Hikmah Perkawinan PENGERTIAN DAN TUJUAN PERKAWINAN

4. Latihan Memikul Tanggung Jawab Apabila perkawinan dilakukan untuk mengatur fitrah manusia, dan mewujudkan kelangsungan hidup manusia di bumi, maka faktor yang keempat yang tidak kalah penting dalam perkawinan adalah menumbuhkan rasa tanggung jawab. Hal ini berarti, bahwa perkawinan adalah merupakan pelajaran dan latihan praktis bagi pemikul tanggung jawab itu sendiri.

F. Hikmah Perkawinan

Perkawinan merupakan suatu ketentuan dari ketentuan-ketentuan Allah di dalam menjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum, menyeluruh, berlaku tanpa kecuali baik bagi manusia, hewan, dan tumbuh- tumbuhan. 45 Karna sudah menjadi kodrat makhluk memiliki naluri seksualitas yang memerlukan tempat pemenuhannya. Ketentuan tersebut telah dituangkan di dalam firman Allah surah ar- Ra’du ayat 3:                             Artinya: “Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung- gunung dan sungai-sungai padanya. dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan”. Pada ayat di atas dijelaskan bahwa segala sesuatu telah diciptakan secara berpasang-pasangan. Ayat tersebut secara real dapat disaksikan melalui alam raya 45 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995, h. 41 ini dan segala yang ada. Bentuk berpasang-pasangan ciptaanNya merupakan realisasi keseimbangan kehidupan dunia yang mengikuti sunnatullah. 46 Pernikahan yang dilakukan manusia merupakan naluri Ilahiyah untuk berkembang biak dan melakukan regenerasi yang akan mewarisi tugas mulia dalam rangka mengemban amanat Allah sebagai khalifah di muka bumi. Berbicara tentang hikmah disyari’atkannya pernikahan sangatlah banyak. Namun dalam penelitian ini penulis hanya memuat antara lain: 1. Menyelamatkan manusia dari kerusakan akhlak. Dengan perkawinan, masyarakat dapat diselamatkan dari kerusakan akhlak dan mengamankan setiap individu dari kerusakan pergaulan. Tampak dengan jelas bahwa tabiat manusia senantiasa condong kepada lawan jenisnya. 47 Melalui pernikahan menghindari manusia dari godaan syaitan yang selalu berusaha menjerumuskan. 48 2. Menentramkan jiwa setiap pribadi Perkawinan dapat menenteramkan jiwa, cinta kasih yang dapat melembutkan perasaan antara suami dan istri, tatkala suami selesai bekerja pada siang hari dan kemudian kembali ke rumahnya pada sore harinya. Ia dapat berkumpul dengan istri dan anak-anaknya. Hal ini dapat melenyapkan semua kelelahan pada siang harinya. 46 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan, Analisa Perbandingan Antar Madzhab, tt: PT. Prima Heza Lestari, 2006, h. 2 47 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, h. 44 48 M. Abdul Ghofar E.M, Fikih Wanita, Edisi Terjemahan, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998, h. 379 3. Menyalurkan nilai kebapaan atau keibuan. Naluri ini berkembang secara bertahap, sejak masa anak-anak sampai masa dewasa. Seorang manusia tidak akan merasa sempurna bila tidak menyalurkan naluri tersebut. 49 4. Menyatukan antara dua keluarga Menyatukan dua keluarga antara pihak laki dan pihak perempuan. Sehingga hubungan silaturahmi semakin kuat dan terbentuk keluarga baru yang lebih layak. Terjadinya perkawinan, berarti berlakunya ikatan kekerabatan untuk dapat saling membantu dan menunjang hubungan kekerabatan yang rukun dan damai. 50 Dahlan Tamrin dalam bukunya Filsafat Hukum Islam menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain di berbagai hal dalam kehidupannya. Maka dengan perkawinan itu diharapkan dapat merealisasikan kebutuhan tersebut. 51 Sehingga dengan adanya perkawinan diharapkan lahirnya keluarga yang baru yang lebih harmonis, yang bisa menyatukan satu keluarga dengan keluarga yang lainnya, dan menciptakan masyarakat yang tentram dan damai. 49 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1996, h. 1329 50 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990, h. 70 51 Dahlan Tamrin, Filsafat Hukum Islam, Malang: UIN Malang Press, 2007, h. 149

BAB III POTRET DESA SIRAMBAS