Mufidah Ulfah : Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Tanpa Akta Nikah Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Dan Kaitannya Dengan Hukum Islam, 2008.
USU Repository © 2009
6. Bagi suami istri yang telah bercerai, lalu kawin lagi satu sama lain dan bercerai lagi
untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang mereka kawin untuk ketiga kalinya.
57
Syarat perkawinan yang ke enam ini disebutkan dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Pasal 10, yang menyatakan bahwa:
”Apabila suami dan istri yang telah bercerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak boleh
dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain”.
Dalam penjelasan Pasal 10 Undang-undang No 1 Tahun 1974, menyebutkan bahwa:
”Oleh karena perkawinan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal, maka suatu tindakan yang mengakibatkan
putusnya suatu perkawinan harus benar-benar dapat dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah tindakan
kawin cerai berulang kali, sehingga suami maupun istri benar-benar saling menghargai satu sama lain.
7. Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang janda.
Dalam Pasal 11 Undang-undang No 1 Tahun 1974 ditentukan bahwa wanita yang putus perkawinannya, tidak boleh begitu saja kawin lagi dengan lelaki lain, tetapi harus
menunggu sampai waktu tunggu itu habis.
58
2. Syarat-syarat sahnya suatu perkawinan menurut hukum Islam.
Sejak berlakunya Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka sahnya suatu perkawinan menurut hukum agama di Indonesia sangat menentukan.
57
Ibid, hlm 74.
58
Ibid, hlm 75.
Mufidah Ulfah : Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Tanpa Akta Nikah Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Dan Kaitannya Dengan Hukum Islam, 2008.
USU Repository © 2009
Apabila suatu perkawinan tidak dilakukan menurut hukum agamanya masing-masing berarti perkawinan tersebut tidak sah. Perkawinan yang dilakukan di Kantor Catatan Sipil
atau di Pengadilan apabila tanpa dilakukan terlebih dahulu menurut hukum agama tertentu berarti tidak sah.
Menurut hukum Islam, suatu perkawinan dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat dan rukun perkawinan, yaitu:
1. Calon suami, syarat-syaratnya:
- Beragama Islam
- Laki-laki
- Jelas orangnya
- Dapat memberikan persetujuan
- Tidak terdapat halangan perkawinan.
2. Calon istri, syarat-syaratnya:
- Beragama Islam
- Perempuan
- Jelas orangnya
- Dapat dimintai persetujuannya
- Tidak terdapat halangan perkawinan
3. Wali nikah, syarat-syaratnya:
- Laki-laki
- Dewasa
- Mempunyai hak perwalian
- Tidak terdapat halangan perwaliannya
Mufidah Ulfah : Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Tanpa Akta Nikah Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Dan Kaitannya Dengan Hukum Islam, 2008.
USU Repository © 2009
4. Saksi nikah, syarat-syaratnya:
- Minimal dua orang laki-laki
- Hadir dalam ijab qabul
- Dapat mengerti maksud akad
- Islam
- Dewasa
5. Ijab Qabul, syarat-syaratnya:
- Adanya pernyataan mengawinkan dari wali
- Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai
- Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut
- Antara ijab dan qabul bersambungan
- Antara ijab dan qabul jelas maksudnya
- Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau umrah
- Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum oleh empat orang yaitu
calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.
59
Di samping rukun dan syarat tersebut di atas, menurut para ulama, mahar itu hukumnya wajib dan ditempatkan sebagai syarat sahnya dalam perkawinan berdasarkan
Al-Qur’an dan sunnah. Hal ini berdasarkan QS an-Nisa’ ayat 4 dan 24. Di dalam QS an-Nisa’: 4, Allah SWT berfirman; yang artinya:
“Berikanlah mas kawin shaduq, nihlah sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian mas kawin itu
59
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Op. Cit., hlm 62-63.
Mufidah Ulfah : Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Tanpa Akta Nikah Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Dan Kaitannya Dengan Hukum Islam, 2008.
USU Repository © 2009
dengan senang hati, maka gunakanlah makanlah pemberian itu dengan sedap dan nikmat”.
Pada QS an-Nisa’: 24, Allah SWT berfirman; yang artinya: ”Dihalalkan bagimu mengawini perempuan-perempuan dengan hartamu
mahar, serta beristri dengan dia, bukan berbuat jahat. Jika kamu telah menikmati bersetubuh dengan perempuan itu, hendaklah kamu memberikan kepadanya mas
kawin ujur, faridah yang telah kamu tetapkan”. Sementara berkaitan dengan masalah wali, menurut Imam Hanafi wali bukanlah
syarat dalam perkawinan, oleh karena itu wanita yang sudah dewasa dan berakal sehat boleh mengawinkan dirinya asalkan perkawinannya dihadiri oleh dua orang saksi.
Sedangkan menurut Imam Syafi’i dan Imam Hambali bahwa perkawinan yang dilakukan tanpa wali adalah tidak sah. Selanjutnya syarat-syarat bagi dua orang saksi dalam akad
nikah adalah harus orang yang beragama islam, dewasa baligh, berakal sehat, dapat melihat, mendengar dan memahami tentang akad nikah. Tidak ada ketentuan yang
menjadi saksi apakah orang yang masih mempunyai hubungan darah atau tidak dengan kedua mempelai.
60
3. Syarat-syarat sahnya perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam.