Metodologi Penelitian Sistematika Penulisan Pengertian Talqîn

Di dalam buku ini beliau menjelaskan bahwa men-talqîn-kan mayit itu hukumnya sunnah, karena hal tersebut pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw., ketika anak kesayangannya yang bernama Ibrâhîm meninggal dunia kemudian beliau men- talqîn- kannya dengan disaksikan oleh para sahabat beliau diantaranya ‘Umâr bin Khattab r.a. Pendapat beliau ini merujuk kepada pendapat Imam Al-Suyûtî dalam salah satu kitabnya Al-Hawî li al-Fatâwâ li al-Suyûtî, Juz.2, h.176-177.

F. Metodologi Penelitian

Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode studi kepustakaan library research. Dengan merujuk kepada sumber-sumber primer seperti kitab-kitab hadis dan sekunder lainya yang mengandung dan berkaitan dengan masalah yang dibahas Adapun metode dalam kegiatan penilitian hadis ini yaitu : 1. Melakukan Takhrîj hadis dari sanad dan matan hadis yang telah disebutkan pada judul, langkah pertama penilitian hadis ini merujuk melalui lafadz hadis dengan menggunakan kitab al-Mu’jam al- Mufahrâs li alfâz al-Hadis al-Nabawî dan yang kedua melalui awal matan dengan menggunakan Kitab Mausû’at al-Atrâf al-Hadis al- Nabawî al-Syarîf . 2. Mencari data yang sudah diperoleh dari kitab kamus dengan merujuk pada kitab-kitab asli yang ditunjuk oleh kitab kamus hadis 3. Melakukan penelitian sanad kritik sanad hadis dari data yang diambil dalam kitab asli untuk kemudian menentukan kedudukan hadis 4. Melakukan penilitian matan 5. Memberi kesimpulan dari hasil penilitian di atas

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis membagi pembahasan menjadi beberapa bab sebagai berikut : Bab I. Pendahuluan yang meliputi : Latar belakang masalah, Pembatasan dan perumusan masalah, Tujuan penelitian, Kegunaan atau manfaat penelitian, Tinjauan kepustakaan, Metodologi penelitian, Sistematika penulisan. Bab II. Membahas tinjauan umum mengenai talqîn yang meliputi : Pengertian talqîn, Sejarah perkembangan talqîn, Pendapat para ulama tentang talqîn dan Kewajiban orang yang hidup terhadap orang yang sudah meninggal. Bab III. Analisis hadis-hadis tentang talqîn yang meliputi : Analisis hadis, Teks hadis dan terjemahnya, i’tibâr sanad, Penelitian sanad, kritik sanad dan Penelitian matan. Bab IV. Penutup, Kesimpulan dan Saran

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TALQÎN

A. Pengertian Talqîn

a. Menurut bahasa

Secara bahasa talqîn berasal dari bahasa Arab, yaitu “tafhîm” artinya memahamkan atau memberi faham 18 , arti yang lain adalah pengajaran atau peringatan 19 , makna yang lebih luas adalah memberi peringatan dengan mulut secara berhadap-hadapan. 20 Sedangkan dalam konteks religious talqîn berarti pengajaran atau peringatan spiritual. Dalam komunitas sufi, kegiatan pengajaran 18 Firuzabadi, Qâmus al-Muhît Kairo: Husainiyah, 1344.H Juz IV, h.268 19 Mahmud Yunus., Kamus Arab-Indonesia Jakarta, Yayasan Penyelenggara PenterjemahPentafsiran Al-Qur’an,h. 400 20 Darul Masriq, Qâmus Munjid Beirut, Libanon: Matba’ah Katolik, Cet.XVII h.780 terkadang disebut talqîn sebagai padanan dari ta’lim pada dunia pengajaran yang lebih umum. 21

b. Menurut Istilah

Secara Istilah talqîn memiliki dua makna arti, pertama; adalah mengajarkan kepada orang yang akan meninggal dengan kalimat tauhid, yaitu “Lâ ilâha Illallâh ”, Yang kedua; adalah mengingatkan kepada orang yang sudah meninggal dan baru saja dimakamkan akan beberapa hal yang penting baginya untuk mengadapi Malaikat Munkar dan Nakir yang akan datang menanyainya 22 . Kegiatan ini didasarkan antara lain atas hadis riwayat Muslim, Nasa’i dan Tirmidzi yang berbunyi: أ ﺪ ﻌﺳ لﺎ لﺎ لﻮﺳر ﷲا ﻰ ﷲا ﺳو : اﻮ ﻘﻟ آﺎ ﻮﻣ ﻟإ إ ﷲا “Ajarilah orang-oranng mati di antara kamu dengan kalimat Lâ ilâha Illallâh tiada tuhan selain Allah”. Terdapat dua pemahaman utama terhadap kata mauta dalam hadis tersebut di atas. 23 Ada yang menganggapnya berarti orang yang dekat atau menjelang kematian. Ada pula yang mengambil makna literalnya, yakni orang mati, dan berpandangan bahwa orang yang sudah wafat pun masih mungkin diberi pengajaran, yaitu talqîn. Inilah yang menjadi landasan praktek membacakan atau membisikan kalimat syahadat ke telinga orang yang sedang sakit keras dan menjelang kematian. Tujuannya tentu saja ingin mengingatkan kepada orang yang 21 Syahrin Harahap, Hasan Bakti Nasution, Ensiklopedi Aqidah Islam Jak-Tim, Prenada Media, cet.1, 2003, h.425 22 Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama Jakarta, Pustaka Tarbiyah, Cet.25, 2006,h.71 23 Syahrin Harahap, Hasan Bakti Nasution, Ensiklopedi Aqidah Islam, h.425 menjelang kematian tersebut hakikat paling mendasar dari keimanan , yaitu pengakuan akan keesaan Allah SWT. Bagi mereka yang meyakini bahwa talqîn masih mungkin dilakukan bahkan setelah kematian, ada yang mempraktekkan melakukan hal tersebut setelah jenazah dikuburkan 24 Dan inilah yang akan penulis bahas saat ini.

B. Sejarah Perkembangan Talqîn