Definisi dan Konsep Dasar Penjadwalan Tujuan Penjadwalan Meratakan Beban Kerja Heijunka

II-1

BAB III LANDASAN TEORI

3.1. Definisi dan Konsep Dasar Penjadwalan

Penjadwalan adalah pengurutan pembuatanpengerjaan produk secara menyeluruh yang dikerjakan pada beberapa buah mesin. Dengan demikian masalah sequencing senantiasa melibatkan pengerjaan sejumlah komponen yang sering disebut dengan istilah job. Job sendiri masih merupakan komposisi dari sejumlah elemen-elemen dasar yang disebut aktivitas atau operasi. Tiap aktivitas atau operasi ini membutuhkan alokasi sumber daya tertentu selama periode waktu tertentu yang sering disebut dengan waktu proses. Penjadwalan adalah pengalokasian sumber daya yang terbatas untuk mengerjakan sejumlah pekerjaan. Salah satu masalah yang cukup penting dalam sistem produksi adalah bagaimana melakukan pengaturan dan penjadwalan pekerjaan agar pesanan dapat selesai sesuai dengan kontrak. Di samping itu, sumber-sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Penjadwalan proses produksi yang baik dapat mengurangi waktu menganggur atau idle time pada unit-unit produksi dan meminimumkan barang yang sedang dalam proses work in process.

3.2. Tujuan Penjadwalan

Bedworth 1987, mengidentifikasikan beberapa tujuan dari aktivitas penjadwalan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan penggunaan sumberdaya atau mengurangi waktu tunggunya, sehingga total waktu proses dapat berkurang, dan produktivitas dapat meningkat. 2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah pekerjaan yang menunggu dalam antrian ketika sumberdaya yang ada masih mengerjakan tugas yang lain. 3. Mengurangi beberapa kelambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas waktu penyelesaian sehingga akan meminimisasi penalty cost biaya keterlambatan. 4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas pabrik dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang mahal dapat dihindarkan.

3.3. Meratakan Beban Kerja Heijunka

3 Mengikuti jejak Dell Computer dan perusahaan lain yang berhasil, banyak bisnis di Amerika membentuk model produksi built to order. Perusahaan ingin membuat hanya apa yang diinginkan pelanggan pada saat pelanggan menginginkan produk yaitu bentuk lean organization. Sayangnya, pelanggan sangat sulit diprediksikan dan pesanan aktual sangat bervariasi dari minggu ke minggu dan dari bulan ke bulan. Jika membuat produk berdasarkan pesanan, mungkin akan membuat kuantitas yang banyak pada satu minggu, membayar upah lembur, dan menyebabkan pekerja dan mesin bekerja keras kemudian jika 3 Liker, Jeffry K. The Totota Way : 14 Prinsip Manajemen ‘Dari Perusahaan Manufaktur Terhebat di Dunia. p 136-148. pesanan hanya sedikit di minggu berikutnya, pekerja hanya memiliki sedikit karyawanan dan mesin tidak digunakan secara penuh. Tidak tahu berapa banyak yang harus dipesan dari pemasok sehingga material harus menumpuk sebanyak mungkin untuk setiap komoditas yang mungkin dipesan oleh pelanggan. Tidak mungkin dapat dijalankan lean operation dengan cara ini. Model make to order yang ketat ini menciptakan tumpukan persediaan, mengakibatkan kualitas jelek, dan pada akhirnya lead time akan semakin lama karena pabrik akan tidak terorganisir dan kacau. Toyota telah menemukan bahwa dapat diciptakan operasi yang paling ramping yang pada akhirnya memberikan pelanggan pelayanan dan kualias yang lebih baik dengan meratakan jadwal produksi dan tidak selalu make to order. Beberapa perusahaan mencoba make to order sebenarnya dengan meminta pelanggan untuk menunggu enam hingga delapan minggu untuk produk yang make to order. Beberapa pelanggan ’istimewa’ mungkin memotong antrian dan memperoleh pesanan lebih awal dengan mengorbankan mayoritas lainnya. Namun mengapa menghancurkan laju operasi untuk memenuhi sebuah pesanan saat ini jika pelanggan masih harus menunngu selama enam minggu? Sebaiknya, kumpulkan pesanan dan ratakan jadwal dan mungkin dapat mengurangi lead time produksi, memotong persediaan komponen, dan memberikan lead time standar yang lebih singkat kepada semua pelanggan, menghasilkan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi secara keseluruhan dari pada pebdekatan make to order yang ’cepat-cepat kemudian perlahan-lahan’. Para manajer dan karyawan Toyota menggunakan istilah bahasa Jepang, muda bila berbicara tentang pemborosan dan menghiangkan muda menjadi fokus dari sebagian upaya lean manufacturing. Namun ada dua M lain yang sama penting untuk membuat lean manufacturing berjalan, dan ketiga M tersebut saling mengisi sebagai satu sistem. Bahkan hanya memfokuskan pada kedelapan pemborosan atau muda saja akan menggangu produktivitas kerja dan sistem produksi. Dokumen Toyota Way hanya berkenaan dengan ’Menghilangkan Muda, Muri, dan Mura’ Lihat Gambar 3.1. Gambar 3.1. Tiga M 1. Muda-Tidak menambah nilai. M yang paling dikenal memasukkan delapan pemborosan. Ini adalah aktivitas yang tidak berguna yang memperpanjang lead time, menimbulakan gerakan tambahan untuk memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan persediaan, atau berakibat pada berbagai jenis waktu tunggu. 2. Muri-Memberi beban berlebih kepada pekerja atau peralatan. Dari sudut pandang tertentu, hal ini merupakan ujung yang bersebrangan dari spektum muda. Muri adalah memanfaatkan mesin atau pekerja diluar batas kemampuannya. Membebani pekerja secara berlebihan menimbulkan masalah dalam keselamatan kerja dan kualitas. Membebani peralatan secara berlebihan menyebabkan kerusakan dan produk cacat. 3. Mura-Ketidakseimbangan. Hal ini dapat dipandang sebagai kesimpulan dari dua M lainnya. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang terdapat lebih banyak karyawanan dibandingkan dengan yang dapat ditangani oleh pekerja atau mesin yang ada, dan pada saat yang lain hanya ada sedikit pekerjaan. Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi yang tidak teratur atau volume produksi yang berfluktuasi karena masalah internal, seperti kerusakan mesin atau kekurangan komponen atau produk cacat. Muda merupakan akibat dari Mura. Ketidakseimbangan tingkat produksi berarti perlu memiliki peralatan, material, dan pekerja untuk melakukan tingkat produksi yang tertinggi-bahkan bila permintaan rata-ratanya jauh lebih rendah dari itu. Anggap saja memiliki jadwal produksi yang tidak berfluktuasi dan proses produksi yang tidak seimbang atau tidak dapat diandalkan dengan baik. Untuk mulai memutuskan menerapkan lean thinking dan memusatkan perhatian hanya pada ’menghilangkan muda’ dari sistem produksi. Dimulai dengan mengurangi persediaan dalam sistem. Kemudian melihat keseimbangan kerja dan mengurangi jumlah pekerja dari dalam sistem. Kemudian menata tempat kerja lebih baik lagi untuk menghilangkan gerakan yang sia-sia. Akhirnya berhenti dan membiarkan sistemnya berjalan. Yang akan disaksikan adalah sistem akan hancur dengan sendirinya karena lonjakan permintaan pelanggan akan memaksa pekerja dan peralatan bekerja lebih keras melebihi kemampuannya. Ketika pekerjaan mulai mengalir potong per potong melalui berbagai tempat kerja, tanpa persediaan, kecepatan dan bauran produk menjadi kacau. Satu-satunya yang diperoleh adalah one piece flow yang tidak teratur. Para pekerja akan mendapat beban berlebih. Peralatan akan lebih sering rusak dari sebelumnya. Kemudian akan menyimpulakan, ’Lean Manufacturing tidak dapat berjalan disini’. Yang menarik, memberi perhatian kepada muda adalah pendekatan yang paling umum untuk ’mengimplementasikan alat-alat lean’, karena mudah menidentifikasikan dan menghilagkan pemborosan. Namun yang gagal dilakukan oleh banyak perusahaan adalah proses yang lebih sulit dalam menstabilkan sistem dan menciptakan ’keseimbangan-keseimbangan yang nyata dalam aliran kerja yang ramping lean. Inilah konsep heijunka dari Toyota, meratakan jadwal kerja. Hal tersebut mungkin merupakan prinsip Toyota Way yang paling berlawanan dengan akal sehat. Mencapai heijunka merupakan hal mendasar untuk menghilangkan mura, yang merupakan hal mendasar untuk menghilangkan muri dan muda. Memulai dan berhenti, menggunakan secara berlebihan dan kemudian tidak menggunakan secara penuh, menjadi masalah karena hal tersebut tidak mengarah pada kualitas, standardisasi pekerjaan, produktivitas, dan continuous improvement. Taiichi Ohno menjelaskan: Kura-kura yang lamban tapi konsisten mengakibatkan lebih sedikit pemborosan dan jauh lenih diinginkan daripada kelinci yang cepat dan mengungguli perlombaan dan kenudian berhenti setelah selang beberapa waktu untuk beristirahat. Toyota Production System hanya dapat direalisasikan jika semua pekerja menjadi kura-kura. Ohno, 1988.

3.4. Meratakan Produksi dan Jadwal