55
BAB III PEREMPUAN MENJADI IMAM SALAT DALAM PANDANGAN ULAMA
A. Imam Salat
1. Pengertian Imam Salat Imamah menurut bahasa berarti “kepemimpinan”. Imam artinya
“pemimpin”, seperti “ketua” atau yang lainnya, baik dia memberikan petunjuk ataupun menyesatkan. Imam juga disebut khalifah yaitu penguasa dan
pemimpin tertinggi rakyat. Kata imam juga bisa digunakan untuk Al-Qur’an karena Al-Qur’an itu adalah imam pedoman bagi umat Islam. Demikian
pula, bisa digunakan untuk Rasulullah SAW karena beliau adalah pemimpin. Kata imam juga digunakan untuk orang yang mengatur kemaslahatan sesuatu,
untuk pemimpin pasukan, dan untuk orang dengan fungsi lainnya.
1
Di dalam Al-Qur’an tidak disebutkan kata imamah, yang ada imam pemimpin dan aimmah pemimpin-pemimpin,
2
seperti dalam firman Allah SWT QS. Al-Baqarah 1: 124
ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ 1
:
124
1
Ali Ahmad al-Salus, Imamah dan Khalifah dalam Tinjauan Syar’i. Penerjemah Asmuni Solihin Zamarkhsyari Jakarta: Gema Insani Press, 1997, h. 15
2
Ibid., h. 15
Artinya: ”Dan ingatlah, ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa
kalimat perintah dan larangan, lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh
manusia. Ibrahim berkata: Dan saya mohon juga dari keturunanku. Allah berfirman: Janji-Ku ini tidak mengenai orang yang zalim. QS.
Al-Baqarah 1: 124
ﺀﺎﻴﺒﻧﻻﺍ 21
:
73 Artinya:
”Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan
kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu
menyembah”. QS. al-Anbiya 21: 73
ﺔﺑﻮﺘﻟﺍ 09
:
12 Artinya:
”Jika mereka merusak sumpah janjinya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, Maka perangilah pemimpin-pemimpin
orang-orang kafir itu, karena Sesungguhnya mereka itu adalah orang- orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka
berhenti”. QS. al-Taubah 9: 12
ﺺﺼﻘﻟا 28
: 41
Artinya: ”Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru
manusia ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong”. QS. al-Qashash 28: 41
Sedangkan menurut Wahbah Zuhaili, arti imam terbagi menjadi dua bagian yaitu imam dalam pengertian luas dan sempit. Pengertian yang luas
berarti hak pengendalian yang menyeluruh atas manusia atau memberi ketaatan pada ketua dalam perkara agama dan dunia.
3
Al-Mawardi mengatakan imamah ditujukan untuk mengantikan tugas kenabian dalam
memimpin urusan agama dan dunia.
4
Dalam pengertian sempit, maksudnya adalah imam salat, yang berarti hubungan salat seseorang dengan imamnya.
5
Imam adalah orang yang memimpin pelaksanaan salat jamaah.
2. Syarat Imam Salat Persoalan tentang kepemimpinan dalam salat imam telah
menjadi salah satu topik kajian para ulama dalam f iq h ibadah. Signifikasi konsep imamah ini terlihat dengan adanya berbagai kriteria
yang ditetapkan ulama bagi orang-orang yang akan didaulat sebagai imam salat. Para ulama menetapkan beberapa syarat imam salat, yang
terkadang antara ulama satu dengan yang lainnya berbeda pendapat. Mainstream ulama memberikan beberapa kriteria yaitu muslim, berakal,
baligh, pria, suci dari hadas dan kotoran, bacaannya baik, alim, dan
3
Wahbah Zuhailli, al-Fiqh al-Islam Waadillatuhu Damaskus: Dar al-Fikr, 2004, jilid II h. 1191-1192
4
Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th, h. 5.
5
Wahbah Zuhailli, al-Fiqh al-Islam Waadillatuhu, h. 1192
sebagainya.
6
Wahbah Zuhaili menerangkan bahwa untuk menjadi imam salat ada 9 syarat yakni:
a. Muslim, maka tidak boleh imam dari golongan kafir. b. Berakal, maka tidak boleh salat di belakang orang gila.
c. Baligh. Menurut jumhur ulama tidak sah imam mumayyiz anak kecil bagi orang yang sudah baligh, baik bagi salat fardu maupun salat sunnah,
dan bagi salat fardu saja menurut mazhab Maliki dan Hanbali. d. Laki-laki yang sempurna. Apabila makmumnya laki-laki atau khunsa
banci, maka tidak sah yang menjadi imam itu wanita atau banci, baik dalam salat fardu maupun salat sunnah.
e. Suci, maka tidak sah imam itu seorang yang berhadas. f. Pandai membaca al-Qur’an. Menurut jumhur, tidak sah imamah itu
seorang yang ummi bodoh dalam bacaan. g. Keadaannya bukan makmum, maka tidak sah mengikuti makmum.
h. Mazhab Hanafi dan Hanbali mensyaratkan bahwa imam itu harus terpelihara dari uzur halangan.
i. Imam itu orang yang bagus lidahnya bahasanyatidak cadel.
7
6
Elya Munfarida, “Kepemimpinan Perempuan dalam Ibadah: Tafsir Transformatif atas Diskursus Imam Perempuan bagi Laki-Laki dalam Shalat”, Studi Anak dan Gender vol. 3 no. 2 Juli-
Desember 2008: h. 2
7
Wahbah Zuhailli, al-Fiqh al-Islam Waadillatuhu, h. 1192-1198
Secara terperinci, Abu Hanifah mendahulukan mereka yang lebih atas pengetahuan hukum-hukum, kemudian yang paling baik bacaannya,
kemudian mereka yang wara’, muslim, berumur, memiliki akhlak mulia, tampan wajahnya, baik nasabnya, dan paling bersih pakaiannya. Apabila
terdapat sejumlah orang yang sama kriterianya, maka diadakan undian untuk memilih salah seorang yang berhak menjadi imam.
8
Senada dengan pandangan Hanafiyah, Malikiyah memberikan syarat-syarat
kepemimpinan shalat secara agak luas, mencakup ke arah imamah kubra, dan memperluas syarat-syaratnya. Adapun persyaratan secara
rinci yang dikemukakan Malikiyah adalah lebih mendahulukan sultan penguasa atau wakilnya, imam masjid, penghuni rumah, yang paling
tahu tentang masalah salat, yang paling baik bacaannya, yang paling banyak ibadahnya, yang lebih dulu Islamnya, suci nasabnya, memiliki
akhlak mulia, bagus pakaiannnya dan jika sama akan diadakan undian untuk menentukannya.
9
Sementara itu, Syafi’iyah memberikan persyaratan penguasa dan imam masjid lebih didahulukan daripada mereka yang lebih paham
terhadap masalah salat dan baru kemudian mereka yang paling baik bacaannya.
Hanabilah berpandangan bahwa o ra n g yang berhak menjadi imam adalah yang s e s e o r a n g y a n g paling paham dan paling
8
Ibid., h. 1201-1202.
9
Ibid., h. 12021203.
baik bacaannya, kemudian orang yang paling baik bacaannya saja, dan jika tidak ada maka baru mereka yang paling paham tentang masalah
salat. Namun, jika masih ditemukan ada yang sama, maka ditentukan melalui undian. Berbeda dengan tradisi Sunni, kalangan Syi’ah lebih
mendahulukan para imam mereka untuk pimpinan salat. Apabila terdapat kesamaan, maka yang didahulukan adalah yang lebih paham terhadap
ajaran agama, lebih baik bacaannya dan lebih tua umurnya.
10
Secara umum, dari pendapat para ulama di atas terdapat beberapa kriteria yang bersifat substansial, yang disepakati oleh mereka, untuk
seseorang yang dapat menjadi imam yakni kemampuan bacaan dan kapasitas ilmu agama yang baik.
Sementara kriteria-kriteria lain, seperti umur, kedudukan, akhlak, dan lain sebagainya, menjadi tidak terlalu substansial dibandingkan kedua
kriteria di atas. Namun, beberapa ulama memberikan persyaratan khusus terkait dengan kriteria jenis kelamin, yang hanya membolehkan
laki-laki sebagai imam. Sementara itu, perempuan hanya diperbolehkan imam bagi kaumnya saja.
Sedangkan Hasbi as-Shiddieqy mengemukakan bahwa syarat minimal imam salat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
11
10
Ibid., h. 1203-1205.
11
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, h. 455
a. Sanggup menunaikan salat. Maka jika dengan tiba-tiba datang ganguan, hendaklah ia menggantikan dirinya dan mundur ke dalam shaf.
b. Mengetahui ketentuan salat. Mengetahui sah tidaknya salat dalam segala sudut. Karena itu, tidak sah diikuti orang yang tidak sedikit juga
mengetahui Al-Qur’an dan tidak mengetahui fiqh. Dikehendaki dengan mengetahui fiqh di sini, ialah mengetahui hukum-hukum bersuci dan
hukum-hukum salat. c. Mempunyai hafalan yang kuat.
d. Tidak cacat bacaan Al-Qur’an Al-Fatihah dan surat, dan dzikir
3. Praktek Pelaksanaan Pengimaman Salat Berjamaah dalam Sejarah Islam Klasik
Permulaan Nabi Muhammad SAW. mengerjakan salat berjamaah secara terang-terangan dan terus-menerus, ialah di Madinah. Di kala masih di
Mekkah, Nabi SAW. tidak mengerjakan salat dengan berjamaah di Masjid, karena sahabat Nabi kala itu masih lemah. Nabi SAW. salat berjamaah di
rumahnya, terkadang-kadang dengan sayyidina Ali ra. dan terkadang-kadang dengan sayyidatina Khadijah ra. Jika Nabi SAW. salat berjamaah dengan para
sahabat di luar rumah, maka Nabi SAW. melaksanakannya di tempat-tempat yang sepi. Para sahabat Nabi SAW. pun demikian halnya, yakni berjamaah di
rumah atau di tempat-tempat yang tersembunyi.
12
12
Ibid., h. 432
Orang-orang yang menghadiri jamaah bersama-sama lelaki adalah kebajikan. Sejarah dan riwayat membuktikan bahwa orang-orang perempuan
di masa Nabi SAW. turut salat bersama-sama Nabi SAW. baik di waktu siang maupun di malam hari. Bahkan Nabi SAW. melarang para sahabat melarang
istri-istri mereka pergi salat berjamaah ke mesjid pada malam hari. Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW:
ﺪﺟﺎﺴﳌﺍ ﱃﺇ ﺝﻭﺮﳋﺍ ﻦﻣ ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ ﺍﻮﻌﻨﲤ ﻻ ﻞﻴﻠﻟﺎﺑ
13
Artinya: ”Janganlah kalian melarang istri-istri kalian pergi ke mesjid di
malam hari”. HR Muslim. Jika orang-orang perempuan salat berjamaah bersama-sama
perempuan, mereka diimami oleh seorang perempuan, maka ini pun dianggap baik karena tidak ada nash yang melarangnya. Aisyah ra. mengimami orang-
orang perempuan pada salat Maghrib. Beliau berdiri di tengah-tengah pada shaf pertama dengan menjaharkan bacaan. Aisyah juga pernah menjadi imam
bagi orang-orang perempuan dalam salat Tathauwwu’. Beliau menjadi imam bagi sesama perempuan. Ummu Salamah mengimami orang-orang perempuan
pada salat Ashar. Beliau berdiri di tengah-tengah mereka shaf pertama. Ummu Salamah juga menjadi imam bagi orang-orang perempuan di bulan
Ramadhan.
14
13
Abu al-Husain Muslim, Shahih Muslim Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2007, Vol. IV, h. 383.
14
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat, h. 444-445.
Dalam kitab Fiqh Sunnah, karangan Syeikh Sayyid Sabiq terdapat bab kebolehan perempuan menjadi imam bagi perempuan. Dalam bab ini
dijelaskan bahwa Aisyah dan Ummu Salamah pernah mengimami jamaah perempuan, dan Ummu Waraqah pernah diperintah oleh Nabi untuk menjadi
imam bagi keluarganya dalam salat fardhu, sedang di antara mereka ada seorang laki-laki.
15
B. Imam Salat dalam Perspektif Tafsir Al-Qur’an