13. Rencana penyesuaian terhadap semua kemungkinan situasi bencana harus
disiapkan, termasuk pengukuran untuk bencana tertentu, sehingga kerusakan dan kerugian dapat dimitigasi;
14. Pergantian musim tanam harus dipelajari sebagai langkah untuk
memitigasi kerusakan pada produksi pertanian; 15.
Rencana utama harus dikembangkan untuk memitigasi ancaman, untuk mengenalkan masyarakat setempat, dan untuk mengevakuasi penduduk di
mana tidak mempunyai kemampuan untuk membatasi dampak bencana yang sering muncul; dan
16. Dari setiap bencana, pelajaran dan pengalaman harus dikumpulkan untuk
dijadikan pedoman di masa mendatang.
4.1.3. Fluktuasi Banjir di Kota Medan
Akibat Pertumbuhan kota dari tahun ke tahun semakin tinggi, maka kehidupan perkotaan yang dialami kota Medan pun tidak terlepas dari keterlibatan
penduduknya mengenai masalah banjir, pada masa penjajahan Belanda, banjir maupun genangan-genangan air telah banyak ditemukan kota Medan. Dan untuk
mengatasi masalah ini, pemerintah Belanda membuat parit-parit berukuran besar untuk menampung genangan-genangan air ini, namun karena pada masa tersebut
adalah masa yang sangat kacau dikarenakan banyaknya pemberontakan- pemberontakan dan masalah politis, sehingga masalah lingkungan ini tidak
terperhatikan oleh pemerintah sehingga pelaksanaan drainase primer yang dibuat oleh pemerintah Belanda berkesan tergesa-gesa dan tampak belum jadi seutuhnya.
Sehingga keoptimalan drainase-drainase ini kurang mencapai sasaran dan pada
Universitas Sumatera Utara
puncaknya adalah peristiwa banjir yang terjadi berulang dan terulang kembali hingga saat ini.
Selain itu, masalah banjir di kota Medan adalah disebabkan adanya penggundulan hutan secara besar-besaran dengan tingkat frekuensi penebangan
hutan yang terlalu cepat untuk selanjutnya dijadikan lahan perkebunan adalah penyebab utama, berbeda dengan yang dialami kota Medan pada saat ini.
Peristiwa banjir di kota Medan yang hampir rata-rata 10-12 kalitahun sangat dipengaruhi oleh kondisi Daerah Aliran Sungai DAS Deli dan DAS
Belawan di daerah hulu. Mencakup Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan. Bencana banjir di kota Medan sendiri sebagian besar terjadi di
sepanjang Sungai Deli berawal dari pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian 1725 m di atas permukaan laut hingga Selat Malaka dengan panjang 75,8 km
mengalir ke kota Medan yang berada di bagian hilir DAS Deli dengan ketinggian berkisar 0-40 m di atas permukaan laut mempunyai luas DAS Deli seluas 481,62
km2. Sungai ini merupakan saluran utama yang mendukung drainase kota Medan dengan cakupan wilayah pelayanan sekitar 51 dari luas kota Medan.
Daerah Aliran Sungai DAS merupakan unit ekosistem wilayah yang komponen-komponennya terdiri dari subsistem lingkungan lingkungan alam dan
subsistem sosial ekonomi, dimana proses ekologi di dalam subsistem lingkungan berinteraksi dengan proses yang terjadi dalam masing-masing subsistem. Diantara
subsistem tersebut, subsistem sosial dan ekonomi merupakan subsistem yang paling dinamis dan mempunyai potensi untuk berpengaruh positif dan negatif
terhadap subsistem alam.
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumber daya alam yang dapat pulih renewable seperti air, tanah dan
vegetasi ekosistem dalam sebuah DAS dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS agar dapat menghasilkan hasil air
water yield untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan dan air minum masyarakat, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi dan
sebagainya. Daerah Aliran Sungai DAS memikul beban yang semakin berat
sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan peman faatan sumberdaya alamnya yang intensif. Di sisi lain, tuntutan terhadap
kemampuannya dalam menunjang sistem kehidupan, betapapun berbagai upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah telah dilakukan selama ini, kondisinya
masih jauh dari memadai, bahkan terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun. Meningkatnya frekuensi banjir Sungai Deli di kota
Medan serta di beberapa wilayah lainnya merupakan indikator betapa tidak optimalnya kondisi DAS di atas antara lain disebabkan adanya ketidakterpaduan
antar sektor dan wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut. Dengan kata lain, masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan
tujuan yang kadangkala bertolak belakang.
4.1.4. Profil Kelurahan Aur