BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak terkecuali di negara-negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai
muncul sejak manusia bermukim dan melakukan berbagai kegiatan di kawasan yang berupa dataran banjir flood plain suatu sungai. Kondisi lahan di kawasan
ini pada umumnya subur serta menyimpan berbagai potensi dan kemudahan sehingga mempunyai daya tarik yang tinggi untuk dibudidayakan. Oleh karena
itu, kota-kota besar serta pusat-pusat perdagangan dan kegiatan-kegiatan penting lainnya seperti kawasan industri, pariwisata, prasarana perhubungan dan
sebagainya sebagian besar tumbuh dan berkembang di kawasan ini. Sebagai contoh, di Jepang sebanyak 49 jumlah penduduk dan 75 properti terletak di
dataran banjir yang luasnya 10 luas daratan; sedangkan sisanya 51 jumlah penduduk dan hanya 25 properti yang berada di luar dataran banjir yang luasnya
90 luas daratan Siswoko 2007. Wilayah bantaran sungai di Indonesia merupakan salah satu wilayah yang
sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dampak tersebut meliputi perubahan pola cuaca dan iklim setempat yang menyebabkan pola dan debit air
sungai tidak dapat di perhitungkan dan dapat dengan tiba-tiba meningkat dan mengakibatkan banjir. Hal ini semakin diperparah dengan kenyataan adanya
kerusakan lingkungan di sekitar bantaran sungai. Seperti yang diketahui bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis,
1
Universitas Sumatera Utara
geologis,hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang
menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, dan dampak psikologis, yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. Hampir
seluruh kota-kota besar di Indonesia juga berada di dataran banjir Tabel 1.1. Tabel 1.1 Kota-kota di Indonesia yang berada di dataran banjir
NO KOTA SUNGAI
1 JAKARTA
Kamal, Tanjungan, Pesanggrahan, Sekretaris, Grogol, Krukut, Cideng, Ciliwung, Cipinang, Sunter, Buaran,
Jatikramat, Cakung 2
SEMARANG Kali Garang Kali Semarang
3 SURABAYA
Kali Brantas 4
PALEMBANG Sungai Musi
5 BANDUNG
SELATAN Sungai Citarum Hulu
6 PADANG
Batang Arau, Batang Kuranji, Batang Air Dingin 7
PEKAN BARU Sungai Siak
8 JAMBI
Sungai Batanghari 9
MEDAN Sungai Belawan, Deli, Babura, Kera
10 BANDA ACEH
Krueng Aceh 11
PONTIANAK Sunagi Kapuas
12 BANJARMASIN Sungai Barito
13 SAMARINDA
Sungai Mahakam 14
MAKASAR Sungai Jeneberang
15 GORONTALO
Sugai Bone, Bolango Sumber : Dirjen Pengairan 2010
Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, dataran banjir juga mengandung potensi yang merugikan sehubungan dengan terdapatnya ancaman
berupa genangan banjir yang dapat menimbulkan kerusakan dan bencana. Seiring
Universitas Sumatera Utara
dengan laju pertumbuhan pembangunan di dataran banjir maka potensi terjadinya kerusakan dan bencana tersebut mengalami peningkatan pula dari waktu ke
waktu. Indikasi terjadinya peningkatan masalah yang disebabkan oleh banjir di Indonesia dapat diketahui dari peningkatan luas kawasan yang mengalami
masalah banjir sejak Pelita I sampai sekarang. Hampir seluruh kegiatan penanganan masalah banjir sampai saat ini
dilakukan oleh Pemerintah, lewat berbagai proyek dengan lebih mengandalkan pada upaya-upaya yang bersifat struktur structutal measures. Berbagai upaya
tersebut pada umumnya masih kurang memadai bila dibandingkan laju peningkatan masalah. Masyarakat baik yang secara langsung menderita masalah
maupun yang tidak langsung menyebabkan terjadinya masalah masih kurang berperan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan operasi serta
pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana fisik pengendali banjir, maupun terhadap upaya-upaya non struktur. Hal ini didukung oleh kebijakan
pembangunan selama ini yang cenderung sentralistis dan top down, serta adanya berbagai kendala keterbatasan yang ada di masyarakat sendiri antara lain
menyangkut kondisi sosial, budaya dan ekonomi. Selama tahun 2009 telah terjadi banjir di daerah aliran sungai DAS Deli
Medan yaitu pada 4 Januari 2009, mencapai 3 m, merendam 1.500 rumah di pinggiran sungai Deli; 15 Januari 2009, Sei Deli, mencapai ketinggian 2 m,
akibat hujan deras yang melanda kota Medan seharian di tambah hujan dari hulu sungai menyebabkan warga yang tinggal di bantaran DAS harus mengungsi.
Banjir terparah di kelurahan Aur, kelurahan Sei Mati ,kelurahan Kampung Baru, kelurahan Hamdan kecamatan Maimun. Sejumlah warga kelurahan Jati
Universitas Sumatera Utara
mengungsi untuk menghindari banjir; 300 kk rumahnya terendam; 5 Mei 2009, banjir kiriman dari dataran tinggi Tanah Karo mengakibatkan Sungai Deli di
Medan meluap, yang menyebabkan ratusan rumah dan sebuah sekolah yang berada di bantaran sungai terendam air. Akibatnya sejumlah siswa batal mengikuti
ujian. Kondisi terparah dialami warga yang bermukim di kecamatan Medan Maimun. Seperti yang terlihat di Gang Al-Fajar, Jln. Brigjen Katamso, kelurahan
Sei Mati, ketinggian air mencapai sedada orang dewasa. Warga terpaksa mengungsi dan memindahkan sebagian perabotan rumah tangga ke badan jalan
Brigjen Katamso Medan; 10 Mei 2009, ratusan rumah di pinggiran Sungai Deli terendam banjir ketinggian air mencapai 1.5 m. Banjir berasal ; 5 November
2009 , 1.292 rumah terkena banjir akibat hujan deras yang menurut Camat Medan
Maimun, Arfan Harahap ada lima kelurahan yang terendam banjir seperti kel, Sei Mati 596 kk, kel. Hamdan 338 kk, kel. Kampung Baru 11 kk, kel. Aur 275 kk dan
kel. Sukaraja 65 kk Waspada, 6 November 2009, hal 11. dari meluapnya Sungai Deli yang terjadi sejak minggu malam. Luapan air terjadi akibat kiriman air dari
hulu Sungai Deli, yakni dari kecamatan Sibolangit, kiriman air dan curah hujan yang terjadi selama tiga jam http:m.detik.com
Pada tahun berikutnya sampai dengan saat ini bencana banjir masih juga terus melanda daerah-daerah tersebut, namun masyarakat masih tetap bertahan
dan beradaptasi dengan bencana banjir tersebut. Kenyataan menunjukkan bahwa banjir sudah merupakan hal yang biasa
saja bagi masyarakat. Hal ini sangat menarik untuk diteliti sehubungan Kurangnya pengetahuan, pemahaman, kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab akan
pentingnya upaya pencegahan dan penanggulangan bencana, akan berakibat
Universitas Sumatera Utara
jatuhnya korban dan kerugian material apabila terjadi bencana. Dalam paradigma baru, penanganan bencana adalah suatu pekerjaan terpadu yang melibatkan
masyarakat secara aktif. Pendekatan yang terpadu semacam ini menuntut koordinasi yang lebih baik di antara semua pihak, baik dari sektor pemerintah,
lembaga-lembaga masyarakat, badan-badan internasional, dan sebagainya. Perubahan paradigma penanganan bencana mulai bergeser ke arah
pengurangan risiko bencana yaitu kombinasi dari sudut pandang teknis dan ilmiah terhadap kondisi sosial, ekonomi dan politis, dan menganalisis risiko bencana,
ancaman, kerentanan, dan kemampuan masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola dan mengurangi risiko, dan juga
mengurangi terjadinya bencana. Kegiatannya dilakukan bersama oleh semua para pihak stakeholder dengan pemberdayaan masyrakat.
1.2. Perumusan Masalah