahwa aliran Sapto Darmo sebagai salah satu aliran kepercayaan telah membuat dan menggunakan surat kawin khusus yang dikeluarkan oleh Yayasan Pusat Srati
Darma Yogyakarta bagi para penganutnya. Bahwa penggunaan surat kawin tersebut telah mengakibatkan keresahan dari umat beragama yang akhirnya akan
menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban”... .
G. Pengertian Perkawinan Tanpa Akta Nikah
Istilah perkawinan tanpa akta nikah atau disebut juga dengan perkawinan di bawah tangan lahir setelah Undang-undang No 1 Tahun 1974 berlaku secara efektif.
Perkawinan di bawah tangan adalah perkawinan yang dilakukan berdasarkan aturan agama atau adat istiadat dan tidak dicatatkan di kantor Pejabat Pencatat Nikah
KUA bagi yang beragama Islam, Kantor Catatan Sipil bagi non-Islam
73
73
http:www.lbh-apik.or.idfact51-bwh20tangan.htm.
. Perkawinan di
Mufidah Ulfah : Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Tanpa Akta Nikah Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Dan Kaitannya Dengan Hukum Islam, 2008.
USU Repository © 2009
bawah tangan diartikan pula sebagai perkawinan yang dilaksanakan oleh orang-orang Islam Indonesia, memenuhi baik rukun maupun syarat-syarat perkawinan, tetapi tidak
didaftarkan pada Pejabat Pencatat Nikah, seperti yang diatur dan ditentukan oleh Undang-undang No 1 Tahun 1974.
74
Menurut Wildan Suyuti Mustafa perkawinan tanpa akta nikah adalah istilah yang sering di dengar, tetapi agak sulit untuk ditelusuri, sebab bagi mereka yang
melakukannya cenderung untuk berdiam diri, serta dilakukan sebagai alternatif di tengah kondisi darurat berkaitan dengan iklim keagamaan serta sosial budaya.
75
Pada awalnya perkawinan di bawah tangan yang dilakukan adalah didasarkan pada suatu pilihan hukum yang sadar dari pelakunya, bahwa mereka menerima untuk
tidak mendaftarkan atau mencatatkan perkawinannya ke KUA bagi yang beragama Islam. Mereka merasa cukup memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 1 Tahun
1974, tanpa harus memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat 2 Undang-undang No 1 Tahun 1974 dengan alasan agar tidak diketahui oleh masyarakat dan tidak ada tuntutan untuk
walimahresepsi, atau memang perkawinan ini dirahasiakan dulu dan suami istri sepakat belum kumpul sebagai suami istri selama masih kuliah atau pendidikan atau untuk
menghindari status kawin karena menyangkut kelangsungan pekerjaan, atau mempelainya belum cukup umur menurut ketentuan peraturan perundang-undangan,
kawinnya hanya untuk segera menyambung tali kekeluargaan dan sebagainya.
76
C. Fungsi dan Pentingnya Akta Nikah dalam Perkawinan