sangat berbeda dengan kondisi perempuan dalam sejarah arab jahili. Perempuan era sekarang sudah dapat mengakses dan mendapatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi sama seperti laki-laki. Bahkan banyak perempuan yang dapat mengungguli prestasi laki-laki. Sedangkan kelompok kedua berpendapat bahwa
QS. al-Nisa 4: 34 menyatakan bahwa laki-laki adalah syarat mutlak sebagai pemimpin bagi perempuan dalam segala bidang, tidak terkecuali imamah
perempuan dalam salat.
C. Imam Salat dalam Perspektif Al-Hadits
Secara umum, tidak ada hadits Nabi yang membedakan aturan dan tatacara salat antara perempuan dan laki-laki. Hampir bisa dipastikan, hadits-
hadits yang berkaitan dengan salat memiliki ketentuan yang sama. Perlakuan yang berbeda muncul dalam konteks pelaksanaan salat berjamaah, menyangkut
posisi perempuan dalam salat tersebut dan dibolehkannya perempuan bertindak menjadi imam salat berjamaah.
Pandangan paling umum dalam masyarakat muslim sepanjang sejarahnya sepakat menolak kepemimpinan perempuan bagi jamaah salat laki-
laki. Pandangan ini menyatakan bahwa perempuan tidak dibenarkan menjadi imam salat bagi makmum laki-laki. Perempuan menurut mereka, hanya
dibolehkan menjadi imam bagi jamaah perempuan.
38
Abu Hamid al-Isfirayini, tokoh utama aliran fiqh Iraqi dari mazhab Syafi’i Syaikh al-Iraqiyyin, menyatakan bahwa ”Seluruh ulama fiqh dari
38
Husein Muhammad, “Perempuan dalam Fiqh Ibadah”, Harkat vol. 5, no. 1 Oktober 2004: h. 4.
berbagai mazhab fiqh Islam, kecuali Abu Tsaur, salah seorang mujtahid besar, sepakat berpendapat bahwa kepemimpinan perempuan dalam salat bagi jamaah
kaum laki-laki adalah tidak sah”.
39
Akan tetapi, pernyataan Abu Hamid ini dibantah oleh Qadhi Abu Thayyib dan al-Abdari. Kedua tokoh ini menyatakan bahwa ”Kebolehan
perempuan menjadi imam salat bagi kaum laki-laki bukan hanya dikemukakan oleh Abu Tsaur saja, melainkan juga Ibn Jarir al-Thabari dan imam al-
Muzani”.
40
Al-Thabari adalah seorang mufassir terkemuka, sejarawan, dan pendiri mazhab fiqh, sementara al-Muzani adalah murid utama imam al-Syafi’i
Argumen yang dikemukakan untuk pandangan yang pertama ini adalah hadits Nabi SAW. antara lain adalah:
ﻝﺎﻗ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﱯﻨﻟﺍ ﻦﻋ ﺮﺑﺎﺟ ﻦﻋ :
ﰊﺍﺮﻋﺃ ﻻﻭ ﻼﺟﺭ ﺓﺃﺮﻣﺍ ﻦﻣﺆﺗﻻ ﺎﻨﻣﺆﻣ ﺮﺟﺎﻓ ﻦﻣﺆﻳﻻﻭ ﺍﺮﺟﺎﻬﻣ
ﻪﺟﺎﻣ ﻦﺑﺍ ﻪﺟﺮﺧﺍ
41
Artinya: Dari sahabat Jabir, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Janganlah
sekali-kali perempuan menjadi imam salat bagi laki-laki, orang Arab Badui bagi orang-orang Muhajir mereka yang ikut hijrah bersama nabi ke
Madinah, dan orang jahat bagi orang mukmin”.
Sementara pandangan kedua yakni pandangan minoritas ulama fiqh Abu Tsaur, al-Muzani, dan al-Thabari mendasarkan pendapatnya pada hadits Ummu
Waraqah yang diriwayatkan Abu Daud sebagai berikut:
39
Syarafuddin al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab Beirut: Dar Ihya al-Turas al- Arabiy, 2001, Juz IV, h. 107.
40
Ibid., h. 107.
41
Ibnu Majah al-Qozwini, Sunan Ibnu Majah Beirut: Bait al-Afkar al-Dauliyah, 2004, h. 122.
ﻝﺎﻗ ﺙﺭﺎﳊﺍ ﻦﺑ ﷲﺍ ﺪﺒﻋ ﺖﻨﺑ ﺎﻬﻨﻋ ﷲﺍ ﻲﺿﺭ ﺔﻗﺭﻭ ﻡﺃ ﻦﻋﻭ :
ﻝﻮﺳﺭ ﻥﺎﻛﻭ ﺎﻫﺮﻣﺍﻭ ﺎﳍ ﻥﺫﺆﻳ ﺎﻧﺫﺆﻣ ﺎﳍ ﻞﻌﺟﻭ ﺎﻬﺘﻴﺑ ﰲ ﺎﻫﺭﻭﺰﻳ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﷲﺍ
ﺎﻫﺭﺍﺩ ﻞﻫﺃ ﻡﺆﺗ ﻥﺃ .
ﻦﲪﺮﻟﺍ ﺪﺒﻋ ﻝﺎﻗ :
ﺍﲑﺒﻛ ﺎﺨﻴﺷ ﺎﺫﺆﻣ ﺖﻳﺃﺭ ﺎﻧﺄﻓ ﻪﺟﺮﺧﺍ
ﺩﻭﺍﺩ ﻮﺑﺍ
42
Artinya: Dari Ummu Waroqah bintu Abdillah bin Al Haarits, beliau
menyatakan bahwa Rasulullah mengunjunginya di rumah dan mengangkat untuknya seorang muazin yang berazan untuknya dan memerintahkannya
untuk mengimami keluarganya di rumah. Abdurrahman berkata: saya melihat muazinnya seorang lelaki tua”.
Nama lengkap Ummu Waraqah adalah Ummu Waraqah binti Abd Allah bin al-Harits bin Uaimir bin Naufal al-Anshari.
43
Al-Asqalani menyatakan bahwa “Nabi SAW. Mengunjungi Ummu Waraqah dan menamakannya
Syahidah. Beliau memerintahkannya untuk mengimami keluarganya, kemudian ia menjadi imam mereka dan ia mempunyai muazin. Maka kedua anak didiknya
membunuh Ummu Waraqah. Hal ini terjadi pada masa khalifah Umar bin al- Khattab. Umar datang kepada keduanya, kemudian mensalib keduanya.
Keduanya adalah orang yang pertama disalib di Madinah. Maka Umar berkata: “Benar Rasulullah bersabda: Mari kita mengunjungi Syahidah Ummu
Waraqah”.
44
Itulah kisah Ummu Waraqah yang kemudian menjadi imam salat jamaah untuk penghuni rumahnya. Kisah ini diriwayatkan oleh sejumlah ahli
42
Abu Daud al-Sijistani, Sunan Abi Daud Beirut: Dar ibnu al-Hazm, t.th, Juz I, h. 100
43
Ibnu Hajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib India: Majlis Da’irat al-Ma’arif al- Nizhamiyah, t.th, Juz X, h. 533.
44
Ibid., h. 534.
Hadits sebagaimana yang dikutip oleh Husein Muhammad yaitu imam Ahmad bin Hanbal w. 241 H dalam kitabnya al-musnad, imam Abu Daud w. 275 H
dalam kitabnya Sunan Abi Daud, dan imam Ibnu Khuzaimah w. 311 H dalam kitabnya Shahih Ibnu Khuzaimah.
45
Selanjutnya diriwayatkan oleh imam al-Tabrani w. 360 H dalam kitabnya al-Mu’jam al-Kabir, imam al-Daruqutni w. 385 H dalam kitabnya
sunan al-Daruqutni, imam Ibnu al-Jarud w. 307 H dalam kitabnya al- Muntaqa, imam al-Hakim w. 407 H dalam kitabnya al-Mustadrak, dan imam
al-Baihaqi dalam kitabnya Kitab Sunan al-Shagir.
46
Hadits-hadits di atas menyatakan bahwa terdapat dua pendapat ulama yang kontradiktif tentang imamah perempuan dalam salat bagi makmum laki-
laki. Pendapat mayoritas ulama mazhab tidak membolehkan perempuan menjadi imam salat bagi makmum laki-laki. Pendapat ini berpatokan kepada hadits Jabir
yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang menyatakan bahwa perempuan tidak boleh menjadi imam salat bagi makmum laki-laki. Sedangkan minoritas ulama
seperti yang dikemukakan oleh Abu Tsaur, Muzani dan al-Thabari berpendapat bahwa perempuan dibolehkan menjadi imam bagi makmum laki-laki. Mereka
berpendapat bahwa hadits Ummu Waraqah riwayat Abi Daud secara zahir menyatakan bahwa Ummu Waraqah diizinkan menjadi imam penghuni
rumahnya sedangkan di situ terdapat laki-laki.
45
Ali Mustafa Yaqub, Imam Perempuan, h. 28
46
Ibid., h. 29-29
78
BAB IV ANALISIS TERHADAP METODOLOGI ARGUMENTASI