Pada Masa Rasulullah dan Para Sahabat

menjelang kematian tersebut hakikat paling mendasar dari keimanan , yaitu pengakuan akan keesaan Allah SWT. Bagi mereka yang meyakini bahwa talqîn masih mungkin dilakukan bahkan setelah kematian, ada yang mempraktekkan melakukan hal tersebut setelah jenazah dikuburkan 24 Dan inilah yang akan penulis bahas saat ini.

B. Sejarah Perkembangan Talqîn

1. Pada Masa Rasulullah dan Para Sahabat

Salah satu langkah yang ditempuh oleh para Muhadisin untuk melakukan penelitian matan hadis adalah dengan cara mengetahui sejarah yang melatarbelakangi munculnya suatu hadis. 25 Oleh karena itu pada bab ini penulis akan menyoroti permasalahan talqîn dari sudut pandang sejarah. Kendatipun sebenarnya disini penulis belum mendapatkan data yang akurat tentang sejarah perkembangan talqîn mayit pada masa Rasulullah dan para sahabat, akan tetapi penulis mencoba mengutip salah satu perkataan salah seorang ulama yaitu Iman Al-Suyûtî dalam salah satu bukunya Al-Hawî li al-Fatâwâ al-Suyûtî 26 , menurutnya: “Teks lengkap mengenai talqîn ini seperti dalam salah satu riwayat, bahwa Rasulullah pada saat menguburkan anaknya, Ibrâhîm, beliau mengatakan: “Katakanlah: Allah Tuhanku….. sampai kata-kata: Hal itu menunjukan atas benarnya apa yang aku ucapkan, apa yang diriwayatkan dari Nabi Saw., sesungguhnya saat beliau menguburkan anaknya, Ibrâhîm, beliau berdiri diatas 24 Syahrin Harahap, Hasan Bakti Nasution, Ensiklopedi Aqidah Islam, h.425 25 Bustamin, M.Isa H.A Salâm, Metodologi Kritik Hadis Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, h.85 26 Al-Suyûtî, Al-Hawî li al-Fatâwa al-Suyûtî, Juz: 2, h.176-177 kubur dan bersabda: “Hai anakku, hati ini sedih, mata ini mencucurkan air mata, dan aku tidak akan berkata yang menyebabkan Allah marah kepadaku. Wahai anakku, katakanlah Allah itu Tuhanku, Islam agamaku, dan Rasulullah itu bapakku”. Para sahabat ikut menangis, bahkan ‘Umâr bin Khattab menangis sampai mengeluarkan suara yang keras. 27 Ibn Taimiyyah pernah ditanya tentang permasalahan talqîn dalam salah satu bukunya Al-Fatâwâ al-Kubrâ, maka beliau berkomentar bahwa talqîn ini benar-benar pernah dilakukan oleh sebagian kelompok para sahabat, dan mereka pernah memerintahkan agar berbuat demikian, seperti Abû Umâmah al-Bâhilî r.a dan sahabat-sahabat yang lainnya. 28 Seorang pakar tafsir dan hukum Islam, Imam al-Qurtubî, beliau berkata juga dalam bukunya al-Tadzkirah. Menurutnya, ada riwayat yang bersumber dari sahabat Nabi Saw., yaitu Abû Umâmah al-Bahîlî, yang berkata bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda: Apabila ada salah seorang diantara kamu meninggal dunia dan dikuburkan lalu telah tertutupi oleh tanah, maka hendaklah salah seorang berdiri di arah kepala orang yang meninggal itu dan berkata: “Hai si’ fulan putra si’ fulan,” Ketika itu ia mendengar tetapi tidak dapat menjawab, Kemudian sekali lagi ia memanggilnya, Ketika itu ia dalam keadaan duduk, Kemudian ia memanggilnya kembali untuk yang ketiga kalinya, maka ketika itu ia akan berkata: Berilah aku tuntunan semoga Allah merahmati kamu,” Dia berkata demikian walau kamu tidak mendengarnya. Maka hendaklah kamu berkata: 27 Munawir Abdul Fatah, Tradisi Orang-orang NU, Yogyakarta, Pustaka Pesantren, cet. VI, 2008, h.257 28 Taqiy al-Dîn Abû al-‘Abbas Ahmad bin ‘Abd al-Him bin Taimiyyah, Al-Fatâwa al- Kubrâ Dâr al-Kitâb al-‘Ilmiyyah, 1987 Juz.3, h.25 “Ingatlah saat engkau keluar meninggalkan dunia, tentang kesaksian bahwa lâ Ilâha illallâh, Muhammad Rasûlullâh Tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Pesuruh Allah dan bahwa engkau telah rela menerima dengan tulus Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai Agama, Muhammad sebagai Nabi, al-Qur’an sebagai Imam pedoman,” karena jika demikian, ketika itu malaikat Munkar dan Nakir, masing-masing mundur dan berkata: “Ayo kita meninggalkannya, untuk apa kita duduk disini, sedang ia telah dibisikan jawabannya.” 29 Betapapun, persoalan ini menjadi salah satu yang ramai diperselisihkan oleh para ulama dikarenakan lemah sanadnya. Kendati demikian, diperkuat oleh riwayat lain yang terdapat dalam Kitab Sunan Abû Dâwud bahwa: Sahabat Nabi Saw., Utsmân bin Affân ra., meriwayatkan bahwa apabila telah selesai penguburan seseorang, Nabi Muhammad Saw. berdiri sejenak dan bersabda:” Mohonlah pengampunan untuk saudara kalian, mohonlah untuknya kiranya Allah memantapkan jiwanya, karena saat-saat ini ia ditanya.” 30 Dari beberapa riwayat di atas nampaknya sudah dapat diambil kesimpulan bahwa permasalahan talqîn mayit tersebut sebenarnya telah ada sejak masa Rasulullah dan para sahabat beliau, akan tetapi karena sudah terlalu jauh waktu yang terlewat antara masa Rasulullah dengan masa sekarang seolah-olah permasalahan talqîn itu adalah sesuatu yang baru muncul, bahkan termasuk kegiatannya pun seperti Hanya berlaku dinegara kita saja, tidak ada dinegara lain, ternyata kenyataannya tidak demikian. 29 M.Qurais Sihab, , Kehidupan Setelah Kematian Ciputat, Tangerang, Lentera Hati, 2008, h.86 30 M.Qurais Sihab, , Kehidupan Setelah Kematian, h.90

2. Perkembangan Talqîn Pada Masa Kini