Globalisasi Ekonomi Dan Produksi Crude Palm Oil (Cpo) Di Sumatera Utara

(1)

GLOBALISASI EKONOMI DAN PRODUKSI CRUDE

PALM OIL (CPO) DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

AULIA AHMAD

077018025/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K

O L A

H P

A

S C

A S A R JA

N A


(2)

GLOBALISASI EKONOMI DAN PRODUKSI CRUDE

PALM OIL (CPO) DI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AULIA AHMAD

077018025/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : GLOBALISASI EKONOMI DAN PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) DI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Aulia Ahmad Nomor Pokok : 077018025

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Jonni Manurung, MS) (Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 12 Januari 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Jonni Manurung, MS

Anggota : 1. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si 2. Dr. Murni Daulay, M.Si

3. Dr. Rahmanta, M.Si 4. Kasyful Mahalli, SE, M.Si


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh secara simultan harga jual domestik, upah riil, dan tingkat bunga terhadap penawaran domestik CPO di Sumatera Utara. Menganalisis pengaruh secara simultan harga luar negeri, harga domestik, dan indeks harga konsumen (IHK) terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara. Menganalisis pengaruh secara simultan harga luar negeri, total produksi, dan nilai tukar mata uang terhadap harga jual CPO di Sumatera Utara. Analisis data menggunakan metode Two-stage-least-square (2SLS), data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series di mulai tahun 1985 sampai tahun 2007.

Berdasarkan hasil analisis diketahui terdapat semua variabel yang secara signifikan mempengaruhi penawaran domestik yaitu tingkat harga domestik (P), variabel lainnya yaitu upah riil (Wriil) juga signifikan, kemudian tingkat bunga (R) juga signifikan, dan variabel tingkat bunga kredit (R) signifikan mempengaruhi penawaran domestik (QD). Hasil probabilitas t sig terdapat 2 variabel yang secara signifikan mempengaruhi penawaran ekspor (QE) yaitu harga luar negeri (P/E) dan indeks harga konsumen (IHK) di mana masing-masing harga ekspor (P/E) dan indeks harga konsumen (IHK) berpengaruh signifikan terhadap penawaran ekspor (QE). Sedangkan variabel harga domestik (E*PE) tidak signifikan pengaruhnya terhadap penawaran ekspor sehingga variabel harga domestik (E*PE) tidak signifikan mempengaruhi penawaran ekspor (QE). Berdasarkan hasil analisis diketahui terdapat 2 variabel yang secara signifikan mempengaruhi harga domestik yaitu total produksi (Q) dan kurs (E) sedangkan harga luar negeri (PE) tidak signifikan pengaruhnya terhadap harga domestik (P), total produksi (Q) berpengaruh signifikan terhadap harga domestik (P), sedangkan variabel lainnya seperti kurs (E) juga signifikan pengaruhnya terhadap harga domestik (P).

Kata Kunci: Penawaran Domestik, Penawaran Ekspor, Harga Domestik, Harga Ekspor, Total Produksi, Kurs, Indeks Harga Konsumen, Upah Riil, Tingkat Bunga.


(6)

ABSTRACT

This research aim to analyse the influent of the domestic price sell, real fee and interest rate to domestic offering of crude palm oil (CPO) simultanly in North Sumatra. Analyse the influent of the export price sell, domestic price and Consumer Price Index (IHK) to export offering of crude palm oil (CPO) simultanly in North Sumatra. Analyse influent of the export price, total production and exchange rate of currency to price sell of crude palm oil (CPO) simultanly in North Sumatra.

The data analysis used the method of Two-Stage-Least-Square (2SLS), the data used in this research is secunder data in the form of time series in strarting 1985 until 2007.

Pursuant of the result analysis known there are all variables significantly influence the domestic offering that is mount the domestic price (P), other variable is real wage (Real W) also significant, and then interest rate (R) is also significant, and variable of credit interest rate (R) influences the domestic offering (QD) significantly. The result of probabilitas t sig, there are 2 variables influence the export offering (QE) significantly, that is overseas price (P/e) and consumer price index (IHK) wherever each of the export price (P/e) and consumer price index (IHK) have a significant effect to export offering (QE). While domestic price variable (E*Pe) do not influence to export offering significantly so that domestic price variable (E*Pe) do not influence export offering (QE) significantly. Pursuant of the result analyse known there are 2 variables influence the domestic price significantly that is total production (Q) and exchange rate (E) while overseas price (PE) do not influence to domestic price (P) significantly, total production (Q) influences to domestic price (P) significantly, while the others variable that is exchange rate (E) also influences to domestic price (P) significantly.

Keywords: Domestic Offering, Export Offering, Domestic Price, Export Price, Total Production, Exchange Rate, Consumer Index Price, Real Wage, Interest Rate.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Globalisasi Ekonomi dan Produksi Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara” sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Tak lupa pula shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS, sebagai Pembimbing I, dan Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si, sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan, dukungan dan dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai. 2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.

4. Kedua orang tuaku Ayahanda Ahmad Busyra dan Ibunda Juniar, bang Ari, kak Ira, dek Adi dan Ina yang senantiasa mendo’akan dan memberi semangat, perhatian, dan kasih sayang dalam menyelesaikan studi ini.


(8)

5. Abang Rusiadi dan Kakak, yang telah banyak memberikan dorongan moril dan bimbingan dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Puzi yang telah banyak memberikan dukungan dan selalu setia menemani penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Abang Insanuddin Lingga, Yon Hendrik, Dody, Herman, pak Idris, bang Idham, kak Jamila, Desi, Dona, Maharani, Boby, Bahtiar, Indra Oloan, Mustain, Mufi, Mikha, Thia, Pak Supaino, Pak Teja, rekan-rekan mahasiswa Angkatan 13 Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah bersama-sama berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Akhirnya semoga segala usaha dan niat baik yang telah kita lakukan mendapat ridho dari Allah SWT, dan semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Amin ya Rabbal alamin.

Medan, Februari 2010 Penulis,

AULIA AHMAD NIM 077018025


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Aulia Ahmad

Tempat dan Tanggal Lahir : Langsa, 20 Juli 1983

Umur : 26 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Nama Orang Tua

Ayah : Drs. Ahmad Busyra

Ibu : Juniar, BA

Alamat Rumah : Jl. Rawa No. 46 Medan

Pendidikan

1. Tahun 1989-1995 : SD Negeri 5 Langsa 2. Tahun 1995-1998 : SLTP Negeri 1 Langsa 3. Tahun 1998-2001 : SMU Negeri 3 Langsa

4. Tahun 2001-2005 : D-IV Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor Depdagri

5. Tahun 2007-2010 : Sekolah Pascasarjana Program Studi Ekonomi Pembangunan USU Medan

Pekerjaan

2005-Sekarang : PNS Pemko Medan Jabatan

2005-2010 : Staf Kelurahan Denai

2010-Sekarang : - Sekretaris Lurah Kelurahan Binjai - ADC Sekda Kota Medan


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 12

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Konsep dan Fungsi Produksi... 14

2.2. Produksi dan Penawaran Total... 16

2.3. Ekspor ... 21

2.4. Karakteristik Ekspor... 25

2.5. Keseimbangan Penawaran Domestik dan Ekspor... 27

2.6. Penelitian Terdahulu ... 28

2.7. Kerangka Pemikiran... 33


(11)

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 35

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 35

3.3. Model dan Prosedur Estimasi... 35

3.4. Identifikasi Simultanitas ... 37

3.5. Metode Analisis ... 42

3.6. Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)... 43

3.7. Definisi Operasional... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1. Gambaran Umum Sumatera Utara... 46

4.2. Dekripsi Variabel Penelitian ... 51

4.2.1. Perkembangan Produksi CPO ... 51

4.2.2. Perkembangan Penawaran Domestik CPO ... 54

4.2.3. Perkembangan Penawaran Ekspor CPO ... 55

4.2.4. Perkembangan Nilai Tukar ... 57

4.2.5. Perkembangan Harga Jual Lokal CPO... 59

4.2.6. Perkembangan Harga Jual Ekspor CPO... 62

4.2.7. Perkembangan UMP Riil Sumatera Utara ... 65

4.2.8. Perkembangan Tingkat Bunga Kredit Sektor Pertanian ... 70

4.2.9. Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) ... 72

4.3. Hasil Analisis Data dan Pembahasan ... 74

4.3.1. Deskripsi Data ... 74

4.3.2. Analisis Regresi Simultan ... 75

4.3.3. Uji Statistik Hasil Estimasi Model Penelitian... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1. Kesimpulan ... 84

5.2. Saran... 86


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit

di Indonesia Berdasarkan Pengusahaannya ... 5 1.2. Perkembangan Produksi, Penawaran Domestik dan Penawaran

Ekspor CPO Sumatera Utara Tahun 1985-2007 ... 6 3.1. Uji Identifikasi Persamaan ... 40 4.1. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan

Rakyat Menurut Kabupaten Tahun 2004-2007... 50 4.2. Perkembangan dan Pertumbuhan Produksi CPO

Tahun 1985 s/d 2007 ... 52 4.3. Perkembangan dan Pertumbuhan Penawaran Domestik CPO

Tahun 1985 s/d 2007... 54 4.4. Perkembangan dan Pertumbuhan Penawaran Ekspor CPO

Tahun 1985 s/d 2007... 56 4.5. Perkembangan dan Pertumbuhan Nilai Tukar Tahun 1985 s/d 2007 58 4.6. Perkembangan dan Pertumbuhan Harga Domestik

Tahun 1985 s/d Tahun 2007 ... 60 4.7. Perkembangan dan Pertumbuhan Harga Ekspor

Tahun 1985 s/d Tahun 2007 ... 63 4.8. Perkembangan dan Pertumbuhan UMP Tahun 1985 s/d Tahun 2007 66 4.9. Perkembangan dan Pertumbuhan UMP Riil Tahun 1985 s/d

Tahun 2007 ... 68 4.10. Perkembangan dan Pertumbuhan Suku Bunga Kredit

Tahun 1985 s/d Tahun 2007 ... 70 4.11. Perkembangan dan Pertumbuhan Harga IHK Tahun 1985 s/d


(13)

4.12. Rangkuman Statistik Deskriptif ... 74 4.13. Pengujian Normalitas Data ... 75 4.14. Hasil Uji Jarque-Bera ... 76 4.15. Hasil Persamaan Struktural QD, QE, dan P


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Keseimbangan Penawaran Domestik dan Penawaran Ekspor ... 27

2.2. Kerangka Pemikiran Globalisasi Ekonomi dan Produksi Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara ... 33

4.1. Perkembangan Produksi CPO Tahun 1985 s/d Tahun 2007 ... 53

4.2. Perkembangan Penawaran Domestik CPO Tahun 1985 s/d 2007 .... 55

4.3. Perkembangan Penawaran Ekspor Tahun 1985 s/d Tahun 2007 ... 57

4.4. Perkembangan Nilai Tukar (US$ terhadap Rupiah) ... 59

4.5. Diagram Perkembangan Harga Domestik... 61

4.6. Perkembangan Harga Ekspor Tahun 1985 s/d Tahun 2007 ... 64

4.7. Perkembangan UMP Tahun 1985 s/d Tahun 2007 ... 67

4.8. Perkembangan UMP Riil Tahun 1985 s/d Tahun 2007 ... 69

4.9. Perkembangan Suku Bunga Kredit Tahun 1985 s/d Tahun 2007 .... 71


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman I. Tabulasi Data ... 89 II. Hasil Regresi Fungsi Penawaran CPO Sumatera Utara ... 90


(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh secara simultan harga jual domestik, upah riil, dan tingkat bunga terhadap penawaran domestik CPO di Sumatera Utara. Menganalisis pengaruh secara simultan harga luar negeri, harga domestik, dan indeks harga konsumen (IHK) terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara. Menganalisis pengaruh secara simultan harga luar negeri, total produksi, dan nilai tukar mata uang terhadap harga jual CPO di Sumatera Utara. Analisis data menggunakan metode Two-stage-least-square (2SLS), data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series di mulai tahun 1985 sampai tahun 2007.

Berdasarkan hasil analisis diketahui terdapat semua variabel yang secara signifikan mempengaruhi penawaran domestik yaitu tingkat harga domestik (P), variabel lainnya yaitu upah riil (Wriil) juga signifikan, kemudian tingkat bunga (R) juga signifikan, dan variabel tingkat bunga kredit (R) signifikan mempengaruhi penawaran domestik (QD). Hasil probabilitas t sig terdapat 2 variabel yang secara signifikan mempengaruhi penawaran ekspor (QE) yaitu harga luar negeri (P/E) dan indeks harga konsumen (IHK) di mana masing-masing harga ekspor (P/E) dan indeks harga konsumen (IHK) berpengaruh signifikan terhadap penawaran ekspor (QE). Sedangkan variabel harga domestik (E*PE) tidak signifikan pengaruhnya terhadap penawaran ekspor sehingga variabel harga domestik (E*PE) tidak signifikan mempengaruhi penawaran ekspor (QE). Berdasarkan hasil analisis diketahui terdapat 2 variabel yang secara signifikan mempengaruhi harga domestik yaitu total produksi (Q) dan kurs (E) sedangkan harga luar negeri (PE) tidak signifikan pengaruhnya terhadap harga domestik (P), total produksi (Q) berpengaruh signifikan terhadap harga domestik (P), sedangkan variabel lainnya seperti kurs (E) juga signifikan pengaruhnya terhadap harga domestik (P).

Kata Kunci: Penawaran Domestik, Penawaran Ekspor, Harga Domestik, Harga Ekspor, Total Produksi, Kurs, Indeks Harga Konsumen, Upah Riil, Tingkat Bunga.


(17)

ABSTRACT

This research aim to analyse the influent of the domestic price sell, real fee and interest rate to domestic offering of crude palm oil (CPO) simultanly in North Sumatra. Analyse the influent of the export price sell, domestic price and Consumer Price Index (IHK) to export offering of crude palm oil (CPO) simultanly in North Sumatra. Analyse influent of the export price, total production and exchange rate of currency to price sell of crude palm oil (CPO) simultanly in North Sumatra.

The data analysis used the method of Two-Stage-Least-Square (2SLS), the data used in this research is secunder data in the form of time series in strarting 1985 until 2007.

Pursuant of the result analysis known there are all variables significantly influence the domestic offering that is mount the domestic price (P), other variable is real wage (Real W) also significant, and then interest rate (R) is also significant, and variable of credit interest rate (R) influences the domestic offering (QD) significantly. The result of probabilitas t sig, there are 2 variables influence the export offering (QE) significantly, that is overseas price (P/e) and consumer price index (IHK) wherever each of the export price (P/e) and consumer price index (IHK) have a significant effect to export offering (QE). While domestic price variable (E*Pe) do not influence to export offering significantly so that domestic price variable (E*Pe) do not influence export offering (QE) significantly. Pursuant of the result analyse known there are 2 variables influence the domestic price significantly that is total production (Q) and exchange rate (E) while overseas price (PE) do not influence to domestic price (P) significantly, total production (Q) influences to domestic price (P) significantly, while the others variable that is exchange rate (E) also influences to domestic price (P) significantly.

Keywords: Domestic Offering, Export Offering, Domestic Price, Export Price, Total Production, Exchange Rate, Consumer Index Price, Real Wage, Interest Rate.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkebunan dan industri kelapa sawit merupakan salah satu sektor usaha yang mendapat pengaruh besar dari gejolak ekonomi global, mengingat sebagian besar (sekitar 70%) dari produk perkebunan/industri kelapa sawit diekspor dalam bentuk CPO. Sebagai sumber energi alternatif, harga CPO sangat dipengaruhi oleh harga minyak bumi. Dengan demikian penurunan harga minyak bumi yang terjadi sejak Agustus 2008 memberikan pengaruh besar terhadap penurunan harga CPO. Selanjutnya krisis ekonomi global yang diikuti oleh menurunnya daya beli dan ketidakpastian ekonomi pada beberapa negara importir utama CPO seperti China, India, Uni Eropa, dan Amerika Serikat, menyebabkan permintaan CPO menurun dan memberikan tekanan yang besar terhadap penurunan harga CPO (Faisal Basri, 2008).

Gambaran tentang krisis global sebagai dampak adanya globalisasi ekonomi. Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas


(19)

negara. Sejak tahun 2000 sektor industri minyak sawit sangat diminati oleh pasar dunia karena kebutuhan konsumsi bahan pangan dan kosmetik selain itu alternatif penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) mendorong naiknya harga CPO dunia sehingga dianggap sanggat menguntungkan bagi devisa negara melalui ekspor CPO yang sangat menggiurkan, devisa dari industri minyak sawit pada tahun 2006 menurut komisi minyak sawit Indonesia berada pada urutan nomor 2 pada ekspor non migas sektor pertanian dengan nilai ekspor komoditas perkebunan 2007 mencapai US$ 12,3 miliar (Rp 115,6 triliun) atau naik 21,5 persen dibandingkan 2006 yang mencapai US$ 10,11 miliar (Rp 95 miliar). Angka ekspor itu telah melampaui target sejak Oktober 2007 yang mencapai US$ 11,25 miliar (Rp 105,7 triliun). (Jomla, 2009).

Melihat peluang tersebut kemudian Pemerintah menargetkan pembukaan perkebunan sawit hingga 20 juta ha yang tersebar hampir di setiap propinsi di Indonesia. Pada tahun 2007 kebun yang sudah dibuka adalah 7,4 juta ha dan produksi CPO yang dihasilkan mencapai 17,5 juta ton menghantarkan Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit mengalahkan Malaysia. Ambisi tersebut harus dibayar dengan terjadinya konflik di mana-mana akibat keserakahan antar pemodal dan birokrasi dalam mencari keuntungan, konflik sosial terutama konflik tanah meningkat berbanding lurus dengan jumlah luasan pembukaan perkebunan. Lokasi ijin yang diberikan tidak memperhatikan daya dukung ekologi sehingga terjadinya konversi hutan besar-besaran, asap dan banjir sudah merupakan bencana yang sering ditemui hampir di setiap tahun. Pada tahun 2003 sampai 2004 saja luas


(20)

lahan pertanian menyusut 703.869 hektar dari 8.400.030 hektar menjadi 7.696.161 hektar, mengakibatkan kerawanan pangan di beberapa daerah ditengarai pembukaan perkebunan sawit juga ikut andil dalam hal ini (Jomla, 2009).

Di sisi lain memang keuntungan dapat diperoleh karena semakin meningkatnya harga TBS (Fresh Fruit Brunch) ditingkat petani sawit disebabkan permintaan pasar yang besar. Sejak tahun 2000 sampai tahun 2007 harga TBS melonjak tajam dari harga Rp 400-600/kg mencapai hingga angka Rp 2000/kg. Petani sawit ikut merasakan nikmatnya harga ini dan mendorong mereka untuk terlibat dalam perkebunan sawit, bahkan mereka berani untuk mengkonversikan kebun karet dan lahan pangan untuk dijadikan kebun sawit dengan dibantu oleh Pemerintah melalui kredit perbankan yang sesungguhnya "keblinger" karena topangan mikro ekonomi yang lemah. Misalnya saja petani tidak diberikan penyuluhan soal keahlian budidaya tanaman sawit untuk meningkatkan produktivitasnya sehingga mereka cenderung menambah ekspansi lahan, justru sarana produksi terpangkas dengan meningkatnya harga pupuk dan pestisida yang sangat sulit didapatkan oleh petani, sementara untuk angkutan mereka berharap pada angkutan perusahaan padahal TBS harus diangkut sampai ke pabrik milik perusahaan 1 kali 24 jam, selebihnya harga akan menurun karena rendeman minyak sawitnya akan berkurang. Akibatnya petani sawit harus bergantung kepada perusahaan dan dijerat utang di tengah inflasi yang semakin meninggi. Hantaman telak terjadi ketika krisis yang terjadi di Amerika mempengaruhi seluruh perekonomian dunia yang mengakibatkan resesi dan pasti akan menghantam pasar ekspor yang berbasiskan komoditas di mana konsumen akan


(21)

melakukan penundaan pembelian atau terpuruk karena daya belinya menurun akibat biaya produksi yang meninggi dikarenakan angka inflasi yang besar.

Korban yang paling dirugikan dalam hal ini tentunya adalah petani sawit itu sendiri, padahal klaim Pemerintah dari total luasan kebun sawit 2,6 juta merupakan kebun rakyat yang mempekerjakan 4,5 juta KK petani sawit di sektor ini. Setelah mereka bisa sedikit menikmati manisnya minyak sawit, hari ini mereka terpuruk pada level yang terendah dengan harga TBS untuk petani plasma pada bulan Oktober di bawah Rp 1060/kg (Kalbar) di Rp 700 (Kaltim) Rp 800 (Jambi) itu tergantung umur tanam sawitnya, sementara bagi petani swadaya yang tidak bisa dilindungi oleh aksi tengkulak sangat parah di mana harga TBS hanya berkisar pada harga Rp 400-600/kg bahkan salah satu kabupaten di Propinsi Jambi TBS hanya dihargai Rp 80/kg. padahal berdasarkan data harga ekspor dari kantor pemasaran bersama (joint market

office) PT. Perkebunan Nusantara harga komoditas ekspor sawit update pada tanggal

20 Oktober 2008 untuk sawit lokal masih berkisar pada Rp 4211/kg sementara untuk sawit ekspor Rp 490/kg (Jomla, 2009).

Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bila pada 1967 Indonesia hanya memiliki areal perkebunan kelapa sawit seluas 105.808 hektar, pada 1997 telah membengkak menjadi 2,5 juta hektar. Pertumbuhan yang pesat terjadi pada kurun waktu 1990-1997, di mana terjadi penambahan luas areal tanam rata-rata 200.000 hektar setiap tahunnya, yang sebagian besar terjadi pada perkebunan swasta. Pertumbuhan luas areal yang pesat kembali terjadi pada lima


(22)

tahun terakhir, yakni periode 1999-2003, dari 2,96 juta hektar menjadi 3,8 juta hektar pada 2003, yang berarti terjadi penambahan luas areal tanam rata-rata lebih dari 200 ribu hektar setiap tahunnya (BPS, 2008).

Perkembangan perkebunan kelapa sawit yang pada tahun 1979/1980 seluas 289.526 Ha dan hanya diusahakan dalam bentuk usaha perkebunan besar, kemudian berkembang sampai 5.972 Ribu Ha pada tahun 2006 setidaknya merupakan gambaran keberhasilan kebijakan pemerintah di sektor bersangkutan dalam percepatan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Berikut adalah tabulasi mengenai perkembangan luas areal dan produksi TBS perkebunan kelapa aawit di Indonesia berdasarkan pengusahaannya:

Tabel 1.1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Berdasarkan Pengusahaannya

Luas Areal (Ha)

Tahun Perkebunan

Rakyat

Perkebunan Besar Negara

Perkebunan Besar

Swasta Total Nasional

1980 6.370,00 199.194,00 83.963,00 289.256,00 1990 360.537,00 236.602,00 529.538,00 1.126.677,00 1998 890.506,00 556.640,00 2.113.050,00 3.560.196,00 1999 1.041.046,00 576.999,00 2.283.757,00 3.901.802,00 2000 1.166.758,00 588.125,00 2.403.194,00 4.158.077,00 2001 1.561.031,00 609.943,00 2.542.457,00 4.713.431,00 2002 1.808.424,00 631.566,00 2.627.368,00 5.067.358,00 2003 1.854.394,00 662.803,00 2.766.360,00 5.283.557,00 2004 1.904.943,00 674.865,00 2.821.705,00 5.401.513,00 2005 1.917.038,00 676.408,00 2.914.773,00 5.508.219,00 2006 2.120.338,00 696.699,00 3.141.802,00 5.958.839,00 Sumber: BPS Indonesia, 2008.

Luas tanam kebun kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2007 sebesar 372.153,00 Ha dengan produksi 4.895.830,11 ton TBS (Tandan Buah Segar)


(23)

kelapa sawit. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara. Di daerah ini terdapat sebesar 132.670 Ha kebun kelapa sawit rakyat atau 35,65% dari seluruh perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara yang menghasilkan CPO, berikut tabel produksi CPO Sumatera Utara:

Tabel 1.2. Perkembangan Produksi, Penawaran Domestik dan Penawaran Ekspor CPO Sumatera Utara Tahun 1985-2007

Tahun Total Produksi (Ton)

Penawaran Domestik (Ton)

Penawaran Ekspor (Ton)

Q QD QE

1985 673524 429851 243673

1986 877422 551623 325799

1987 1095043 572698 522345

1988 1184337 616912 567425

1989 1109547 436185 673362

1990 1466315 590814 875501

1991 1623353 698776 924577

1992 1714691 727831 986860

1993 1734332 701165 1033167

1994 1807658 761404 1046254

1995 1829234 677100 1152134

1996 1829234 666104 1163130

1997 2017244 689943 1327301

1998 2503983 971079 1532904

1999 2503983 1063240 1440743

2000 2380453 969931 1410522

2001 2380453 940933 1439520

2002 2514573 1016234 1498339

2003 2545829 1040292 1505537

2004 2661425 1129070 1532355

2005 2893307 1226686 1666621

2006 2963535 1130535 1833000

2007 3084154 943702 2140452


(24)

Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia. Perkebunan di Sumatera Utara telah dibuka sejak penjajahan Belanda. Komoditi hasil perkebunan yang paling penting di Sumatera Utara saat ini antara lain Sawit, Kopi, Cokelat dan Tembakau. Harga produk pertanian terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pokok banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat baik secara sosial maupun secara politik. Dalam menganalisis kondisi pasar kebutuhan pokok, sebagai produk pertanian diperlukan metode yang mampu menggambarkan situasi yang mendekati kenyataan. Apabila kita mampu menggambarkan analisis sesuai yang diharapkan maka kita dapat melakukan analisis lebih lanjut tentang kebijakan apa yang perlu atau yang mempengaruhi kondisi tersebut. Intervensi atau berbagai kebijaksanaan perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan dan mengatur perdagangan berbagai komoditi tujuan agar perekonomian dapat berjalan lebih sesuai harapan atau sesuai dengan tujuan pembangunan ekonomi suatu negara.

Analisis harga merupakan suatu metodologi yang perlu dikuasai untuk menganalisis bagaimana pasar bergerak dan bagaimana intervensi yang dapat dilakukan. Hal ini menyangkut seluruh pelaku di pasar. Secara umum harga di bidang petanian, akan mempengaruhi beberapa agen ekonomi: produsen dan konsumen serta masyarakat secara luas. Secara teoritis, harga akan mempengaruhi berbagai aspek melalui:

a. Harga mempengaruhi pembentukan pendapatan.


(25)

c. Harga mempengaruhi pendapatan ekspor (export earning) karena perdagangan memberlakukan tarif antarnegara termasuk berbagai ketentuan WTO (World Trade Organization).

d. Harga akan menyebabkan fluktuasi pendapatan.

e. Harga akan menyebabkan fluktuasi produk pertanian (Anindita, R., 2008). Pada awal tahun 2002 harga rata-rata tandan buah segar (TBS) mencapai Rp 400 per kilogram. Pada akhir tahun 2002 sampai awal tahun 2003 harga TBS di tingkat petani mencapai lebih Rp 600 per kilogram. Meningkatnya harga TBS itu dipengaruhi oleh membaiknya harga CPO di bursa minyak nabati dunia di Rotterdam, Belanda. Pada awal tahun 2003 harga minyak sawit dunia mengalami fluktuasi harga akibat krisis di Timur Tengah, namun harga komoditas kelapa sawit di pasar dunia terus berada di atas 420 dollar AS per metrik ton. Kenaikan harga ini diperkirakan tidak terlepas dari berkembangnya pasar minyak sawit, terutama di negara-negara berkembang. Dengan kata lain, minyak sawit masih mempunyai prospek kedepan.

Harga CPO di dalam negeri sangat ditentukan oleh keadaan harga di Kuala Lumpur dan Rotterdam. Harga CPO di Rotterdam sangat terkait dengan situasi permintaan dan penawaran minyak kedelai sebagai bahan substitusi penting minyak goreng asal kelapa sawit. Produk akhir yang paling menentukan gejolak harga dalam industri kelapa sawit adalah harga minyak goreng. Harga minyak goreng merupakan acuan utama bagi harga CPO, selanjutnya harga CPO merupakan acuan utama bagi harga TBS.


(26)

Dari berbagai aspek ekonomi, harga merupakan salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian. Pentingnya harga terutama ditingkat petani produsen (dengan tetap melindungi konsumen), dilakukan oleh pemerintah di berbagai negara melalui kebijakan intervensi. Secara umum tujuan kebijakan pemerintah di bidang harga adalah untuk mencapai salah satu atau kombinasi dari beberapa hal berikut: (1) membantu meningkatkan pendapatan petani, (2) melindungi petani kecil untuk tetap memiliki insentif, (3) mengurangi ketergantungan impor, (4) menurunkan ketidakstabilan harga dan pendapatan petani, dan (5) memperhatikan daya beli konsumen agar kebutuhan pangan penduduk terpenuhi.

Beberapa instrumen kebijakan harga dalam rangka melindungi petani produsen yang umum dilakukan pemerintah adalah melalui (1) penetapan harga tertinggi-terendah dan atau harga pembelian pemerintah, (2) penetapan waktu dan atau volume impor, (3) pengaturan volume stock (cadangan) pemerintah dan pelepasan stock ke pasar, dan (4) penetapan larangan ekspor.

Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia. Perkebunan di Sumatera Utara telah dibuka sejak penjajahan Belanda. Komoditi hasil perkebunan yang paling penting dari Sumatera Utara saat ini antara lain kelapa sawit, karet, kopi, coklat dan tembakau. Bahkan di Kota Bremen Jerman Tembakau Deli sangat terkenal. Luas tanaman karet rakyat di Sumatera Utara selama periode 2005-2006 naik sebesar 1,58%, di mana luas tanaman karet rakyat pada tahun 2005 yakni sebesar 343.068,85 Ha naik menjadi 348.485,80 Ha pada tahun 2006. Kabupaten Labuhan Batu, Mandailing Natal, dan Tapanuli Selatan merupakan pusat perkebunan


(27)

karet rakyat di Sumatera Utara. Di ketiga daerah tersebut terbentang seluas 197.704,70 Ha kebun karet, atau sama dengan 55,87 persen dari total luas kebun karet rakyat Sumatera Utara sedangkan luas tanam kebun kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2006 sebesar 337.121,71 Ha dengan produksi 4.137.020,39 ton Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara. Di daerah ini terdapat sebesar 130.227 Ha kebun sawit rakyat atau 38,63 persen dari seluruh perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara.

Sangat ironis dalam kondisi ini mereka tetap harus menanggung biaya kredit di perbankan dengan bunga yang ikut meningkat juga (plasma), sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan tidak ada lagi tanah untuk menghasilkan akibat sudah dikonversi menjadi sawit sehingga harus membeli. Bagaimana mereka bisa bertahan di tengah inflasi yang sangat tinggi hari ini, akibatnya di Jambi dilaporkan ada petani yang bunuh diri akibat tidak mampu menahan beban hidup, dilaporkan juga di Kabupaten Merangin banyak yang masuk rumah sakit jiwa akibat stres dan kebanyakan berasal dari petani kelapa sawit. Beberapa faktor kenaikan harga-harga kebutuhan pokok memang tidak bisa dipisahkan dengan faktor resesi ekonomi dunia yang kian memburuk seiring dengan krisis umum imprealisme, kelesuan ekonomi Amerika Serikat yang dipicu oleh krisis kredit perumahan (subprime mortgage); krisis finansial, krisis energi (minyak, gas, batubara), ditandai dengan kenaikan harga minyak di pasaran internasional yang telah menembus 117 US $/barel, namun terkoreksi pada angka 82 US $/barel pada bulan Oktober 2008 akibat permintaan


(28)

terhadap minyak dunia menurun imbas dari krisis yang terjadi di Amerika. Walaupun demikian harga minyak dunia yang sempat melambung memaksa berbagai sektor produksi ekonomi menaikkan ongkos produksinya dan tidak ikut terkoreksi hingga hari ini. Sedangkan disisi lain imbas dari pemanasan global telah menyerang lingkungan hidup bumi manusia, dengan cuaca buruk, gelombang badai, banjir, longsor, telah memukul hampir semua produksi pertanian dan kelancaran sistem transportasi dunia. Segala sesuatu ada saling hubungannya, krisis ekonomi Amerika kemudian menjadi krisis global yang berpengaruh pada sektor riil di tingkat lokal. Karena centrum kekuatan akumulasi modal kapitalis berada di negara ini, AS merupakan pasar ekspor terbesar di dunia termasuk pasar ekspor Indonesia. Dari angka-angka ekspor nonmigas Indonesia ke AS selama ini yang tercatat di Badan Pusat Statistik dan diolah kembali oleh Departemen Perdagangan, sekilas terlihat betapa produk Indonesia sangat bergantung pada pasar Amerika karena ekspor Indonesia ke negara itu menduduki peringkat kedua terbesar setelah Jepang.

Dampak langsung ke petani kelapa sawit atas krisis ekonomi global ini mengakibatkan permintaan minyak sawit dunia menurun, sehingga industri minyak sawit di Indonesia harus dikurangi untuk mengimbangi supply atas permintaan minyak sawit yang menurun. Di sisi lain turunnya permintaan minyak sawit berakibat turunnya harga minyak sawit karena daya beli dan permintaan yang menurun, artinya perusahaan tidak mau membeli TBS dari petani untuk menjaga supply mereka cenderung lebih mengutamakan TBS yang berasal dari kebun inti mereka. Ini mengakibatkan harga TBS di tingkat petani langsung terjun bebas.


(29)

Berdasarkan permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melihat sejauhmana pengaruh globalisasi ekonomi dunia yaitu krisis global yang tengah menghantam dunia saat ini terhadap produksi CPO di Propinsi Sumatera Utara dengan mengambil judul “GLOBALISASI EKONOMI DAN PRODUKSI CURD PALM OIL (CPO) DI SUMATERA UTARA”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh secara simultan harga jual domestik, upah riil dan tingkat bunga terhadap penawaran domestik CPO di Sumatera Utara?

2. Bagaimana pengaruh secara simultan harga luar negeri, harga domestik dan Indeks Harga Konsumen (IHK) terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh secara simultan harga luar negeri, total produksi dan nilai tukar mata uang terhadap harga jual CPO di Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari rangkaian yang melatarbelakangi serta perumusan masalah penelitian di atas, dapat kiranya membuat tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh secara simultan harga jual domestik, upah riil dan tingkat bunga terhadap penawaran domestik CPO di Sumatera Utara.


(30)

2. Menganalisis pengaruh secara simultan harga luar negeri, harga domestik dan Indeks Harga Konsumen (IHK) terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara.

3. Menganalisis pengaruh secara simultan harga luar negeri, total produksi dan nilai tukar mata uang terhadap harga jual CPO di Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan konseptual (academic interest), dan sebagai sumbangan praktis (social interest) sebagai berikut:

1. Sebagai proses pembelajaran bagi peneliti untuk melatih kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah-masalah sosial ekonomi yang terjadi. 2. Sebagai masukan bagi pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam

merumuskan dan merencanakan kebijakan upaya meningkatkan produksi CPO untuk perbaikan taraf hidup.

3. Sebagai informasi bagi pembaca khususnya petani dan referensi bagi peneliti untuk penelitian berikutnya.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep dan Fungsi Produksi

Teori produksi merupakan analisa mengenai bagaimana seharusnya seorang pengusaha atau produsen, dalam teknologi tertentu memilih dan mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah produksi tertentu, seefisien mungkin (Suherman, 2000). Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output, sehingga nilai barang tersebut bertambah. Penentuan kombinasi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi sangatlah penting agar proses produksi yang dilaksanakan dapat efisien dan hasil produksi yang didapat menjadi optimal.

Setiap faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian adalah dimiliki oleh seseorang. Pemiliknya menjual faktor produksi tersebut kepada pengusaha dan sebagai balas jasanya mereka akan memperoleh pendapatan. Tenaga kerja mendapat gaji dan upah, tanah memperoleh sewa, modal memperoleh bunga dan keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Pendapatan yang diperoleh masing-masing jenis faktor produksi tersebut tergantung kepada harga dan jumlah masing-masing faktor produksi yang digunakan. Jumlah pendapatan yang diperoleh berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu barang adalah sama dengan harga dari barang tersebut (Sukirno, 2002).


(32)

Dalam proses produksi, perusahaan mengubah masukan (input), yang juga disebut sebagai faktor produksi (factors of production) termasuk segala sesuatunya yang harus digunakan perusahaan sebagai bagian dari proses produksi, menjadi keluaran (output). Misalnya sebuah pabrik roti menggunakan masukan yang mencakup tenaga kerja, bahan baku seperti; terigu, gula dan modal yang telah diinvestasikan untuk panggangan, mixer serta peralatan lain yang digunakan. Tentu saja setelah proses produksi berjalan akan menghasilkan produk berupa roti.

Pyndick (Salvatore, 2006) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini menunjukkan keluaran Q yang dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap kombinasi masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = f{K, L} (2.1)

Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni modal dan tenaga kerja. Cobb-Douglas adalah salah satu fungsi produksi yang paling sering digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour). Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:


(33)

Di mana Q adalah output dan L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan barang modal. A, á (alpha) dan â (beta) adalah parameter-parameter positif yang dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi semakin maju. Parameter á mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter â, mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L dipertahankan konstan. Jadi, á dan â masing-masing merupakan elastisitas output dari modal dan tenaga kerja. Jika á + â = 1, maka terdapat tambahan hasil yang konstan atas skala produksi; jika á + â > 1 terdapat tambahan hasil yang meningkat atas skala produksi dan jika á + â < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang menurun atas skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Salvatore, 2006).

Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan tingkat pendapatan suatu usaha produksi seperti Industri Kecil dan Menengah. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta modal peralatan yang merupakan input dalam kegiatan produksi Industri Kecil dan Menengah dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang mungkin diperoleh.

2.2. Produksi dan Penawaran Total

Penawaran CPO di Sumatera Utara berasal dari produksi hasil perkebunan rakyat yang ada di wilayah Sumatera Utara dan hasil produksi perkebunan kelapa


(34)

sawit negara. Dalam rangka penyederhanaan maka penawaran CPO Sumatera Utara digabungkan. Jadi fungsi produksi dapat diformulasikan ke dalam rumus:

QS = f(K,L) (2.3)

Di mana:

QS = Penawaran (produksi CPO)

K = Kapital L = Labor

Persamaan tersebut berasal dari turunan dari fungsi keuntungan (profit

function) berikut:

WL RK L K

Pf  

 ( , ) (2.4.1)

0 .       R fk P

K (2.4.2)

0 .       W fl P

L (2.4.3)

Jadi fungsi K = f(P,R,W) fungsi L =f(P,R,W)

Q = f(P,R,W) (2.4.4)

Fungsi produksi di atas dapat berubah sesuai dengan fungsi penawaran domestik yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dengan mengasumsikan bahwa harga output CPO hasil rakyat dan hasil perkebunan negara adalah sama atau bersubstitusi sempurna, maka harga CPO yang dipakai adalah harga CPO rata-rata yakni PCPOD. Sedangkan harga input untuk memproduksi sangat bervariasi baik


(35)

untuk CPO hasil rakyat maupun hasil perkebunan negara, maka untuk penyederhanaannya digunakan harga agregat yang berupa harga input modal yakni tingkat bunga, dengan harga [P]. Untuk marginal product (MP) dalam hal ini juga sangat bervariasi dan merupakan penggeser penawaran yang sangat kuat dalam produksi perkebunan secara umum, seperti luas areal [LL] dan jumlah tenaga kerja. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan produksi CPO sebenarnya sangat tergantung pada luas lahan kelapa sawit dan jumlah tenaga kerja yang tersedia di Sumatera Utara [TK] dan tingkat pendapatan masyarakat [I]. Berdasarkan uraian ini, maka model perilaku produksi CPO dapat dirumuskan sebagai berikut:

QCPOD = f (PCPOD,LL, i, I, TK) (2.5)

Di mana Q = QE + QD

Q = produksi

QD = penawaran domestik

QE = penawaran ekspor

Dengan mengasumsikan bahwa fungsi penawaran CPO berbentuk linier dan berdimensi waktu, maka fungsi penawaran CPO Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

QCPOt = a0 + a1PCPODt + a2LLt + a3it + a4It + a5TKt + ut (2.6)

Di mana:

QCPOD = Produksi CPO dalam negeri

LL = Luas lahan i = Tingkat bunga


(36)

I = Income/pendapatan (PDRB) TK = Tenaga kerja

Produksi ditawarkan untuk kebutuhan domestik dan ekspor yaitu:

Q = QD + QE (2.7)

Laba produsen yang akan dimaksimalkan adalah:  = P.Q (K, L) – r K – w L

Di mana: P = harga jual, r = biaya modal per unit, w = laba maksimum diperoleh dengan cara biaya tenaga kerja per unit menderivasi fungsi laba terhadap [K,L] yaitu:

0 .      r Q P K K

(2.8) 0 .      w Q P L K

(2.9) Di mana:

QK = Produktivitas marginal modal

QL = Produktivitas marginal tenaga kerja

Dari derivasi di atas diketahui bahwa kondisi laba maksimal diperoleh pada waktu P.QK = r ,dan P.Ql = w atau nilai produktivitas marginal sama dengan biaya

masing-masing faktor produksi.

Kondisi laba maksimal di atas menghasilkan permintaan faktor-faktor produksi sebagai berikut:

K = K (p, r, w) (2.10)


(37)

Permintaan faktor-faktor produksi ditentukan oleh harga jual produksi, biaya modal per unit, dan biaya tenaga kerja per unit. Peningkatan harga jual produksi akan meningkatkan permintaan K dan L, sebaliknya peningkatan biaya modal dan tenaga kerja akan menurunkan permintaan K dan L, (asumsi K dan L adalah komplemen).

Subtitusi permintaan K dan L ke fungsi produksi Q (K, L), sebagai fungsi penawaran total adalah:

Q = Q (P, R, W) (2.12)

Menurut hukum penawaran, peningkatan harga jual [P] akan meningkatkan produksi [Q], sebaliknya peningkatan tingkat bunga [R] dan biaya tenaga kerja [W] akan menurunkan penawaran produksi [Q], oleh sebab itu fungsi penawaran domestik adalah:

QD = QD (P, W, R) (2.13)

Peningkatan harga jual [P] akan meningkatkan penawaran domestik, sebaliknya peningkatan tingkat upah dan tingkat bunga [R] akan menurunkan penawaran domestik [QD].

2.3. Ekspor

Ditinjau dari sudut pengeluaran, ekspor merupakan salah satu faktor terpenting dari Gross Nasional Product (GNP), sehingga dengan berubahnya nilai ekspor maka pendapatan masyarakat secara langsung juga akan mengalami perubahan. Di lain pihak, tingginya ekspor suatu negara akan menyebabkan perekonomian tersebut akan sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan atau fluktuasi yang terjadi di pasaran internasional maupun di perekonomian dunia.


(38)

Berikut ini penulis akan memberikan beberapa pengertian ekspor dari beberapa ahli ekonomi. Menurut Irham dan Yogi (2003), mendefinisikan ekspor sebagai berikut: Menjual barang-barang ke luar negeri untuk ekspor memperoleh devisa yang akan digunakan bagi penyelenggaraan industri/pembangunan di negaranya, dengan asumsi ekspor yang terjadi haruslah dengan diversifikasi ekspor sehingga bila terjadi kerugian dalam satu macam barang akan dapat diimbangi oleh keunggulan dari komoditi lainnya.

Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu (Bambang Triyoso, 2004).

Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri ke luar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu (Priadi, 2000). Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri yang dijual secara luas ke luar negeri (Mankiw, 2006).

Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri keluar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh


(39)

sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu (Sasandara, 2005).

Selanjutnya pengertian ekspor menurut Todaro (2002) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ekspor adalah: Kegiatan perdagangan internasional yang memberikan rangsangan guna membutuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri-industri pabrik besar, bersamaan dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang fleksibel. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa ekspor mencerminkan aktivitas perdagangan antarbangsa yang dapat memberikan dorongan dalam dinamika pertumbuhan perdagangan internasional, sehingga suatu negara-negara yang sedang berkembang kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setaraf dengan negara-negara yang lebih maju. Selanjutnya menurut Baldwin (2005) yang dimaksud dengan ekspor adalah: Salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa negara, di mana dapat mengadakan perluasan dalam suatu industri, sehingga mendorong dalam industri lain, selanjutnya mendorong sektor lainnya dari perekonomian.

Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2006).


(40)

Ekspor maupun impor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekspor impor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor yang mana tanpa produk-produk tersebut, maka negara-negara miskin tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam menjalankan usaha-usaha pembangunan mereka melalui promosi serta penguatan sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan komparatif, baik itu berupa ketersediaan faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau keunggulan efisiensi alias produktivitas tenaga kerja. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam menganbil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki (Todaro dan Smith, 2004).

Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnya, setiap negara perlu merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan internasional yang berorientasi ke luar. Dalam semua kasus, kemandirian yang didasarkan pada isolasi, baik yang penuh maupun yang hanya sebagian, tetap saja secara ekonomi akan lebih rendah nilainya daripada partisipasi ke dalamperdagangan dunia yang benar-benar bebas tanpa batasan atau hambatan apapun (Michael P. Todaro & Stephen C. Smith, 2004: 29).


(41)

Dari definisi di atas dapat dilihat peranan ekspor, yaitu:

1. Pasar di seberang lautan memperluas pasar bagi barang-barang tertentu sebagaimana ditekankan oleh para ahli ekonomi klasik, suatu industri dapat tumbuh dengan cepat jika industri itu dapat menjual hasilnya di seberang lautan daripada hanya di pasar dalam negeri yang lebih sempit.

2. Ekspor menciptakan permintaan efektif yang baru, akibatnya permintaan akan barang-barang di pasar dalam negeri meningkat. Terjadinya persaingan mendorong industri-industri dalam negeri mencari inovasi yang ditujukan untuk menaikkan produktivitas.

3. Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan, karena industri tertentu tumbuh tanpa membutuhkan investasi dalam kapital sosial sebanyak yang dibutuhkannya seandainya barang-barang itu akan dijual di dalam negeri misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat tingkat pendapatan riil yang rendah atau hubungan transportasi yang belum memadai.

Selain menambah peningkatan produksi barang untuk dikirim ke luar negeri, ekspor juga menambah permintaan dalam negeri, sehingga secara langsung ekspor memperbesar output industri-industri itu sendiri, dan secara tidak langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri untuk mempergunakan faktor produksinya, misalnya modal, dan juga menggunakan metode-metode produksi yang lebih murah dan efisien sehingga harga dan mutu dapat bersaing di pasar perdagangan internasional.


(42)

2.4. Karakteristik Ekspor

Ekspor memiliki ciri sebagai pemindahan barang dari negara satu dengan negara lainnya. Menurut Hutauruk (2003), ekspor berarti: Membawa barang ke dalam kapal laut atau kapal terbang unuk diangkut ke luar Indonesia, kecuali perbuatan ini berhubungan dengan daya pengangkutan lanjutan. Pengertian ekspor menurut Hutauruk (2003) adalah: Sepanjang mengenai daerah pabean Indonesia yaitu mengeluarkan dari peredaran bebas. Sepanjang mengenai daerah hukum Indonesia di luar daerah pabean, yaitu membawa barang ke dalam kapal laut atau ke dalam kapal terbang untuk diangkut ke luar negeri.

Yang termasuk ke dalam komponen-komponen ekspor adalah:

a. Melaporkan barang untuk diekspor kepada pegawai pabean yang bersangkutan.

b. Menyerahkan barang kepada seorang pengusaha pengangkutan atau diangkat keluar negeri.

c. Memasukkan barang ke dalam alat pengangkutan atau memasangnya pada sebuah alat pengangkutan yang langsung atau tidak langsung diberangkatkan ke luar negeri, jikalau tidak dapat dianggap bahwa bauran itu dimaksudkan untuk tinggal di dalam negeri.

d. Menyediakan sebuah alat pengangkutan untuk diangkat, jikalau alat jelas dimaksudkan untuk diekspor.

e. Tidak membongkar barang di tempat yang telah ditentukan yang mungkin diperpanjang dalam hal barang itu memuat dokumen-dokumen yang telah


(43)

diserahkan kepada pabean atau yang telah dibuat berdasarkan keterangan lisan yang diangkat ke tempat tujuan yang lain di wilayah Indonesia.

Pengertian ekspor menurut Hutauruk di atas tampak bahwa dari pengertian ekspor itu ditentukan pada kegiatan perdagangan luar negeri atau dengan perkataan lain adalah aktivitas pengiriman barang ke luar negeri. Pengertian ekspor menurut Abdulrahman (2003) adalah Mengirimkan barang-barang keluar dari satu daerah atau wilayah, ke negara-negara atau wilayah lain, baik dalam suatu rangkaian perdagangan yang normal maupun sebagai tindakan pribadi, juga barang-barang itu sendiri yang dikirimkan dari suatu negara atau wilayah ke negara atau wilayah lain. Sedangkan pengertian ekspor menurut Abdulrahman di atas adalah ekspor merupakan tindakan pengiriman barng-barang ke luar negeri baik dengan menggunakan rangkaian perdagangan maupun sebagai tindakan pribadi.

Pengertian ekspor menurut Amir (2005). Adalah aktivitas jual barang-barang atau invisible goods di dalam perdagangan luar negeri. Sedangkan pengertian ekspor menurut Winardi (2006) adalah: Barang-barang (termasuk jasa-jasa) yang dijual kepada penduduk negara lain ditambah dengan jasa-jasa yang diselenggarakan kepada penduduk negara tersebut berupa pengangkutan dengan kapal, pemodalan dan lain yang membantu ekspor tersebut.

2.5. Keseimbangan Penawaran Domestik dan Ekspor

Total produksi [Q] terdiri dari penawaran domestik [QD] dan penawaran

ekspor [QE] yaitu:


(44)

QD = QD (P, R, W) (2.14.2)

QE = Q - QD = Q - QD (P, R, W)

QE = QE (P, R, W)

P = PE . E

QE = QE (PE, E, R, W) (2.14.3)

Keseimbangan penawaran domestik dan penawaran ekspor dengan produksi total secara grafis ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1. Keseimbangan Penawaran Domestik dan Penawaran Ekspor Dari Gambar 2.1 ditunjukkan bahwa integrasi harga jual domestik dengan harga jual ekspor dan total produksi.

Keseimbangan harga jual domestik dengan harga jual luar negeri dapat dijelaskan dengan purchasing power parity, yaitu:

P = PE . E (2.15)

Di mana: PE = harga jual ekspor, E = nilai tukar mata uang domestik. P

PE E Q

Q QE


(45)

Substitusi purchasing power parity ke fungsi penawaran akan menghasilkan penawaran ekspor, yaitu:

QE = QE (PE, E, R, W) (2.16)

Peningkatan harga jual [P] akan meningkatkan penawaran, oleh sebab itu peningkatan harga jual ekspor [PE] dan depresiasi nilai tukar mata uang domestik [E]

akan meningkatkan penawaran ekspor, sebaliknya peningkatan tingkat bunga [R] dan biaya tenaga kerja [W] akan menurunkan penawaran ekspor, sedangkan keseimbangan harga domestik ditentukan oleh total produksi [Q], harga jual ekspor [PE ], dan nilai tukar mata uang domestik [E], yaitu:

P = P (PE, E, Q) (2.17)

Peningkatan harga jual ekspor [PE] dan depresiasi nilai tukar mata uang

domestik [E] akan meningkatkan harga jual domestik [P], sebaliknya peningkatan produksi total [Q] akan menurunkan harga jual domestik [P].

2.6. Penelitian Terdahulu

Andi Irawan (2000), meneliti tentang Analisis Penawaran dan Permintaan Beras di Luar Jawa. Tujuan utama penelitian ini adalah menganalis penawaran dan permintaan beras luar Jawa dan prospek kawasan ini dalam mendukung swasembada beras dengan menggunakan model persamaan simultan. Model ini terdiri atas sub model; produksi, konsumsi dan perdagangan. Hasil penelitian menunjukkan Pertama, Perilaku areal panen padi di luar Jawa ternyata hanya dipengaruhi oleh harga padi. Walaupun demikian elastisitas areal panen terhadap harga padi adalah inelastis.


(46)

Fenomena ini menunjukkan harga padi akan mendorong petani meningkatkan produksi padi melalui peningkatan areal (ekstensifikasi), bukan melalui peningkatan produktivitas (intensifikasi) karena harga padi tidak signifikan pengaruhnya terhadap produktivitas padi. Kedua, Produksi beras luar Jawa tidak signifikan pengaruhnya terhadap impor beras menunjukkan produksi beras di luar Jawa belum mampu menjadi kontributor yang signifikan dalam mengurangi impor beras nasional. Hal ini menunjukkan luar Jawa belum berperan besar sebagai pensuplai beras nasional. Ketiga, Permintaan beras di luar Jawa tidak dipengaruhi oleh harga beras tetapi sangat ditentukan oleh jumlah penduduknya. Hal ini menunjukkan permintaan beras luar Jawa di masa mendatang akan semakin meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk luar Jawa. Keempat, Harga padi di luar Jawa sangat ditentukan oleh harga dasar namun respon (elastisitas) harga padi terhadap harga dasar adalah inelastis (kurang dari satu), dan kelima, harga beras eceran luar Jawa dipengaruhi oleh harga dasar dan harga padi dengan nilai elastisitas harga beras eceran terhadap harga dasar dan harga padi itu adalah inelastis.

Andi Mulyana (2003), Penetapan Harga Tandan Buah Segar Kelapa Sawit di Sumatera Selatan dari Perspektif Pasar Monopoli Bilateral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dalam rentang harga hasil pendekatan pasar monopoli bilateral, dalam pengertian apakah telah memberikan perlindungan kepada petani dan mendekati harga yang mencerminkan kekuatan tawar menawar yang seimbang, atau lebih mengarah pada harga monopsonis, atau malah mengarah pada harga monopoli.


(47)

Tiga pola perusahaan inti rakyat (PIR) menjadi sampel untuk dikaji kondisi dan datanya (1998-2002) dalam penelitian ini, yaitu PIR Transmigrasi manajemen swasta dan BUMN, dan PIR-KUK. Alat analisis yang digunakan adalah model ekonometrika persamaan tunggal permintaan dan penawaran TBS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga TBS ketetapan Pemerintah Daerah telah melindungi petani plasma dari kemungkinan penerapan harga pasar monopsoni yang dapat terjadi tanpa intervensi kebijakan tersebut. Namun tingkat harga TBS tersebut dalam perspektif pasar monopoli bilateral, di mana KUD merepresentasikan petani sebagai monopolis, masih cenderung lebih dekat ke harga monopsonis. Hal ini juga mencerminkan lebih kuatnya posisi tawar perusahaan inti ketimbang petani, dan posisi harga TBS sebagai turunan harga CPO dunia. Diperlukan komitmen dan upaya yang lebih serius oleh kedua pihak untuk meningkatkan kerjasama kemitraan dalam rangka mendapatkan harga TBS yang lebih adil.

Ramli (2000), meneliti tentang Analisis Efisiensi Ekonomi Usaha PIR Lokal dalam Penggunaan Faktor Produksi (Studi Kasus Kebun Kelapa Sawit Petani Anggota KUD Harapan Tani Sei Lambat Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat), berdasarkan pengujian dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, hasil penelitian menyimpulkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha tani kelapa sawit tidak serempak mempengaruhi peningkatan hasil produksi. Luas lahan dan pemakaian pupuk urea mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat produksi secara nyata, pada tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan tenaga kerja dan


(48)

pemakaian bahan seperti pestisida, pupuk TSP dan KCI mempunyai pengaruh yang negatif terhadap tingkat produksi secara tidak nyata pada tingkat kepercayaan 95%.

Silvi CH Sumianti (2007) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Kuantitas Ekspor Komoditi Pertanian Indonesia: Minyak Sawit, Karet Alam dan Kakao (1971-2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor komoditi pertanian (minyak sawit, karet alam dan kakao) dari Indonesia dengan sistem persamaan dengan menggunakan

Engle-Grenger dan Johansen co-integration untuk melihat hubungan keseimbangan

jangka panjang serta prosedur model koreksi kesalahan (error-correction model) untuk melihat efek dinamik dan kecepatan penyesuaian dalam jangka pendek. Hasil dari Engle-Grenger dan Johansen co-integration menunjukkan bahwa terdapat kointegrasi pada ketiga model penawaran kuantitas komoditi pertanian tersebut. Uji kointegrasi juga menunjukkan pengaruh produksi, harga relatif, nilai tukar dan PDB nasional terhadap penawaran kuantitas ekspor minyak sawit, karet alam dan kakao dalam jangka panjang, di mana dalam jangka panjang produksi memberi pengaruh yang positif dan nyata untuk karet alam dan kakao, namun tidak memberi pengaruh nyata untuk minyak sawit. Harga relatif dalam jangka panjang memberi pengaruh yang positif dan nyata untuk minyak sawit dan kakao, namun tidak untuk karet alam. Sementara nilai tukar dalam jangka panjang memberi pengaruh yang positif dan nyata untuk karet alam dan kakao, namun tidak memberi pengaruh nyata untuk minyak sawit. Sedangkan PDB nasional memberi pengaruh yang positif dan nyata dalam jangka panjang kakao, namun tidak memberi pengaruh nyata untuk untuk minyak


(49)

sawit dan karet alam. Dengan error correction model (ECM) dapat diketahui pengaruh lag kuantitas ekspor masing-masing komoditi, produksi, harga relatif, nilai tukar dan PDB nasional terhadap penawaran kuantitas ekspor minyak sawit, karet alam dan kakao, serta dummy kebijakan pemerintah terhadap penawaran minyak sawit dalam jangka pendek. Lag kuantitas ekspor atau kuantitas ekspor sebelumnya untuk minyak sawit dan kakao memberi pengaruh yang positif dan nyata untuk kuantitas ekspor minyak sawit dan karet alam berikutnya, sementara kuantitas ekspor karet alam sebelumnya tidak memberi pengaruh yang nyata. Produksi dalam jangka pendek memberikan pengaruh yang positif dan nyata untuk kuantitas ekspor karet alam dan kakao, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata untuk minyak sawit. Sementara harga relatif dalam jangka pendek memberi pengaruh yang positif dan nyata untuk kuantitas ekspor untuk minyak sawit, karet alam, dan kakao. Demikian juga nilai tukar dalam jangka pendek memberi pengaruh yang positif dan nyata ketiga komoditi pertanian tersebut. Sedangkan PDB nasional dalam jangka pendek memberi pengaruh yang positif dan nyata untuk kuantitas ekspor kakao, namun PDB nasional tidak memberi pengaruh yang nyata untuk kuantitas ekspor minyak sawit dan kakao. Sementara, dummy kebijakan pemerintah memberi pengaruh yang negatif dan nyata terhadap kuantitas ekspor minyak sawit. Signifikansi secara statistik dari koreksi kesalahan (error-correction term) jangka pendek untuk minyak sawit dan karet alam memvalidasi adanya hubungan jangka panjang dan jangka pendek.


(50)

2.7. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Globalisasi Ekonomi dan Produksi Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara

Harga Jual Domestik

[P] Penawaran

Domestik [QD]

Upah Riil [W] Bunga

[R]

Harga Jual Ekspor [PE]

Nilai Tukar [E]

Total produksi [Q]

Penawaran Ekspor

[QE]

Ihk [IHK]


(51)

2.8. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka penelitian di atas, maka hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh secara simultan harga jual domestik, upah riil dan tingkat bunga terhadap penawaran domestik CPO di Sumatera Utara.

2. Terdapat pengaruh secara simultan harga luar negeri, harga domestik dan IHK terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara.

3. Terdapat pengaruh secara simultan harga luar negeri, total produksi dan nilai tukar mata uang terhadap harga jual CPO di Sumatera Utara.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini di Propinsi Sumatera Utara dengan fokus pada pengaruh globalisasi dan produksi CPO di Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian di Sumatera Utara karena propinsi ini merupakan salah satu potensi terbesar perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan CPO di Indonesia.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk

time series dimulai tahun 1985 sampai tahun 2007, melalui pengambilan data ke

Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, dan instansi lain yang diperlukan serta terbitan atau publikasi lainnya, yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian.

3.3. Model dan Prosedur Estimasi

Model analisis yang digunakan adalah sistem persamaan simultan sebagai berikut:


(53)

LOG (QD) = C(10)+C(11)LOG(P)+C(12)LOG(100*W/IHK)+

C(13)LOG(R)+e1 (3.1.2)

LOG (QE) = C(20)+C(21)LOG(P/E)+C(22)LOG(E*PE)+

C(23)LOG(IHK)+e2 (3.1.3)

LOG (P) = C(31)LOG(PE) + C(32)LOG(Q) + C(33)LOG(E) + e3 (3.1.4)

Asumsi dasar dari analisis regresi adalah variabel di sebelah kanan dalam persamaan tidak berkorelasi dengan disturbance terms. Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, Ordinary Least Square (OLS) dan Weighted Least Square menjadi bias dan tidak konsisten. Ada beberapa kondisi di mana variabel independen berkorelasi dengan disturbances. Contoh klasik kondisi tersebut, antara lain:

a. Ada variabel endogen dalam jajaran variabel independen (variabel di sebelah kanan dalam persamaan).

b. Right-hand-side variables diukur dengan salah. Secara ringkas, variabel yang

berkorelasi dengan residual disebut variabel endogen (endogenous variables) dan variabel yang tidak berkorelasi dengan nilai residual adalah variabel eksogen (exogenous atau predetermined variables).

Pendekatan yang mendasar pada kasus di mana right hand side variables berkorelasi dengan residual adalah dengan mengestimasi persamaan dengan menggunakan instrumental variables regression. Gagasan dibalik instrumental

variables adalah untuk mengetahui rangkaian variabel, yang disebut instrumen, yang


(54)

berkorelasi dengan disturbances-nya. Instrumen ini yang menghilangkan korelasi antara right-handside variables dengan disturbance. Gujarati, (1999) mengatakan bahwa dalam persamaan simultan sangat besar kemungkinan variabel endogen berkorelasi dengan error term, dalam hal ini variabel leverage berkorelasi dengan e2, dan variabel dividen berkorelasi dengan e1. Dengan kondisi tersebut maka analisis dengan menggunakan regresi biasa (OLS) sangat potensial untuk menghasilkan taksiran yang bias dan tidak konsisten. Selanjutnya dikatakan bahwa metode 2 SLS lebih tepat digunakan untuk analisis simultan, mengingat dalam analisis ini semua variabel diperhitungkan sebagai suatu sistem secara menyeluruh.

Two-stage-least-square (2SLS) adalah alat khusus dalam instrumental variables regression. Seperti namanya, metode ini melibatkan 2 tahap OLS.

Stage 1. Untuk menghilangkan korelasi antara variabel endogen dengan error

term, dilakukan regresi pada tiap persamaan pada variabel predetermined variables

saja (reduced form). Sehingga didapat estimated value tiap-tiap variabel endogen. Stage 2. Melakukan regresi pada persamaan aslinya (structural form), dengan menggantikan variabel endogen dengan estimated value-nya (yang didapat dari 1st

stage).

3.4. Identifikasi Simultanitas

Untuk melihat hubungan antara variabel endogen maka langkah pertama dilakukan identifikasi persamaan. Identifikasi ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah persamaan tersebut berada dalam salah satu kondisi berikut ini: under


(55)

identified (tidak bisa diidentifikasi), exactly-identified (tepat diidentifikasi) atau over-identified. Agar metode 2SLS dapat diaplikasikan pada sistem persamaan, maka

persyaratan identifikasi harus memenuhi kriteria tepat (exactly identified) atau over

identified (Koutsoyiannis, 1977). Di samping itu, metode 2SLS memiliki prosedur

lain, antara lain: tidak ada korelasi residual terms (endogenous variables),

Durbin-Watson test menyatakan tidak ada variabel di sisi kanan yang berkorelasi dengan error terms. Akibat dari autokorelasi terhadap penaksiran regresi adalah:

a. Varian residual (error term) akan diperoleh lebih rendah daripada semestinya yang mengakibatkan R2 lebih tinggi daripada yang seharusnya.

b. Pengujian hipotesis dengan menggunakan statistik t dan statistik F akan menyesatkan.

Di samping itu harus dipastikan bahwa tidak ada heteroskedastisitas, untuk itu dilakukan uji asumsi klasik untuk menemukan apakah ada autokorelasi dan heteroskedastisitas. Hasil uji asumsi klasik menyatakan bahwa korelasi nilai sisa (residual value) antarvariabel endogen sangat kecil atau dapat dikatakan tidak ada autokorelasi serta dibuktikan bahwa tidak ada heteroskedastisitas, sehingga metode 2SLS diaplikasikan. Kondisi over identifikasi menyatakan bahwa (untuk persamaan yang akan diidentifikasi) selisih antara total variabel dengan jumlah variabel yang ada dalam satu persamaan (endogen dan eksogen), harus memiliki jumlah yang minimal sama dengan jumlah dari persamaan dikurangi satu.

Sebelum memasuki tahap analisis 2SLS, setiap persamaan harus memenuhi persyaratan identifikasi. Suatu persamaan dikatakan identified hanya jika persamaan


(56)

tersebut dinyatakan dalam bentuk statistik unik, dan menghasilkan taksiran parameter yang unik (Sumodiningrat, 2001). Berdasarkan hal ini Gujarati, (1999) mengatakan bahwa untuk memenuhi syarat tersebut maka suatu variabel pada persamaan satu harus tidak konsisten dengan persamaan lain. Dalam hal ini identifikasi persamaan dapat dilakukan dengan memasukkan atau menambah, atau mengeluarkan beberapa variabel eksogen (atau endogen) ke dalam persamaan (Sumodiningrat, 2001). Kondisi

identified dibagi menjadi dua yaitu: exactly identified dan over identified. Penentuan

kondisi exactly identified maupun over identified dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

K-k < m-1 : disebut under identification K-k = m-1 : disebut exact identification K-k > m-1 : disebut over identification Di mana;

K = jumlah variabel eksogen predetermined dalam model m = jumlah variabel eksogen predetermined dalam persamaan k = jumlah variabel endogen dalam persamaan.

Berdasarkan kriteria di atas maka identifikasi persamaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Q = QD + QE (3.2.1)

K = 5, k = 0, dan m = 3

QD = f (P, W/ IHK, R) (3.2.2)


(1)

2. Berdasarkan hasil penawaran ekspor (QE) diketahui bahwa nilai R2 = 0,9372 yang bermakna bahwa variabel harga luar negeri (P/E), harga domestik (E*PE), dan Indeks Harga Konsumen (IHK) mampu menjelaskan variasi penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara sebesar 93,72 persen dan sisanya sebesar 6,82 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Kemudian hasil probabilitas t sig terdapat 2 variabel yang secara signifikan mempengaruhi penawaran ekspor (QE) yaitu harga luar negeri (P/E) dan indeks harga konsumen (IHK) di mana masing-masing nilai prob lebih kecil dari  = 5 persen sehingga harga ekspor (P/E) dan indeks harga konsumen (IHK) berpengaruh signifikan terhadap penawaran ekspor (QE). Sedangkan variabel harga domestik (E*PE) tidak signifikan pengaruhnya terhadap penawaran ekspor di mana nilai prob 0,4849 > 0,10 sehingga variabel harga domestik (E*PE) tidak signifikan mempengaruhi penawaran ekspor (QE).

3. Berdasarkan hasil harga domestik (P) diketahui bahwa nilai R2 = 0.8817 yang bermakna bahwa variabel harga luar negeri (PE), produksi (Q), dan kurs (E) mampu menjelaskan variasi harga domestik (P) CPO di Sumatera Utara sebesar 88,17 persen dan sisanya sebesar 11,83 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam modal estimasi. 2 variabel yang secara signifikan mempengaruhi harga domestik yaitu total produksi (Q) dan


(2)

terhadap harga domestik (P), di mana nilai harga luar negeri (PE) pada prob 0,2059 >  0,05 sehingga harga luar negeri (PE) berpengaruh tidak signifikan terhadap harga domestik (P), kemudian total produksi (Q) memiliki nilai prob 0,000 <  0,05 sehingga total produksi (Q) berpengaruh signifikan terhadap harga domestik (P). Sedangkan variabel lainnya seperti kurs (E) juga signifikan pengaruhnya terhadap harga domestik (P) dimana nilai prob 0,0787 < 0,10 sehingga variabel kurs (E) signifikan mempengaruhi harga domestik (P).

5.2. Saran

1. Dalam usaha peningkatan produksi CPO, pemerintah sebaiknya memberikan kemudahan terhadap masyarakat yang akan membangun pabrik CPO sehingga produksi kelapa sawit dapat ditampung semaksimal mungkin.

2. Pemerintah sebaiknya mengambil kebijakan atas penawaran domestik yang lebih besar dengan membuat peraturan atas persentase besarnya ekspor CPO yang diperbolehkan, hal tersebut bermanfaat untuk pengendalian harga buah kelapa sawit dan harga CPO agar tidak mengalami penurunan.

3. Pengendalian harga CPO sebaiknya dilakukan melalui kebijakan penurunan pajak atas penawaran domestik dan peningkatan tarif penawaran ekspor CPO.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Baldwin, 2005. Pengantar Ekonomi Industri: Pendekatan Struktur, Prilaku dan

Kinerja Pasar, BPFE, Anggota IKAPI, Yogyakarta.

Basri, Faisal H. 2002, Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi

Kebangkitan Ekonomi Indonesia, Erlangga, Jakarta.

Gujarati, Damodar. 2001, Ekonometrika Dasar, Erlangga, Edisi Kelima, Jakarta. Hartono, J. 2004, Teori Ekonomi Mikro Analisis Matematis, Penerbit Andi Offset,

Yogyakarta.

Hutauruk, Alfred. 2005, Ekspor Impor, Teori dan Penerapannya, Pustaka Binaman, Pressindo, Jakarta.

Irawan, Andi. 2000, Meneliti tentang Analisis Penawaran dan Permintaan Beras

di Luar Jawa, Universitas Muhammadiyah Malang. Tesis. Malang.

Irham dan Yogi. 2003. Ekspor di Indonesia, Pustaka Binaman, Cetakan Pertama. Pressindo, Jakarta.

Jhingan M.L. 2006, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Penerjemah: D. Guritno, Edisi Pertama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Joesron, dan Tati Suhartati. 2003, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.

Jomla. 2009, Krisis Resesi Ekonomi Global, Inflasi dan Pengaruh terhadap Petani

Sawit Contributed by Saveourborneo, Tuesday, 02 December 2008. Last

Updated Tuesday, 02 December 2008.

Mangkoesoebroto, Guritno dan Algifari. 1998, Teori Ekonomi Makro, STIE YKPN, Yogyakarta.

Mankiw N. Gregory. 2006, Teori Makro Ekonomi, Terjemahan Erlangga, Edisi Ketiga, Jakarta.


(4)

Mulyana, Andi. 2003, Penetapan Harga Tandan Buah Segar Kelapa Sawit

di Sumatera Selatan dari Perspektif Pasar Monopoli Bilateral, Tesis.

Reksoprayitno, Soediyono. 2000, Pengantar Ekonomi Makro, BPFE, Yogyakarta. Salvatore, Dominick. 2006, Theory and Problem of Micro Economic Theory, 3rd

Edition. Alih Bahasa oleh Rudi Sitompul, Penebit Erlangga, Jakarta.

Sasandara, Rudy. 2005, Ekspor Indonesia: Kinerja, Permasalahan serta Strategi

Peningkatannya, diambil pada tanggal 17 Juni 2006 dari http://rudicty.com.

Soekartawi. 2002, Prinsip Ekonomi Pertanian, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sugiarto, et.al. 2000, Ekonomi Mikro Suatu Pendekatan Praktis, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2002, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2003, Pengantar Teori Makro Ekonomi”(ed.2)”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sumianti, Silvi CH. 2007, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran

Kuantitas Ekspor Komoditi Pertanian Indonesia: Minyak Sawit, Karet Alam dan Kakao (1971-2005).

Todaro, Michael, P. 1997, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, jilid 1, Edisi Keenam, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Todaro, Michael, P. dan Stephen C. Smith. 2003, Pembangunan Ekonomi di Dunia

Ketiga, Edisi Kedelapan, Erlangga, Jakarta.

Utomo, Yuni Priadi. 2000, Ekspor Mendorong Pertumbuhan atau Pertumbuhan

Mendorong Ekspor, Jurnal Manajemen, Vol.1, No.1, UII, Yogyakarta.

Widarjono, Agus. 2005, Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Ekonisia FE UII, Yogyakarta.


(5)

LAMPIRAN I. TABULASI DATA Tahu n Total Produks i (Ton) Penawara n Domestik (ton) Penawara n Ekspor (ton) Nilai Tuka r Harga Jual Domestik (Rp/kg) Harga Jual Ekspor (USD/ton) Upah/ UMP Upah riil (100xW/IHK) Bunga Kredit (%) IHK

Q QD QE E P Pe W W Riil R IHK

1985 673524 429851 243673 1111 412000 154 25000 76569.68 12.59 32.65 1986 877422 551623 325799 1283 667000 176 25000 56895.77 13.64 43.94 1987 1095043 572698 522345 1644 712000 196 25000 48770.97 12.58 51.26 1988 1184337 616912 567425 1686 756000 212 36000 57600.00 12.89 62.5 1989 1109547 436185 673362 1770 836000 213 36000 52068.27 13.09 69.14 1990 1466315 590814 875501 1843 952000 201 57900 75488.92 13.14 76.7 1991 1623353 698776 924577 1950 1206000 242 57900 67569.14 12.74 85.69 1992 1714691 727831 986860 2030 1133000 316 67500 74792.24 12.56 90.25 1993 1734332 701165 1033167 2087 1252000 327 93000 93000.00 12.47 100 1994 1807658 761404 1046254 2161 1521000 401 112500 103239.42 13.73 108.97 1995 1829234 677100 1152134 2249 1533000 452 126500 107085.41 14.71 118.13 1996 1829234 666104 1163130 2342 1754000 631 138000 110585.78 14.91 124.79 1997 2017244 689943 1327301 2909 1855000 784 151000 112109.29 14.94 134.69 1998 2503983 971079 1532904 10014 2073000 1163 174000 81422.55 14.53 213.7 1999 2503983 1063240 1440743 7855 2079000 864 210000 97502.09 14.26 215.38 2000 2380453 969931 1410522 9525 1727000 741 254000 114786.70 13.42 221.28 2001 2380453 940933 1439520 10265 2573000 602 340000 143593.21 12.94 236.78 2002 2514573 1016234 1498339 9261 3447000 636 464000 188411.09 11.8 246.27 2003 2545829 1040292 1505537 8571 3132000 744 505000 201411.88 11.83 250.73 2004 2661425 1129070 1532355 9223 3250000 625 537000 208649.03 11.75 257.37 2005 2893307 1226686 1666621 9857 3360000 718 600000 214071.64 11.5 280.28 2006 2963535 1130535 1833000 9087 4540000 1230 737794 257744.63 12.27 286.25 2007 3084154 943702 2140452 9334 7170000 825 761000 260019.82 13.43 292.67


(6)

LAMPIRAN II. HASIL REGRESI FUNGSI PENAWARAN CPO SUMATERA UTARA

System: SYS02

Estimation Method: Weighted Two-Stage Least Squares Date: 10/11/09 Time: 20:15

Sample: 1985 2007 Included observations: 23

Total system (balanced) observations 69

Linear estimation after one-step weighting matrix

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C(10) 12.68040 2.341196 5.416206 0.0000

C(11) 0.841027 0.241190 3.486986 0.0009

C(12) -0.671117 0.345249 -1.943864 0.0568

C(13) -1.320704 0.644164 -2.050261 0.0449

C(20) 8.832629 1.140685 7.743264 0.0000

C(21) 0.234331 0.102562 2.284761 0.0260

C(22) -0.084251 0.119862 -0.702905 0.4849

C(23) 0.987933 0.241164 4.096517 0.0001

C(31) 0.210426 0.164507 1.279133 0.2059

C(32) 0.773030 0.046728 16.54310 0.0000

C(33) 0.229269 0.128088 1.789931 0.0787

Determinant residual covariance 1.13E-05

Equation: LOG(QD)=C(10)+C(11)*LOG(P)+C(12)*LOG(100*W/IHK) +C(13)*LOG(R)

Instruments: C Pe W E R Q IHK Observations: 23

R-squared 0.638718 Mean dependent var 13.55812

Adjusted R-squared 0.581673 S.D. dependent var 0.303233

S.E. of regression 0.196126 Sum squared resid 0.730839

Durbin-Watson stat 1.365840

Equation: LOG(QE)=C(20)+C(21)*LOG(P/E)+C(22)*LOG(E*Pe)+C(23) *LOG(IHK)

Instruments: C Pe W E R Q IHK Observations: 23

R-squared 0.937237 Mean dependent var 13.85476

Adjusted R-squared 0.927327 S.D. dependent var 0.545743

S.E. of regression 0.147121 Sum squared resid 0.411249

Durbin-Watson stat 0.737795

Equation: LOG(P)=C(31)*LOG(Pe)+C(32)*LOG(Q)+C(33)*LOG(E) Instruments: C Pe W E R Q IHK

Observations: 23

R-squared 0.881734 Mean dependent var 14.32111

Adjusted R-squared 0.869907 S.D. dependent var 0.693380

S.E. of regression 0.250091 Sum squared resid 1.250910