Memadamkan aliran listrik ketika banjir datang Meninggikan bangunan rumah yang terletak di bibir sungai

b. Memadamkan aliran listrik ketika banjir datang

Masyarakat kelurahan Aur yang telah terbiasa menghadapi banjir khususnya yang berada di bantaran sungai selalu melakukan pemadaman listrik sebelum meninggalkan pemukiman mereka saat banjir datang. Kesadaran akan pentingnya melakukan pemadaman listrik saat datangnya bencana banjir. Masyarakat bantaran sungai sadar bahwa arus listrik saat banjir datang tidak hanya membahayakan keluarganya tetapi seluruh masyarakat di sekelilingnya.

c. Meninggikan bangunan rumah yang terletak di bibir sungai

Gambar 4.4. Beradaptasi terhadap banjir dengan meninggikan bangunan rumahnya Pada umumnya rumah-rumah yang terletak di pinggiran sungai adalah yang paling sering dan parah menerima dampak dari banjir di kelurahan Aur. Masyarakat bantaran sungai yang sebagaian besar membangun rumahnya dengan dua tingkat dan beberapa masyarakat yang rumahnya terletak tepat dipinggir sungai juga telah berusaha meninggikan bangunan supaya mereka bisa mengurangi akibat dari banjir yang terjadi. Rata-rata rumah yang terletak di Universitas Sumatera Utara pinggiran sungai telah memiliki lantai dua sebagai tempat berlindung ketika banjir melanda. Salah seorang warga menyatakan : “Kita sengaja buat lantai dua itu dek, supaya kalau datang banjir kita bisa langsung naikkan barang berharga ke lantai atas. Adek bayangkan kalau tiba-tiba banjir datang di tenngah malam, kalua kita tidak siap bisa habis harta dan barang yang kami miliki. Intinya kalau ada uang kita lenih memilih untuk meninggikan rumah daripada pindah dari sini”Indah,30 tahun Masyarakat kelurahan Aur yang rumahnya di bibir sungai sudah terbiasa menghadapi banjir yang terjadi secara mendadak. Keputusan mereka untuk meninggikan bangunan tempat tinggal dimaksudkan unruk melindungi harta dan barang barang berharga dari kerusakan akibat banjir yang terjadi. Dengan ditinggikannya rumah tersebut kerugian harta benda masyarakat akibat banjir di kelurahan Aur dapat diminimalisir. Akan tetapi tidak semua masyarakat memiliki kemampuan ekonomi yang memadai untuk meninggikan rumah mereka. Masih ada juga masyarakat yang rumahnya hanya satu lantai dan berpapasan kangsung dengan bibir sungai yang membuat mereka pasrah saja apanila banjir terjadi di kelurahan Aur. 4.2.2 Strategi Mitigasi Pemerintah Kota Medan dan Masyarakat Kelurahan Aur dalam Menghadapi banjir

A. Pra Bencana

Bermukim di bantaran Sungai Deli dimanfaatkan oleh masyarakat bantaran Sungai Deli Kampung Aur sebagai tempat mandi, cuci, kakus pada umumnya. Walaupun semua rumah yang ada di lingkungan ini memiliki kamar mandi layak pakai dan ketersediaan air PAM tercukupi, namun kegiatan seperti Universitas Sumatera Utara itu sudah menjadi suatu kebiasaan dan sudah turun temurun. Seperti pernyataan oleh salah satu informan yang peneliti temui di Kampung Aur: “Kalau kami sih udah biasa mandi di sungai, nyuci baju, nyuci piring, ada juga yang buang air besar. Gak tau kenapa, kami tidak merasa jijik atau jorok, udah dari semenjak kecil dulu kami sering mandi dan buang air besar di sungai. Udah kayak terbiasa gitu. Kalau di sungai kan rame-rame, bisa sambil ngobrol-ngobrol dengan ibu-ibu yang lain. anak-anak juga rame, banyak yang berenang. Beda kalau mandi di kamar mandi sendiri Dari pernyataan informan di atas dapat disimpulkan bahwa mandi, cuci dan buang air besar di sungai sudah menjadi suatu budaya di tengah-tengah masyarakat Kampung Aur, apalagi hal seperti itu sudah dilakukan dari semenjak mereka kecil dan akhirnya menjadi terbiasa hingga saat ini. Bahkan peneliti juga menemui ibu-ibu yang membawa balita mereka untuk mandi di pinggir sungai. Mereka tahu air sungai memang tidak bersih dan sebenarnya tidak layak untuk digunakan sebagai air untuk mandi, dan perilaku seperti itu dapat menimbulkan penyakit, tetapi terpaksa dilakukan karena keterbatasan, sudah terbiasa dan merasa kebal terhadap penyakit. Seperti yang dinyatakan oleh seorang Ibu muda ketika membawa balitanya untuk mandi di pinggir sungai. “Anak kakak senang banget mandi di pinggir sungai dek. Sungainya kan dangkal, jadi kadang dia sambil berenang-renang. Tapi kalau arusnya lagi deras dan airnya naik, nggak kakak mandikan di sungai dek…. Belum pernah anak kakak sakit gara- gara mandi di pinggir sungai, lagian udah pada kebal sih. Jadi yaa santai aja. Semua pada kayak gitu kok.” Universitas Sumatera Utara Sungai selain di manfaatkan oleh masyarakat Kampung Aur sebagai tempat mandi, cuci dan kakus, mereka juga melakukan suatu aktivitas menangkap ikan. Ada beberapa jenis ikan di sungai ini, seperti ikan sapu kaca, udang lobster, ikan mujair dan ikan nila walaupun tidak banyak. Diantara kesemua jenis ikan yang ada, jenis ikan yang paling banyak dan mudah di dapatkan adalah ikan sapu kaca. Sudah menjadi hobi dan kesenangan masyarakat Kampung Aur untuk memancing dan menangguk ikan. Apabila arus sungai tidak deras, sungai di jadikan arena permainan untuk menangkap ikan oleh anak-anak. Tidak hanya masyarakat Kampung Aur yang memanfaatkan Sungai Deli,seorang warga asal Glugur juga memanfaatkan Sungai Deli untuk menangkap ikan sapu kaca, yang katanya telurnya berfungsi sebagai bahan untuk membuat pelet. “Telur ikan sapu kaca bisa di pergunakan untuk bahan membuat pelet ikan. Setiap harinya, mulai dari subuh sampai menjelang magrib saya selalu menelusuri sungai Deli untuk menangkap ikan sapu kaca, dengan menggunakan ban-ban bekas yang sudah di rakit dan jaring ala kadarnya. Tapi liat situasi juga sih, kalo arusnya sedang deras, saya tidak berani turun ke sungai.” Selain menangkap ikan sebagai suatu hobi dan kesenangan, ada hal lain yang menguntungkan masyarakat. Aliran sungai yang membawa bermacam- macam jenis sampah, seperti botol plastik, botol kaca, kaleng susu, dan lainnya dapat di manfaatkan sebagai botot. Biasanya anak-anak atau siapa saja ketika melihat ada jenis sampah yang dapat di manfaatkan sebagai botot, mereka akan siap sedia menangguk dengan menggunakan jaring yang cukup besar dengan galah mencapai tiga meter. Baskom besar dan galah panjang sudah tersedia di pinggir sungai untuk menampung sampah-sampah yang dianggap bisa Universitas Sumatera Utara menguntungkan. Setelah baskom tersebut penuh, maka akan di jual ke tukang botot. Gambar 4.5. Lokasi Masyarakat Melakukan Aktivitas Sehari-hari Seperti Mandi, Mencuci dan lainnya Bagi masyarakat Kampung Aur perilaku-perilaku tersebut diatas, seperti mandi, cuci dan kakus, menangkap ikan dan mengutip sampah-sampah yang dianggap menguntungkan merupakan perilaku masyarakat Kampung Aur dalam pemanfaatan sungai Deli yang mempunyai nilai-nilai tersendiri. Seperti pernyataan informan di atas, berbeda rasanya jika mandi di kamar mandi sendiri dan mandi ramai-ramai di bantaran sungai. Perilaku seperti itu dapat menjalin hubungan dan komunikasi yang baik antar masyarakat, antar tetangga sehingga hubungan kekerabatan terasa kental di lingkungan ini. Banjir yang terjadi di Kampung Aur bukanlah banjir yang terjadi hanya sekali dua kali saja. Tetapi sudah langganan setiap tahunnya. Bahkan pernah terjadi selama seminggu penuh. Dengan keadaan yang demikian membuat masyarakat mempunyai cara dan tindakan untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh banjir, menjadi suatu adaptasi yang sesuai dengan budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat di Kampung Aur. Universitas Sumatera Utara Selain itu, adaptasi yang dilakukan masyarakat untuk menghindari korban jiwa ketika banjir datang yaitu dengan mendirikan rumah menjadi dua tingkat. Bagi mereka lebih mudah naik ke lantai dua daripada harus naik ke jalan. Selain untuk menghindari barang-barang mereka hilang diambil oleh orang bukan warga Kampung Aur yang mencari kesempatan dalam keadaan terjepit. Menyediakan alat-alat keselamatan sederhana Untuk mengantisipasi masalah banjir masyarakat Kelurahan Aur juga mempersiapkan alat keselamatan sederhana. Alat tersebut dimaksudkan untuk menjaga-jaga apabila banjir datang secara tiba-tiba. Kejadian banjir tidak dapat dicegah, namun hanya dapat dikendalikan dan dikurangi dampak kerugian yang diakibatkannya. Karena datangnya relatif cepat, untuk mengurangi kerugian akibat bencana tersebut perlu dipersiapkan penanganan secara cepat, tepat dan terpadu. Dan yang tidak kalah penting adalah mempersiapkan peralatan sederhana dalam menghadapi bencana banjir. Ketika terjadi bencana, bisa dipastikan kita berada dalam keadaan tidak shock dan panik. Peralatan yang dipersiapkan antara lain pelampung dari ban dalam bekas. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.6. Peralatan sederhana menghadapi banjir Medan Flood Control Project Sungai Deli adalah sungai yang bersejarah di Kota Medan yang mengalir membelah inti kota Medan. Sungai ini sering mengalami banjir dan melimpasi areal di sekitarnya. Bencana banjir tanggal 26 Nopember 1990 tercatat sebagai banjir yang terutama melimpasi daerah utara kota Medan daerah utara Helvetia dengan seluas 45 km 2 dan mengakibatkan korban jiwa. Sungai Percut yang melintasi di sekitar kota Medan juga mempunyai kondisi yang hampir sama. Banjir tanggal 23 Desember 1992 mengakibatkan melimpasnya air di daerah sekitar sungai dan daerah utara, dengan luas yang hampir sama dengan yang diakibatkan banjir sungai Deli. Limpasan air terjadi karena tidak cukupnya Universitas Sumatera Utara kapasitas volume penampang yang ada di pinggiran sungai-sungai tersebut. http:www.waspada.co.idindex.php?option=com_contentview=articleid=16 6973:bangunan-pinggir-sungai-picu- banjircatid=15:sumutItemid=28 diakses 20 November 2014 pukul 20.50 WIB Kejadian banjir di kota Medan yang hampir rata-rata 10-12 kalitahun sangat dipengaruhi oleh kondisi DAS sungai Deli dan DAS Belawan di daerah hulu. Mencakup kabupaten Karo, kabupaten Deli Serdang dan kota Medan serta disebabkan oleh 2 dua hal yaitu : 1. Banjir akibat kiriman dari daerah hulu 2. Banjir di kota Medan sendiri akibat kondisi drainase kota yang sangat buruk poor drainage.Bencana banjir di kota Medan sebagian besar terjadi di sepanjang sungai Deli. Daerah Aliran Sungai DAS Deli dengan luas 481,62 km 2 berawal dari pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian 1.725 m di atas permukaan laut hingga pantai Selat Malaka. Sungai Deli dengan panjang 75,8 km mengalir melalui kota Medan yang berada di bagian hilir DAS Deli dengan ketinggian berkisar 0-40 m di atas permukaan laut. Sungai ini merupakan saluran utama yang mendukung drainase kota Medan dengan cakupan luas wilayah pelayanan sekitar 51 dari luas kota Medan. Dari hasil observasi yang telah dilaksanakan pada daerah aliran sungai Deli, terbatasnya peningkatan kapasitas sungai Deli oleh karena banyaknya bangunan, baik bangunan perumahan, perkantoran maupun industri di sepanjang sungai. Dimana luas daerah genangan ± 9.000 ha yang terdiri dari daerah pemukiman, industri dan areal transportasi yang semua ini terjadi antara lain Universitas Sumatera Utara disebabkan akibat penampang sungaianak sungai melalui daerah potensial tersebut semakin kecil disebabkan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, bertambahnya aliran permukaan, kerusakan daerah tangkapan air di hulu sungai, dan kurangnya tingkat kesadaran masyarakat dimana sering membuang sampah ke sungaianak sungai dan sangat minimnya biaya operasi serta pemeliharaan untuk bangunan drainase yang sudah ada. Banjir pada hakekatnya hanyalah salah satu output dari pengelolaan DAS yang tidak tepat. Bencana banjir menjadi populer setelah dalam waktu yang hampir bersamaan akhir bulan Januari 2002 beberapa kota dan kabupaten di Indonesia terpaksa harus mengalami bencana ini. Bahkan, Medan yang notabene merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, terpaksa harus terendam air. Sudah tentu kerugian yang harus diderita oleh masyarakat sangatlah besar. Dari hasil investigasi Tim Peneliti BTP DAS di dua DAS di Sumatera Utara, yaitu DAS sungai Deli dan DAS Salah satu cara untuk menangani permasalahan banjir di Kota Medan adalah dengan membangun Floodway Saluran Pengelak Banjir dari Sungai Deli ke Sungai Percut. Proyek Pengendalian Banjir Medan Medan Flood Control Project ini di mulai dengan studi Belawan Padang Integrated River Basin yang merupakan kerjasama JICA dan Pemerintah Republik Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Pengembangan Sumber Daya Air pada tahun 1990-1992. Studi ini meliputi sungai-sungai antara lain: Sungai Belawan, Sungai Deli – Percut, Sungai Serdang, Sungai Ular, Sungai Belutu, Sungai Padang. Salah satu kajian dari studi tersebut adalah pengendalian banjir flood control dari sungai-sungai tersebut diatas. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan kajian cost benefit analysis analisis biaya keuntungan yang dilakukan oleh JICA ternyata pekerjaan pengendalian banjir untuk Kota Medan pengendalian banjir sungai Deli-Percut memiliki nilai Economic Internal Rate of Return EIRR yang paling tinggi 20,03 . Ini artinya pelaksanaan program pengendalian banjir Kota Medan merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan. Pembangunan di Daerah Aliran Sungai Deli dan Sungai Percut meliputi: 1. Perbaikan upstream hulu Sei Deli 2. Perbaikan Sei Percut 3. Pembuatan Kanal Banjir floodway dari sungai Deli ke sungai Percut. Pada tahun 1999 Pemerintah Indonesia melalui LOAN IP-495 memperoleh dana pinjaman dari pemerintah Jepang Japan Bank For International Cooperation untuk melaksanakan Pembangunan Medan Flood Control berupa kegiatan Konstruksi dan Supervisi. Pembangunan Proyek Medan Flood Control, perencanaan dan pengawasannya dilaksanakan oleh Konsultan Jepang yaitu CTI ENGINEERING CO, LTD dan bekerja sama dengan konsultan-konsultan Indonesia. Dua belas prinsip-prinsip utama untuk pengelolaan risiko banjir perkotaan 1. Setiap skenario risiko banjir berbeda: tidak ada cetak biru pengelolaan banjir. Memahami jenis, sumber, dan probabilitas banjir, aset-aset yang terekspose dan kerentanan yang dihadapi kesemuanya merupakan hal yang penting bila ingin mengidentifikasi tindakan-tindakan pengelolaan risiko banjir secara tepat. Ketepatan tindakan terhadap konteks dan kondisi yang dihadapi sangat penting: penghadang banjir di tempat yang salah dapat memperburuk banjir karena jatuhnya air hujan akan terhalang untuk masuk Universitas Sumatera Utara ke sungai dengan mendorong air ke tempat-tempat yang rentan di hilir, dan sistem peringatan dini dapat memiliki dampak terbatas pada upaya mengurangi risiko dari banjir bandang. 2. Rancangan untuk pengelolaan banjir harus dapat menyesuaikan dengan perubahan dan ketidakpastian di masa depan. Dampak urbanisasi terhadap pengelolaan banjir saat ini dan seterusnya akan signifikan. Namun tentu saja tidak dapat secara keseluruhan diprediksi. Disamping itu, pada masa kini dan jangka panjang, model-model banjir dan prediksi iklim bahkan dapat menghasilkan ketidakpastian yang cukup besar. Hal ini karena iklim mendatang sangat tergantung pada tindakan-tindakan manusia yang tidak dapat diprediksi terhdap iklim – dan karena iklim berada pada skenario- skenario yang sebelumnya tidak terlihat. Para pengelola risiko banjir dengan demikian perlu untuk mempertimbangkan tindakan-tindakan yang tangguh terhadap ketidakpastian dan terhadap berbagai skenario banjir yang berbeda dalam kondisi perubahan iklim. 3. Urbanisasi yang berjalan cepat membutuhkan pengelolaan risiko banjir secara terintegrasi dengan rancangan kota rutin dan tata laksana. Perencanaan dan pengelolaan perkotaan yang mengintergrasikan pengelolaan risiko banjir merupakan ketentuan kunci, yang juga memasukan unsur penggunaan lahan, lokasi perlindungan, infratruktur dan jasa. Perluasan yang cepat dari pembangunan kota juga memberikan kesempatan untuk mengembangkan tempat tinggal-tempat tinggal baru yang memasukan pengelolaan risiko banjir yang terintegrasi pada saat Universitas Sumatera Utara awal. Kegiatan operasional dan perawatan yang cukup untuk mengelola aset-aset manajemen banjir juga merupakan isu manajemen perkotaan. 4. Strategi terintegrasi membutuhkan penggunaan tindakan-tindakan struktural dan non-struktural dan cara pengukuran yang tepat untuk medapatkan hasil yang seimbang secara tepat. Dua jenis tindakan yang ada jangan dianggap dua hal yang berbeda satu sama lain. Namun merupakan tindakan yang saling melengkapi. Setiap tindakan memberikan kontribusi terhadap penurunan risiko banjr, akan tetapi strategi paling efektif biasanya adalah mengkombinasikan beberapa tindakan – yang mungkin merupakan kedua jenis tersebut. Sangat penting untuk dapat mengidentifikasi berbagai cara mengurangi risko agar dapat memilih mana yang terbaik untuk dapat mencapai sasaran saat ini – dan mendatang. 5. Tindakan-tindakan struktural dengan rekayasa tinggi dapat menyebabkan transfer risiko di hilir dan hulu. Tindakan-tindakan struktural berekayasa tinggi dapat efektif bila digunakan secara tepat. Namun demikian harus dilihat karakteristiknya apakah pada saat mengatasi risiko banjir di satu lokasi akan meningkatkan risiko di tempat lain. Para pengelola banjir perkotaan harus mempertimbangkan apakah tindakan-tindakan yang diambil telah mewakili kawasan tangkapan air yang lebih luas. 6. Kemungkinan untuk meniadakan risiko banjir secara keseluruhan adalah mustahil. Tindakan-tindakan yang bersifat rekayasa keras bertujuan untuk menghadapi tingkat risiko yang dapat diperkirakan. Namun, bisa juga gagal. Sedangkan tindakan-tindakan non-struktural lain biasanya dirancang untuk meminimalisasi risiko daripada mencegah. Akan selalu Universitas Sumatera Utara ada risiko yang tersisa dan perlu diantisipasi. Tindakan-tindakan juga dirancang gagal harus secara luwes, jika benar-benar gagal menimbulkan kerusakan yang lebih parah bila mana tidak ada tindakan-tindakan tersebut. 7. Banyak tindakan pengelolaan banjir memiliki keuntungan berganda di atas peran mereka mengelola banjir. Keterkaitan antara pengelolaan banjir, rancangan kota, perencanaan dan pengelolaan, dan inisiatf-inisiatif perubahan iklim akan bermanfaat. Sebagai contoh, penghijauan di ruang- ruang kota memiliki nilai keindahan, mendukung bio-diversitas, melindungi terhadap panas perkotaan dan dapat menjadi penghalang api, penyedia makanan kota dan merupakan lokasi evakuasi. Perbaikan dalam pengelolaan limbah memberikan manfaat kesehatan dan sekaligus memelihara kapasitas sistem drainase dan mengurangi risiko banjir. 8. Sangat penting untuk mempertimbangkan konsekuensi sosial dan ekologis secara lebih luas dalam pembiayaan pengelolaan banjir. Walau biaya dan manfaat dapat didefeiniskan dalam terminologi ekonomi, jarang sekali keputusan-keputusan diambil berdasarkan pada nilai-nilai ekonomi saja. Konsekuensi-konsekuensi sosial dan ekologis, seperti hilangnya kohesifitas masyarakat dan bio-diversitas, tidal terlalu mudah untuk diukur dalam terminologi ekonomi. Dugaan-dugaan kualitatif seharusnya dibuat oleh pengelola-pengelola kota, masyarakat yang berisiko, perencana tata- kota, dan para profesional pengelola risiko banjir pada topik yang lebih luas lagi. Universitas Sumatera Utara 9. Kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab untuk konstruksi dan pengelolaan program-program risiko banjir sangat perlu. Pengelolaan risiko bajir perkotaan secara terintegrasi sering berada dan jatuh pada dinamika dan perbedaan insentif dalam mengambil keputusan di tingkat nasional, resgional, perkotaan dan masyarakat. Pemberdayaan dan kebersamaan terhadap masalah banjir oleh badan-badan dan individu- individu yang relevan dapat menghasilkan tindakan yang positf untuk mengurangi risiko. 10. Implementasi tindakan-tindakan pengelolaan risiko bajir memerlukan kerjasama dari para pemangku kepentingan. Hubungan yang erat dengan masyarakat yang berisiko pada setiap tahap merupakan faktor kunci keberhasilan. Kedekatan hubungan meningkatkan penerapan standar, menghasilkan peningkatan kapasitas dan menurunkan konflik. Hal ini perlu dikombinasikan dengan kepemimpinan yang kuat dan berani membuat keputusan, serta komitmen dari pemerintahan nasional dan lokal. 11. Perlu adanya komunikasi yang berlangung secara terus menerus untuk meningkatkan kesadaran dan memperkuat kesiapan. Komunikasi yang berlangsung secara terus menerus dapat menghindarkan kemungkinan manusia lupa tentang risiko banjir. Bahkan sebuah bencana besar mudah dilupakan oleh generasi kedua atau sebagain generasi pertama, sedangkan ancaman yang menghadang dianggap lebih mendesak. Kejadian yang memiliki dampak lebih kecil dapat dilupakan dalam kurun tiga tahun. 12. Rencanakan pemulihan secara cepat setelah terjadi banjir dan gunakan proses pemulihan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat. Dengan Universitas Sumatera Utara kejadian-kejadian banjir yang akan terus membuat masyarakat menderita walau praktik-praktik pengelolaan risiko banjir tetap berlangsung, maka sangat penting untuk merencanakan pemulihan yang cepat. Hal ini termasuk tersedianya perencanaan sumber daya dan sumber pendanaan. Rencana pemulian terbaik adalah menggunakan kesempatan rekonstruksi untuk membangun dengan lebih aman dan komunitas yang lebih kuat agar dapat memiliki kapasitas dalam menghadapi banjir dengan lebih baik di masa mendatang. Gambar 4.7 Peta lokasi paket MFC-1 sampai paket MFC-8 Dalam pelaksanaannya, pembangunan proyek Pengendalian Banjir Kota Medan MFC Project ini banyak terdapat berbagai perubahan-perubahan perencanaan yang disebabkan oleh keterbatasan lahan. Permasalahan dalam perencanaan ini antara lain meliputi masalah Hidrologi, struktur bangunan, Mekanika Tanah, Hidrolika, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.8 Lokasi Floodway Namun proyek kanal banjir Medan sepanjang 3,8 kilometer memakan biaya Rp 600 miliar yang rampung dibangun Tahun 2007 silam dinilai sebagai proyek sia-sia. Kanal banjir tetap tak mampu mengatasi banjir di Kota Medan.http:www.dnaberita.comberita-91057-kanal-banjir-medan-dinilai- proyek-siasia.html diakses 28 Agustus 2013 pukul 19.35 WIB. Pembangunan banjir kanal seharusnya untuk mengatasi banjir siklus 40 tahunan dan banjir tahunan di Kota Medan. Namun karena pintu kanal lebih tinggi Universitas Sumatera Utara dari Sungai Deli, akibatnya setiap terjadi banjir kiriman, Sungai Deli tetap meluap hingga menggenangi rumah-rumah warga di sekitar Sungai Deli, termasuk Kampung Aur yang keberadaannya persis di bibir sungai Deli. Gambar 4.9. Keadaan Medan Flood Control di Titi Kuning Marendal Universitas Sumatera Utara

B. Saat Terjadi Bencana

Penanggulangan bencana berkenaan dengan partisipasi masyarakat dalam manajemen bencana di daerah aliran sungai DAS Deli Medan belum memadai karena masih bersifat tanggap darurat yakni partisipasi pada saat dan setelah kejadian bencana seperti membantu menyelamatkan barang-barang ketempat yang aman ketika banjir datang; mendirikan posko bencana; mendirikan dapur umum dan posko kesehatan. Seperti yang diutarakan oleh lurah Kelurahan Aur : “Mencermati banjir akibat meluapnya permukaan air sungai, tidak semata kita harus menyalahkan terjadinya penggundulan hutan di hulu sungai termasuk pembuangan sampah sembarangan ke sungai, namun warga juga harus menyadari bermukim di Daerah Aliran Sungai apalagi sampai mendirikan bangunan di aliran sungai merupakan tindakan salah dan berisiko tinggi terhadap keselamatan harta benda termasuk nyawa. Tapi Kalau banjir sudah terjadi ya mau tidak mau kita harus sudah siap dengan mendirikan posko bencana untuk kesehatanb dan dapur umum” Banjir memang menjengkelkan, menjadi aral dalam beraktivitas, bukan saja negara berkembang bahkan negara majupun tidak terlepas dari amuk banjir. Banjir tidak dapat dielakkan, namun dieliminir kehadirannya. selama ini tindakan dalam menghadapi bencana banjir masih bersifat tanggap darurat yakni mengadakan posko kesehatan, dapur umum, evakuasi barangorang, pemberian bantuan makanan, ketika banjir terjadi. Sebagaimana Pak Bambang S, kepala lingkungan IX Kelurahan Aur mengatakan bahwa: ”Tindakan antisipasi juga telah dilakukan dengan mengumumkan di mesjid- mesjid bahwa air sungai naik, sehingga warga dapat Universitas Sumatera Utara bersiap-siap menyelamatkan harta benda dan anak-anak ke tempat yang lebih aman”. Selanjutnya Safri Tanjung salah seorang tokoh pemuda mengatakan : ”Jika banjir terus berlanjut maka akan didirikan dapur umum dan juga posko kesehatan didekat permukiman” Sebagian besar masyarakat mengatakan mereka mengetahui banjir besar yang terjadi di lingkungan tersebut pada pagi hari ketika mereka bangun. Sebagian warga juga terbangun karena bunyi dan suara kepala lingkungan yang mengingatkan para warga bahwa banjir besar telah terjadi. Pada saat warga masyarakat melihat ke halaman depan dan dapur mereka, air telah masuk ke dalam rumah mereka. Arus air yang mengalir tersebut sangat deras sehinggga membuat warga masyarakat semakin panik, bahkan ada responden yang mengira bahwa air yang mengalir dengan sangat deras tersebut adalah awal terjadinya tsunami. Gambar 4.10. Masjid yang menjadi posko darurat saat banjir Universitas Sumatera Utara Apabila terjadi banjir di malam hari, membuat warga masyarakat Kelurahan Aur tidak langsung langsung panik, namun tetap santai dan berusaha membangunkan seluruh anggota keluarga mereka. Warga tersebut juga ada yang memberitahukan kepada tetangga di sebelah rumahnya yang belum bangun pada saat itu. Kondisi ini sudah terjadi selama puluhan tahun sehingga membuat warga segera melakukan berbagai tindakan agar tidak terjadi hal yang tidak mereka inginkan. Kecepatan dan ketepatan informasi yang diperoleh warga Kelurahan Aur dapat meminimalisir kerugian akibat banjir yangbterjadi. Selama ini masyarakat Kelurahan Aur memanfaatkan sound system dari mesjid untuk memberikan pengumuman apabila banjir datang secara tiba-tiba. Siapapun yang mengetahui potensi banjir pertama kali, diminta untuk segera menghubungi Kepala Lingkungan untuk kemudian memberikan pengumuman kemada masyarakat melalui mesjid. Seperti diampaikan oleh slaah satu warga: “Biasanya disini kalo pemberitahuan itu disampaikan lewat TOA mesjid. Jadi siapapun yang mengetahui akanterjadinya banjir maka dia langsung lapor ke Kepling kemudian kepling ke mesjid untuk memberikan pengumuman kepada warga yang lain”. Pengumuman sebagai sarana sosialisasi bencana kepada masyarakat secara terintegrasi dalam sistem tanggap bencana adalah konsep yang dilakukan di kelurahan Aur. Hal ini bertujuan agar masyarakat secara keselurahan saling terhubung dengan konsep sosialisasi yang berhubungan tentang tanggap bencana. Kepanikan masyakat dalam menghadapi bencana yang dating secara tiba- tiba terkadang melupakan hal yang sangat penting di dalamnya. Jaringan listrik Universitas Sumatera Utara merupakan hal yang terkadang dilupakan masyarakat saat bencana banjir datang. Tadak jarang juga listrik menjadi bencana tambahan saat bencana banjirdatang mengingat air juga adalah pengantar listrik. “kami biasa mematikan listrik saat mau pergi pas banjir datang, kami takut nanti listrik kami meledak pas banjir datang dan kena kabel airnya, takutnya kena keluarga kami atau orang lain nanti” Sementara itu untuk pencegahan dan penanggulangan banjir masyarakat dilarang membuang sampah ke sungai Deli, hal ini dilakukan melalui penyuluhan oleh aparat. Selanjutnya pelatihan, pembinaan untuk peningkatan kemampuan kesiagaan dilakukan oleh Pemko Medan bagi kepala lingkungan. Dimana nantinya akan terbentuk timregukelompok masyarakat siaga banjir yang berpartisipasi dalam penanganan banjir. Namun begitu, Ignas Kleden 2004 melihat partisipasi bukan dari kualitas, yang lebih menekankan pada angka-angka dan jumlah warga yang berpartisipasi akan tetapi lebih pada kualitas wacana partisipasi yang dikembangkan. Kualitas wacana yang dimaksud ditentukan oleh dua aspek; argumentasi yang baik dan mempunyai dasar yang kuat, kepentingan yang lebih luas yang dipertaruhkan. Agar nilai partisipasi lebih bermakna, argumen untuk partisipasi dan akuntabilitas intitusional harus didasari oleh konsepsi hak, yang dalam konteks pembangunan, memperkuat status warga negara. Jika semula warga dirumuskan sebagai pemanfaat beneficiaries, sekarang ini sudah harus diposisikan sebagai pihak yang berhak dan sah atas pembangunan itu. Pada bantaran DAS Deli Kampung Aur telah di bangun dan diresmikan dinding penahan tanah sepanjang 36 m tahun 2012 silam, dalam kegiatan Program Universitas Sumatera Utara Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan PNPMMP yang di motori Badan Keswadayaan Masyarakat BKM Aur Bersatu Tim 10 Koordinasi kota 1 Medan. Kegiatan tersebut menjadi pilot project di Kecamatan Medan Maimun yang berpotensi wisata air Kota Medan karena masyarakat bersama fasilitator PNPM Tim 10 telah menggalang swadaya dan menjalin channeling keberbagai pihak. Peresmian kegiatan ini menjadi sebuah momentum yang melahirkan ide- ide kreatif dari masyarakat Kampung Aur untuk menjaga kelesetarian DAS Deli terutama dari tumpukan sampah dengan merencanakan pengadaan odong-odong air yang bisa mengangkut sampah sekaligus menjadi paket wisata DAS Deli Kota Medan. Seperti yang di ungkapkan bang Budi Bahar: “Dengan dibuatnya wisata odong-odong air, maka masyarakat akan enggan membuang sampah ke sungai. Karena sudah menjadi tempat wisata dan yang pasti akan dikunjungi oleh banyak orang. Malu donk, kalo Kampung Aur sudah ada wisatanya tetapi masyarakat masih membuang sampah ke sungai… dan lagi, wisata odong-odong ini akan menambah pemasukan bagi masyarakat yang berdagang jajanan pasar….. ntah kapan realisasinya, yang jelas keinginan kami sudah kami sampaikan kepada Bapak Sofyan Tan sewaktu beliau berkunjung ke Kampung Aur pada 17 Agustus yang lalu. Dan kami berharap agar pemerintah bisa melihat potensi yang ada di Kampung Aur ini.” C. Pasca Bencana Berdasarkan fakta di lapangan, Pemerintah Kota Medan pada tahun 2010 yang lalu telah mewacanakan akan mendirikan Rusunawa di Kampung Aur, itu Universitas Sumatera Utara artikan seluruh rumah penduduk yang termasuk di dalam kawasan Kampung Aur akan di robohkan dan diganti dengan Rusunawa. Tujuannya adalah untuk menghapuskan permukiman kumuh yang ada di Kampung Aur dan menolong masyarakat agar tidak menjadi korban banjir akibat luapan dari Sungai Deli lagi. Beberapa informan mengatakan bahwa biaya ganti rugi yang diberikan tidak seberapa, bila di bandingkan harus lagi mencari tempat tinggal atau rumah kontrakan yang sesuai dengan kantong masyarakat. Itu sebabnya masyarakat Kampung Aur bersatu suara menolak pemerintah Kota Medan mendirikan rusunawa di Kampung Aur. Akan Tetapi, rencana merelokasi masyarakat ke rumah susun terhalang karena masyarakat lebih memilih tinggal dengan bangunan dan kondisi rumah sekarang yang mereka rasakan sudah nyaman dan puas. Tapi apabila mengikuti standar kenyaman dan kesehatan hunian, kondisi rumah di Kampung Aur seharusnya sudah tidak nyaman dan selamat lagi untuk dihuni. Ditambah dengan kondisi banjir musiman yang selalu datang secara berkala. Tetapi karena masyarakat sudah bertahun-tahun tinggal di lingkungan ini, sehingga mereka sudah beradaptasi dengan ketidaknyamanan tersebut. Alasan masyarakat Kampung Aur menolak pengadaan rumah susun sederhana sewa karena sulitnya naik harus naik turun apalagi bagi yang sudah lanjut usia, mayoritas masyarakat Kampung Aur bermatapencaharian sebagai pedagang kecil yang menjual jajanan di dalam lingkungan tersebut dan di halaman Masjid Ja’ami sehingga mereka merasa akan sulit apabila harus tinggal di rumah susun sederhana sewa, harus lagi mengeluarkan uang untuk membayar uang sewa rumah karena sebagian besar rumah yang ada di Kampung Aur adalah hak milik Universitas Sumatera Utara masyarakat, dan alasan lain adalah sudah merasa nyaman tinggal di rumah horizontal. Kebiasaan bertempat tinggal pada bangunan hunian horizontal, menyebabkan penghuni keberatan bila harus tinggal pada bangunan hunian vertikal Uguy, 1996. Menteri Perumahan Rakyat sudah pernah mencanangkan akan mendirikan rumah susun sewa di Kampung Aur, tujuan adalah untuk peremajaan kota Medan dan mengatasi banjir yang kerap kali terjadi di daerah ini. Dengan cara rumah- rumah yang ada sekarang digusur dan masyarakat di paksa angkat kaki dari Kampung ini. Namun masyarakat Kampung Aur, menolak hal tersebut. Karena menurut mereka lahan yang ada sekarang ini adalah kaum mereka yang menggarap, mereka yang susah payah merubah semak belukar menjadi permukiman yang ada. Masyarakat yang tinggal di Kampung Aur ini juga merupakan keturunan dari orang-orang yang dulunya membuka pertama kali permukiman ini. Hanya lingkungan IV yang disebut sebagai Kampung Aur, karena dulunya memang disinilah hutan dan semak bambu itu berada. Di lingkungan ini juga masyarakat Minang lebih banyak tinggal daripada di kelurahan Aur lingkungan yang lainnya. Kampung Aur sudah menjadi tempat tumbuh dan berkembang masyarakat Minang yang merantau ke Kota Medan. Berikut penuturan warga yang tetap bertahan di Kampung Aur: “Nenek lahir di Kampung Aur,besar di Kampung Aur, dapat jodoh dan menikah di Kampung Aur, sekarang anak-anak nenek semua sudah menikah dan mereka semua tinggal di Kampung Aur, cucu- cucu nenek juga lahir dan besar di Kampung Aur. Seolah-olah Kampung Aur ini bagi nenek adalah darah nenek. Walaupun sering Universitas Sumatera Utara banjir di tempat ini, tapi nenek akan tetap bertahan disini, banjirkan nggak tiap hari.” Seperti yang dikatakan Ibu Rumiyati, baginya Kampung Aur ini adalah tanah kelahirannya. Di Kampung Aur Beliau lahir dan di besarkan,bahkan di Kampung Aur jugalah Beliau harus mati. “Kalo disini kami tidak perlu membayar sewa rumah, karena ini merupakan rumah peninggalan orangtua saya sejak tahun 1944. Hanya sedikit di renovasi dan dinaikkan menjadi dua tingkat karena belakangan ini sudah seringkali terjadi banjir. Rasanya sayang kalau kami harus pergi dari tempat ini, semua saudara saya tinggal disini.” Pak Rahman, merupakan generasi ketiga yang tinggal di rumah yang beliau tempati sekarang. Itulah membuat beliau tidak mau meninggalkan Kampung Aur karena sanak saudaranya juga bermukim di Kampung Aur. “Saya memang pendatang di tempat ini, tapi entah kenapa saya betah tinggal di Kampung Aur, rasanya nyaman. Yang saya lihat Ikatan kekeluargaan disini sangat kuat, jarang ada anggota warga yang kelahi, slek atau bentrok. Saya akui memang, saya seorang hindu tetapi mereka menghargai saya, tidak ada yang tidak saya kenal disini. kadang kalo anak saya sakit tetangga datang mengunjungi. Ada hari itu anak tetangga jatuh dari loteng dan patah tangan, kami ibu-ibu disini saling bekerja sama mengumpulkan uang untuk membantu biaya pengobatan, yahh walaupun tidak seberapa, tapi kami semua ikhlas.” Seorang Ibu pendatang yang sudah menetap di Kampung Aur selama 10 tahun mengakui bahwa beliau adalah seorang hindu, beliau merasakan bagaimana ikatan kekeluargaan yang ada di Kampung Aur, saling menghargai dan Universitas Sumatera Utara menghormati satu sama lain. Itu yang membuat beliau merasa sudah nyaman tinggal di Kampung Aur. Letak Kampung Aur yang strategis, berada di pusat kota, dekat dengan keramaian, mudah mendapatkan transportasi, sehingga memudahkan masyarakat Kampung Aur yang tidak memiliki kendaraan pribadi untuk bepergian. Dekat dengan pusat perbelanjaan, pajak central, medan mall dan tempat wisata seperti istana maimun, Tjong A Fie, Merdeka Walk adalah salah satu faktor yang membuat masyarakat Kampung Aur enggan untuk meninggalkan tempat ini. Sebagai sebuah lingkungan yang sudah ada berpuluhan tahun lamanya dan telah ditinggali secara turun temurun, masyarakat Kampung Aur menginginkan Kampung Aur ini tetap ada karena Kampung Aur ini di buka oleh kakek buyut mereka, maka sebagai suatu penghormatan dan menghargai apa yang telah dilakukan kakek buyut mereka adalah dengan menjaga komunitas yang ada di Kampung Aur. Terbatasnya lahan perkotaan menyebabkan pemerintah kota dituntut untuk dapat memanfaatkan lahan secara efisien dengan meningkatkan intensitas penggunaannya. Tuntutan akan penggunaan lahan perkotaan cenderung semakin meningkat seiring diterapkannya otonomi daerah. Hal ini antara lain disebabkan Pemerintah Kota dituntut untuk dapat memanfaatkan sumber daya ruang dan tanah secara maksimal bagi peningkatan pendapatan daerah, di sisi lain adanya tuntutan masyarakat yang semakin kritis dalam mendapatkan pelayanan umum, termasuk penyediaan sarana dan prasarana sosial, budaya, taman dan ruang terbuka hijau. Universitas Sumatera Utara Dalam usaha menata wajah kota yang lebih baik dan menyediakan tempat tinggal yang layak bagi masyarakat golongan menengah ke bawah diperlukan suatu lahan yang sangat luas dan sarana dan prasarana pendukungnya yang banyak pula. Hal ini menyebabkan harga rumah tersebut menjadi sangat mahal sementara kemampuan masyarakat membelinya sangat terbatas. Rumah susun merupakan salah satu cara pemecahan yang cukup baik, walaupun masih banyak masyarakat yang belum bisa menerima keberadaannya Rahayu dan Rutiana, 2007. Beberapa permasalahan perumahan permukiman khususnya yang menyangkut permukiman kumuh yang teridentifikasi di Kota Medan : 1. Masih rendahnya penyediaan rumah yang layak huni terurama bagi masyarakat berpenghasilan rendah 2. Masih terdapatnya kawasan-kawasan permukiman yang belum tertata secara baik dalam hal ini khususnya di Kampung Aur 3. Masih adanya kawasan permukiman yang kumuh baik yang illegal maupun yang legal. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dan dalam horizontal maupun vertical sebagai satuan-satuan yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama UU RI No. 16 tahun 1985, tentang Rumah Susun; PP RI No. 4 tahun 1988. Rusuna Rumah Susun Sederhana, berupa kumpulan unit-unit hunian apartment atau rumah susun yang dibuat sesederhana mungkin guna mendapatkan harga yang terjangkau bagi masyarakat Universitas Sumatera Utara berpenghasilan rendah yang menjadi target penghuninya. Sederhana dalam arti memenuhi persyaratan teknis minimal yang dipersyaratkan khususnya dalam keselamatan, keamanan dan kesehatan. Rusunawa Rumah Susun Sederhana Sewa adalah Rusuna yang status kepemilikannya bersifat sewa karena target penghuninya adalah masyarakat yang tingkat ekonomi belum mampu untuk membeli. Disini harus dibedakan dengan mereka yang bermaksud menyewa sehubungan dengan tujuan bertempat tinggalnya sementara, bukan karena tidak mampu. Rusunami Rumah Susun Sederhana Milik adalah Rusuna yang status kepemilikannya adalah hal milik mengikuti pola strata title, merupakan tipologi baru dalam rangka mempercepat penyediaan unit hunian guna memenuhi kebutuhan yang sudah sangat mendesak. Kelurahan Aur sudah ada sejak tahun 1965-an, begitu juga dengan munculnya permukiman kumuh di daerah ini. permukiman kumuh Kampung Aur dijumpai di tepi Sungai Deli dengan akses jalan utama melalui jalan Mantri. Jumlah rumah kumuh di Kampung Aur sudah banyak berkurang karena kebakaran yang terjadi beberapa tahun lalu. Cirri-ciri permukiman kumuh di Kelurahan Aur ini adalah sebagai berikut: bangunan berbentuk rumah panggung dan tidak permanen, material bangunan berupa papan kayu, bangunan tidak terawatt. Dari data statistik terdapat sebanyak 412 unit rumah darurat, 15 unit RSS tipe 21, 20 unit RSS tipe 36 dan 25 unit RSS tipe 45. Perilaku masyarakat sehari-hari masih memanfaatkan sungai sebagai MCK meskipun rumah-rumah yang jauh dari sungai sudah memiliki MCK dirumahnya. Sampah masih dibuang di sungai karena tidak adanya tempat pembuangan Universitas Sumatera Utara sampah di sekitar lingkungan ini. sebagian rumah yang ada sudah menjadi hak milik namun masih ada yang menyewa. Berdasarkan Permen PU No. 5 2007, standar perencanaan Rusun di kawasan perkotaan adalah sebagai berikut: 1. Kepadatan bangunan 2. Lokasi terjangkau layanan transportasi umum, serta dengan mempertimbangkan keserasian dengan lingkungan sekitarnya 3. Tata letak Rusun harus memperhatikan faktor-faktor kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian 4. Jarak antar bangunan dan ketinggian ditentukan berdasarkan persyaratan terhadap bahaya kebakaran, pencahayaan dan pertukaran udara secara alami 5. Fungsi Rusun diperuntukkan untuk hunian dan dimungkinkan memiliki jenis kombinasi fungsi hunian dan fungsi usaha 6. Luasan satuan Rusun minimum 21 m 2 , dengan fungsi utama sebagai ruang tidurruang serbaguna dan dilengkapi dengan kamar mandi dan dapur 7. Rusun harus dilengkapi prasarana dan sarana 8. Transportasi Vertikal Rusun bertingkat rendah dengan jumlah lantai maksimum enam lantai, menggunakan tangga sebagai transportasi vertikal sedangkan Rusun bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari enam lantai, menggunakan lift sebagai transportasi vertikal. Pada daerah permukiman tua berumur lebih dari 50 tahun seperti Kampung Aur, tipologi penduduk yang didasarkan atas keaslian dan lama tinggal Universitas Sumatera Utara dapat dengan mudah dikenali. Tipologi tersebut terbagi atas 3 kelompok yaitu penduduk asli, masyarakat pendatang lama dan masyarakat pendatang musiman Daldjoeni, 1997. Lama tinggal dan asal usul masyarakat asli atau pendatang yang menempati kawasan penelitian ternyata sangat mempengaruhi sifat dari organisasi sosial kemasyarakatan yang terbentuk di kawasan penelitian. Sifat dari organisasi sosial kemasyarakatan ini juga mempengaruhi pola interaksi sosial dan mata pencaharian penduduk. Masyarakat Kampung Aur merupakan masyarakat yang sudah lama terbentuk sehingga interaksi sosial yang terjadi didalamnya akan mengikuti pola interaksi penghuni pada generasi sebelumnya. Pola ini disosialisasikan secara berkelanjutan. Akan tetapi yang berubah adalah kondisi lingkungan dimana komunitas itu berada.Kondisi kualitas Sungai Deli yang tadinya baik semakin lama semakin menurun kualitasnya akibat pencemaran lingkungan yang terjadi. Sehingga pada kondisi sekarang ini perlu dilakukan perubahan perilaku komunitas untuk menyikapi penurunan kualitas Sungai Deli yang terjadi. Hampir semua informan yang diwawancarai mengatakan bahwa Sungai Deli dimanfaatkan sebagai MCK penduduk, seperti yang telah di Bab sebelumnya. Perilaku ini merupakan perilaku yang diwariskan dan disosialisasikan generasi sebelumnya yang sudah tinggal di Kampung Aur. Perlu dilakukan penyuluhan dan pembangunan MCK umum untuk merubah perilaku masyarakat. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3 Matriks sistem tanggap bencana Kelurahan Aur No Kejadian Kegiatan A Strategi Adaptasi Adaptasi Perilaku Manusia 1. Tidak Membuang Sampah di sungai 2. Meninggalkan bangunan rumah yang terletak di bibir sungai dan mencari tempat yang aman 3. Memindahkan barang berharga dan obat- obatan ke tempat yang tinggi 4. Jangan melintasi genangan air bila masih dapat dihindari Melakukan perubahan Fisik Lingkungan Untuk Kehidupan Manusia 1. Membuat Dinding Penahan di Bibir Sungai 2. Membuat Tanggul dari Karung yang berisi pasir 3. Meninggikan bangunanrumah yang terletak di bibir sungai B Strategi Mitigasi 1 Pra Bencana 1. Menyediakan alat keselamatan sederhana 2. Perbaikan saluran air 3. Pembanguan Medan Flood Control Project 4. Hibauan Larangan Membuang Sampah di Sungai 2 Saat Bencana Terjadi 1. Mematikan Aliran Listrik 2. Dengarkan pengumuman kejadian banjir dan radio 3. Mendirikan Posko darurat Banjir 4. Mendirikan dapur Umum 3 Pasca Bencana 1. Sosialisi pentingnya memelihara lingungan. 2. Recana pembangunan Rusunawa di Kmpung Aur untuk relokasi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan