Penjadwalan Perencanaan Produksi Produk Mixed Model Pada Refrigerator Business Unit Di Perusahaan Elektronik Jakarta

(1)

II-1

PENJADWALAN PERENCANAAN PRODUKSI PRODUK

MIXED MODEL PADA REFRIGERATOR BUSINESS UNIT DI

PERUSAHAAN ELEKTRONIK JAKARTA

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

DENDI RINALDI

NIM. 060403088

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 1


(2)

PENJADWALAN PERENCANAAN PRODUKSI PRODUK

MIXED MODEL PADA REFRIGERATOR BUSINESS UNIT DI

PERUSAHAAN ELEKTRONIK JAKARTA

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

DENDI RINALDI

060403088

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Ir. Mangara M. Tambunan, M.Sc) (Dr. Eng. Ir. Listiani Nurul Huda, MT)

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan kuasa-Nya Laporan Tugas Sarjana ini dapat diselesaikan dengan baik.

Laporan Tugas Sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar sarjana S-1 di kampus Universitas Sumatera Utara. Laporan ini berisi tentang keadaan dan aktivitas yang dilakukan mahasiswa di perusahaan untuk melakukan penelitian berdasarkan metode analisis yang telah dipilih sebelumnya sesuai masalah yang ada di perusahaan.

Tugas sarjana ini berjudul “Penjadwalan Perencanaan Produksi

Produk Mixed Model pada Refrigerator Business Unit di Perusahaan Elektonik Jakarta”. Tugas sarjana ini disusun berdasarkan sumber literatur

mengenai perencanaan dan pengendalian produksi agar dihasilkan suatu usulan jadwal produksi.

Hasil yang optimal berusaha penulis berikan dalam Laporan Tugas Sarjana ini namun disadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam Laporan Tugas Sarjana ini, karena itu diharapkan saran yang membangun demi penyempurnaan pada penyusunan Laporan yang selanjutnya.

Akhir kata, semoga Laporan Tugas Sarjana ini bermanfaat.

Medan, Juni 2011 Penulis

Dendi Rinaldi


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan Tugas Sarjana ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, baik berupa materi, moral, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu, sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orangtua beserta saudara penulis yang telah mendukung penulis dalam doa, materi, moral juga semangat untuk menyelesaikan Laporan Tugas Sarjana. 2. Bapak Ir. Mangara M. Tambunan, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing I yang

telah memberi bimbingan dan bantuan selama pelaksanaan dan pengerjaan Laporan Tugas Sarjana.

3. Ibu Dr. Eng. Ir. Listiani Nurul Huda, MT selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan, ilmu dan bantuan selama pelaksanaan dan pengerjaan Laporan Tugas Sarjana.

4. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT., selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri USU.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng., selaku pembanding I, yang memberikan masukan dan saran terhadap Laporan Tugas Sarjana.

7. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT., selaku pembanding II, yang memberikan masukan dan saran terhadap Laporan Tugas Sarjana.


(5)

8. Ibu Ir. Nurhayati Sembiring, MT., selaku pembanding III, yang memberikan masukan dan saran terhadap Laporan Tugas Sarjana.

9. Bapak Aulia Ishak, ST, MT selaku dosen Kordinator Tugas Sarjana yang telah memberi dukungan dan bantuan selama pelaksanaan Tugas Sarjana.

10.Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng., selaku Koordinator Bidang Rekayasa Sistem Manufaktur, yang telah membimbing Penulis selama pengerjaan Pra-proposal Tugas Sarjana.

11.Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT dan Bapak Ikhsan Siregar, ST, M.Eng selaku Kepala dan staf Laboratorium Sistem Produksi yang telah banyak memberi bantuan selama pelaksanaan Tugas Sarjana.

12.Bapak Heru Santoso selaku Vice Precident dan Bapak Dewanto selaku Kepala General Affair and Human Resource Development perusahaan elektronik Jakarta yang memberi kesempatan penulis untuk menjalankan penelitian.

13.Bapak Agus Dimyati selaku pembimbing selama di perusahaan yang memberikan ide, masukan, serta informasi selama menjalankan penelitian. 14.Bapak Bahrun selaku Business Unit Manager, Bapak Arief Wibowo selaku

Personal Factory, dan Bapak Bambang selaku bagian PPC serta seluruh karyawan dan karyawati pada Refrigerator Business Unit yang memberikan arahan, informasi, dan bantuan selama penelitian.

15.Rekan satu tim Tugas Sarjana Bebby Asmara Nst, Andy Chandra Wijaya, Tomo Siagian dan Rajendra atas kerjasamanya dalam kunjungan ke pabrik dan masukan yang berarti bagi Laporan Tugas Sarjana.


(6)

16.Rekan penulis Hendi Marzuki, Ramadani Saputra, M. Hikmat Oktavian, Muhammad Hidayat Mubin, Ria Apriani dan Saepul Hidayat yang telah memberikan banyak masukan dan diskusi bagi penyempurnaan Laporan Tugas Sarjana.

17.Sahabat-sahabat terdekat penulis antara lain Novrizal, Astrina, Damayanti, Maryani, Iman Rizki, Ahmad Fauzi Alkaromi, Andrico Ferdian, dan Christina yang telah memberikan banyak sekali bantuan dukungan dan materi.

18.Rekan-rekan Asisten Laboratorium Sistem Produksi antara lain Dian Amru, Akhmad Afandy, Jefry Darma M. Napitupulu, Riski Yohana, Silvia Margaretha, Arif Fadillah, Indra Suriadi, Susanto, Winny, Suhartono, Yessi, Aulia, Puput, Rahma, Gudiman yang sudah berbagi ilmu dan dukungan. 19.Semua rekan-rekan Teknik Industri USU stambuk 2006 yang telah membuat

termotivasi dan bangga akan mereka.

Akhirnya, kiranya Tuhan Yang Maha Esa yang mengaruniakan berkah-Nya dalam perjalanan hidup Bapak, Ibu dan saudara sekalian.

Medan, Mei 2011 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Rumusan Permasalahan ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Asumsi dan Batasan Penelitian ... I-4 1.5. Manfaat Penenlitian ... I-4 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-5

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1


(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3. Struktur Organisasi ... II-2 2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-2 2.3.2. Struktur Organisasi Refrigerator Business Unit ... II-5 2.4. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan ... II-11 2.4.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-11 2.4.2. Jam Kerja Perusahaan ... II-13 2.5. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ... II-13 2.6. Proses Produksi ... II-15 2.7. Mesin Produksi ... II-23

III LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Definisi dan Konsep Dasar Penjadwalan ... III-1 3.2. Tujuan Penjadwalan ... III-2 3.3. Meratakan Beban Kerja (Heijunka) ... III-2 3.4. Meratakan Produksi dan Jadwal ... III-7 3.5. Mencampur-ratakan Jadwal. ... III-15 3.6. Konsep Make to Order tetapi juga Heijunka ... III-17 3.7. Production Leveling ... III-19 3.8. Product Leveling ... III-20


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.8.1. Pendekatan Pertama: Perencanaan Tradisional ... III-21 3.8.2. Perbaikan Pertama: Basis Mingguan ... III-22 3.8.3. Perbaikan Lanjutan: Basis Harian ... III-23 3.8.4. Mencari Pola atau Urutan Product Leveling ... III-24 3.9. Studi Waktu ... III-26

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Jenis Penelitian ... IV-1 4.2. Temapat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.3. Kerangka Konseptual ... IV-1 4.4. Objek Penelitian ... IV-3 4.5. Variabel Penelitian ... IV-3 4.6. Instrumen Penelitian ... IV-4 4.7. Pengumpulan Data ... IV-4 4.8. Pengolahan Data ... IV-5 4.9. Metode Analisis ... IV-7 4.10. Kesimpulan dan Saran ... IV-7

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.1.1. Data Proses Produksi ... V-1 5.1.2. Data Kecepatan Conveyor dan Produk ... V-1 5.1.3 Data Waktu Proses ... V-2 5.1.4. Jam Kerja ... V-3 5.1.5. Existing Produksi Aktual ... V-4 5.2. Pengolahan Data ... V-4 5.2.1. Uji Kecukupan Data ... V-4 5.2.2. Waktu Proses ... V-7 5.2.1. Rating Factor ... V-9 5.2.2. Allowance ... V-9 5.3. Produksi Aktual ... V-10 5.4. Perbaikan dengan Metode Heijunka ... V-13 5.4.1. Product Leveling ... V-13

5.4.1.1. Pendekatan Pertama: Perencanaan

Tradisional ... V-13 5.4.1.2. Perbaikan Pertama: Basis Mingguan ... V-17 5.4.1.3. Pendekatan Lanjutan: Basis Harian ... V-20 5.4.2. Mencari Pola atau Urutan Product Leveling ... V-24


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

VI ANALISI PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1. Analisis Jadwal Existing Produksi Perusahaan dengan

Heijunka ... VI-1 6.2. Analisis Nilai VAE Existing Produksi Perusahaan dan

Heijunka ... VI-3 6.3. Analisis Jumlah Produk yang Dihasilkan ... VI-4 6.4. Analisis Waktu Produksi Existing Produksi Perusahaan

dengan Heijunka ... VI-5

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-1

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Jumlah Tenaga Kerja Refrigerator Business Unit ... II-12 2.2. Sistem Pembagian Jam Kerja Perusahaan ... II-13 2.3. Mesin Produksi ... II-24 3.1. Once a Month Production (Unleveled) ... III-22 3.2. Once a Week Production... III-23 3.3. Once a Day Production ... III-23 5.1. Data Proses Produksi ... V-1 5.2. Data Kecepatan Conveyor dan Produk ... V-1 5.3. Data Waktu Proses Finishing ... V-2 5.4. Sistem Pembagian Jam Kerja Karyawan ... V-3 5.5. Data Existing Produksi Bulan Desember 2010 ... V-5 5.6. Pengukuran Waktu Model NR-S16G-H ... V-6 5.7. Rekapitulasi Uji Kecukupan Data ... V-6 5.8. Perhitungan Allowance ... V-8 5.9. Rekapitulasi Waktu Proses untuk Masing-masing Model ... V-9 5.10. Total Waktu Pengerjaan Produk Desember 2010 ... V-10 5.11. Jadwal Produksi Existing Bulan Desember 2010 ... V-11 5.12. Total Waktu Pengerjaan Produk Desember 2010 ... V-12 5.13. Urutan Model Produk ... V-14 5.14. Jam Keja Bulan Desember 2010 ... V-15


(13)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.15. Rencana Produksi dengan Pendekatan Basis Bulanan ... V-16 5.16. Produksi Basis Bulanan ... V-18 5.17. Rencana Produksi dengan Pendekatan Basis Mingguan... V-19 5.18. Produksi Basis Harian ... V-21 5.19. Rencana Produksi dengan Pendekatan Basis Harian ... V-22 5.20. Rencana Produksi dengan Metode Heijunka ... V-23 5.21. Ukuran Lot Terpilih ... V-25 5.22. Penentuan Product Cycle Time ... V-26 5.23. Urutan Ukuran Produk ... V-28 5.24. Rekapitulasi Pendekatan dengan Metode Heijunka ... V-29 6.1. Waktu Produksi Existing ... VI-1 6.2. Waktu Produksi dengan Pendekatan Heijunka ... VI-2 6.3. Perhitungan Overtime Rencana Produksi Aktual dengan Heijunka VI-5


(14)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi Perusahaan Elektronik ... II-2 2.2. Struktur Organisasi Refrigerator Business Unit ... II-7 2.3. Flow Process Pembuatan Kulkas ... II-16 3.1. Tiga M ... III-1 3.2. Produksi Tradisional (Tidak Dicampur dan Tidak Diratakan) ... III-9 3.3.. Produksi Model Bauran (Dicampur dan Diratakan) ... III-12 3.4. Product Leveling (Leveled) ... III-26 3.5. Peta Kontrol Shewhart ... III-31 4.1. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-2 4.2. Kerangka Konseptual ... IV-3 4.3. Blok Diagram Pengolahan Data ... IV-6 6.1. Perbandingan Nilai VAE Perusahaan dengan Pendekatan

Heijunka ... VI-3 6.2. Perbandingan Jumlah Produk Perusahaan dengan Pendekatan


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Tabel Allowance ... L-1 2. Surat Permohonan Tugas Sarjana Halaman 1 (FM-TS-01-01A) ... L-4 3. Formulir Penetapan Tugas Sarjana Halaman 2 (FM-TS-01-01A) ... L-5 4. Surat Permohonan Riset Tugas Sarjana ... L-6 5. Surat Balasan Penerimaan Riset Tugas Sarjana di PT Mahogany Lestari L-7 6. Surat Keputusan Tugas Sarjana Mahasiswa ... L-8 7. Berita Acara Laporan Tugas Sarjana (FM-TS-01-04A) dengan Dosen

Pembimbing I ... L-9 8. Berita Acara Laporan Tugas Sarjana (FM-TS-01-04A) dengan Dosen


(16)

ABSTRAK

Perusahaan elektronik di Jakarta merupakan salah satu perusahaan yang memiliki enam business unit yaitu Refrigerator, Audio, Electric Fan, Air Conditioner, Water Pump, dan Loundry System. Dalam menjalankan produksi khususnya pada Refrigerator Business Unit, perusahaan mengalami permasalahan pada penjadwalan produksinya karena terdapat 30 model yang diproduksi sesuai permintaan menyebabkan perusahaan sulit untuk melakukan penjadwalan.

Salah satu penjadwalan yang dipakai dalam sistem produksi toyota (just in time) adalah sistem produksi campur merata (leveling atau Heijunka) yaitu

penjadwalan ini mengalokasikan permintaan dari berbagai jenis produk dengan merata setiap harinya untuk diproduksi.

Penelitian dilakukan pada bagian finishing yaitu proses yang mengalami waktu terpanjang dalam kegiatan produksi. Tahapan yang dilakukan adalah menghitung waktu proses tiap model dan existing produksi aktual yaitu

bulanDesember 2010. Sebagai ukuran perbandingan hasil dari keadaan aktual dan metode Heijunka, digunakan value adde efficiency (VAE), jumlah produk yang dihasilkan, dan overtime produksi.

Hasil penelitian ini diperoleh bahwa metode Heijunka dengan basis harian memiliki nilai terbaik dibandingkan basis bulanan dan mingguan. Nilai VAE bulanan terkecil yaitu 0,10% dibandingkan dengan keadaan aktual sebesar 0,15%. Basis mingguan sebesar 0,47% sedangkan pada basis harian yaitu sebesar 1,69%. Untuk jumlah produk yang dihasilkan,pada keadaan aktual dan basis bulanan dihasilkan sebesar 34.500, basis mingguan menghasilkan kapasitas berlebih sebesar 0,015% sedangkan basis harian dihasilkan kelebihan kapasitas produksi sebesar (0,64%). Dan untuk overtime, keadaan aktual sebesar 181215,11 detik sedangkan pada basis harian dihasilkan sebesar 150158,16 detik atau berkurang sebesar 17,14%.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berkembangnya persaingan dan semakin beragamnya kebutuhan konsumen terhadap barang elektronik menyebabkan produsen tidak dapat menghasilkan jenis produk tunggal baik fungsi, model, dan ukuran. Beragamnya jenis produk mengakibatkan sulitnya pengaturan waktu, mengalokasikan fasilitas, peralatan ataupun tenaga kerja bagi suatu kegiatan operasi dan menentukan urutan pelaksanaan kegiatan operasi.

Perusahaan elektronik di Jakarta merupakan salah satu perusahaan yang memiliki enam business unit yaitu Refrigerator, Audio, Electric Fan, Air Conditioner, Water Pump, dan Loundry System. Perusahaan ini bersifat make to order yaitu pesanan yang diperoleh dari permintaan perusahaan induknya.

Penjadwalan pada perusahaan ini khususnya di Refrigerator business unit adalah penjadwalan tradisional yaitu membuat produk dengan jumlah yang besar pada satu periode tertentu yang menyebabkan pekerja, peralatan, dan mesin harus bekerja melebihi kapasitas dan berakibat pada tingginya risiko. Kemudian pada periode berikutnya, jumlah pesanan kecil maka pekerjaan menjadi sedikit sehingga pekerja, peralatan, dan mesin menjadi kurang bermanfaat (underutilized).

Salah satu metode penjadwalan produksi dengan metode Heinjuka yang digunakan industri adalah penelitian di PT Wavin Duta Jaya yang memproduksi


(18)

pipa PVC dengan jenis dan ukuran yang beragam oleh Wahyu Enie Maryati1. Hasil penelitian yang diperoleh perusahaan adalah dapat memenuhi permintaan tepat waktu dan diperoleh kelebihan produksi untuk tiap model sebesar 1,64% hingga 1,71%.

Proses produksi pada Refrigerator business unit yang menggunakan conveyor adalah sebesar 62%. Penggunaan conveyor tidak berjalan sesuai prosedur perusahaan karena 63% diantaranya terjadi penumpukan produk yang disebabkan oleh kecepatan perakitan produk lebih lama daripada kecepatan produk yang akan dirakit pada conveyor sehingga operator harus mematikan conveyor agar dapat menyelesaikan pekerjaannya. Tidak berjalannya conveyor tersebut menyebabkan kapasitas produksi perusahaan menurun sehingga tidak dapat memenuhi permintaan yang ada. Jenis produk yang dihasilkan pada Refrigerator business unit sebanyak 30 produk. Untuk memenuhi permintaan dengan 30 jobs (produk) maka perlu dilakukan pengalokasian terhadap job untuk menghasilkan idle capacity yang minimum yaitu dengan metode Heinjuka.

Metode Heijunka dapat digunakan untuk berbagai variasi produk dan variasi volume produksi di production line 2. Masalah yang muncul dengan adanya variasi produk dan volume produksi dalam penjadwalan yaitu trade off, sistem tidak beroperasi pada tingkat operasi yang dikehendaki, dan fluktuatif sehingga terjadi idle capacity. Solusi untuk memecahkan masalah tersebut yaitu penjadawalan dengan metode Heinjuka yang memandang idle capacity sebagai

1 Maryati, Wahyu Enie. 2001. Penjadwalan Produksi Campur Merata untuk Memenuhi Permintaan

Konsumen melalui Sistem Produksi Just in Time. Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah, Malang.


(19)

muda dan menghilangkannya dengan volume dan jenis produk yang diproduksi. Heinjuka juga dapat menghilangkan trade off tetapi memenuhi kebutuhan konsumen tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat spesifikasi.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan permasalahan yang dapat ditentukan adalah

1. Apakah kecepatan perakitan produk lebih lama daripada kecepatan kedatangan produk yang akan dirakit pada conveyor di Refrigerator business unit?

2. Bagaimana alokasi permintaan yang berfluktuasi sehingga terjadi kekurangan kapasitas dan tidak terpenuhinya jadwal perakitan produk di Refrigerator business unit?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah merancang jadwal operasi produk pada kondisi mixed model di unit produksi Refrigerator untuk mendapatkan waktu produksi yang minimum.

Tujuan khusus penelitian ini, yaitu:

1. Penyusunan rancangan urutan job order untuk meminimasi makespan sehingga diperoleh waktu produksi yang minimum.

2. Analisis penyebab tejadinya masalah ketidakefektifan jadwal pengerjaan order realtime untuk selanjutnya dapat diberikan usulan perbaikan.


(20)

1.4. Asumsi dan Batasan Penelitian

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Komponen yang diperlukan untuk semua model selalu tersedia.

2. Tidak terjadi perubahan layout, jumlah mesin dan peralatan, dan jumlah tenaga kerja yang dapat mengubah urutan operasi selama penelitian berlangsung.

3. Keseluruhan fasilitas dan mesin yang digunakan dalam proses produksi, berada dalam kondisi tidak rusak dan bekerja dengan baik.

Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan dengan metode Heinjuka.

2. Objek penelitian dilakukan di perusahaan elektronik di Jakarta pada Business Unit Refrigerator.

3. Pengukuran waktu kerja hanya dilakukan untuk waktu yang berkaitan secara langsung dengan proses produksi.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Mahasiswa

Manfaat bagi mahasiswa untuk memberikan pengalaman dalam menerapkan teori yang didapat di perguruan tinggi ke dalam lingkungan industri secara nyata dalam menyelesaikan suatu permasalahan khususnya dalam penjadwalan rencana produksi dari tiap model dengan pendekatan Heinjuka.


(21)

2. Bagi Perusahaan

Manfaat yang diperoleh perusahaan yaitu rujukan bagi perusahaan yang dapat digunakan sebagai rancangan alternatif penjadwalan rencana produksi dengan pendekatan Heinjuka yang tinggi dari masing-masing kegiatan.

3. Bagi Lembaga atau Institusi Pendidikan

Manfaat bagi lembaga atau institusi pendidikan yaitu sebagai tambahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penjadwalan rencana produksi dengan pendekatan Heinjuka yang tinggi dari masing-masing kegiatan.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika penyusunan bab yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

Bab I berisi tentang Pendahuluan yang menguraikan latar belakang permasalahan yang mendasari peneliti untuk membuat suatu rancangan perbaikan terhadap masalah penjadwalan produksi di perusahaan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian dan asumsi yang digunakan dalam penelitian, dan sistematika penulisan.

Di dalam Bab II berisi Gambaran Umum Perusahaan, yaitu mengenai sejarah dan gambaran umum perusahaan, struktur organisasi dan manajemen serta proses produksi pada perusahaan elektonik di Jakarta.

Bab III memuat Landasan Teori yang berisikan teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah anatara lain Teori Pengukuran Waktu, Teori


(22)

Penjadwalan Produksi, dan Teori Heinjuka. Sumber teori atau literatur yang digunakan diambil dari referensi buku-buku dan jurnal penelitian yang berhubungan dengan topik yang disertakan pada Daftar Pustaka.

Bab IV berisi Metodologi Penelitian yang menjelaskan tahapan-tahapan penjadwalan produksi dengan metode Heinjuka, mulai dari persiapan penelitian, pengambilan data waktu proses, pengolahan data, analisis hasil sampai kesimpulan urutan jadwal produksi.

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data berisi data-data primer yaitu data pengukuran waktu proses, Rf dan Allowance, dan data sekunder berupa data rencana produksi, serta pengolahan data dengan metode Heinjuka untuk mendapatkan pemecahan.

Bab VI atau Analisis Pemecahan Masalah berisi analisis dari hasil pengolahan data dan alternatif dari pemecahan masalah. Pada bab ini akan dibandingkan rencana produksi perusahan menggunakan terhadap metode yang dipakai dalam pengolahan data yaitu penjadwalan produksi dengan Heinjuka.

Bab VII merupakan bagian akhir yang berisi Kesimpulan dan Saran yang menjabarkan kesimpulan jadwal yang diperoleh dari hasil pemecahan masalah, beserta saran-saran yang diberikan kepada pihak perusahaan.


(23)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Pada tahun 1974, perusahaan ini didirikan sebagai perusahaan lokal yang mendukung kegiatan perdagangan dan impor produk-produk Jepang ke Indonesia, yang tidak diproduksi oleh perusahaan induk, baik berupa produk kostumer elektronik, elektronik professional seperti peralatan penyiaran, serta alat-alat modal keperluan pabrik..

Di Asia Pasifik, perusahaan elektronik ini muncul pertama kalinya dengan mendirikan pabrik pertamanya di Thailand pada tahun 1961. Beberapa tahun berikutnya, operasi perusahaan di kawasan ini pun berkembang. Saat ini operasinya ada di 9 negara termasuk Indonesia dengan total 75 perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 82.000 orang dan mencapai total penjualan sebesar 9.457 juta US Dollar untuk tahun fiskal 2005, atau sama dengan 26% dari total penjualan luar negeri Corporationnya.

Di Indonesia sendiri, perusahaan ini memiliki sejarah yang sangat panjang dan melekat di hati semua rakyat Indonesia. Sampai saat ini Panasonic di perusahaan ini tetap merupakan brand elektronik yang paling terkemuka dengan sederet produknya yang inovatif, mulai dari TV plasma, Kamera, AC, Kulkas, Mesin Cuci, dan lainnya.


(24)

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang elektronik yang memiliki tujuh business unit (departemen) yaitu Refrigerator, Eletric Fan, Water Pump, Refrigerator, Laundry System, Air Conditioner dan Production Engineering.

Pada BU ini diproduksi semua jenis kulkas dari kulkas 1 pintu hingga kulkas 2 pintu dengan total model seluruh kulkas mencapai 30 model. Kulkas yang dihasilkan dipasarkan ke domestik dan ekspor (di Jepang).

2.3. Struktur Organisasi

2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi perusahaan adalah functional structure yaitu setiap staf memiliki tugas dan wewenang tersendiri, yang bekerja harmonis demi kemajuan perusahaan. Struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

VICE PRESIDNET PRESIDENT

FINANCE DIVISION GENERAL

AFFAIR AND HR DIVISION

MANUFACTURING DIVISON

PEC CREATION

CENTER PROCUREMENT,

ISO, AND ISC

AUDIO

ELECTRIC FAN WATER PUMP REFRIGERATOR LOUNDRY SYSTEM AIR

CONDITIONER

QUALITY ASSURANCE

EPPO AND OSH


(25)

Bagian dari struktur organisasi perusahaan dapat dilihat dengan deskripsi tugas pada uraian di bawah ini :

1. President Director (Presiden Direktur)

Presiden Direktur bertugas untuk memimpin karyawan dan perusahaan kea rah kemajuan yang terarah dan terpadu dengan mengantisipasi jauh ke depan tentang prospek prusahaan, keadaan pasar, dan kemungkinan ekspansi pasar, serta bertanggug jawab secara mutlak terhadap seluruh kegiatan operasional yang dijalankan oleh perusahaan untuk mencapai internal control yang baik. 2. Vice President Director (Wakil Presiden Direktur)

Wakil Presiden Direktur bertugas untuk membantu presiden Direktur dalam menjalankan tugasnya.

3. Divisi Corporation PR, ISO dan ISC mempunyai tugas untuk menghubungkan perusahaan dengan masyarakat. Divisi ini membawahi 3 departemen yaitu: a. Ekspor Impor dan Bounded Zone, menangani kegiatan ekspor dan impor

perusahaan.

b. Information Security Center, bertugas membuat system kegiatan perusahaan dengan menggunakan computer.

c. Corporate PR, bertanggung jawab mengenai hubungan perusahaan dengan pihak eksternal perusahaan.

4. Divisi General Affair and Human Resource Development bertugas memimpin dan mengkoordinir kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan karyawan, hubungan dengan instansi-instansi luar dan rumah tangga perusahaan. Divisi


(26)

ini membawahi personel HRD yang bertanggung jawab terhadap rekruitmen karyawan, karyawan yang bermasalah, dan lain-lain.

5. Divisi Finance bertugas dan bertanggung jawab pada masalah yang berhubungan dengan keuangan, baik pemasukan maupun pengeluaran perusahaan. Selain itu, divisi ini bertugas untuk memperhitungkan dan membayar seluruh beban kewajiban perusahaan kepada pemerintah yaitu pajak pendapatan dan penjualan. Divisi ini membawahi General Accounting yang bertanggung jawab terhadap keluar masuknya kas perusahaan.

6. Divisi Manufacturing bertugas untuk mengawasi dan menjalankan semua kegiatan yang berkaitan dengan arus produksi dari material hingga menjadi produk jadi. Divisi ini terdapat 7 departemen yaitu Refrigerator, Refrigerator, Electric Fan, Water Pump, Air Conditioner, Laundry System, dan Production Engineering.

7. Divisi Creation Center (CC), bertugas untuk menciptakan inovasi baru untuk produk-produk yang akan dibuat oleh divisi Manufacturing sehingga dapat bersaing dengan kompetitif. Divisi ini membawahi dua departemen yaitu departemen Industrial Design dan Product Planning. Departemen Industrial Design bertugas untuk menciptakan model-model baru, sedangkan departemen Product Planning bertugas untuk mempersiapkan PSI (Product Sales Inventory) yang berisi jenis dan jumlah pesanan yang dibutuhkan serta jumlah produk yang dipesan.


(27)

8. Quality Assurance, bertugas untuk memastikan produk yang dihasilkan oleh divisi Manufacturing telah sesuai dengan kualitas standar produk yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

9. EPPO dan OSH, bertugas khusus untuk lingkungan (sampah dan polusi), penanggulangan lingkunagn kerja, kecelakaan pegawai dan keselamatan kerja.

2.3.2. Struktur Organisasi Refrigerator Business Unit

Struktur organisasi Refrigerator Business Unit pada perusahaan elektronik adalah functional structure yang dapat dilihat pada Gambar 2.2. Bagian dari struktur organisasi perusahaan dengan deskripsi tugas adalah sebagai berikut: 1. COO

COO merupakan pimpinan tertinggi dalam yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan operasional pabrik (internal) dan untuk kegiatan eksternal (pasar internasional).

Adapun tugas COO adalah sebagai berikut :

a. Merencanakan, mengarahkan dan menganalisa dan mengevaluasi serta menilai kegiatan-kegiatan yang berlangsung.

b. Melaksanakan kontrak-kontrak atau kegiatan yang berhubungan dengan pihak luar (internasional).

2. Business Unit Manager

Business Unit manager bertanggung jawab atas kegiatan yang berlangsung dipabrik (internal) dan melaporkannya kepada COO.


(28)

Adapun tugas Business Unit manager adalah sebagai berikut :

a. Bertugas mengawasi kebijaksanaan dan tindakan setiap manager/kepala bagian.

b. Mengendalikan kegiatan operasional pabrik secara internasional dan hubungannya terhadap pasar domestik.

3. Finance

Adapun tugas Seksi Finance adalah melakukan pengelolaan keuangan departemen yaitu dengan mendata kas masuk dan kas keluar departemen. 4. Purchasing

Purchasing bertanggung jawab atas persediaan bahan baku dan kulitas dari bahan baku tersebut serta atas kegiatan penjualan dari produk.

5. Material Control

Adapun tugas Material Control adalah sebagai berikut :

a. Melakukukan pengawasan, penyimpanan dan pengeluaran part berdasarkan kode tanggal dari pabrikan / tanggal packing yang bisa digunakan sebagai referensi.

b. Menyusun parts/komponen berdasarkan sistem FIFO

c. Melakukan perhitungan stock opname yaitu sisa dari material yang masuk dengan yang digunakan oleh bagian produksi disetiap akhir bulan

d. Melakukan identifikasi parts, apakah parts/komponen sudah berstatus disposal (parts/komponen sudah tidak digunakan lagi)


(29)

COO

BU Manager

Purchasing

Cost Down

Project

Quality

Control

Production

Engineering

Production

Engineering

PPC

Finance

Material

Control

Warehouse Cost Control

OQC

PQA

IQC

Injection

Vacuum

Forming

PCM

Urethane

Door

Urethane

Cabinet

Docking &

Door Assy

Cooling Unit

& Final

Line B / Cell

Product

Engineering

Mold & Die

Fact

Engineering

Maintenance

Productivity

Project

PPC & Personal Factory


(30)

6. Warehouse

Adapun tugas Warehouse adalah mengendalikan produk akhir yang masuk ke gudang dan melakukan kegiatan shipping baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional.

7. Cost Down Project

Adapun tugas cost down project adalah melakukan kegiatan cost down (value engineering) yaitu berupa penggantian material ataupun konstruksi parts. 8. Cost Control

Adapun tugas cost control adalah melakukan kegiatan pengendalian biaya yaitu dapat berupa penggantian rute pembelian ataupun mengganti supplier berdasarkan performansi supplier dan kualitas part/komponen yang dihasilkan oleh supplier.

9. Outgoing Quality Control (OQC)

Adapun tugas OQC adalah sebagai berikut : a. Memeriksa kulitas produk dari hasil produksi b. Memeriksa kelengkapan aksesoris dari produk 10.Production Quality Engineering (PQE)

Adapun tugas PQE adalah sebagai berikut : a. Mengawasi fasilitas dan prosedur produksi

b. Mendata dan menganalisis masalah yang terjadi dilantai produksi c. Mengendalikan kualitas proses dan produk

d. Membuat aliran proses produksi untuk masing-masing model e. Membuat serial number dan Warranty untuk masing-masing model


(31)

f. Mengkoordinir analisis masalah pada lini produksi 11.Incoming Quality Control (IQC)

Adapun tugas IQC adalah melakukan inspeksi terhadap part/komponen yang masuk sebelum dibawa ke bagian material control.

12.Production

Production memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan produksi berlangsung secara lancar dan efisien dalam memenuhi target produksi yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

13.Injection

Adapun tugas injection adalah untuk membuat komponen kulkas seperti crisper dan utility dengan bahan baku biji plastik.

14.Vacuum Forming

Adapun tugas vacuum forming adalah untuk memproduksi inner liner dan inner door dengan menggunakan mesin vacuum.

15.PCM

Adapun tugas PCM adalah membuat kabinet (badan) kulkas. 16.Urethane Door

Adapun tugas urethane door adalah mengisi rakitan door dengan isosianat propylene dengan proses injection.

17.Urethane Cabinet

Adapun tugas urethane cabinet adalah mengisi rakitan cabinet dengan isosianat propylene dengan proses injection.


(32)

18.Docking & Door Assembly

Adapun tugas docking & door assembly adalah merakit komponen dalam kulkas serta merakit door dengan cabinet.

19.Cooling Unit & Final

Adapun tugas cooling unit & final adalah merakit komponen pendingin pada kulkas serta proses finishing seperti mengisi asesoris dan packing.

20.Line B / Cell

Adapun tugas cell adalah mengerjakan proses docking, door assembly, cooling unit, dan final pada kulkas dua pintu.

21.Engineering

Adapun tugas engineering adalah membantu dalam proses kegiatan produksi jika terjadi kerusakan pada mesin, mold, die, dan produk yang dihasilkan oleh kesalahan mesin.

22. Production Engineering (PE)

Adapun tugas Production Engineering adalah sebagai berikut: a. Mendukung fasilitas untuk lini produksi seperti jig dan peralatan b. Pembelian Instrumen Baru

c. Melakukan perawatan mesin dan peralatan untuk para teknisi 23.PPC dan Personel Factory

Adapun tugas PPC dan personel factory adalah sebagai berikut : a. Membuat rencana produksi untuk masing-masing model produk

b. Mengelola sumber daya manusia yang bekerja mencakup kepangkatan, rotasi karyawan, perekrutan, penilian kerja, absensi, mobilisasi karyawan,


(33)

pemberhentian masa kontrak, dan sebagainya yang berhubungan langsung dengan karyawan.

2.4. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan

2.4.1. Jumlah Tenaga Kerja

Karyawan yang bekerja pada perusahaan elektronik ini terbagi 3 (tiga), yaitu :

1. Karyawan Tetap

Karyawan tetap adalah mereka yang namanya terdaftar di perusahaan dan dianggap sebagai pegawai tetap dan tidak terikat jangka waktu dalam melaksanakan pekerjaan.

Karyawan ini masih dibagi menjadi dua, yaitu : a. Karyawan direct

Karyawan direct adalah karyawan yang langsung bekerja di lantai produksi.

b. Karyawan indirect

Karyawan indirect adalah karyawan yang bekerja di office (bagian administrasi).

2. Karyawan Kontrak / Karyawan Waktu Tertentu (KWT)

Karyawan ini dikontrak oleh perusahaan maksimal tiga kali kontrak, dengan ketentuan dua kali kontrak di awal, kemudian “dirumahkan”. Setelah itu dikontrak kembali sebanyak satu kali.


(34)

3. Magang

Magang ini kebanyakan berasal dari SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan dari beberapa universitas. Magang dipekerjakan selama 2 (dua) bulan hingga 3 (tiga) bulan.

Jumlah tenaga kerja di Refrigerator Business Unit yaitu untuk karyawan tetap sebanyak 186 orang, karyawan kontrakan sebanyak 227 orang dan 10 orang magang sehingga total tenaga kerja sebanyak 423 orang. Rincian jumlah tenaga kerja pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja Refrigerator Business Unit

No Keterangan Non Shift Shift I Shift III Total

1 PCM 2 30 30 62

2 Urethane Door 4 9 9 22

3 Urethane Cabinet 2 18 18 38

4 Door Assembly 6 14 14 34

5 Docking 9 9 18

6 Cooling Unit 23 23 46

7 Final Assembly 2 24 24 50

8 Running Test 0

9 Cell 38 38

10 Repair 2 2

11 Vacuum Forming M/C 1 5 5 11

12 Injection 2 6 5 13

13 Vacuum Forming Assy 13 16 16 45

14 Injection Assy 2 5 7

15 Purchasing 1 1

16 PWK 2 2

17 Production Engineering 2 2 2 6

18 Engineering 2 2

19 Quality Control 3 2 2 7

20 Ware House 5 4 5 14

21 Leader 5 5

Jumlah 423


(35)

2.4.2. Jam Kerja Perusahaan

Data jam kerja untuk pekerja setiap hari dapat dilihat pada Tabel 2.2..

Tabel 2.2. Sistem Pembagian Jam Kerja Karyawan

Hari Jam Kerja Keterangan

Senin – Kamis (Shift I)

07.05 – 09.30 WIB Bekerja 09.30 – 09.35 WIB Istirahat 09.35 – 12.00 WIB Bekerja 12.00 – 12.45 WIB Makan Siang 12.45 – 14.30 WIB Bekerja 14.30 – 14.35 WIB Istirahat 14.35 – 15.40 WIB Bekerja

Jumat (Shift I)

07.05 – 09.30 WIB Bekerja 09.30 – 09.35 WIB Istirahat 09.35 – 11.45 WIB Bekerja

11.45 – 12.45 WIB Sholat +Makan Siang 12.45 – 14.30 WIB Bekerja

14.30 – 14.35 WIB Istirahat 14.35 – 15.40 WIB Bekerja Senin – Jumat

(Shift III)

23.15 – 02.15 WIB Bekerja 02.15 – 03.00 WIB Istirahat 03.00 – 04.45 WIB Bekerja 04.45 – 05.00 WIB Makan Siang 05.00 – 07.00 WIB Bekerja

Sumber : Data Perusahaan

2.5. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Sistem pengupahan pada Refrigerator Business Unit diatur berdasarkan status karyawan, yakni karyawan tetap dan karyawan kontrak. Dimana pemberian upah pada dasarnya ditetapkan berdasarkan jabatan, keahlian, kecakapan, prestasi kerja, dan sebagainya dari karyawan yang bersangkutan. Pemberian upah diberikan setiap akhir bulan yang biasanya jatuh pada tanggal 28 setiap bulannya. Pajak atas upah menjadi tanggung jawab masing-masing karyawan. Adapun rincian upah yang diberikan, yaitu:


(36)

1. Untuk karyawan tetap, terdiri atas: a. Upah pokok

b. Insentif c. Tunjangan

Adapun jenis tunjangan yang diberikan pihak perusahaan berupa: a) Tunjangan Perumahan

b) Tunjangan Keluarga c) Tunjangan Keahlian (Skill) d) Tunjangan Bahasa

e) Tunjangan Jabatan f) Tunjangan Produktivitas g) Tunjangan Hari Raya

2. Untuk karyawan kontrakan mendapat upah berdasarkan Upah Minimum Sektoral yang telah ditetapkan pemerintah dan Tunjangan Hari Raya (THR).

Bagi karyawan yang melakukan kerja lembur (overtime) akan mendapatkan tambahan yang dihitung berdasarkan tarif upah lembur (TUL). Usaha-usaha lain yang dilakukan Refrigerator Business Unit untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan yaitu sebagai berikut :

a. Memberikan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) b. Memberikan Hak cuti

c. Memberikan Asuransi (hanya untuk karyawan tetap) d. Memberikan Pengobatan


(37)

f. Memberikan Makan pada Jam kerja

g. Memberikan Perlengkapan Kerja (pakaian kerja, sepatu, dan APD)

2.6. Proses Produksi

Flow process pembuatan kulkas dapat dilihat pada Gambar 2.3.

1. Vacuum Forming

Proses vacuum forming terdiri dari dua proses yaitu pembuatan inner liner dan inner door. Inner liner merupakan proses pembuatan inner untuk kabinet kulkas sedangkan inner door merupakan proses pembuatan inner untuk pintu kulkas. Mesin yang digunakan untuk proses ini adalah mesin vacuum. Pembuatan inner liner dan inner door memiliki proses yang sama yaitu:

a. Preparation

Proses preparation yaitu proses persiapan sheet. Sheet yang digunakan untuk pembuatan inner liner adalah APS sedangkan inner door yaitu PP.

b. Heating

Proses pemanasan pada sheet yang dilakukan bertujuan untuk mempermudah proses pencetakkan inner. Sheet diberi pemanasan hingga pada suhu 350oC. c. Blowing

Blowing yaitu proses pemberian udara pada sheet yang sehingga memudahkan untuk proses pencetakan.

d. Vacuuming

Proses ini merupakan proses pencetakan inner dengan menggunakan jig sesuai dengan model kulkas yang diinginkan.


(38)

Vacuum Forming Liner Assembly

PCM

Urethane Cabinet

Docking Cell Line

Injection Assembly Door

Urethane Door

Door Assembly

Cooling Unit

Finishing Injection

Assembly

Finishing

Packing

Gudang Produk


(39)

2. Pre Cuting Material (PCM)

PCM adalah proses pembuatan kabinet kulkas. Proses PCM menggunakan proses produksi lot yaitu memproduksi satu atau lebih produk dalam ukuran atau jumlah tertentu. Proses pada PCM meliputi.

a. Pembentukan plat

Proses awal dilakukan dengan memotong sisi-sisi plat. Selanjutnya proses melubangi bagian plat dan pembengkokan plat.

b. Pemasangan mullion

Mullion dipasang disekitar plat. Setelah itu mullion ditempel dengan menggunakan foam pada bagian plat.

c. Pembentukan kabinet

Plat yang telah dipasang mullion kemudian plat dibentuk sehingga menjadi kabinet dengan menggunakan mesin unloader sheet unit.

d. Pemasangan part pada kabinet

Kabinet yang telah terbentuk kemudian dipasang Gusset H Top, Reinforce, dan Reinforce discrup pada kabinet, selanjutnya pengisian inner liner pada kabinet. Setelah inner liner diisi kemudian pemasangan bottom, bottom discrup pada kabinet, pemasangan panel bottom kemudian disecrew, dan pemasangan panel back kemudaian discrup. Sebelum panel back dipasang terlebih dahulu dipasang barcode dan cover hole urethane.

3. Urethane Cabinet

Urethane Cabinet adalah proses pengisian (injection) pada body kulkas dengan isosianat pospolion.


(40)

4. Docking

Setelah diisi urethane, kabinet kemudian discrup pada bagian inner, pemasangan door switch, lampu, box control, dan pemasangan 4 unit Botton S Net.

5. Door

Plat untuk pembuatan pintu kulkas diperoleh langsung dari supplier. Plat kemudian dilubangi, bending siku pada ujung plat, dan bending round dengan Sebelum diisi urethane, dipasang cap door top dan cap door bottom pada plat.

6. Urethane Door

Proses ini dilakukan sama dengan proses Urethane Cabinet, hanya saja proses ini dilakukan pada door (pintu).

7. Door Assembly

Door kemudian dipasang Seal Sush, Gasket dan memasangkan 34 scrup pada sisi door. Kemudian menggabungkan door dan kabinet (hasil dari docking) dengan menggunakan hinge top lalu discrup.

8. Cooling Unit

Proses Colling unit merupakan proses inti dari pembuatan kulkas. Awalnya parakitan Gromet (4), motor protector, dan PGC Relay pada Compresor. Kemudian Compresor dipasangkan pada bagian belakan bawah kulkas, Bending pipa, merakit hexagonal (2), rakit discharge lalu mengelas semua sambungan yang ada. Selelah dilas, kemudian dipasang couples yaitu tempat untuk memasukan gas lalu dihubungkan ke vacuum pump yang berfungsi untuk menghisap gas yang ada pada compressor selama 15 menit. Setelah


(41)

tidak ada gas pada Compresson, diisi gas freon (refrigant) sebanyak 87 gram untuk model 171 kemudian memotong pipa dan couples dengan menggunakan mesin ultrasonic welding. Pemasangan AC Cord pada Compressor, menggabungkan kabel pada Insulock untuk mencegah terkena air, memasang cover protector ke compressor dan dikunci dengan clamp cover, menscrup AC cord ke bagian kiri bawah kulkas dan tube wire joint. Setelah pemasangan semua part kemudian ke proses Running Test. Running Test meliputi:

a. Insulation and Witstanding Test

Insulation test dilakukan dengan menggunakan infrared refrigant gas leak detector. Tes ini berfungsi untuk mengecek apakah terjadi kebocoran pada evaporator dan pipa. Gas yang digunakan adalah R134a untuk produk domestik dan R600a untuk produk jepang.

Witstanding test dilakukan dengan menggunakan voltmeter. Tes yang dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat arus atau tidak. Tidak terdapatnya arus biasanya disebabkan karena ada kesalahan pemasangan komponen (misalnya kabel).

b. Inspection Process

Proses yang dilakukan sama dengan Insulation and Witstanding Test perbedaannya karena adanya penggunaan listrik. Pengecekan kebocoran yang dilakukan dengan penambahan energi listrik dan terdapat tekanan. c. Jika tidak terdapat kebocoran, kulkas kemudian didiamkan selama 45


(42)

adalah 15oC dan standar suhu frezer minimal -8oC. Selanjutnya diperiksa dipros, yaitu proses ptomatis jika dianggap suhu sudah dianggap cukup. Jika pada saat pengecekan terdapat kesalahan pada kulkas, maka produk langsung dikembalikan kembali pada bagian sebelumnya. Jika sesuai, maka diisi utility, crisper, dan asesoris kulkas lainnya.

2.7. Mesin Produksi

Mesin yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan produksi pada pemnuatan kulkas dapat dilihat pada Tabel 2.3.


(43)

Tabel 2.3. Mesin Produksi

No Nama Mesin Model Electrical Consumpsion

(KWh)

Jumlah

(Unit) Fungsi

1 Injection 26T Neomat 288X 10.00 1 Untuk membuat Cover Hinge Top

2 Injection 45T Neomat 45 10.00 1 Untuk membuat Handle Crisper

3 Injection 75T Neomat 75AX 12.00 1 Untuk membuat Reinforce Force

4 Injection 190T 190MJ-15 15.00 2 Untuk membuat Crisper

5 Injection 450T 450MG-60 20.00 1

Untuk membuat Utility

6 Injection 650T 850MG-160 30.00 1

7 Injection 150T Neomat 150AX 12.00 1 Untuk membuat Dial Thermo

8 Vacuum Forming FLT 653fx 179.20 1

Untuk membuat Inner Liner

9 Vacuum Forming FLT 6971EX 179.20 1

10 Vacuum Forming FLTP 20EX 179.20 1 Untuk membuat Inner Door

11 Press M/C LDO-160 15.00 3 Untuk memotong inner yang berlebih


(44)

II-1

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Definisi dan Konsep Dasar Penjadwalan

Penjadwalan adalah pengurutan pembuatan/pengerjaan produk secara menyeluruh yang dikerjakan pada beberapa buah mesin. Dengan demikian masalah sequencing senantiasa melibatkan pengerjaan sejumlah komponen yang sering disebut dengan istilah job. Job sendiri masih merupakan komposisi dari sejumlah elemen-elemen dasar yang disebut aktivitas atau operasi. Tiap aktivitas atau operasi ini membutuhkan alokasi sumber daya tertentu selama periode waktu tertentu yang sering disebut dengan waktu proses.

Penjadwalan adalah pengalokasian sumber daya yang terbatas untuk mengerjakan sejumlah pekerjaan. Salah satu masalah yang cukup penting dalam sistem produksi adalah bagaimana melakukan pengaturan dan penjadwalan pekerjaan agar pesanan dapat selesai sesuai dengan kontrak. Di samping itu, sumber-sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Penjadwalan proses produksi yang baik dapat mengurangi waktu menganggur atau idle time pada unit-unit produksi dan meminimumkan barang yang sedang dalam proses (work in process).

3.2. Tujuan Penjadwalan

Bedworth (1987), mengidentifikasikan beberapa tujuan dari aktivitas penjadwalan adalah sebagai berikut:


(45)

1. Meningkatkan penggunaan sumberdaya atau mengurangi waktu tunggunya, sehingga total waktu proses dapat berkurang, dan produktivitas dapat meningkat.

2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah pekerjaan yang menunggu dalam antrian ketika sumberdaya yang ada masih mengerjakan tugas yang lain.

3. Mengurangi beberapa kelambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas waktu penyelesaian sehingga akan meminimisasi penalty cost (biaya keterlambatan).

4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas pabrik dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang mahal dapat dihindarkan.

3.3. Meratakan Beban Kerja (Heijunka)3

Mengikuti jejak Dell Computer dan perusahaan lain yang berhasil, banyak bisnis di Amerika membentuk model produksi built to order. Perusahaan ingin membuat hanya apa yang diinginkan pelanggan pada saat pelanggan menginginkan produk yaitu bentuk lean organization. Sayangnya, pelanggan sangat sulit diprediksikan dan pesanan aktual sangat bervariasi dari minggu ke minggu dan dari bulan ke bulan. Jika membuat produk berdasarkan pesanan, mungkin akan membuat kuantitas yang banyak pada satu minggu, membayar upah lembur, dan menyebabkan pekerja dan mesin bekerja keras kemudian jika

3 Liker, Jeffry K. The Totota Way : 14 Prinsip Manajemen ‘Dari Perusahaan Manufaktur


(46)

pesanan hanya sedikit di minggu berikutnya, pekerja hanya memiliki sedikit karyawanan dan mesin tidak digunakan secara penuh. Tidak tahu berapa banyak yang harus dipesan dari pemasok sehingga material harus menumpuk sebanyak mungkin untuk setiap komoditas yang mungkin dipesan oleh pelanggan. Tidak mungkin dapat dijalankan lean operation dengan cara ini. Model make to order yang ketat ini menciptakan tumpukan persediaan, mengakibatkan kualitas jelek, dan pada akhirnya lead time akan semakin lama karena pabrik akan tidak terorganisir dan kacau. Toyota telah menemukan bahwa dapat diciptakan operasi yang paling ramping yang pada akhirnya memberikan pelanggan pelayanan dan kualias yang lebih baik dengan meratakan jadwal produksi dan tidak selalu make to order.

Beberapa perusahaan mencoba make to order sebenarnya dengan meminta pelanggan untuk menunggu enam hingga delapan minggu untuk produk yang make to order. Beberapa pelanggan ’istimewa’ mungkin memotong antrian dan memperoleh pesanan lebih awal dengan mengorbankan mayoritas lainnya. Namun mengapa menghancurkan laju operasi untuk memenuhi sebuah pesanan saat ini jika pelanggan masih harus menunngu selama enam minggu? Sebaiknya, kumpulkan pesanan dan ratakan jadwal dan mungkin dapat mengurangi lead time produksi, memotong persediaan komponen, dan memberikan lead time standar yang lebih singkat kepada semua pelanggan, menghasilkan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi secara keseluruhan dari pada pebdekatan make to order yang ’cepat-cepat kemudian perlahan-lahan’.


(47)

Para manajer dan karyawan Toyota menggunakan istilah bahasa Jepang, muda bila berbicara tentang pemborosan dan menghiangkan muda menjadi fokus dari sebagian upaya lean manufacturing. Namun ada dua M lain yang sama penting untuk membuat lean manufacturing berjalan, dan ketiga M tersebut saling mengisi sebagai satu sistem. Bahkan hanya memfokuskan pada kedelapan pemborosan atau muda saja akan menggangu produktivitas kerja dan sistem produksi. Dokumen Toyota Way hanya berkenaan dengan ’Menghilangkan Muda, Muri, dan Mura’ (Lihat Gambar 3.1.)

Gambar 3.1. Tiga M

1. Muda-Tidak menambah nilai. M yang paling dikenal memasukkan delapan pemborosan. Ini adalah aktivitas yang tidak berguna yang memperpanjang lead time, menimbulakan gerakan tambahan untuk memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan persediaan, atau berakibat pada berbagai jenis waktu tunggu.


(48)

2. Muri-Memberi beban berlebih kepada pekerja atau peralatan. Dari sudut pandang tertentu, hal ini merupakan ujung yang bersebrangan dari spektum muda. Muri adalah memanfaatkan mesin atau pekerja diluar batas kemampuannya. Membebani pekerja secara berlebihan menimbulkan masalah dalam keselamatan kerja dan kualitas. Membebani peralatan secara berlebihan menyebabkan kerusakan dan produk cacat.

3. Mura-Ketidakseimbangan. Hal ini dapat dipandang sebagai kesimpulan dari dua M lainnya. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang terdapat lebih banyak karyawanan dibandingkan dengan yang dapat ditangani oleh pekerja atau mesin yang ada, dan pada saat yang lain hanya ada sedikit pekerjaan. Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi yang tidak teratur atau volume produksi yang berfluktuasi karena masalah internal, seperti kerusakan mesin atau kekurangan komponen atau produk cacat. Muda merupakan akibat dari Mura. Ketidakseimbangan tingkat produksi berarti perlu memiliki peralatan, material, dan pekerja untuk melakukan tingkat produksi yang tertinggi-bahkan bila permintaan rata-ratanya jauh lebih rendah dari itu.

Anggap saja memiliki jadwal produksi yang tidak berfluktuasi dan proses produksi yang tidak seimbang atau tidak dapat diandalkan dengan baik. Untuk mulai memutuskan menerapkan lean thinking dan memusatkan perhatian hanya pada ’menghilangkan muda’ dari sistem produksi. Dimulai dengan mengurangi persediaan dalam sistem. Kemudian melihat keseimbangan kerja dan mengurangi jumlah pekerja dari dalam sistem. Kemudian menata tempat kerja lebih baik lagi untuk menghilangkan gerakan yang sia-sia. Akhirnya berhenti dan membiarkan


(49)

sistemnya berjalan. Yang akan disaksikan adalah sistem akan hancur dengan sendirinya karena lonjakan permintaan pelanggan akan memaksa pekerja dan peralatan bekerja lebih keras melebihi kemampuannya. Ketika pekerjaan mulai mengalir potong per potong melalui berbagai tempat kerja, tanpa persediaan, kecepatan dan bauran produk menjadi kacau. Satu-satunya yang diperoleh adalah one piece flow yang tidak teratur. Para pekerja akan mendapat beban berlebih. Peralatan akan lebih sering rusak dari sebelumnya. Kemudian akan menyimpulakan, ’Lean Manufacturing tidak dapat berjalan disini’.

Yang menarik, memberi perhatian kepada muda adalah pendekatan yang paling umum untuk ’mengimplementasikan alat-alat lean’, karena mudah menidentifikasikan dan menghilagkan pemborosan. Namun yang gagal dilakukan oleh banyak perusahaan adalah proses yang lebih sulit dalam menstabilkan sistem dan menciptakan ’keseimbangan-keseimbangan yang nyata dalam aliran kerja yang ramping (lean). Inilah konsep heijunka dari Toyota, meratakan jadwal kerja. Hal tersebut mungkin merupakan prinsip Toyota Way yang paling berlawanan dengan akal sehat. Mencapai heijunka merupakan hal mendasar untuk menghilangkan mura, yang merupakan hal mendasar untuk menghilangkan muri dan muda.

Memulai dan berhenti, menggunakan secara berlebihan dan kemudian tidak menggunakan secara penuh, menjadi masalah karena hal tersebut tidak mengarah pada kualitas, standardisasi pekerjaan, produktivitas, dan continuous improvement. Taiichi Ohno menjelaskan:


(50)

Kura-kura yang lamban tapi konsisten mengakibatkan lebih sedikit pemborosan dan jauh lenih diinginkan daripada kelinci yang cepat dan mengungguli perlombaan dan kenudian berhenti setelah selang beberapa waktu untuk beristirahat. Toyota Production System hanya dapat direalisasikan jika semua pekerja menjadi kura-kura. (Ohno, 1988).

3.4. Meratakan Produksi dan Jadwal

Heijunka adalah meratakan produksi baik dari segi volume maupun bauran produk. Tidak membuat produk berdasarkan aktual dari pesanan pelanggan, yang dapat naik dan turun secara tajam, tapi mengambil jumlah total pesanan dalam satu periode dan meratakannya sehingga dibuat dalam jumlah dan bauran yang sama setiap hari. Pendekatan TPS sejak semula adalah untuk mempertahankan ukuran batch yang kecil dan membuat apa yang diinginkan oleh pelanggan (eksternal atau internal). Dalam one piece flow yang sebenarnya, dapat dibuat produk A dan B sesuai urutan aktual dari pesanan pelanggan (misalkan A, A, B, A, B, B, B, A, B,...). Masalahnya, jika dibuat sesuai urutan produk aktual, dibuat komponen secara tidak teratur. Jadi jika pesanan pada hari senin dua kali dari pesanan hari Selasa. Untuk meratakannya, dapat diambil permintaan pelanggan aktual, menentukan pola volume dan bauran produknya, dan membuat jadwal yang rata setiap harinya. Sebagai contoh bahwa dibuat lima A untuk setiap lima B. Sekarang Anda dapat menciptakan urutan produksi yang diratakan menjadi ABABAB. Ini disebut model produksi campur merata, karena produksi dicampur tetapi juga meratakan permintaan pelanggan menjadi urutan yang dapat


(51)

diprediksi, yang menyebar berbagai jenis produk dan berbagai tingkat volume yang berbeda.

Gambar 3.2. memberikan contoh sebuah jadwal yang tidak merata pada sebuah pabrik mesin dengan membuat mesin kecil untuk peralatan perawatan kebun (berdasarkan sebuah kasus aktual).

Dalam kasus ini, jalur produksi membuat tiga ukuran mesin kecil, sedang, dan besar. Mesin sedang merupakan mesin yang paling banyak dijual, sehingga mesin tersebut dibuat diawal minggu-mulai senin hingga sebagian rabu. Kemudian ada beberapa jam changeover untuk membuat mesin kecil yang dibuat di sisa hari rabu hingga jumat pagi. Terakhir, mesin besar-dengan permintaan terendah-dibuat pada jumat sore.

Ada empat hal yang salah dalam jadwal yang tidak merata ini:

1. Pembelian pelanggan biasanya tidak dapat diprediksi. Pelanggan membeli mesin yang sedang dan besar di sepanjang minggu. Jadi jika pelanggan tanpa diduga memutuskan untuk membeli mesin besar dalam julah besar pada awal minggu, pabrik berada dalam kesulitan. Untuk dapat mengatasinya dengan menyimpan banyak persediaan barang jadi dari semua mesin, tapi hal ini mengarah pada biaya persediaan yang tinggi, dengan semua biaya lainnya yang terkait.

2. Ada risiko barang yang tidak terjual. Jika pabrik tidak dapat menjual semua mesin sedang yang dibuatnya pada hari senin hingga rabu, pabrik harus menyimpannya sebagai persediaannya.


(52)

Produksi Senin

Produksi Selasa

Produksi Rabu

Changeover (10')

Produksi Kamis

Produksi Jumat

Changeover 10'

Keterangan

= Mesin Kecil (0,5 Jam)

= Mesin Sedang (1 Jam)

= Mesin Besar (2 Jam)

7 jam

7 jam

7 jam 10'

5 jam

9 jam 10'


(53)

3. Penggunaan sumber daya yang tidak seimbang. Kemungkinan besar, ada perbedaan persyaratan pekerja untuk berbagai ukuran mesin yang berbeda ini, dengan mesin terbesar menghabiskan waktu orang paling banyak. Oleh karena itu, pabrik memerlukan tenaga kerja dalam jumlah sedang di awal minggu, kemudian lebih sedikit tenaga kerja di pertengahan minggu, dan kemudian banyak tenaga kerja di akhir minggu. Mungkin akan terdapat banyak muda dan muri.

4. Menempatkan permintaan yang tidak seimbang ke proses hulu. Hal ini barangkali merupakan masalah yang paling serius. Karena membeli berbagai jenis komponen yang berbeda untuk ketiga jenis mesin itu, maka pabrik akan meminta pemasok untuk memngirimkan komponen tertentu pada hari senin hingga rabu dan komponen yang berbeda untuk sisa minggu itu. Pengalaman menunjukkan bahwa permintaan pelanggan selalu berubah dan bagaimanapun pabrik mesin tidak akan mampu mengikuti jadwal. Kemungkinan besar akan terjadi perubahan drastis dalam bauran model, misalkan tidak diduga pesanan untuk mesin besar tiba-tiba meningkat dan ada kebutuhan untuk berfokus membuat mesin besar sepanjang minggu. Pemasok perlu disiapkan untuk skenario yang paling buruk dan perlu menyimpan komponen untuk ketiga jenis mesin setara dengan kebutuhan seminggu penuh. Dan yang disebut sebagai ’bullwhip effect’ ini akan melipatgandakan dampak yang sama di sepanjang supply chain. Bayangkan sedikit gerakan di pergelangan tangan dapat mengakibatkan gerakan yang besar dan menghancurkan pada ujung sebuah cambuk. Demikian pula, perubahan kecil dalam jadwal pabrik


(54)

perakitan mesin akan mengakibatkan peningkatan persediaan di setiap tahapan dalam supply chain ketika bergerak mundur mulai dari pelanggan akhir.

Dengan pemrosesan batch, sasarannya adalah ntuk mencapai skala ekonomi untuk setiap peralatan. Menyiapkan peralatan untuk changeover agar dapat membuat produk A dan B secara bergantian tampak tidak ada gunanya karena tidak ada komponen yang diproduksi selama changeover. Dapat juga tetap dibayar operator selama changeover. Jadi penyelesaian logisnya adalah membuat batch besar untuk produk A sebelum berubah ke produk B, tetapi pendekatan ini tidak memungkinkan heijunka.

Dalam hal mesin, pabrik telah melakukan analisis dan menemukan waktu yang lama untuk melakukan changeover yang disebabkan oleh memasukkan dan mengeluarkan komponen dan peralatan untuk mesin yang lebih besar, dan memasukkan dan mengeluarkan komponen dan peralatan baru untuk mesin kecil. Juga ukuran palet berbeda untuk setiap mesin yang berbeda. Solusinya adalah dengan membawa sejumlah kecil semua komponen pada rak-rak yang mengalir ke operator jalur produksi. Peralatan-peralatan yang dibutuhkan untuk ketiga jenis mesin itu dipasang di jalur produksi. Juga perli dibuat palet-palet fleksibel yang dapat memegang berbagai ukuran mesin. Hal ini menghilangkan changeover sama sekali, yang menyebabkan pabrik dapat membuat mesin berdasarkan pesanan manapun yang diterimanya pada jalur perakitan campur ini. Pabrik kemudian dapat membuat urutan (rata) yang berulang dari ketiga mesin, sehingga dapat disesuaikan dengan bauran komponen yang dipesan oleh pelanggan (lihat Gambar 3.3.).


(55)

Produksi Senin

Produksi Selasa

Produksi Rabu

Produksi Kamis

Produksi Jumat

= Mesin Kecil (0,5 jam)

= Mesin Sedang (1Jam)

= Mesin Besar (2 Jam) Keterangan

7 jam


(56)

Ada empat keuntungan dari jadwal campur merata ini.

1. Fleksibilitas untuk membuat apa yang diinginkan oleh pelanggan ketika mereka menginginkannya. Hal ini mengurangi persediaan pabrik dan segala masalah yang terkait dengannya.

2. Mengurangi risiko barang tidak terjual. Jika pabrik hanya membuat apa yang dipesan pelanggan, pabrik tidak perlu khawatir untuk mengeluarkan biaya untuk memiliki dan menyimpan persediaan.

3. Penggunaan tenaga kerja dan mesin yang seimbang. Pabrik dapat menciptakan karyawanan yang terstandardisasi dan meratakan produksi dengan memperhitungkan bahwa beberapa mesin memerlukan lebih sedikit pekerjaan dan yang lainnya memerlukan lebih banyak pekerjaan. Sepanjang mesin besar yang memerlukan karyawanan ekstra idak diikuti oleh mesin besar lainnya, para karyawan dapat menanganinya. Setelah pabrik memperhitungkan dan mempertahankan tingkat produksi, memdapatkan beban kerja yang seimbang dan dapat dimanajemeni.

4. Permintaan yang teratur pada proses hulu dan pemasok pabrik. Jika pabrik menggunakan sistem just in time untuk proses hulu dan pemasok mengirimkan beberapa kali dalam sehari, pemasok akan memperoleh rangkaian pesanan yang rata dan stabil. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengurangi persediaan dan kemungkinan meneruskan sebagian penghematannya kepada pelanggan sehingga semua orang memperoleh manfaat dari produksi campur-merata ini.


(57)

Hal ini tidak akan mugkin terjadi jika pabrik tidak menemukan cara untuk menghilangkan waktu set up pada saat melakukan changeover.

Walaupun mungkin tampak tidak realistis, setiap kegiatan dapat dilakukan dalam beberapa dasawarsa lalu dalam time study-nya. Shigeo Shingo membuktikan bahwa inilah yang harus dilakukan. Shingo bukan pekeja Toyota, tapi bekerja erat dengan Toyota. Dia adalah seorang insinyur teknik industri yang teliti, yang memberikan perhatian pada setiap gerakan karyawan yang sekecil apapun. Dengan gaya Toyota, dia menganalisis dengan sungguh-sungguh proses set up pada mesin press yang besar dan menemukan bahwa sebagian besar dari pekerjaan yang dilakukan dapat dibagi dalam dua kategori: merupakan muda atau sesuatu yang dapat dilakukan ketika mesin masih berjalan dan membuat komponen. Dia menamakan kategori yang kedua ini sebagai ’set up eksternal’, yang merupakan kebalikan dari ’set up internal’, pekerjaan yang harus dilakukan ketika mesin berhenti.

Pada produksi massal yang tradisional, hal pertama yang dilakukan oleh tim set up ketika mereka melakukan perubahan jalur produksi dari satu model ke model yang lainnya adalah mematikan mesin. Shingo berpikir berapa banyak dari kegiatan changeover yang dapat dilakukan ketika mesin masih berjalan, jadi dia mengatur tempat kerja operator untuk tujuan tersebut dan membuat berbagai perbaikan teknis lainnya sampai tidak ada lagi kegiatan set up yang dapat dilakukan oleh operator ketika mesin press masih sedang berjalan. Hal-hal seperti mangambil cetakan dan peralatan berikutnya, memanaskan cetakan sebelum dipakai, dan menempatkannya langsung disamping mesin merupakan hal


(58)

eksternal dan dapat dilakukan ketika mesin masih memproduksi komponen. Ketika dia akhirnya mematikan mesin, hal yang masih perlu dilakukan hanya menukar cetakan dan segera memulainya lagi. Secara menabjubkan, proses changeover mesin press dengan tekanan beberapa ratus ton yang sebelumnya memerlukan beberapa jam ini, dapat dilaksanankan dalam beberapa menit saja. Bayangkan seperti regu montir mobil balap yang memberikan pelayanan cepat dan menyiapkan mobil kembali ke sirkuit balap sering kali dalam waktu kurang dari satu menit.

3.5. Mencampur-ratakan Jadwal

Meratakan jadwal di sepanjang value stream mempunyai manfaat yang mendasar, termasuk memberikan Anda kemampuan untuk merencanakan setiap detail produksi dengan teliti dan menstandardisasi praktik kerja. Jika mengunjungi sebuah pabrik Toyota atau pemasoknya, akan dilihat kesulitan yang dialami untuk meratakan jadwal. Pemasok Toyota yang terbaik juga bekerja dengan asumsi bahwa permintaan Toyota untuk komponen yang akan dicampu-ratakan. Ini merupakan risiko, karena tanpa persediaan barang jadi berarti membuat mereka sendiri terancam oleh perubahan permintaan pelanggan volume dan bauran produk. Dapat dilakukan ini dan masih dapat tidur nyenyak di malam hari karena Toyota merupakan pelanggan yang sangat dapat diandalkan dan meratakan jadwal produksinya.

Sebagai contoh, Trim Masters adalah pemasok AS di Georgetown, Kentucky yang membuat tempat duduk untuk Camry dan Avalon yang dibuat


(59)

disana. Trim Masters membuat dan mengirimkan tempat duduk secara just in time, berdasarkan informasi yang disiarkan dari pabrik Toyota untuk memesan setiap kali hanya satu tempat duduk. Sejak pesanan diterima, Trim Masters hanya memiliki waktu tiga jam untuk membuat tempat duduk tersebut, menempatkannya dalam truk sesuai dengan urutan, dan mengirimkan ke pabrik Toyota, sehingga tempat duduk itu muncul langsung di jalur perakitan dalam urutan yang tepat sesuai yang diperlukan oleh produksi. Trim Masters memesan komponen just in time dari para pemasoknya dan hanya menyimpan sedikit persediaan, dengan tingkat perputaran persediaan (inventory turn) sebesar 138 kali per bulan. Avalon dan Camry memeerlukan tempat duduk yang berbeda yang memerlukan komponen yang berbeda pula, sehingga Trim Masters harus mempercayai Toyota untuk membuat bauran Avalon dan Camry yang mereka proyeksikan. Bila secara tiba-tiba terjadi lonjakan dalam produksi tempat duduk Avalon, Trim Masters akan kehabisan komponen dan harus membayar pengiriman komponen ekstra. Hal ini selalu terjadi pada pembuat mobil AS, sehingga banyak pengemudi truk dan pilot helikopter memperoleh banyak uang dari pengangkutan ekspres yang mahal itu. Hal ini terjadi dari waktu ke waktu di Toyota, tapi pada sebagian waktu perusahaan dengan hati-hati mempertahankan jadwal yang rata dan membuat sesuai rencana.

Sebagian besar pemasok tidak seperti Trim Masters dan harus memuaskan pelanggan yang permintaannya berfluktuasi secara signifikan. Dalam kasus tersebut, ahli TPS akan sering merekomendasikan untuk menyimpan setidaknya jumlah kecil persediaan barang jadi. Hal ini tampak berlawanan dengan lean


(60)

thinking. Secara teoritis, pemecahan yang paling amping adalah membuat berdasarkan pesanan dan hanya mengirimkan yang diingikan oleh pelanggan. (Jika akan menyimpan persediaan, mengapa menyimpan persediaan yang paling mahal-barang jadi? Lebih baik membuat berdasarkan pesanan dan menyimpan persediaan hanya dalam bentuk bahan baku). Namun alasan ini tidak mempertimbangkan pentingnya heijunka. Sedikit persediaan barang jadi kadang-kadang dibutuhkan untuk melindungi jadwal produksi campur-merata dari pemasok agar tidak dikacaukan oleh lonjakan permintaan secara tiba-tiba. Hal ini tampaknya seperti pemborosan, tapi dengan melakukan sedikit pemborosan berupa persediaan barang jadi, akan dihilangkan lebih banyak pemborosan dalam seluruh proses produksi dan supply chain, jika ingin mempertahankan produksi campur-rata.

Inilah alasan mengapa perusahaan yang telah berhasil menerapkan TPS sering menjadwalkan produksi dengan kombinasi membangun berdasarkan pesanan dan mempertahankan tingkat persediaan barang jadi yang telah ditentukan sebelumnya.

3.6. Konsep Make to Order tetapi juga Heijunka

Cho mengimplementasikan kemungkinan pelanggan harus menunggu beberapa waktu jika ingin memesan sebuah kendaraan yang dibuat khusus. Cho tidak mau mengorbankan manfaat kualitas dan efisiensi dari heijunka demi kepentingan ’membuat berdasarkan pesanan’. Namun pembuat mobil lain mengembangkan sistem membuat berdasarkan pesanan, yang berpotensi


(61)

memberikan keunggulan kompetitif. Satu dari solusi membangun berdasarkan pesanan yang konvensional adalah dengan mengadakan banyak persediaan kendaraan jadi di area dealer agar sesuai dengan pesanan pelanggan.

Jadi apakah Toyota merasa puas dengan meminta pelanggannya menunggu sementara mereka mungkin dapat memperoleh mobil tertentu yang mereka inginkan dari pesaing? Sebagai jawaban atas tantangan ini, Toyota telah mengembangkan solusi yang membuat perusahaan dapat meratakan jadwal dan sekaligus memuat berdasarkan pesanan. Mereka tidak pernah merasa puas jika harus memilih salah satu. Alan Cabito, Group Vice President dari Toyota Motor Sales, menjelaskan:

Sistem Toyota bukanlah sistem membuat berdasarkan pesanan, sistem ’mengubah berdasarkan pesanan’. Dan perbedaan yang besar adalah kami memiliki mobil bergerak dalam satu jalur dimana diubah spesifikasi. Namun ditingkatkan untuk melakukan perubahan yang lebih besar. Maka dipilih sebuah mobil di dalm jalur, mobil mana saja, dan mengubahnya. Dan tentu saja ada berbagai petunjuk tentang berapa banyak perubahan yang dapat lakukan dalam satu hari, jadi selalu mempunyai komponen yang disiapkan untuk melakukan hal tersebut.

Hal ini dilakukan berdasarkan jadwal yang diratakan yang diciptakan beberapa bulan sebelumnya. Lebih lanjut, Cabito menjelaskan realitas yang terjadi di produksi campur-merata:

Seandainya sedang diproduksi sebuah van dan sebuah truk dan kemudian diproduksi truk lain, sehingga van tadi setiap kali dapat mengubah warna,


(62)

yang akan hanya catnya, interiornya dalam hal lainnya saja. Dapat dimiliki kaca yang cocok, dan lain sebagainya. Banyak kerumitan yang terkait dengan perubahan warna-harus diubah hampir seluruh asesorisnya. Dan cara mengelola semua hal tersebut adalah berdasarkan kelonggaran seberapa banyak perubahan yang boleh dilakukan. Ada batasan dalam jumlah Sienna berwarna hijau dengan interior kulit yang dapat kami buat dalam sehari.

Seperti biasanya, Toyota melakukan percobaan ’membuat berdasarkan pesanan’ dengan sebuah produk nyata-Solara, sebuah versi Camry yang sporty-di pabrik Kanada, volume produksi produk ini relatif rendah. Untuk Solara, mereka mencapai 100% ’perubahan berdasarkan pesanan’.

3.7. Production Leveling4

JIT yang ideal adalah sangat sulit karena respon yang benar-benar JIT untuk fluktuasi permintaan pelanggan dapat mengakibatkan terjadinya lembur (bila fluktuasi naik) atau waktu menganggur (bila fluktuasi turun). Selain itu, jadwal produksinya dapat membuat karyawan stress. Production leveling mencoba mengatasi masalah ini.

Dapat diketahui bahwa ciri-ciri JIT, diantaranya:

a. Memenuhi permintaan pelanggan tepat ketika ada permintaan (just-in-time); b. Mengurangi persediaan barang jadi (finished goods);

c. Jadwal kerja tidak dapat diramalkan; dan


(63)

d. Pemasok yang berada di hulu (upstreams) harus mempunyai variabilitas yang tinggi demi memenuhi variasi permintaan pelanggan.

Dan, ciri-ciri production leveling, diantaranya:

a. Memenuhi total permintaan pelanggan berdasarkan periode production leveling yang ditentukan (pada kasus di atas dalam mingguan);

b. Persediaan barang jadi (finished goods) dibuat untuk periode jangka pendek yang memiliki permintaan tinggi;

c. Jadwal kerja dapat diramalkan; dan

d. Kestabilan produksi ditransmisikan keseluruh rantai pasokan (supply chain) untuk mengurangi persediaan pemasok.

3.8. Product Leveling

Ukuran produksi yang besar dari produk yang sama memang dapat mereduksi setup time (waktu penyiapan peralatan) dan changeover time (waktu pergantian sistem, produk, etc.), tetapi umumnya mengakibatkan:

a. Waktu tunggu operasi (lead time) yang panjang b. Pembengkakan persediaan

c. Kemungkinan cacat produk yang besar

d. Waktu menganggur (idle time) dan lembur yang berlebihan.

Untuk memudahkan pemahaman teknisnya, digunakan suatu contoh kasus sederhana, yaitu sebagai berikut:


(64)

a. Produk X sebanyak 1.000 unit per bulan b. Produk Y sebanyak 600 unit per bulan c. Produk Z sebanyak 400 unit per bulan

Waktu kerja = 8 jam (28.800 detik) dalam sehari, 5 hari dalam seminggu, dan 20 hari dalam sebulan.

Produksi harian = (1.000 + 600 + 400) ÷ 20 hari = 100 unit per hari.

Waktu untuk membuat 1 unit produk = 28.800 detik ÷ 100 unit per hari = 288 detik per unit.

Berikut langkah-langkah teknis product leveling:

3.8.1. Pendekatan Pertama: Perencanaan Tradisional

Pendekatan umum dalam produksi massal adalah mengoptimalkan penggunaan sumber-sumber daya dan mencoba skala penghematan dengan ukuran produksi sangat besar karena ukuran besar berakibat pada waktu ke changeover lama sehingga banyaknya changeover minimal.

Praktek umum lain adalah memulai bulan dengan rangkaian produksi yang panjang dan membiarkan rangkaian produksi yang pendek di akhir bulan. Ini terjadi oleh karena adanya kepercayaan bahwa rangkaian yang lebih besar adalah penting dan tidak memiliki risiko gangguan.

Tabel 3.1. memperlihatkan jadwal produksi (kasus produk X, Y, dan Z) dengan menggunakan pendekatan tradisional. Tampak bahwa produk Y dan Z tidak memiliki persediaan (out of stock) pada minggu ke-1 dan minggu ke-2. Apabila pelanggan memesan:


(65)

a. 1 unit X b. 1 unit Y c. 1 unit Z

pada hari pertama pada bulan itu maka pelanggan harus menunggu produk Z diselesaikan (±17 hari kerja). Sebagai ukuran (untuk perbandingan), kita menggunakan rasio usable time per total time, yaitu:

(Usable time) ÷ (Total time) = (3 tipe x 288 detik per unit) ÷ (17 hari x 28.800 detik) = 0,18%.

Tabel 3.1. Once a Month Production (Unleveled)

Week 1 Week 2 Week 3 Week 4

Produk X (1000)

Y (600) Z (400)

3.8.2. Perbaikan Pertama: Basis Mingguan

Jika suatu perbaikan sistem dilakukan sehingga jadwal produksi dapat diratakan ke dalam basis mingguan maka pelanggan cukup menunggu 5 hari dapat dilihat pada Tabel 3.2.


(66)

Tabel 3.2. Once a Week Production

Week 1 Week 2 Week 3 Week 4

Produk

X (1000) 250 unit per minggu

Y (600) 150 unit per minggu

Z (400) 100 unit per minggu

3.8.3. Perbaikan Lanjutan: Basis Harian

Bayangkan apabila suatu perbaikan lagi dapat dilakukan sehingga dapat diratakan jadwal produksi ke dalam basis harian maka pelanggan hanya cukup menunggu satu hari

Rasio usable time per total time adalah: (3 x 288) ÷ (1 x 28.800) = 3%.

Tabel 3.3. Once a Day Production

Week 1 Week 2 Week 3 Week 4

Produk

X (1000) 50 unit per minggu

Y (600) 30 unit per minggu

Z (400) 20 unit per minggu


(67)

3.8.4. Mencari Pola atau Urutan Product Leveling

Dalam sistem TPS, pelanggan biasanya meminta pengiriman lebih dari satu kali dalam sehari, tujuannya adalah untuk meminimalkan persediaan. Seandainya terdapat permintaan harian pelanggan sebesar 100 unit per hari, mungkin pelanggan akan meminta dikirim 10 unit sebanyak 10 kali pengiriman dalam sehari (sesuai jadwal yang telah disepakati).

Oleh karena itu, perbaikan waktu diperlukan untuk mempertahankan pasar dan memperoleh fleksibilitas, caranya adalah dengan membagi batch melalui pencarian suatu urutan atau pola rangkaian/susunan produk yang sesuai untuk jangka waktu yang lebih kecil (harian atau lebih kecil lagi) kemudian urutan ini akan diulang terus sampai keseluruhan permintaan (bulanan) tercukupi. Hal ini berarti mencari suatu kompromi antara ukuran batch minimum, sisi biaya, dan upaya changeover dan skala penghematan batch besar. Konsep product leveling sangat relevan bagi lingkungan manufaktur repetitif seperti ini (TPS). Berikut akan diterangkan bagaimana langkah-langkah teknisnya:

Tahap 1: menentukan total minimum unit dalam sebuah urutan produk pada satu

urutan waktu (total minimum number of units in a sequence to the sequence time). Berikut langkah-langkahnya :

Tahap 1.1: menentukan product cycle time, yaitu sebagai berikut:

- CT Produk X: 28.800 detik ÷ 50 unit per hari = 576 detik per unit - CT Produk Y: 28.800 detik ÷ 30 unit per hari = 960 detik per unit - CT Produk Z: 28.800 detik ÷ 20 unit per hari = 1.440 detik per unit


(68)

Tahap 1.2: menentukan pacu kerja atau takt time (TT) penyelesaian satu

unit produk.

- Jumlah produk yang diproses dalam sehari = 50 + 30 + 20 = 100 unit. - TT = 28.800 ÷ 100 = 288 detik per satu unit.

Artinya, satu unit ini merepresentasikan 0,5 unit X; 0,3 unit Y; dan 0,2 unit Z (288 detik ÷ CT Produk).

Tahap 1.3: menentukan ukuran urutan minimum. Apabila manufaktur

menyediakan waktu 1.745 detik untuk satu kali urutan, maka:

- Ukuran urutan = 1.745 ÷ 288 = 6 unit, dengan kombinasi 3 unit X, 2 unit Y, dan 1 unit Z.

- Ukuran urutan 6 unit akan diulang: 28.800 detik ÷ 1.745 detik = 16,5 kali.

Tahap 2: penjadwalan, caranya adalah menempatkan X, Y, dan Z pada satu

urutan secara merata. Berikut caranya:

Tahap 2.1: tempatkan X (3 unit) terlebih dahulu, diusahakan penempatan

berselang-seling:

Tahap 2.2: sel yang masih kosong diisi dengan Y kemudian Z:

Tahap 2.3: urutan di atas akan diulang 16,5 kali dapat dilihat pada


(69)

Gambar 3.4. Product Leveling (Leveled)

Dengan cara ini, pelanggan hanya menunggu ±29 menit (1.745 detik atau 0,06 hari) untuk memperoleh produk dari masing-masing tipe.

Rasio usable time ÷ total time adalah: (3 x 288) ÷ (0,06 x 28.800) = 49,51%.

Dalam prakteknya, penempatan pesanan/ kanban di heijunka box adalah ditentukan konsumen, tetapi dengan tetap mempertimbangkan pemerataan beban kerja.

3.9. Studi Waktu5

Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi kedalam dua bagian yaitu

5 Wignjosoebroto. Sritomo. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk


(70)

1. Pengukuran waktu secara langsung

Pengukuran ini dilaksanakan secara langsung yaitu ditempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Misalnya pengukuran kerja dengan jam henti (stopwatch time study) dan sampling kerja (work sampling).

2. Pengukuran secara tidak langsung

Pengukuran ini dilakukan dengan menghitung waktu kerja tanpa si pengamat harus ditempat kerja yang diukur. Pengukuran waktu dilakukan dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan. Misalnya aktivitas data waktu baku (standard data), dan data waktu gerakan (predetermined time system).

Pada pengukuran waktu sampling pekerjaan, pengamat tidak harus menetap ditempat kerja, melainkan melakukan pengamatan secara sesaat pada waktu yang telah ditentukan secara random/acak. Untuk ini biasanya satu hari kerja dibagi ke dalam satuan-satuan waktu yang besarnya ditentukan oleh pengukur. Panjang satu satuan waktu biasanya tidak terlalu singkat dan tidak terlalu panjang.

Cara jam henti dan sampling pekerjaan adalah pengukuran kerja secara langsung. Keduanya umum diaplikasikan untuk menetapkan waktu standard ataupun mengukur kondisi-kondisi kerja yang tidak produktif. Dengan salah satu dari cara ini, akan didapatkan waktu standard dari suatu pekerja yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian – Suatu Pendekatan Praktek, Cetakan Kedua Belas (Edisi Revisi V), Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002.

Barnes, R.M., Motion and Time Study and Work Measurement, John Wiley & Sons Inc, New York, 1980.

Besterfield, Dale, Quality Control: Fourth Edition, Prentice Hall, Inc.,1982.

Browne, Jimmie, Production Management System, Second Edition, 1996.

Ginting, Rosnani, Penjadwalan Mesin, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009.

Liker, Jeffry K. The Totota Way : 14 Prinsip Manajemen ‘Dari Perusahaan Manufaktur Terhebat di Dunia.

Maryati, Wahyu Enie. 2001. Penjadwalan Produksi Campur Merata untuk Memenuhi Permintaan Konsumen melalui Sistem Produksi Just in Time. Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah, Malang.Monden, Yasuhiro, Toyota Production System, Industrial Engineering and Management Press, Atlanta. 1983.


(2)

Sutalaksana, Z. I., A. Ruhana, dan J. H. Tjakraatmadja, Teknik Tata Cara Kerja, Bandung, Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung, 1979.

Wignjosoebroto, Sritomo, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Teknik Analisis untuk Produktivitas Kerja, Surabaya, Guna Widya, 2000.


(3)

(4)

Lampiran 1. Besarnya Kelonggaran (Allowance)

Faktor Contoh pekerjaan Kelonggaran ( % )

A. Tenaga yang dikeluarkan 1. Dapat diabaikan 2. Sangat ringan 3. Ringan 4. Sedang 5. Berat 6. Sangat berat 7. Luar biasa berat

Bekerja dimeja, duduk Bekerja dimeja, berdiri Menyekop, ringan Mencangkul

Mengayun palu yang berat Memanggul beban

Memanggul karung berat

Ekivalen beban Tanpa beban 0,00-2,25 Kg 2,25-9,00 9,00-18,00 19,00-27,00 27,00-50,00 diatas 50 Kg

Pria 0,0-6,0 6,0-7,5 7,5-12,0 12,0-19,0 19,0-30,0 30,0-50,0 Wanita 0,0-6,0 6,0-7,5 7,5-16,0 16,0-30,0

B. Sikap kerja 1. Duduk

2. Berdiri diatas dua kaki 3. Berdiri diatas satu kaki 4. Berbaring

5. Membungkuk

Bekerja duduk, ringan

Badan tegak, ditumpu dua kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol

Pada bagian sisi, belakang atau depan badan Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki

0,00-1,0 1,0-2,5 2,5-4,0 2,5-4,0 4,0-10 C. Gerakan kerja

1. Normal 2. Agak terbatas 3. Sulit

4. Pada anggota-anggota badan terbatas

5. Seluruh anggota badan terbatas

Ayunan bebas dari palu Ayunan terbatas dari palu

Membawa beban berat dengan satu tangan Bekerja dengan tangan diatas kepala

Bekerja dilorong pertambangan yang sempit

0 0-5 0-5 5-10 10-5


(5)

Faktor Contoh pekerjaan Kelonggaran ( % )

D. Kelelahan mata *)

1. Pandangan yang terputus-putus 2. Pandangan yang hampir terus

menerus

3. Pandangan terus menerus dengan fokus berubah-ubah

4. Pandangan terus menerus dengan fokus tetap

Membawa alat ukur

Pekerjaan-pekerjaan yang teliti Memeriksa cacat-cacat pada kain Pemeriksaan sangat teliti

Pencahayaan baik 0,0-6,0 6,0-7,5 7,5-12,0 12,0-19,0 19,0-30,0 30,0-50,0 Buruk 0,0-6,0 6,0-7,5 7,5-16,0 16,0-30,0

E. Keadaan temperatur tempat kerja**) 1. Beku

2. Rendah 3. Sedang 4. Normal 5. Tinggi 6. Sangat tinggi

Temperatur ( OC ) Dibawah 0 0-13 13-22 22-28 28-38 diatas 38 Kelembaban normal Diatas 10 10-0 5-0 0-5 5-40 diatas 40 Berlebihan Diatas 12 12-5 8-0 0-8 8-100 diatas 100 F. Keadaan atmosfer***)

1. Baik 2. Cukup 3. Kurang Baik 4. Buruk

Ruang yang berventilasi baik,udara segar

Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan (tidak berbahaya) Adanya debu-debu beracun, atau tidak beracun tetapi banyak Adanya bau-bauan berbahaya yang mengharuskan

menggunakan alat-alat pernafasan

0 0-5 5-10 10-20


(6)

Faktor Kelonggaran ( % )

G. Keadaan lingkungan yang baik

1. Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5-10 detik 3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0-5 detik 4. Sangat bising

5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas 6. Terasa adanya getaran lantai

7. Keadaan yang luar biasa (bunyi, kebersihan, dll)

0 0-1 1-3 0-5 0-5 5-10 5-15 *) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan

**) Tergantung juga pada keadaan ventilasi

***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim Catatan pelengkap : Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : Pria = 0-2,5%