Prinsip-Prinsip Etika Bisnis dalam Islam

dan kompetitif. Semuanya itu telah menjadi gambaran pribadi, etika bisnis Muhammad saw ketika Beliau masih muda. 36 Dengan merujuk pada ayat al–Qur’an dan al-Hadits serta contoh nyata dari teladan Rasulullah saw., sebagai landasan operasional, dapat kita ketahui prinsip- prinsip dan rambu-rambu etika bisnis yang harus diimplementasikan serta diamalkan oleh kita semua dalam kehidupan sehari–hari. Terutama bagi para pelaku bisnis yang menjadi lahan penghidupan. yaitu: a. Prinsip Otonom Hak otonom ini adalah hak kebebasan untuk mencapai keinginan. 37 Seorang pebisnis haruslah mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil dengan segala risiko ataupun akibat yang timbul bagi dirinya, perusahaannya dan juga bagi orang lain. Pebisnis yang otonom adalah pebisnis yang sadar akan kewajibannya dalam dunia bisnis untuk dapat bertindak otonom diperlukan adanya kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan keputusan tersebut. Keputusan yang diambil jika tidak dilanjutkan dengan implementasinya akan menjadi bumerang tersendiri 36 M. Nadratuzzaman Hosen, dkk, Khutbah Jum’at Ekonomi Syari’ah, Jakarta : PKES, 2008, h.10 37 Heru Satyanugraha, Etika bisnis prinsip dan aplikasi, Jakarta : LPFE, 2003 cet. Ke-1 h. 78 bagi keberlangsungan bisnisnya. Dalam hal ini adalah kepercayaan relasi maupun konsumen akan berkurang. 38 b. Prinsip Kejujuran Kejujuran merupakan syarat yang fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah saw sangat menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Banyak ayat Al–Qur’an memerintahkan kita dengan tegas untuk berbuat jujur dalam segala hal, termasuk juga dalam berbisnis. Sebagian dari bentuk kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan transparan dalam jual–belinya. Tidak hanya menampakkan yang baik seraya menyembuyikan cacat atau bagian yang buruk dari barang–barang yan diperdagangkan. 39 Dapat dimengerti betapa besar pahala yang dijanjikan oleh Allah swt. Untuk para pengusaha yang jujur karena memang hanya dengan jujurnya para pengusaha dunia usaha akan maju dan berkembang dengan baik. 40 Memang memiliki sifat jujur sangat sulit dan berat. Terlebih lagi di masa kini, ketika kehidupan materialistis relatif lebih mendominasi.sehingga dalam dunia bisnis pada umumnya mumgkin sulit untuk mendapatkan kejujuran yang sebenarnya. c. Prinsip saling menguntungkan 38 Ibid, h.78-79 39 M. Nadratuzzaman Hosen, dkk, Khutbah Jum’at Ekonomi Syari’ah, h.29 40 M. Syafi’I Antonio, Muhammad saw dan Etika bisnis. KIPSEI,1, Novenber, 2001, h.10 Prinsip ini berhubungan dengan dunia persaingan bisnis yang harus menghasilkan suatu win win situation. 41 Prinsip ini menuntut hal yang sama, yaitu agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain. Prinsip ini sangatlah mengakomodasikan hakikat dan tujuan bisnis. Pengusaha sebagai pebisnis ingin mendapatkan laba dan pembeli sebagai konsumen juga ingin mendapatkan barang ataupun jasa yang memuaskan dan menguntungkan dalam bentuk harga dan kualitas produk. Disisi lain bisnis haruslah dilakukan dan dijalankan sedemikian rupa agar masing-masing pihak yang melakukan transaksi sama-sama meraih keuntungan. d. Prinsip integrasi moral Pembisnis haruslah selalu menjaga nama baik perusahaannya dalam setiap melakukan hubungan bisnis. Ada sebuah imperative kepentingan moral yang berlaku bagi sendirinya untuk berbisnis sedemikian rupa agar dipercaya tetap paling unggul dan tetap yang terbaik dalam kualitas dan kuantitas. e. Amanah dan Memenuhi Janji Allah swt. dan Rasul-nya memerintahkan kepada setiap muslim untuk menunaikan amanah. Allah swt. Memerintahkan agar selalu menunaikan amanah dalam segala bentuknya, baik amanat perorangan maupun amanat perusahaan, amanat rakyat dan umat, seperti yang dipikul oleh seorang pemimpin Islam. Seorang manajer perusahaan adalah pemegang amanat dari pemegang sahamnya, yang wajib mengelola perusahaan dengan baik, sehingga menguntungkan pemegang saham dan 41 A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta : Kanisius, 1998 edisi baru h.79 memuaskan konsumennya. Sebaliknya orang-orang yang menyalahgunakan amanat berkhianat adalah berdosa di sisi Allah swt. Dan dapat dihukum didunia dan akhirat. Ajaran Islam mengharuskan seorang pembisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaga dan memenuhi hak–hak Allah swt serta manusia, dan menjaga muamalahnya dari unsur yang melampaui batas atau khianat. Seorang pembisnis muslim adalah sosok yang dapat dipercaya, sehingga ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya. Sifat ini juga merupakan syarat untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat. Memiliki sifat amanah dan menepati janji merupakan ciri sekaligus juga bukti dari keimanan yang dimiliki, dan dengan demikian, insyaAllah akan mengeluarkan orang dari kemunafikan. 42 f. Harus Halal dan Saling Ridho Tidak diragukan lagi, ajaran Islam yang suci mengharuskan umatnya untuk berperilaku halal, dan meninggalkan yang haram dalam seluruh aspek kehidupan, mulai dari cara memperoleh rizki, mengkonsumsi dan memanfaatkannya. Dengan demikian, barang atau produk atau jasa yang diperdagangkan juga haruslah yang halal, jangan yang haram. Memperdagangkan atau melakukan transaksi yang haram, misalnya babi, khamar, dan lain–lain. Kegiatan bisnis dan perdagangan harus dijalankan atas dasar suka sama suka, saling meridhoi. Tidak boleh dengan paksaan, tipu daya, kezaliman, menguntungkan satu pihak dengan merugikan pihak 42 M. Nadratuzzaman Hosen, dkk, Ekonomi Syariah, Jakarta : PKES, 2008, h..30 yang lain. 43 Untuk itu dalam Islam berbisnis atau jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi sehingga bisnis atau jual beli itu dapat dikatakan sah. Menurut jumhur ulama rukun jual beli ada empat : 1. penjual ba’i 2. pembeli mustari 3. ucapan shighoh dan 4. barang ma’kut alaih 44 Namun, terlepas dari perbedaan itu yang terpenting bahwa Islam sangat besar perhatianya terhadap transaksi bisnis untuk menimbulkan saling ridho dan tidak ada yang terzhalimi. Dengan adanya saling meridhoi maka akan timbul keberkahan dari hasil bisnis tersebut. g. Tidak Monopoli dan Tidak Menimbun ihtikar Termasuk dalam perbuatan yang tidak adil, lebih mementingkan keuntungan diri pribadi adalah monopoli. Tindakan tercela ini dilakukan agar memperoleh penguasaan pasar dengan mencegah pelaku lain untuk menyainginya melalui berbagai cara. Seringkali dengan cara–cara yang tidak terpuji. Tujuannya adalah untuk menaikkan harga agar pengusaha tersebut mendapat keuntungan yang sangat besar. Karena itu, sejumlah ulama, seperti Abu Hanifah dan para sahabatnya, melarang distributor qussam yang membagi-bagikan barang komoditas dan selainnya dengan imbalan melakukan monopoli padahal masyarakat sangat membutuhkannya sehingga permintaan naik dan barang menjadi mahal. 45 Karena itu 43 M. Nadratuzzaman Hosen, dkk, Ekonomi Syariah, Jakarta : PKES, 2008, h.28 44 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al- Islam wa Adillatuh Damaskus : Da’rul al-Fikr, 1989 jilid 5, h.6 45 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’atul Fatawa. Penerjemah Ahmad Syaikhu Jakarta : Darul Haq, 2007, h.29 Islam melarang menimbun barang yang pada saat itu masyarakat banyak memerlukan terhadap barang tersebut khususnya bahan kebutuhan pokok. 46 Islam memberikan jaminan kebebasan pasar dan kebebasan individu untuk melakukan bisnis, namun Islam melarang perilaku mementingkan diri sendiri, mengeksploitasi keadaan yang umumnya didorong oleh sifat tamak dan loba sehingga menyusahkan dan menyulitkan orang banyak. Perbuatan ihtikar semacam ini sangat dilarang. Keberhasilan bisnis bukan hanya bagaimana kita dapat memaksimalkan keuntungan dengan modal yamg minimal dalam jangka waktu singkat. Tetapi juga bagaimana bisnis dapat menjadi bernilai ibadah yang diridhoi Allah swt, dan dapat memberikan kemaslahatan kepada masyarakat banyak. h. Penipuan dan Pemalsuan Islam mengharamkan penipuan dalam semua aktifitas manusia, termasuk dalam kegiatan bisnis dan jual beli. Memberikan penjelasan dan informasi yang tidak benar, mencapur barang yang baik dengan yang buruk, menunjukkan contoh barang yang baik dan menyembuyikan yang tidak baik termasuk kategori penipuan. Karena itu kecurangan bisa masuk dalam jual beli dengan cara menyembunyikan aib dan memalsukan barang dagangan. Pada suatu hari Rasulullah saw., mengadakan inpeksi pasa. Rasulullah saw memasukkan tangannya kedalam tumpukkan gandum yang tampak baik, tetapi beliau terkejut karena ternyata yang didalam tidak baik basah. 47 46 Hussein Bahreisj, 450 Masalah Agama Islam Surabaya : Al-ikhlas, 1980, h.43 47 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Majmu’atul Fatawa. Penerjemah Ahmad Syaikhu, h.21 Untuk menimbulkan saling ridho antara penjual dan pembeli sehingga tidak ada yang merasa terdzhalimi karena itu dalam berdagang atau bisnis dalam Islam dikenal dengan khiyar. Khiyar adalah antara meneruskan atau tidak persetujuan jual beli selama berada dalam satu tempat penjualan karena masalahnya bahwa barang itu nantinya berguna atau tidak. Juga jika telah terjadi jual beli dimana waktunya tidak lebih dari 3 hari menurut imam Hanafi dan Maliki, maka barang itu dapat dikembalikan jika misalnya terjadi cacat dan barang itu belum dipergunakan. 48 Dalam bisnis modern kita dapat menyaksikan berbagai cara tak terpuji yang dilakukan oleh sebagian pembisnis, dan termasuk dalam kategori memalsukan data dari yang sebenarnya atau bahkan menipu khalayak. Jelas hal itu dilarang dalam Islam.

5. Fungsi dan Tujuan Etika Bisnis dalam Islam

Persaingan yang semakin ketat dan tidak sehat kerap membuat para pelaku bisnis yang ingin meperoleh laba secepatnya menempuh jalan pintas. Mereka tidak lagi mengindahkan norma-norma kepantasan berusaha atau etika bisnis mencari celah- celah guna menghindari ketentuan peraturan seolah hal yang biasa-biasa dalam praktek bisnis sehari-hari. 49 Karena itu, Suatu kegiatan haruslah dilakukan dengan etika atau norma yang berlaku di masyarakat bisnis. Etika atau norma–norma ini 48 Imam Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid Qurtubi ibnu Rusyd al-Hafid, Bidayatul Mujtahid Daruul Kitab al-Islamiyah, juz.1 h.158 49 Rosita S. Noer, Menggugah Etika Bisnis Orde Baru Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1998, h. 6 berfungsi agar para pengusaha tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan halal dan haram dan usaha yang dijalankan memperoleh simpati dari berbagai pihak. Dengan melaksanakan etika yang benar, akan terjadi keseimbangan hubungan antara pengusaha dengan masyarakat, pelanggan, pemerintah dan pihak–pihak lain yang berkepentingan. Masing–masing pihak akan merasa dihargai dan dihormati. Kemudian, ada saling membutuhkan di antara mereka yang pada akhirnya menumbuhkan rasa saling percaya sehingga usaha yang dijalankan dapat berkembang seperti yang diinginkan. Adapun tujuan etika bisnis adalah : 1. Untuk persahabatan dan pergaulan Etika dapat meningkatkan keakraban dengan karyawan, pelanggan atau pihak– pihak lain yang berkepentingan. Suasana akrab akan berubah menjadi persahabatan dan menambah luasnya pergaulan. Jika karyawan, pelanggan, dan masyarakat menjadi akrab, segala urusan akan menjadi lebih mudah dan lancar. 2. Menyenangkan orang lain Sikap menyenangkan orang lain merupakan sikap yang mulia. Jika kita ingin dihormati, kita harus menghormati orang lain dan berlaku sopan santun terhadap siapa pun. Sopan santun adalah pondasi dasar dan inti dari kebaikan tingkah laku, dan ia juga merupakan dasar dari jiwa melayani service dalam bisnis. 50 Sifat ini sangat dihargai dengan nilai yang tinggi, dan bahkan mencakup untuk semua sisi kehidupan. 50 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah life and general jakarta : Gema Insani Press, 2004 h.748