Globalisasi Ekonomi dan Produksi Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara

(1)

GLOBALISASI PENAWARAN DAN PRODUKSI

CRUDE

PALM OIL (CPO) DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

IRWANSYAH

097018031/ EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

S E

K O L A H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

2012

GLOBALISASI PENAWARAN DAN PRODUKSI

CRUDE

PALM OIL (CPO) DI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Sains dalam Program Studi Magister Ekonomi

Pembangunan

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRWANSYAH

097018031/ EP


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

Judul Penelitian : GLOBALISASI PENAWARAN DAN PRODUKSI

CRUDE PALM OIL (CPO) DI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Irwansyah Nomro Pokok : 097018031

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing :

(Prof.Dr.Sya’ad Afifuddin ,SE ,M.Ec) (Dr.Jonni Manurung, MS)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.Dr.Sya’ad Afifuddin ,SE ,M.Ec)(Prof. Dr.Ir.A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Tanggal lulus : 28 Agustus 2012 Telah diuji pada


(5)

PANITIA PENGUJI TESIS :

KETUA : Prof.Dr.Sya’ad Afifuddin,SE,M.Ec ANGGOTA : 1. Dr.Jonni Manurung, MS

2. Dr. Rahmanta, M.Si. 3. Drs. Paidi Hidayat, M.Si

4. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec PERNYATAAN

GLOBALISASI EKONOMI DAN PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) DI SUMATERA UTARA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis saya yang berjudul : “Globalisasi Ekonomi dan Produksi Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya.

Sumber-sumber data yang diperoleh dan digunakan telah dinyatakan secara jelas dan benar.

Medan, Agustus 2012 Yang Membuat Pernyataan,


(6)

GLOBALISASI PENAWARAN DAN PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Untuk menganalisis pengaruh harga jual domestik, upah riil dan tingkat bunga pinjaman terhadap penawaran domestik CPO Sumatera Utara; (2) Untuk menganalisis pengaruh harga jual ekspor, harga jual domestik dan kurs terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara; (3) Untuk menganalisis pengaruh harga jual ekspor, total produksi dan kurs terhadap harga jual domestik CPO Sumatera Utara.Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data runtun waktu (time series) yang dimulai dari tahun 1985 sampai tahun 2010 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, dan instansi lain yang diperlukan serta terbitan atau publikasi lainnya, yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian.Temuan penelitian ini adalah : (a) Harga jual domestik, upah riil, dan dan tingkat bunga pinjaman secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penawaran domestik CPO Sumatera Utara dengan koefisien determinasi sebesar 70,3%; (b) Harga jual ekspor, harga jual domestik dan kurs secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penawaran ekspor CPO Sumatera Utara dan mampu menjelaskan variasi penawaran ekspor sebesar 87,5%; (c) Harga jual ekspor, total produksi dan nilai kurs secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga jual domestik CPO Sumatera Utara dan mampu menjelaskan variasi harga jual domestik CPO Sumatera Utara sebesar 77,1%.

Kata kata Kunci: Harga Domestik, Harga Ekspor, Penawaran Domestik, Penawaran Ekspor, Kurs, Tingkat Bunga Pinjaman, Upah Riil, Total Produksi


(7)

SUPPLY GLOBALIZATION AND PRODUCTION OF CRUDE PALM OIL(CPO) IN NORTH SUMATERA

ABSTRACT

The purpose of this study are : (1) To analyze the effect of domestic selling prices, the real wages and the interest rates on CPO domestic supply in North Sumatra, (2) To analyze the effect of the export selling prices, the domestic selling prices and the exchange rates on CPO export supply in North Sumatra, (3) To analyze the effect of export selling prices,the total productions and the exchange rates on CPO domestic selling price in North Sumatra.Types of data used are time series data , which started from 1985 to 2010 were sourced from the Central Bureau of Statistics (BPS) of North Sumatra, Department of Agriculture of North Sumatra, Department of Trade and Industry of North Sumatra, and other agencies required and and other publications, namely journals and researches results.The findings of this study are: (a) the domestic selling prices, the real wages and the interest rate simultaneously have a significant impact on CPO domestic supply in North Sumatra with a coefficient of determination at 70.3%, (b) the export selling prices, domestic selling prices and exchange rates simultaneously have a significant impact on CPO export supply in North Sumatra and can explain the variation in export supply at 87.5%, (c) the export selling prices, the total productions and the exchange rates simultaneously have a significant effect on CPO domestic selling prices in North Sumatra and can explain the variation in CPO domestic selling price in North Sumatra at 77.1%.

Key words : Domestic Price, Export Price, Domestik Supply, Export Supply, Exchanget Rate, Interest Rate, Real Wages, Total Production


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan pertolongan-Nya, yang selalu menyertai penulis dalam melakukan segala aktivitas hingga sampai pada penyelesaian tesis ini yang berjudul “Globalisasi Penawaran dan Produksi Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara”.

Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat, materil, maupun sumbangan pemikiran. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan yang mendukung penyelesaian tesis ini terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SpA(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E., M.Ec., selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Ketua Pembimbing yang telah banyak membantu dalam mengarahkan, membimbing dan memberikan saran kepada penulis dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS., selaku Pembimbing yang telah banyak membantu dalam mengarahkan, membimbing dan memberikan saran kepada penulis dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. Rahmanta, MSi., Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec., Drs. Paidi Hidayat, MSi., selaku dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan masukan atas penyempurnaan tesis ini.


(9)

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Buat teman-teman MEP, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan warna dan kebersamaan pada setiap hari yang kita lewati bersama.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih memiliki kekurangan ataupun kelemahan dan keterbatasan dalam penyusunanya oleh sebab itu penulis menerima segala masukan yang konstruktif dari para pembaca guna penyempurnaan isi maupun teknik penulisan yang benar. Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca, terimakasih.

Medan, Agustus 2012 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Irwansyah

Agama : Islam

Tempat/Tanggal Lahir : Rantau Prapat / 26 Juni 1981 Jenis Kelamin : Laki-laki

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Menteng Indah Blok B II No. 2 Status Perkawinan : Belum Menikah

Nama Orang Tua

Ayah : Alm. H. Maratoad Siregar

Ibu : Hj. Ramlah Batu Bara

Pendidikan

2009 – 2012 : S2 Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

2000 – 2006 : S1 Universitas Islam Sumatera Utara 1997 – 2000 : SMAN 1 Rantau Prapat Labuhan Batu 1994 – 1997 : SMPN 2 Rantau Prapat Labuhan Batu


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Konsep dan Fungsi Produksi ... 12

2.2. Produksi dan Penawaran Total ... 14

2.3. Ekspor ... 16

2.4. Karakteristik Ekspor... 18

2.5. Keseimbangan Penawaran Total Domestik dan Ekspor .... 19

2.6. Nilai Tukar Mata Uang ... 20

2.7. Tingkat Suku Bunga ... 23

2.7.1. Defini Tingkat Suku Bunga ... 23

2.7.2. Teori Suku Bunga ... 24

2.8. Peneliti Terdahulu ... 26

2.9. Kerangka Konseptual ... 32

2.10. Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 34

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 34

3.3. Model dan Prosedur Estimasi ... 34

3.4. Uji Normalitas ... 38

3.6. Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) ... 39

3.7. Definisi Operasional... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1. Gambaran Umum Sumatera Utara ... 41

4.2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 44

4.2.1. Perkembangan Produksi CPO ... 44

4.2.2. Perkembangan Penawaran Domestik CPO ... 47


(12)

4.2.4. Perkembangan Nilai Tukar ... 53

4.2.5. Perkembangan Harga Jual Domestik CPO ... 55

4.2.6. Perkembangan Harga Jual Ekspor CPO ... 58

4.2.7. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Sektor Pertanian ... 62

4.2.8. Perkembangan UMP Riil Sumatera Utara ... 65

4.3. Hasil Estimasi Model Persamaan Simultan ... 71

4.4. Pembahasan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

5.1. Kesimpulan ... 77

5.2. Saran ... 78


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1. Perkembangan Produksi, Penawaran Domestik dan Penawaran

Ekspor CPO Sumatera Utara Tahun 1985-2010 ... 5

3.1. Identifikasi Persamaan Model Simultan ... 37

4.1. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten Tahun 2007-2010 ... 43

4.2. Perkembangan dan Pertumbuhan Produksi CPO Tahun 1985 s/d 2010 ... 45

4.3. Perkembangan dan Pertumbuhan Penawaran Domestik CPO Tahun 1985 s/d 2010 ... 48

4.4. Perkembangan dan Pertumbuhan Penawaran Ekspor CPO Tahun 1985 s/d 2010 ... 51

4.5. Perkembangan dan Pertumbuhan Nilai Tukar Tahun 1985 s/d 2010 ... 53

4.6. Perkembangan dan Pertumbuhan Harga Jual Domestik Tahun 1985 s/d Tahun 2010 ... 56

4.7. Perkembangan dan Pertumbuhan Harga Jual Ekspor Tahun 1985 s/d Tahun 2010 ... 59

4.9. Perkembangan dan Pertumbuhan Suku Bunga Pinjaman Tahun 1985 s/d Tahun 2010 ... 63

4.10. Perkembangan dan Pertumbuhan UMP Riil Tahun 1985 s/d Tahun 2010 ... 66

4.11. Hasil Uji Jarque-Bera ... 68

4.12. Hasil Uji Persamaan Penawaran Domestik (QD) ... 68

4.13. Hasil Uji Persamaan Penawaran Ekspor (QE) ... 70


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Kerangka Konseptual Globalisasi Penewaran dan Produksi

Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara ... 32 4.1. Perkembangan Produksi CPO Tahun 1985 s/d Tahun 2010 ... 38 4.2. Perkembangan Penawaran Domestik CPO Tahun 1985 s/d 2010 .. 49 4.3. Perkembangan Penawaran Ekspor Tahun 1985 s/d Tahun 2010 .... 52 4.4. Perkembangan Nilai Tukar (US$ terhadap Rupiah) ... 55 4.5. Perkembangan Harga Jual Domestik ... 58 4.6. Perkembangan Harga Jual Ekspor Tahun 1985 s/d Tahun 2010 .... 61 4.7. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Tahun 1985 s/d

Tahun 2010 ... 64 4.8. Perkembangan UMP Riil Tahun 1985 s/d Tahun 2010 ... 67


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Data Penelitian ... 81 2. Uji Normalitas ... 82 3. Hasil Estimasi 2SLS ... 84


(16)

GLOBALISASI PENAWARAN DAN PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Untuk menganalisis pengaruh harga jual domestik, upah riil dan tingkat bunga pinjaman terhadap penawaran domestik CPO Sumatera Utara; (2) Untuk menganalisis pengaruh harga jual ekspor, harga jual domestik dan kurs terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara; (3) Untuk menganalisis pengaruh harga jual ekspor, total produksi dan kurs terhadap harga jual domestik CPO Sumatera Utara.Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data runtun waktu (time series) yang dimulai dari tahun 1985 sampai tahun 2010 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, dan instansi lain yang diperlukan serta terbitan atau publikasi lainnya, yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian.Temuan penelitian ini adalah : (a) Harga jual domestik, upah riil, dan dan tingkat bunga pinjaman secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penawaran domestik CPO Sumatera Utara dengan koefisien determinasi sebesar 70,3%; (b) Harga jual ekspor, harga jual domestik dan kurs secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penawaran ekspor CPO Sumatera Utara dan mampu menjelaskan variasi penawaran ekspor sebesar 87,5%; (c) Harga jual ekspor, total produksi dan nilai kurs secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga jual domestik CPO Sumatera Utara dan mampu menjelaskan variasi harga jual domestik CPO Sumatera Utara sebesar 77,1%.

Kata kata Kunci: Harga Domestik, Harga Ekspor, Penawaran Domestik, Penawaran Ekspor, Kurs, Tingkat Bunga Pinjaman, Upah Riil, Total Produksi


(17)

SUPPLY GLOBALIZATION AND PRODUCTION OF CRUDE PALM OIL(CPO) IN NORTH SUMATERA

ABSTRACT

The purpose of this study are : (1) To analyze the effect of domestic selling prices, the real wages and the interest rates on CPO domestic supply in North Sumatra, (2) To analyze the effect of the export selling prices, the domestic selling prices and the exchange rates on CPO export supply in North Sumatra, (3) To analyze the effect of export selling prices,the total productions and the exchange rates on CPO domestic selling price in North Sumatra.Types of data used are time series data , which started from 1985 to 2010 were sourced from the Central Bureau of Statistics (BPS) of North Sumatra, Department of Agriculture of North Sumatra, Department of Trade and Industry of North Sumatra, and other agencies required and and other publications, namely journals and researches results.The findings of this study are: (a) the domestic selling prices, the real wages and the interest rate simultaneously have a significant impact on CPO domestic supply in North Sumatra with a coefficient of determination at 70.3%, (b) the export selling prices, domestic selling prices and exchange rates simultaneously have a significant impact on CPO export supply in North Sumatra and can explain the variation in export supply at 87.5%, (c) the export selling prices, the total productions and the exchange rates simultaneously have a significant effect on CPO domestic selling prices in North Sumatra and can explain the variation in CPO domestic selling price in North Sumatra at 77.1%.

Key words : Domestic Price, Export Price, Domestik Supply, Export Supply, Exchanget Rate, Interest Rate, Real Wages, Total Production


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkebunan dan industri kelapa sawit merupakan salah satu sektor usaha yang mendapat pengaruh besar dari gejolak ekonomi global, mengingat sebagian besar (sekitar 70%) dari produk perkebunan/industri kelapa sawit diekspor dalam bentuk CPO. Globalisasi merupakan sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara.

Sebagai sumber energi alternatif, harga CPO sangat dipengaruhi oleh harga minyak bumi. Dengan demikian penurunan harga minyak bumi yang terjadi sejak Agustus 2008 memberikan pengaruh besar terhadap penurunan harga CPO. Selanjutnya krisis ekonomi global yang diikuti oleh menurunnya daya beli dan ketidakpastian ekonomi pada beberapa negara importir utama CPO seperti China, India, Uni Eropa, dan Amerika Serikat, menyebabkan permintaan CPO menurun dan memberikan tekanan yang besar terhadap penurunan harga CPO.

Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan


(19)

bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.

Sejak tahun 2000 sektor industri minyak sawit sangat diminati oleh pasar dunia karena kebutuhan konsumsi bahan pangan dan kosmetik. Selain itu alternatif penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) mendorong naiknya harga CPO dunia sehingga dianggap sangat menguntungkan bagi devisa negara melalui ekspor CPO yang sangat menggiurkan. Devisa dari industri minyak sawit pada tahun 2006 menurut komisi minyak sawit Indonesia berada pada urutan nomor 2 pada ekspor non migas sektor pertanian dengan nilai ekspor komoditas perkebunan 2007 mencapai US$ 12,3 miliar (Rp 115,6 triliun) atau naik 21,5 persen dibandingkan 2006 yang mencapai US$ 10,11 miliar (Rp 95 miliar). Angka ekspor itu telah melampaui target sejak Oktober 2007 yang mencapai US$ 11,25 miliar (Rp 105,7 triliun).

Melihat peluang tersebut kemudian Pemerintah menargetkan pembukaan perkebunan sawit hingga 20 juta ha yang tersebar hampir di setiap propinsi di Indonesia. Pada tahun 2007 kebun yang sudah dibuka adalah 7,4 juta ha dan produksi CPO yang dihasilkan mencapai 17,5 juta ton menghantarkan Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit mengalahkan Malaysia. Ambisi tersebut harus dibayar dengan terjadinya konflik di mana-mana akibat keserakahan antar pemodal dan birokrasi dalam mencari keuntungan. Konflik sosial terutama konflik tanah meningkat berbanding lurus dengan jumlah luasan pembukaan perkebunan.


(20)

Lokasi ijin yang diberikan tidak memperhatikan daya dukung ekologi sehingga terjadinya konversi hutan besar-besaran, asap dan banjir sudah merupakan bencana yang sering ditemui hampir disetiap tahun. Pada tahun 2003 sampai 2004 saja luas lahan pertanian menyusut 703.869 hektar dari 8.400.030 hektar menjadi 7.696.161 hektar, mengakibatkan kerawanan pangan di beberapa daerah ditengarai pembukaan perkebunan sawit juga ikut andil dalam hal ini (Jomla, 2009).

Di sisi lain memang keuntungan dapat diperoleh karena semakin meningkatnya harga TBS (Fresh Fruit Brunch) ditingkat petani sawit disebabkan permintaan pasar yang besar. Sejak tahun 2000 sampai tahun 2007 harga TBS melonjak tajam dari harga Rp 400-600/kg mencapai hingga angka Rp 2000/kg. Petani sawit ikut merasakan nikmatnya harga ini dan mendorong mereka untuk terlibat dalam perkebunan sawit, bahkan mereka berani untuk mengkonversikan kebun karet dan lahan pangan untuk dijadikan kebun sawit dengan dibantu oleh Pemerintah melalui kredit perbankan yang sesungguhnya "keblinger" karena topangan mikro ekonomi yang lemah.

Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia, luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bila pada 1967 Indonesia hanya memiliki areal perkebunan kelapa sawit seluas 105.808 hektar, pada 1997 telah membengkak menjadi 2,5 juta hektar. Pertumbuhan yang pesat terjadi pada kurun waktu 1990-1997, di mana terjadi penambahan luas areal tanam rata-rata 200.000 hektar setiap tahunnya, yang sebagian besar terjadi pada perkebunan swasta. Pertumbuhan luas areal yang pesat kembali terjadi pada lima tahun terakhir, yakni periode 1999-2003, dari 2,96 juta hektar menjadi 3,8 juta


(21)

hektar pada 2003, yang berarti terjadi penambahan luas areal tanam rata-rata lebih dari 200 ribu hektar setiap tahunnya (Sumut Dalam Angka, 2008).

Perkembangan perkebunan kelapa sawit yang pada tahun 1979/1980 seluas 289.526 Ha dan hanya diusahakan dalam bentuk usaha perkebunan besar, kemudian berkembang sampai 5.972 Ribu Ha pada tahun 2006 setidaknya merupakan gambaran keberhasilan kebijakan pemerintah di sektor bersangkutan dalam percepatan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Sedangkan luas tanam kebun kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2010 sebesar 394.656,96 Ha dengan produksi 5.084.166,80 ton Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Kabupaten Labuhan Batu Utara merupakan pusat perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara. Di daerah ini terdapat sebesar 64.144 Ha kebun sawit rakyat atau 16,25 persen dari seluruh perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara. Produksi kopi Sumatera Utara tahun 2010 adalah sebesar 55.600,05 ton dengan luas lahan 78.709,56 Ha. Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara merupakan penghasil kopi dari Sumatera Utara. Bahkan kopi Sidikalang sudah dikenal di Pulau Jawa dan Eropa. Di Sumatera Utara terdapat 3 perkebunan besar BUMN dan ratusan perkebunan besar swasta. Sama seperti pada perkebunan rakyat, jenis tanaman perkebunan besar yang ada di Sumatera Utara diantaranya kelapa sawit, karet, coklat, teh, tembakau, dan tebu (Sumut Dalam Angka, 2011).


(22)

Tabel 1.1. Perkembangan Produksi, Penawaran Domestik dan Penawaran Ekspor CPO Sumatera Utara Tahun 1985-2010

Tahun Total Produksi (Ton)

Penawaran Domestik (Ton)

Penawaran Ekspor (Ton)

Q QD QE

1985 673524 429851 243673

1986 877422 551623 325799

1987 1095043 572698 522345

1988 1184337 616912 567425

1989 1109547 436185 673362

1990 1466315 590814 875501

1991 1623353 698776 924577

1992 1714691 727831 986860

1993 1734332 701165 1033167

1994 1807658 761404 1046254

1995 1829234 677100 1152134

1996 1829234 666104 1163130

1997 2017244 689943 1327301

1998 2503983 971079 1532904

1999 2503983 1063240 1440743

2000 2380453 969931 1410522

2001 2380453 940933 1439520

2002 2514573 1016234 1498339

2003 2545829 1040292 1505537

2004 2661425 1129070 1532355

2005 2893307 1226686 1666621

2006 2963535 1130535 1833000

2007 3084154 943702 2140452

2008 3527617 1387623 2265147

2009 5078341 1465387 2348912

2010 7015279 1567899 2595366

Sumber: Badan Pusat Statistik

Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia. Perkebunan di Sumatera Utara telah dibuka sejak penjajahan Belanda. Komoditi hasil perkebunan yang paling penting di Sumatera Utara saat ini antara lain Sawit, Kopi, Cokelat dan Tembakau. Harga produk pertanian terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pokok banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat baik secara sosial maupun secara politik. Dalam menganalisis kondisi pasar kebutuhan pokok, sebagai produk pertanian diperlukan metode yang mampu


(23)

menggambarkan situasi yang mendekati kenyataan. Apabila kita mampu menggambarkan analisis sesuai yang diharapkan maka kita dapat melakukan analisis lebih lanjut tentang kebijakan apa yang perlu atau yang mempengaruhi kondisi tersebut. Intervensi atau berbagai kebijaksanaan perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan dan mengatur perdagangan berbagai komoditi tujuan agar perekonomian dapat berjalan lebih sesuai harapan atau sesuai dengan tujuan pembangunan ekonomi suatu negara.

Analisis harga merupakan suatu metodologi yang perlu dikuasai untuk menganalisis bagaimana pasar bergerak dan bagaimana intervensi yang dapat dilakukan. Hal ini menyangkut seluruh pelaku di pasar. Secara umum harga di bidang petanian, akan mempengaruhi beberapa agen ekonomi: produsen dan konsumen serta masyarakat secara luas. Secara teoritis, harga akan mempengaruhi berbagai aspek seperti harga mempengaruhi pembentukan pendapatan, kesejahteraan (produsen dan konsumen) dan lain-lain.

Pada awal tahun 2002 harga rata-rata tandan buah segar (TBS) mencapai Rp 400 per kilogram. Pada akhir tahun 2002 sampai awal tahun 2003 harga TBS di tingkat petani mencapai lebih Rp 600 per kilogram. Meningkatnya harga TBS itu dipengaruhi oleh membaiknya harga CPO di bursa minyak nabati dunia di Rotterdam, Belanda. Pada awal tahun 2003 harga minyak sawit dunia mengalami fluktuasi harga akibat krisis di Timur Tengah, namun harga komoditas kelapa sawit di pasar dunia terus berada di atas 420 dollar AS per metrik ton. Kenaikan harga ini diperkirakan tidak terlepas dari berkembangnya pasar minyak sawit, terutama di negara-negara berkembang. Dengan kata lain, minyak sawit masih mempunyai prospek kedepan.


(24)

Harga CPO di dalam negeri sangat ditentukan oleh keadaan harga di Kuala Lumpur dan Rotterdam. Harga CPO di Rotterdam sangat terkait dengan situasi permintaan dan penawaran minyak kedelai sebagai bahan substitusi penting minyak goreng asal kelapa sawit. Produk akhir yang paling menentukan gejolak harga dalam industri kelapa sawit adalah harga minyak goreng. Harga minyak goreng merupakan acuan utama bagi harga CPO, selanjutnya harga CPO merupakan acuan utama bagi harga TBS.

Dari berbagai aspek ekonomi, harga merupakan salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian. Pentingnya harga terutama ditingkat petani produsen (dengan tetap melindungi konsumen), dilakukan oleh pemerintah di berbagai negara melalui kebijakan intervensi. Secara umum tujuan kebijakan pemerintah di bidang harga adalah untuk mencapai salah satu atau kombinasi dari beberapa hal seperti membantu meningkatkan pendapatan petani, melindungi petani kecil untuk tetap memiliki insentif, mengurangi ketergantungan impor dan sebagainya.

Beberapa instrumen kebijakan harga dalam rangka melindungi petani produsen yang umum dilakukan pemerintah adalah melalui (1) penetapan harga tertinggi-terendah dan atau harga pembelian pemerintah, (2) penetapan waktu dan atau volume impor, (3) pengaturan volume stock (cadangan) pemerintah dan pelepasan stock ke pasar, dan (4) penetapan larangan ekspor.

Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia. Perkebunan di Sumatera Utara telah dibuka sejak penjajahan Belanda. Komoditi hasil perkebunan yang paling penting dari Sumatera Utara saat ini antara lain kelapa sawit, karet, kopi, coklat dan tembakau. Bahkan di Kota Bremen Jerman


(25)

Tembakau Deli sangat terkenal. Luas tanaman karet rakyat di Sumatera Utara selama periode 2007-2010 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,07 persen per tahun. Pada tahun 2009 luas tanaman karet rakyat adalah sebesar 388.017,39 Ha, menjadi 385.879,31 Ha pada tahun 2010. Kabupaten Mandailing Natal, Langkat dan Padang Lawas Utara merupakan pusat perkebunan karet rakyat di Sumatera Utara. Di ketiga daerah tersebut terbentang seluas 154.917,18 Ha kebun karet, atau sama dengan 40,15 persen dari total luas kebun karet rakyat Sumatera Utara.

Sangat ironis dalam kondisi ini mereka tetap harus menanggung biaya kredit di perbankan dengan bunga yang ikut meningkat juga (plasma), sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan tidak ada lagi tanah untuk menghasilkan akibat sudah dikonversi menjadi sawit sehingga harus membeli. Beberapa faktor kenaikan harga-harga kebutuhan pokok memang tidak bisa dipisahkan dengan faktor resesi ekonomi dunia yang kian memburuk seiring dengan krisis umum imprealisme, kelesuan ekonomi Amerika Serikat yang dipicu oleh krisis kredit perumahan (subprime mortgage); krisis finansial, krisis energi (minyak, gas, batubara), ditandai dengan kenaikan harga minyak di pasaran internasional yang pernah menembus 117 US $/barel, namun terkoreksi pada angka 82 US $/barel pada bulan Oktober 2008 akibat permintaan terhadap minyak dunia menurun imbas dari krisis keuangan global.

Harga minyak dunia yang sempat melambung memaksa berbagai sektor produksi ekonomi menaikkan ongkos produksinya dan tidak ikut terkoreksi hingga hari ini. Sedangkan disisi lain imbas dari pemanasan global telah menyerang lingkungan hidup bumi manusia, dengan cuaca buruk, gelombang


(26)

badai, banjir, longsor, telah memukul hampir semua produksi pertanian dan kelancaran sistem transportasi dunia. Krisis ekonomi Amerika kemudian menjadi krisis global yang berpengaruh pada sektor riil di tingkat lokal. Karena centrum kekuatan akumulasi modal kapitalis berada di negara ini. AS merupakan pasar ekspor terbesar di dunia termasuk pasar ekspor Indonesia. Dari angka-angka ekspor nonmigas Indonesia ke AS selama ini yang tercatat di Badan Pusat Statistik dan diolah kembali oleh Departemen Perdagangan, sekilas terlihat betapa produk Indonesia sangat bergantung pada pasar Amerika karena ekspor Indonesia ke negara itu menduduki peringkat kedua terbesar setelah Jepang.

Dampak langsung ke petani kelapa sawit atas krisis ekonomi global ini mengakibatkan permintaan minyak sawit dunia menurun, sehingga industri minyak sawit di Indonesia harus dikurangi untuk mengimbangi supply atas permintaan minyak sawit yang menurun. Di sisi lain turunnya permintaan minyak sawit berakibat turunnya harga minyak sawit karena daya beli dan permintaan yang menurun, artinya perusahaan tidak mau membeli TBS dari petani untuk menjaga supply mereka cenderung lebih mengutamakan TBS yang berasal dari kebun inti mereka. Ini mengakibatkan harga TBS di tingkat petani langsung terjun bebas.

Berdasarkan permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melihat bagaimana pengaruh globalisasi ekonomi dunia yaitu krisis keuangan global yang tengah menghantam dunia saat ini terhadap produksi CPO di Propinsi Sumatera Utara.


(27)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan penelitian yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana pengaruh harga jual domestik, upah riil dan tingkat bunga pinjaman terhadap penawaran domestik CPO Sumatera Utara?

2. Bagaimana pengaruh harga jual ekspor, harga jual domestik dan kurs terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh harga jual ekspor, total produksi dan kurs terhadap harga jual domestik CPO Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk menganalisis pengaruh harga jual domestic, upah riil dan tingkat bunga pinjaman terhadap penawaran domestic CPO Sumatera Utara. 2. Untuk menganalisis pengaruh harga jual ekspor, harga jual domestik dan

kurs terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara.

3. Untuk menganalisis pengaruh harga jual ekspor, total produksi dan kurs terhadap harga jual domestik CPO Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai proses pembelajaran bagi peneliti untuk melatih kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah-masalah sosial ekonomi yang terjadi.


(28)

2. Sebagai masukan bagi pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam merumuskan dan merencanakan kebijakan upaya meningkatkan produksi CPO untuk perbaikan taraf hidup.

3. Sebagai informasi bagi pembaca khususnya petani dan referensi bagi peneliti untuk penelitian berikutnya.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep dan Fungsi Produksi

Teori produksi merupakan analisa mengenai bagaimana seharusnya seorang pengusaha atau produsen, dalam teknologi tertentu memilih dan mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah produksi tertentu dengan seefisien mungkin. Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output, sehingga nilai barang tersebut menjadi bertambah. Penentuan kombinasi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi sangatlah penting agar proses produksi yang dilaksanakan dapat efisien dan hasil produksi yang didapat menjadi optimal.

Setiap faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian adalah dimiliki oleh seseorang. Pemiliknya menjual faktor produksi tersebut kepada pengusaha dan sebagai balas jasanya mereka akan memperoleh pendapatan. Tenaga kerja mendapat gaji dan upah, tanah memperoleh sewa, modal memperoleh bunga dan keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Pendapatan yang diperoleh masing-masing jenis faktor produksi tersebut tergantung kepada harga dan jumlah masing-masing faktor produksi yang digunakan. Jumlah pendapatan yang diperoleh berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu barang adalah sama dengan harga dari barang tersebut (Sukirno, 2002).

Dalam proses produksi, perusahaan mengubah masukan (input) yang juga disebut sebagai faktor produksi (factors of production) termasuk segala sesuatunya yang harus digunakan perusahaan sebagai bagian dari proses produksi


(30)

menjadi keluaran (output). Pyndick (Salvatore, 2006) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini menunjukkan keluaran Q yang dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap kombinasi masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = f{K, L} (2.1)

Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni modal dan tenaga kerja. Cobb-Douglas adalah salah satu fungsi produksi yang paling sering digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labor). Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = ALK (2.2)

Di mana Q adalah output, L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan barang modal. A, α (alpha) dan β (beta) adalah parameter-parameter positif yang dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi semakin maju. Parameter α mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter β, mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L dipertahankan konstan. Jadi, α dan β masing-masing merupakan elastisitas output dari modal dan tenaga kerja. Jika α + β = 1, maka terdapat tambahan hasil yang konstan atas skala produksi; jika α + β > 1 terdapat tambahan


(31)

hasil yang meningkat atas skala produksi dan jika α + β < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang menurun atas skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Salvatore, 2006).

Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat dirumuskan bahwa faktor -faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan tingkat pendapatan suatu usaha produksi seperti Industri Kecil dan Menengah. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta modal peralatan yang merupakan input dalam kegiatan produksi Industri Kecil dan Menengah dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang mungkin diperoleh.

2.2. Produksi dan Penawaran Total

Penawaran CPO di Sumatera Utara berasal dari produksi hasil perkebunan rakyat yang ada di wilayah Sumatera Utara dan hasil produksi perkebunan kelapa sawit negara. Dalam rangka penyederhanaan maka penawaran CPO Sumatera Utara digabungkan. Jadi fungsi produksi dapat diformulasikan ke dalam rumus:

QS = f (K,L) (2.3)

dimana:

QS = Penawaran (produksi CPO)

K = Kapital L = Labor


(32)

Persamaan tersebut berasal dari turunan dari fungsi keuntungan (profit function) berikut:

WL RK L K

Pf  

 ( , ) (2.4.A)

0 .       R fk P

K (2.4.B)

0 .       W fl P L (2.4.C)

Oleh sebab itu permintaan K dan L pada laba maksimum masing-masing adalah:

K = K (P,W, R) (2.5.A)

L = L (P,W, R) (2.5.B)

Fungsi produksi di atas dapat berubah sesuai dengan fungsi permintaan input K dan L, sehingga fungsi produksi dirumuskan sebagai berikut:

Q = Q (P, W, R) (2.6)

Total produksi didistribusikan untuk permintaan domestik dan permintaan ekspor, sehingga total produksi (QT) sama dengan penawaran domestik (QD)

ditambah dengan penawaran ekspor (QE), sehingga:

QT = QD + QE (2.7)

Menurut hukum penawaran, peningkatan harga jual [P] akan meningkatkan produksi [Q], sebaliknya peningkatan tingkat bunga [R] dan biaya tenaga kerja [W] akan menurunkan penawaran produksi [Q], oleh sebab itu fungsi penawaran domestik dan penawaran ekspor masing-masing adalah:

QD = QD (P, W, R) (2.7.A)


(33)

2.3. Ekspor

Ditinjau dari sudut pengeluaran, ekspor merupakan salah satu faktor terpenting dari Gross Nasional Product (GNP), sehingga dengan berubahnya nilai ekspor maka pendapatan masyarakat secara langsung juga akan mengalami perubahan. Di lain pihak, tingginya ekspor suatu negara akan menyebabkan perekonomian tersebut akan sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan atau fluktuasi yang terjadi di pasaran internasional maupun di perekonomian dunia.

Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu. Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih tinggi, lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2006).

Ekspor maupun impor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekspor impor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor. Tanpa produk-produk tersebut, maka negara-negara miskin tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam


(34)

menjalankan usaha-usaha pembangunan mereka melalui promosi serta penguatan sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan komparatif, baik itu berupa ketersediaan faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau keunggulan efisiensi alias produktivitas tenaga kerja. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam menganbil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki (Todaro dan Smith, 2004).

Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnya, setiap negara perlu merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan internasional yang berorientasi ke luar. Dalam semua kasus, kemandirian yang didasarkan pada isolasi, baik yang penuh maupun yang hanya sebagian, tetap saja secara ekonomi akan lebih rendah nilainya daripada partisipasi kedalam perdagangan dunia yang benar-benar bebas tanpa batasan atau hambatan apapun (Todaro & Smith, 2004).

Dari definisi di atas dapat dilihat peranan ekspor, yaitu:

1. Pasar di seberang lautan memperluas pasar bagi barang-barang tertentu sebagaimana ditekankan oleh para ahli ekonomi klasik, suatu industri dapat tumbuh dengan cepat jika industri itu dapat menjual hasilnya di seberang lautan daripada hanya di pasar dalam negeri yang lebih sempit.

2. Ekspor menciptakan permintaan efektif yang baru, akibatnya permintaan akan barang-barang di pasar dalam negeri meningkat. Terjadinya persaingan mendorong industri-industri dalam negeri mencari inovasi yang ditujukan untuk menaikkan produktivitas.

3. Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan, karena industri tertentu tumbuh tanpa membutuhkan investasi dalam kapital sosial sebanyak


(35)

yang dibutuhkannya seandainya barang-barang itu akan dijual di dalam negeri misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat tingkat pendapatan riil yang rendah atau hubungan transportasi yang belum memadai.

Selain menambah peningkatan produksi barang untuk dikirim ke luar negeri, ekspor juga menambah permintaan dalam negeri, sehingga secara langsung ekspor memperbesar output industri-industri itu sendiri, dan secara tidak langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri untuk mempergunakan faktor produksinya, misalnya modal, dan juga menggunakan metode-metode produksi yang lebih murah dan efisien sehingga harga dan mutu dapat bersaing di pasar perdagangan internasional.

2.4. Karakteristik Ekspor

Ekspor memiliki ciri sebagai pemindahan barang dari negara satu dengan negara lainnya. Menurut Hutauruk (2005), ekspor berarti: Membawa barang ke dalam kapal laut atau kapal terbang unuk diangkut ke luar Indonesia, kecuali perbuatan ini berhubungan dengan daya pengangkutan lanjutan. Pengertian ekspor menurut Hutauruk (2005) adalah sepanjang mengenai daerah pabean Indonesia yaitu mengeluarkan dari peredaran bebas. Sepanjang mengenai daerah pabean Indonesia di luar daerah pabean, yaitu membawa barang ke dalam kapal laut atau ke dalam kapal terbang untuk diangkut ke luar negeri. Yang termasuk ke dalam komponen-komponen ekspor adalah:

1. Melaporkan barang untuk diekspor kepada pegawai pabean yang bersangkutan. 2. Menyerahkan barang kepada seorang pengusaha pengangkutan atau diangkat


(36)

3. Memasukkan barang ke dalam alat pengangkutan atau memasangnya pada sebuah alat pengangkutan yang langsung atau tidak langsung diberangkatkan ke luar negeri, jikalau tidak dapat dianggap bahwa bauran itu dimaksudkan untuk tinggal di dalam negeri.

4. Tidak membongkar barang di tempat yang telah ditentukan yang mungkin diperpanjang dalam hal barang itu memuat dokumen-dokumen yang telah diserahkan kepada pabean atau yang telah dibuat berdasarkan keterangan lisan yang diangkat ke tempat tujuan yang lain di wilayah Indonesia. Pengertian ekspor menurut Hutauruk di atas tampak bahwa ekspor itu ditentukan pada kegiatan perdagangan luar negeri atau dengan perkataan lain adalah aktivitas pengiriman barang ke luar negeri.

2.5. Keseimbangan Penawaran Total, Domestik dan Ekspor

Total produksi [Q] terdiri dari penawaran domestik [QD] dan penawaran

ekspor [QE] yaitu Q = QD + QE. Dari persamaan (2.7A) dan (2.7B) diketahui

bahwa penawaran domestik dan penawaran ekspor ditentukan harga domestik, tingkat bunga pinjaman dan tingkat upah domestik. Keseimbangan parsial antara penawaran total, penawaran domestik dan penawaran ekspor ditentukan oleh keseimbangan nilai tukar dan harga ekspor, yaitu:

P = PE . E (2.8)

dimana:

PE = Harga ekspor dalam bentuk mata uang luar negeri


(37)

Substitusi purchasing power parity ke fungsi penawaran akan menghasilkan penawaran ekspor, yaitu:

QE = QE (PE, E, R, W) (2.9)

Peningkatan harga ekspor [PE] dan depresiasi nilai tukar mata uang

domestik [E] akan meningkatkan harga domestik [P], sebaliknya peningkatan produksi total [Q] akan menurunkan harga jual domestik [P].

Keseimbangan antara penawaran total, domestik dan penawaran ekspor adalah:

QT = QD + QE

QT = QD (P, W, R) + QE (PE. E, W, R)

QT = QT (P , PE. E, W, R)

P = P (PE. E, W, R, QT)

2.6. Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore,2008).

Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nlai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar


(38)

barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain (Mankiw (2006).

Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan “kuat” apabila transaksi autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari valuta asing (Nopirin,1995).

Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar ngeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro (Pohan,2008).

Menurut Sukirno (2002) besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan kurs mata uang asing. Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu negara mengalami perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansional. Masalah mata uang muncul saat suatu negara mengadakan transaksi dengan negara lain, dimana masing-masing negara menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar merupakan harga yang


(39)

harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara lain.

Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank central terhadap pasar uang jika diperlukan. Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan dunia usaha. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, bank central pada waktu-waktu tertentu melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak yang berlebihan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dolar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki dolar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal (Mankiw, 2006).

Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang – barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai Tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga satu mata uang suatu negara terhdap mata uang negara lain. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2006). Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga


(40)

relatif yaitu harga-harga didalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :

* P

P S

Q  (2.10)

dimana Q dalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri.

Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).

2.7. Tingkat Suku Bunga

2.7.1. Definisi Tingkat Suku Bunga

Tingkat suku bunga didefinisikan sebagai suku bunga yang dikenakan oleh perbankan pada pinjaman dikurang suku bunga yang dibayarkan perbankan pada deposito. Hal ini merupakan margin (selisih) antara biaya dalam memobilisasi liabiliti (deposito-deposito pada perbankan) dan hasil penerimaan pada aset (pinjaman-pinjaman yang diberikan perbankan). Sudah tentu perbankan melaksanakan pendekatan MR > MC untuk menjaga kesolvenan bank; berlaku satu perhubungan positif suku bunga, semakin positif suku bunga, semakin besar pembiayaan yang diberikan perbankan domestik (Hanson dan Rocha, 1986); (Miller dan Hoose, 1993) dan (Siregar, 2004). Tingkat suku bunga berhubungan dengan inflasi; ini kerana tingkat suku bunga merupakan tujuan hasil pengurangan antara tingkat suku bunga deposito dan tingkat inflasi. Tingkat suku bunga


(41)

(disesuaikan dengan perkiraan inflasi) mempengaruhi kemudahan masyarakat kepada institusi-institusi keuangan (penyedia jasa keuangan) dan selanjutnya membawa pengaruh signifikan pada tingkat deposito. Oleh sebab itu, tingkat suku bunga yang semakin tinggi akan meningkatkan mobilisasi dana dalam masyarakat (Fry, 1988); (Kidwell et al, 1997) dan (Mishkin, 2004).

2.7.2. Teori Suku Bunga

Menrurut pandangan Keynesian, salah satu kunci terpenting yang menentukan efektifitas kebijaksanaan moneter adalah tingkat bunga. Kebijakan moneter tidak berjalan apabila kenaikan likuiditas (yang diakibatkan oleh ekspansi money supply) tidak menurunkan tingkat bunga atau penurunan likuiditas tidak menaikkan tingkat bunga. Wealth effect dari kebijakan moneter yang dikemukakan oleh Keynesian Modern juga bekerja melalui tingkat bunga (secara tidak langsung) dimana semakin tinggi tingkat bunga maka semakin rendah harga-harga surat berharga-harga dan sebaliknya. Perubahan-perubahan kesejahteraan atau wealth sendiri belum tentu mempunyai pengaruh berarti terhadap pengeluaran. Tetapi jika suatu ekspansi kebijakan moneter (peningkatan jumlah uang beredar) disertai oleh wealth effect maka tingkat bunga dipastikan turun.

Tetapi kaum Monetaris tidak memandang bahwa tingkat suku bunga surat-surat berharga ini sebagai jalur utama proses transmisi antara perubahan money supply dan spending. Kaum monetaris mengatakan jika tingkat bunga tidak mengalami perubahan sama sekali, dan menujukkan suatu kebijiakan moneter yang sangat kuat sebab dianggap seluruh perubahan likuiditas itu dibelanjakan secara langsung kepada barang-barang dan jasa.


(42)

Sementara itu Milton Friedman berpendapat bahwa suatu kebijakan moneter yang ekspansif (menaikkan jumlah uang beredar) akan menaikkan tingkat bunga, dan sebaliknya kebijakan moneter yang kontraktif (mengurangi jumlah uang beredar) akan menurunkan tingkat bunga. Dalam hal ini Friedman menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan money suply maka pertama-tama akan menurunkan tingkat bunga, jika kenaikan likuiditas itu dibelanjakan untuk assets keuanganl. Tetapi penurunan tingkat suku bunga itu hanya pada awalnya saja dan selanjutnya apabila GNP merespon money supply (yang seharusnya terjadi menurut kaum monetaris), maka permintaan akan uang (money demand) untuk keperluan transaksi juga akan meningkat dan kemudian akan menaikkan tingkat bunga (Iswara dan Nopirin, 1986)

Namun demikian sebagian kaum monetaris dan keynesian sepakat bahwa, kebijakan moneter yang ekspansif (menambah jumlah uang beredar) akan menurunkan tingkat bunga. Masalahnya adalah berapa lama jangka waktu awal tersebut. Tingkat bunga akan naik melampui tingkat ekuilibriumnya (keseimbangan) semula, apabila real spending itu sangat sensitive terhadap penurunan tingkat bunga dan inlationary expectation itu sangat luas berdasarkan atas kenaikan money sipply. Dengan demikian, tingkat bunga itu bisa naik atau bisa juga turun pada beberapa waktu setelah adanya suatu kebijakn moneter yang ekspansif.

Sementara dalam teori kuantitas uang, kaum klasik berpendapat bahwa tingkat bunga merupakan hasil interaksi antar tabungan (S) dan Investasi (I). Namuin menurut pandangan Keynes bahwa tingkat bunga merupakan suatu


(43)

fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan dalam pasar uang).

2.8. Peneliti Terdahulu

Mulyana (2003) meneliti tentang penetapan harga tandan buah segar kelapa sawit di Sumatera Selatan dari perspektif pasar monopoli bilateral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam rentang harga hasil pendekatan pasar monopoli bilateral, dalam pengertian apakah telah memberikan perlindungan kepada petani dan mendekati harga yang mencerminkan kekuatan tawar menawar yang seimbang, atau lebih mengarah pada harga monopsonis, atau malah mengarah pada harga monopoli. Tiga pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) menjadi sampel untuk dikaji kondisi dan datanya (1998-2002) dalam penelitian ini, yaitu PIR Transmigrasi manajemen swasta dan BUMN, dan PIR-KUK. Alat analisis yang digunakan adalah model ekonometrika persamaan tunggal permintaan dan penawaran TBS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga TBS ketetapan Pemerintah Daerah telah melindungi petani plasma dari kemungkinan penerapan harga pasar monopsoni yang dapat terjadi tanpa intervensi kebijakan tersebut. Namun tingkat harga TBS tersebut dalam perspektif pasar monopoli bilateral, di mana KUD merepresentasikan petani sebagai monopolis, masih cenderung lebih dekat ke harga monopsonis. Hal ini juga mencerminkan lebih kuatnya posisi tawar perusahaan inti ketimbang petani, dan posisi harga TBS sebagai turunan harga CPO dunia. Diperlukan komitmen dan upaya yang lebih


(44)

serius oleh kedua pihak untuk meningkatkan kerjasama kemitraan dalam rangka mendapatkan harga TBS yang lebih adil.

Munadi (2007) meneliti tentang permintaan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke India dengan menggunakan model ECM dimana variabelnya terdiri dari harga CPO dunia, harga minyak kedelai dan nilai tukar (Rp/USD). Hasil analisis regresi terhadap persamaan permintaan ekspor dengan menggunakan pendekatan ECM mengindikasikan permintaan ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia ke India tidak terdapat hubungan dalam jangka panjang yang diindikasikan dengan pengaruh yang tidak nyata dari Faktor Error Correction Model (ECM). Dalam jangka pendek permintaan ekspor kelapa sawit oleh India sangat dipengaruhi oleh rasio antara harga minyak kedelai dan harga minyak kelapa sawit dunia dengan variabel sebesar 2,74, Indeks produksi dengan elastisitas sebesar 2,69 dan koefisien penyesuaian yang direfleksikan dengan permintaan ekspor ke India tahun lalu sebesar 0,89. Penurunan pajak ekspor akan diikuti oleh meningkatnya jumlah minyak sawit yang diekspor. Penurunan pajak ekspor sebesar 10% akan meningkatkan harga minyak sawit dalam negeri sebesar 14.83%.

Abidin (2008) meneliti tentang analisis eksport Crude Palm Oil (CPO) Indonesia. Variabel yang digunakan adalah harga CPO dunia, harga CPO variabel, harga minyak kelapa dan nilai tukar rupiah. Metode analisis yang digunakan adalah metode 2SLS (Two Stage Least Square). Berdasarkan hasil analisis membuktikan bahwa harga CPO domestik, harga CPO dunia, nilai tukar dan harga minyak kelapa secara simultan berpengaruh nyata terhadap ekspor minyak


(45)

sawit (CPO) Indonesia, sedangkan nilai tukar rupiah secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia.

Wulantoro (2009) meneliti tentang kebijakan dan pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara Belanda. Variabel yang digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap USD, harga ekspor minyak sawit Indonesia, harga pesaing Malaysia, dan produksi minyak sawit. Metode analisis yang digunakan adalah pengujian koefisien regresi yaitu autokorelasi dan multikolinearitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap USD tidak signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara Belanda. Dan harga ekspor minyak sawit Indonesia, harga pesaing Malaysia, dan produksi minyak sawit signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara Belanda.

Hafizah (2009), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran CPO Indonesia dan menganalisis pengaruh perubahan faktor-faktor tersebut terhadap tingkat penawaran CPO Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan persamaan jangka pendek dapat diketahui bahwa variabel produksi CPO 1 tahun sebelumnya, luas areal perkebunan kelapa sawit, luas areal perkebunan kelapa sawit 1 tahun sebelumnya, harga solar, dan harga solar 2 tahun sebelumnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel penawaran CPO Indonesia pada taraf nyata 10 persen. Sedangkan variabel harga variabel dan nilai tukar berpengaruh tidak signifikan. Berdasarkan nilai dugaan parameter pada model estimasi diketahui ternyata respon semua variabel bebasnya terhadap penawaran CPO Indonesia adalah variabel karena nilai mutlak dugaan


(46)

parameternya kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa penawaran CPO Indonesia kurang responsif terhadap perubahan yang terjadi pada variabel -variabel bebasnya, sehingga apabila terjadi perubahan pada -variabel --variabel tersebut tidak akan menimbulkan gejolak yang besar terhadap tingkat penawaran CPO.

Wardani (2008), meneliti tentang dampak kebijakan perdagangan di sektor industri CPO terhadap keseimbangan pasar minyak goreng sawit dalam negeri. Dalam penelitian ini dikaji faktor-faktor apakah yang mempengaruhi ekspor CPO dan keseimbangan pasar minyak goreng sawit di Indonesia dan menganalisis keterkaitan antara keduanya serta bagaimana dampak pajak ekspor di sektor industri CPO terhadap keseimbangan pasar dan harga minyak goreng sawit dalam negeri. Untuk tujuan tersebut, beberapa variabel yang diteliti adalah ekspor CPO, produksi CPO, luas areal kelapa sawit, harga ekspor CPO, harga CPO domestik, pendapatan nasional Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, pajak ekspor CPO, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, harga dan produksi minyak goreng sawit dalam negeri, permintaan minyak goreng sawit dalam negeri, upah tenaga kerja di sektor industri, dummy krisis ekonomi, harga minyak goreng kelapa, impor minyak goreng sawit serta harga impor minyak goreng sawit. Hasil analisis memberikan kesimpulan bahwa model keterkaitan ekspor CPO dan pengaruh pajak ekspor CPO terhadap keseimbangan pasar minyak goreng sawit dalam negeri menghasilkan lima persamaan struktural dan tiga persamaan identitas. Penawaran ekspor CPO Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh harga riil ekspor CPO, nilai tukar riil, pajak ekspor CPO, produksi CPO domestik dan populasi Indonesia. Sedangkan lag ekspor CPO Indonesia tidak berpengaruh nyata


(47)

terhadap ekspor CPO Indonesia. Penawaran minyak goreng sawit Indonesia berasal dari minyak goreng sawit yang diimpor dan minyak goreng sawit produksi Indonesia. Impor minyak goreng sawit Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh harga riil impor minyak goreng sawit, permintaan minyak goreng domestik dan pendapatan nasional Indonesia, sedangkan nilai tukar riil dan lag impor minyak goreng tidak berpengaruh nyata. Produksi minyak goreng sawit Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh luas areal kelapa sawit, produksi CPO domestik, dummy krisis ekonomi Indonesia dan lag produksi minyak goreng sawit. Sedangkan harga riil minyak goreng sawit domestik dan upah riil tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi minyak goreng sawit Indonesia.

Prahastuti (2000) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan luas areal kelapa sawit, produksi CPO, ekspor CPO, produksi minyak goreng sawit, konsumsi CPO oleh industri minyak goreng sawit, harga CPO domestik, harga ekspor CPO dan harga minyak goreng sawit. Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui tingkat keterkaitan antara pasar CPO dan minyak goreng sawit di Indonesia. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan luas areal kelapa sawit di Indonesia dipengaruhi oleh harga CPO domestik, harga pupuk, harga ekspor CPO dengan arah positif. Sebaliknya tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap luas areal kelapa sawit di Indonesia. Produksi CPO Indonesia dipengaruhi harga CPO domestik dan luas areal kelapa sawit. Ekspor CPO Indonesia dipengaruhi oleh harga CPO domestik, produksi CPO dan nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika. Konsumsi CPO oleh industri minyak goreng sawit dipengaruhi oleh ekspor CPO, nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika, harga CPO domestik dan penawaran CPO domestik. Produksi minyak


(48)

goreng sawit di Indonesia dipengaruhi penawaran CPO domestik dengan arah positif.Pembentukan harga CPO domestik dipengaruhi fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika dengan arah positif. Harga ekspor CPO dipengaruhi oleh fluktuasi harga dunia CPO dan produksi CPO Indonesia. Harga minyak goreng sawit dipengaruhi oleh fluktuasi harga CPO domestik. Keterkaitan antara harga CPO domestik dengan harga minyak goreng sawit di tingkat perdangan besar maupun ecerannya menunjukkan keterkaitan yang erat antara kedua pasar. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan harga CPO domestik akan mempengaruhi harga minyak goreng sawit di Indonesia.


(49)

2.9. Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian diatas maka dapat digambarakan kerangka konseptual yang digunakan dalam peneltian ini sebagai berikut

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Globalisasi Penawaran dan Produksi Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara

2.10. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka penelitian di atas, maka hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh harga jual domestik, upah riil dan tingkat bunga pinjaman terhadap penawaran domestik CPO Sumatera Utara.

Harga Jual Domestik

[PD]

Penawaran Domestik

[QD]

Upah Riil [WR]

Bunga Pinjaman [R]

Harga Jual Ekspor [PE]

Nilai Tukar [K]

Total produksi [QT]

Penawaran Ekspor


(50)

2. Terdapat pengaruh harga jual ekspor, harga jual domestik dan kurs terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara.

3. Terdapat pengaruh harga jual ekspor, total produksi dan kurs terhadap harga jual domestik CPO Sumatera Utara.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini di Propinsi Sumatera Utara dengan fokus pada pengaruh globalisasi dan produksi CPO di Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian di Sumatera Utara karena propinsi ini merupakan salah satu potensi terbesar perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan CPO di Indonesia.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series dimulai tahun 1985 sampai tahun 2010 (sampel data 26 tahun), melalui pengambilan data ke Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, dan instansi lain yang diperlukan serta terbitan atau publikasi lainnya, yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian.

3.3. Model dan Prosedur Estimasi

Teknik analisis yang digunakan dalam melakukan pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah model persamaan simultan two stage least square (2SLS). Analisis ini digunakan untuk menguji silmutanitas antara penawaran domestik, penawaran ekspor, serta harga jual pasar domestik sebagai variabel dependen dengan tujuan untuk mengetahui hubungan ketiga variabel tersebut beserta faktor-faktor (upah riil, tingkat bunga pinjaman, harga jual ekspor, kurs


(52)

dan total produksi) sebagai variabel independen yang mempengaruhi penawaran domestik, penawaran ekspor, serta harga jual pasar domestik. Secara sistematis persamaan penawaran domestik, penawaran ekspor, serta harga jual pasar domestik dirumuskan sebagai berikut :

LOG (QD) = C(1) + C(2)LOG(PD) + C(3)LOG(WR) + C(4)LOG(R) + e1

(3.1)

LOG (QE) = C(5) + C(6)LOG(PE*K) + C(7)LOG(PD) + e2

(3.2)

LOG (PD) = C(8) + C(9) LOG(PE) + C(10) LOG(QT) + C(11) LOG(K) + e3

(3.3) Dimana

QT = QD + QE Keterangan :

QD = penawaran domestik (ton) QE = penawaran ekspor (ton)

QT = total produksi (ton) PD = harga jual domestik (Rp) PE = harga jual ekspor (US$)

WR = upah riil (Rp)

R = tingkat bunga pinjaman (%)

K = nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika


(53)

e1, e2, e3 = error term

Berdasarkan ketiga persamaan diatas, dapat dilihat bahwa variabel penawaran domestik (QD) dan penawaran ekspor (QE) selain menjadi variabel dependen juga menjadi variabel independen yang diwakili oleh total produksi (QT) pada persamaan harga jual domestik (persamaan 3.3), demikian halnya dengan harga jual domestik selain menjadi variabek dependen juga menjadi variabel independen pada persamaan peawaran domestik (persamaan 3.1) dan persamaan penawaran ekspor (persamaan 3.2). Kondisi tersebut mencerminkan bahwa antara penawaran domestik, penawaran ekspor, serta harga jual pasar domestik saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan.

Gujarati (2007) mejelaskan bahwa dalam persamaan simultan sangat besar kemungkinan variabel dependen berkorelasi dengan error term, dalam hal ini variabel penawaran domestik dan penawaran ekspor berkorelasi dengan e3 serta variabel harga jual domestik berkorelasi dengan e1 dan e2. Dengan kondisi tersebut makan analisis dengan menggunakan regresi biasa (OLS) sangat potensial untuk menghasilkan taksiran yang bias dan tidak konsisten. Selanjutnya dikatakan bahwa metode 2SLS lebih tepat digunakan untuk analisis simultan, mengingat dalam analisis ini semua variabel diperhitungkan sebagai suatu sistem secara menyeluruh.

Sebelum memasuki tahap analisis 2SLS, setiap persamaan harus memenuhi persyaratan identifikasi. Suatu persamaan dikatakan identified hanya jika persamaan tersebut dinyatakan dalam bentuk statistik unik, dan menghasilkan taksiran parameter yang unik. Menurut Gujarati (2007), untuk memenuhi syarat tersebut maka suatu variabel pada persamaan satu harus tidak konsisten dengan


(54)

persamaan lain. Dalam ha ini identifikasi persamaan dapat dilakukan dengan memasukkan atau menambah, atau mengeluarkan beberapa variabel independen atau dependen ke dalam persamaan. Kondisi identified dibagi menjadi dua yaitu : exactlyidentified dan overidentified. Penentuan kondisi exactlyidentified maupun overidentified dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

K-k < m-1 : disebut under identification K-k = m-1 : disebut exact identification K-k > m-1 : disebut over identification Dimana :

K = jumlah variabel independen predetermined dalam model k = jumlah variabel independen predetermined dalam persamaan m = jumlah variabel dependen dalam persamaan.

Berdasarkan kriteria di atas maka identifikasi persamaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Identifikasi Persamaan Model Simultan

Persamaan K k m Identifikasi

Penawaran domestik 4 2 2 overidentified

Penawaran ekspor 4 2 2 overidentified

Harga jual domestik 4 2 2 overidentified

Hasil identifikasi persamaan penawaran domestik, penawaran ekspor, dan harga jual domestik menunjukkan bahwa masing-masing persamaan over identified. Kondisi ini memenuhi persyaratan identifikasi persamaan simultan 2SLS.


(55)

Dalam analisis simultan 2SLS, ada dua tahap yang harus dilakukan, tahap pertama dilakukan analisis regresi OLS untuk setiap persamaan, dengan tujuan menghilangkan korelasi antara variabel dependen dengan error term. Pada tahap ini akan dihasilkan nilai predicted masing-masing persamaan. Nilai predicted dalam hal ini berfungsi sebagai variabel instrumental, yaitu suatu variabel yang menjelaskan variabel dependen sedemikian rupa sehingga menyerupai variabel dependen yang asli namun tidak berkorelasi dengan error term (Gujarati, 2007). Tahap pertama analisis 2SLS dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Tahap 1: Untuk menghilangkan korelasi antara variabel dependen dengan error term, dilakukan regresi pada setiap persamaan.. Sehingga didapat nilai predicted setiap variabel dependen.

Tahap 2 : Melakukan regresi pada setiap persamaan dengan menggantikan variabel dependen dengan nilai predicted -nya (yang didapat dari tahap 1).

3.4. Uji Normaliatas

Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Jika asumsi ini tidak terpenuhi maka prosedur pengujian menggunakan statistik t menjadi tidak sah. Uji normalitas error term yang dilakukan adalah uji Jarque-Bera (JB-Test) yang pengujiannya dilakukan berdasarkan error dan penduga least squares. Prosedur pengujiannya adalah

H0 : Error term terdistribusi normal, H1 : Error term tidak terdistribusi normal.


(56)

Jika probability Obs*R-squared lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata maka error term terdistribusi normal.

3.5. Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)

Estimasi terhadap model dilakukan dengan menggunakan metode yang tersedia pada program statistik Eviews. Koefisien yang dihasilkan dapat dilihat pada output regresi berdasarkan data yang dianalisis untuk kemudian diinterpretasikan serta dilihat siginifikansi tiap-tiap variabel yang diteliti yaitu:

a. R² (koefisien determinasi) bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabel independen dalam menjelaskan variable dependennya.

b. Uji simultan (uji F) digunakan untuk melihat secara bersama sama apakah ada pengaruh signifikan variabel independen terhadap variabel dependen. Jika nilai F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya

variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependennya.

c. Uji parsial (uji t), dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Jika nilai t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya variabel independen ke-i yang dihipotesiskan berpengaruh secara individu terhadap variabel dependennya.


(57)

3.6. Definisi Operasional

Untuk memberikan batasan penelitian yang memudahkan analisis dan pemahaman variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka perlu diberikan definisi operasional dan indikator sebagai berikut:

1. Total Produksi adalah jumlah keseluruhan produksi CPO Sumatera Utara dari hasil panen per satuan hektar diukur dalam satuan ton.

2. Penawaran domestik adalah seluruh hasil produksi CPO Sumatera Utara yang dipasarkan di dalam negeri dalam satuan ton.

3. Penawaran ekspor adalah seluruh hasil produksi CPO Sumatera Utara yang dipasarkan di luar negeri dalam satuan ton.

4. Harga jual domestik adalah harga CPO yang diperoleh dari Dinas Pertanian Sumatera Utara secara bulanan diukur dalam satuan rupiah.

5. Harga jual ekspor adalah harga ekspor CPO yang dinyatakan dalam satuan USD.

6. Kurs adalah satuan nilai mata uang luar negeri dalam hal ini terhadap dollar Amerika Serikat.

7. Tingkat bunga pinjaman adalah tingkat bunga kredit pada sektor pertanian dalam satuan persen.

8. Upah riil adalah jumlah biaya tenaga kerja berupa uang selama sebulan yang didasarkan pada Upah Minimum Propinsi.


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Sumatera Utara

Propinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, yang pada tahun 2010 memiliki 25 kabupaten dan 8 kota, dan terdiri dari 417 kecamatan, secara keseluruhan Propinsi Sumatera Utara mempunyai 5.744 desa/kelurahan. Luas daratan Propinsi Sumatera Utara 71.680,68 km², Sumatera Utara tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian propinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau.

Pesisir Timur merupakan wilayah di dalam propinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir Timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya. Di daerah tengah propinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini ada beberapa dataran tinggi yang merupakan kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir juga menjadi tempat tinggal penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini. Di pesisir barat relatif tertinggal dan merupakan titik berat pembangunan sejak pemerintahan Gubernur Raja Inal Siregar dengan program pembangunannya yang terkenal, Marsipature Hutana Be disingkat Martabe atau MHB. Pesisir Barat ini biasa dikenal sebagai daerah Tapanuli.


(59)

Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia. Perkebunan di Sumatera Utara telah dibuka sejak penjajahan Belanda. Komoditi hasil perkebunan yang paling penting dari Sumatera Utara saat ini antara lain kelapa sawit, karet, kopi, coklat dan tembakau. Bahkan di Kota Bremen Jerman Tembakau Deli sangat terkenal.

Luas tanaman karet rakyat di Sumatera Utara selama periode 2007-2010 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,07 persen per tahun. Pada tahun 2009 luas tanaman karet rakyat adalah sebesar 388.017,39 Ha, menjadi 385.879,31 Ha pada tahun 2010. Kabupaten Mandailing Natal, Langkat dan Padang Lawas Utara merupakan pusat perkebunan karet rakyat di Sumatera Utara. Di ketiga daerah tersebut terbentang seluas 154.917,18 Ha kebun karet, atau sama dengan 40,15 persen dari total luas kebun karet rakyat Sumatera Utara.

Sedangkan luas tanam kebun kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2010 sebesar 394.656,96 Ha dengan produksi 5.084.166,80 ton Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Kabupaten Labuhan Batu Utara merupakan pusat perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara. Di daerah ini terdapat sebesar 64.144 Ha kebun sawit rakyat atau 16,25 persen dari seluruh perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara. Produksi kopi Sumatera Utara tahun 2010 adalah sebesar 55.600,05 ton dengan luas lahan 78.709,56 Ha. Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara merupakan penghasil kopi dari Sumatera Utara. Bahkan kopi Sidikalang sudah dikenal di Pulau Jawa dan Eropa. Di Sumatera Utara terdapat 3 perkebunan besar BUMN dan ratusan perkebunan besar swasta. Sama seperti pada perkebunan rakyat, jenis tanaman perkebunan besar yang ada di Sumatera Utara


(60)

diantaranya kelapa sawit, karet, coklat, teh, tembakau, dan tebu (Sumut Dalam Angka, 2011).

Tabel 4.1. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten Tahun 2007-2010

No. Luas Tanaman (Ha) Produksi

TBS (Ton)

Kabupaten TBM TM TTM JLH

1 Nias - - - - -

2 Mandailing Natal 4.958,67 10.100,50 3,62 15.062,79 170.474,64 3 Tapanuli Selatan 2.091,25 2.889,50 29,50 5.010,25 46.517,88 4 Tapanuli Tengah 1.348,00 1.554,00 13,00 2.915,00 26.980,00 5 Tapanuli Utara 19,50 5,50 14,25 39,25 25,32 6 Toba Samosir 116,50 677,00 10,00 803,60 12.413,00 7 Labuhan Batu 2.287,00 31.190,00 - 33.477,00 428.698,00 8 Asahan 10.925,89 58.904,10 625,48 70.455,47 939.305,91 9 Simalungun 2.402,85 24.944,86 3,10 27.350,81 507.949,41 10 Dairi 59,00 104,00 - 163,00 893,50 11 Karo 240,00 972,00 - 1.212,00 16.120,00 12 Deli Serdang 3.204,70 10.327,15 217,00 13.748,85 158.289,68 13 Langkat 3.625,00 37.621,00 346,00 41.592,00 570.775,60

14 Nias Selatan - - - - -

15 Humbang Hasundutan 180,00 182,50 25,00 387,50 352,50 16 Pakpak Barat 534,00 731,60 153,00 1.418,60 1.840,95

17 Samosir - - - - -

18 Serdang Bedagai 2.514,76 9.456,48 - 11.971,24 150.269,71 19 Batubara 1.883,50 8.445,00 419,00 10.747,50 70.876,36 20 Padang Lawas Utara 8.228,00 16.610,00 94,00 24.932,00 261.372,26 21 Padang Lawas 6.554,30 24.802,80 85,00 31.442,10 389.719,60 22 Labuhan Batu Selatan 1.719,00 36.065,00 612,00 37.784,00 507.213,00 23 Labuhan Batu Utara 3.974,00 59.558,00 - 64.1444,00 824.079,50

24 Nias Utara - - - - -

24 Nias Barat - - - - -

Total 2010 56.866,02 335.140,99 2.649,95 394.656,96 5.084.166,83 2009 54.430,05 335.117,13 3.174,27 392.721,45 5.088.578,85 2008 58.860,55 318.301,62 2.690,85 379.853,02 5.070.760,73

2007 54.163,00 309.508,50 4.069,63 367.741,13 4.647.609,24


(61)

4.2. Deskripsi Variabel Penelitian 4.2.1. Perkembangan Produksi CPO

Teori produksi merupakan analisa mengenai bagaimana seharusnya seorang pengusaha atau produsen, dalam teknologi tertentu memilih dan mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah produksi tertentu dengan seefisien mungkin. Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output, sehingga nilai barang tersebut menjadi bertambah. Penentuan kombinasi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi sangatlah penting agar proses produksi yang dilaksanakan dapat efisien dan hasil produksi yang didapat menjadi optimal.

Produksi CPO merupakan total produksi yang dihasilkan dari perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta yang ada di Sumatera Utara. Produksi CPO Sumatera Utara dalam perkembangannya sebagai salah satu propinsi yang potensial dan dominan dalam memproduksi kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit milik perkebunan rakyat tersebar di beberapa daerah seperti Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Asahan, Kabupaten Langkat dan Kabupaten Sergai dan beberapa perkebunan lain, sedangkan perkebunan swasta tersebar di Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli dan beberapa daerah lainnya sedangkan perkebunan milik negara tersebar luas di hampir daerah di Sumatera Utara khususnya Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Asahan dan kabupaten lainnya. Berikut perkembangan produksi CPO Sumatera Utara tahun 1985 sampai 2010.


(1)

83

Lampiran 2: Uji Normalitas

1.

Hasil Uji Persamaan 1 : Penawaran Domestik (QD)

0 1 2 3 4 5 6 7

-0.3 -0.2 -0.1 -0.0 0.1 0.2 0.3

Series: Residuals Sample 1985 2010 Observations 26 Mean -2.81e-15 Median 0.004422 Maximum 0.264607 Minimum -0.339779 Std. Dev. 0.134683 Skewness -0.640535 Kurtosis 4.370037 Jarque-Bera 3.811319 Probability 0.148725

2.

Hasil Uji Persamaan 2 : Penawaran Ekspor (QE)

0 1 2 3 4 5 6 7

-400000 -200000 0 200000

Series: Residuals Sample 1985 2010 Observations 26 Mean 1.54e-10 Median 25540.84 Maximum 196216.3 Minimum -364357.7 Std. Dev. 146496.4 Skewness -0.889540 Kurtosis 3.330480 Jarque-Bera 3.547203 Probability 0.169721


(2)

(3)

85

3.

Hasil Uji Persamaan 3 : Harga Domestik (P)

0 1 2 3 4 5 6 7

-0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4 0.6

Series: Residuals Sample 1985 2010 Observations 26 Mean -3.97e-16 Median -0.040515 Maximum 0.500894 Minimum -0.462146 Std. Dev. 0.246743 Skewness 0.152103 Kurtosis 2.261525 Jarque-Bera 0.691044 Probability 0.707851


(4)

(5)

87

Lampiran 3. Hasil Estimasi 2SLS

System: UNTITLED

Estimation Method: Two-Stage Least Squares Date: 09/24/12 Time: 10:01

Sample: 1985 2010 Included observations: 26

Total system (balanced) observations 78

Stacked instruments: (LOG(WR),*) (LOG(R),*) (LOG(PE),*) (LOG(K),*)

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C(1) 12.24531 2.434298 5.030324 0.0000

C(2) 0.912230 0.288061 3.166788 0.0023

C(3) -0.763200 0.413605 -1.845238 0.0694

C(4) -1.140009 0.663491 -1.718197 0.0904

C(5) 6.886605 1.095359 6.287077 0.0000

C(6) 0.218920 0.078794 2.778397 0.0071

C(7) 0.267393 0.142922 1.870907 0.0657

C(8) -32.36772 11.81841 -2.738755 0.0079

C(9) -0.879769 0.528126 -1.665831 0.1004

C(10) 3.826266 1.142906 3.347838 0.0013

C(11) -0.381222 0.326809 -1.166500 0.2475

Determinant residual covariance 4.60E-05

Equation: LOG(QD)=C(1)+C(2)*LOG(PD)+C(3)*LOG(WR)+C(4)*LOG(R) Eqn specific instruments: LOG(WR) LOG(R) LOG(PE) LOG(K) C Observations: 26

R-squared 0.702584 Mean dependent var 13.63241

Adjusted R-squared 0.662027 S.D. dependent var 0.353871

S.E. of regression 0.205724 Sum squared resid 0.931095

Durbin-Watson stat 1.311143

Equation: LOG(QE)=C(5)+C(6)*LOG(PE*K)+C(7)*LOG(PD) Eqn specific instruments: LOG(WR) LOG(R) LOG(PE) LOG(K) C Observations: 26

R-squared 0.874875 Mean dependent var 13.95121

Adjusted R-squared 0.863994 S.D. dependent var 0.580221

S.E. of regression 0.213979 Sum squared resid 1.053105

Durbin-Watson stat 0.325864

Equation: LOG(PD)=C(8)+C(9)*LOG(PE)+C(10)*LOG(QT)+C(11)*LOG(K) Eqn specific instruments: C

Observations: 26

R-squared 0.771227 Mean dependent var 14.51093

Adjusted R-squared 0.740031 S.D. dependent var 0.843365

S.E. of regression 0.430008 Sum squared resid 4.067955

Durbin-Watson stat 0.691569


(6)