Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Banjir Pada Masyarakat Di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun
STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI BENCANA BANJIR
PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN AUR KECAMATAN
MEDAN MAIMUN
TESIS
Oleh
ZULFAHMI TARIGAN
127024028/SP
PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI BENCANA BANJIR
PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN AUR KECAMATAN
MEDAN MAIMUN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Program Studi Magister
Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Oleh
ZULFAHMI TARIGAN
127024028/SP
PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Judul Tesis : STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI
BENCANA BANJIR PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN AUR KECAMATAN MEDAN MAIMUN
Nama Mahasiswa : Zulfahmi Tarigan Nomor Pokok : 127024028
Program Studi : Studi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. R. Hamdani, Harahap M.Si) (
Ketua Anggota Drs. Kariono, M.Si)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal 25 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Anggota : 1. Drs. Kariono, M.Si
: 2. Drs. Yance, M.Si
: 3. Nurman Achmad, S.Sos, M.Soc.Sc : 4. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA
(5)
PERNYATAAN
STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI BENCANA BANJIR PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN AUR KECAMATAN MEDAN
MAIMUN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 05 September 2014 Penulis
(6)
STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI BENCANA BANJIR PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN AUR KECAMATAN MEDAN
MAIMUN
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Banjir Pada Masyarakat Di Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan. Wilayah bantaran sungai di Indonesia merupakan salah satu wilayah yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dampak tersebut meliputi perubahan pola cuaca dan iklim setempat yang menyebabkan pola dan debit air sungai tidak dapat di perhitungkan dan dapat dengan tiba-tiba meningkat dan mengakibatkan banjir. Di Kota Medan sendiri masalah banjir telah menjadi masalah yang rutin bagi masyarakat di kelurahan Aur karena mereka tinggal tepat di bibir sungai Deli. Banjir telah berlangsung selama puluhan tahun dan masyarakat kelurahan Aur dan pemerintah kota Medan telah terbiasa dan telah mempersiapkan strategi adaptasi dan mitigasi untuk mengurangi dampak dari banjir tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi Adaptasi Masyarakat dalam mengahadapi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun dan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan mitigasi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yang menekankan pada proses dimaksudkan agar peneliti dan proses penelitian tidak terjebak pada kerangka pemikiran teoritik yang kaku dan bersifat streotipik, dengan tujuh orang informan. Dari hasil penelitian diperoleh Adapun strategi yang dilakukan masyarakat Kelurahan Aur dalam menghadapi banjir adalah dengan Meninggikan bangunan rumah yang terletak di bibir sungai; Membuat dinding penahan di bibir sungai: Dengarkan pengumuman kejadian banjir dan radio; Matikan aliran listrik; Pindahkan barang berharga dan obat-obatan ketempat yang tinggi; Jangan melintasi genangan banjir bila masih dapat dihindari. Selanjutnya untuk mitigasi Pra Bencana pemerintah dan masyarakat Melaksanakan proyek Pembanguan Medan Flood Control Project dan Hibauan Larangan Membuang Sampah di Sungai. Pada saat terjadi bencana merka mendirikan Posko darurat dan Dapur umum untuk keperluan masyarakat koban banjir. Untuk mitigasi Pasca bencana perintah telah mengupayakan relokasi masyarakat di sekitar bibir sungai ke rusunawa dan memberikan sosialisasi akan bahaya tinggal di wilayah bibir sungai. Akan tetapi usaha relokasi warga tidak dipatuhi karena warga merasa lokasi rusunawa terlalu jauh dari wilayah perkotaan dan mereka beranggapan sudah nyaman tinggal di Kelurahan Aur.
(7)
FLOODS ADAPTATION AND MITIGATION STRATEGY IN KAMPUNG AUR UBAN VILLAGE A PART OF MAIMUN SUBDISTRICT IN THE CITY OF
MEDAN ABSTRACT
The research is Floods Adaptation and Mitigation Strategy in Kampung Aur Uban Village A Part of Maimun Subdistrict in The City of Medan .Areas along the river bank in indonesia is an area which is very vulnerable to the climate change .Has included the impact of change in the weather and local climate that causes pattern and a discharge of water the river can count and is able to suddenly risen to flooded .In the city of Medan the problem of flooding has become routine problems for the society in kelurahan aur because they live trepat in the river deli .Flood has lasted for decades and aur urban village society government and the city of Medan has come to strtegi has prepared adaptation and mitigation to reduce the impact of the flood . In the city of medan flood problems has become a problem that routine for the Society of Kamungf Aur because they live in the lip of Deli river.Flood has lasted for decades and Aur urban village Society and government the city of Medan has accustomed and has prepared adaptation and mitigation strategy to reduce the impact from flood.This research aims to understand strategies in the adaptation of the community faces floods in the community in the Deli river flow areas ( RFA ) the city of Medan in Kampung Aur Medan Maimun sub-district and to know things connected with the mitigation of flood disaster in the community in the Deli river flow areas ( RFA ) the city of Medan Kampung Aur medan Maimun sub-district.The method used in this research is a qualitative approach .Who insists on the process of qualitative approach intended to researchers and the process of research not being stuck in the framework of thought and rigid teoritik streotipik nature , with seven people informants .The strategy of research results obtained by aur flood in the face of the community urban village to exalt the building is located in the river; make a retaining wall in the river flood: listen to the announcement of the incident and radio; turn off the flow of electricity; move valuables and medicines all the way high; not flood across the puddle can still be avoided if . Then helped to mitigate the disaster government and the Society to implement the construction of the field of flood control project and hibauan ban disposing of garbage in the river .At the time of disasters they set up the post of emergency and kitchen to community needs koban flood .To mitigate the disaster after command has seek the relocation of the community around the river to the flat and will give the danger of living in the river areas .But businesses will relocate residents not obeyed because people felt the location of flat too far from urban areas and they assume are comfortable living in Kmpung Aur uban village .
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan nikmat sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Penelitian dan penulisan tesis dengan judul Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Banjir Pada Masyarakat Di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan ini dapat diselesaikan juga tidak terlepas dari partisipasi dan bantuan dari pihak-pihak diluar penulis.
Untuk itu penulis mengucapkan :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Ketua Program Magister Studi Pembangunan FISIP Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku Dosen pembimbing I yang telah banyak memberi masukan, dukungan dan motivasi pada penulis.
3. Bapak Husni Thamrin, S.Sos, MSP selaku Dosen pembimbing II yang telah banyak memberi masukan, dukungan, arahan dan motivasi pada penulis.
4. Bapak Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si, Bapak Drs. Agus Suriadi M. Si, dan Bapak Nurman Ahmad, S.Sos, M.Soc,Sc Selaku tim penguji atas krtitikan konstruktifnya dan masukkannya dalam hal penyempurnaan tesis ini.
5. Terima kasih Penulis buat seluruh Bapak/Ibu Dosen Magister Studi Pembangunan Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, atas Semua Ketulusan, bimbingan dan pengertiannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.
6. Terima kasih Penulis buat seluruh staf pegawai Magister Studi Pembangunan FISIP Universitas Sumatera Utara, atas Semua perhatian dan dukungannya.
(9)
7. Terima kasih buat kedua orang tua saya Ayahanda Namburi Tarigan, SH dan Ibunda Rosmawarni S.Pd yang telah menjadi inspirasi penulis dalam banyak hal.
8. Terimakasih buat ibu Mertua saya Ibunda Syarifah yang turut memberi dorongan dan motivasi selama dalam menjalani pendidikan.
9. Buat Istriku Tercinta Nelly Fitriani Sitepu, SE. Terima kasih atas kasih sayang, perhatian dan pengertiannya serta dukungan do’a dan pengorbannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan hingga selesai.
10. Buat anak-anakku tercinta, Althaf Fahmi Tarigan dan Athaya Saafia Fahmi Tarigan, Terima Kasih buat semua pengertiannya. Semoga kalian bisa menuntut ilmu lebih tinggi lagi kelak di hari depan.
11. Terimakasih Penulis buat Buat Abang dan kakak, Iswandi Toni Tarigan,S.Si dan Umi susanti Br Tarigan ST, Terima kasih atas dukungan dan bantuan nya.
12. Terimakasih Penulis buat Bapak Lurah Pulo Brayan Bengkel Irwan K. Pane, S.Sos MSP, yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
13. Terima kasih penulis kepada seluruh Narasumber yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan kesediaanya dalam penyelesaian Tesis penulis.
14. Dan terima kasih buat semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Dengan segala kerendahan hati yang tulus, penulis memohon maaf atas kekurangan-kekurangan dalam penelitian ini. Ketidakberdayaan selalu milik kita semua, maka tidak ada yang berdiri sempurna. Penulis sadar betul akan hal itu. Penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan khususnya penulis sendiri.
PENULIS
(10)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Zulfahmi Tarigan
Tempat Lahir : Tanjung Langkat
Tanggal Lahir : 23 Januari 1978
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PNS
Pendidikan Formal
1. SD Negeri 050630 Tanjung Langkat Tamat 1991
2. SMP Negeri I Salapian Tanjung Langkat Tamat 1994
3. SMU Negeri I Binjai Tamat 1997
4. Diploma (D III) Program Studi Kimia Analisis FMIFA USU
tidak dilanjutkan tahun 1997
5. Strata I (S1) Jurusan Ilmu Politik Fak ISIP Universitas Andalas
Padang tamat 2003
6. Strata II (S2) Program Studi Magister Studi Pembangunan FISIP
USU tamat 2015
Pengalaman Pekerjaan
1. Honorer Dinas Pertamanan Pemko Medan (2003)
2. Staf Pegawai (PNS) Dinas Pertamanan Medan (2010-2012)
3. Kasi Trantibum Kelurahan Pulo Brayan Bengkel Kec. Medan
(11)
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bencana ... 7
2.1.1 Manajemen Bencana ... 8
2.1.2 Bencana Banjir ... 12
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebang Banjir ... 13
2.1.4 Penanggulangan Banjir ... 14
2.2 Strategi Adaptasi ... 25
2.3 Masyarakat ... 28
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 31
3.2 Lokasi Penelitian ... 31
3.3 Informan Penelitian ... 31
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 33
3.5 Analisis Data ... 34
BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35
4.1.1 Profil Singkat Kota Medan ... 35
4.1.2 Perbandingan Pengelolaan Banjir di Vietnam (Provinsi Hanoi dan Na Dimh... 37
4.1.3 Fluktuasi Banjir di Kota Medan ... 49
4.1.4 Profil Kelurahan Aur... 51
4.2 Sejarah Banjir Kota Medan... 55
4.3 Strategi Adaptasi dan Mitigasi Bencana Banjir di Kelurahan Aur.. 60
4.2.1 Strategi Adaptasi ... 41
4.2.2 strategi Mitigasi ... 48 BAB V KESIMPULAN
6.1 5.2 Kesimpulan ... Saran... 73 75
(12)
Daftar Pustaka 77
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Hal
Tabel 1.1. Kota-Kota di Indonesia yang berada di dataran Banjir ...
2 Tabel 3.1 Jumlah dan Laju pertumbuhan Penduduk Kota Medan
...
29 Tabel 4.1 Pemanfaatan lahan di Kelurahan Aur ... 35
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 36
(13)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Hal
Gambar 4.1 Peta Kelurahan Aur Kec. Medan Maimun Kota Medan ... 34
Gambar 4.2 Bangunan yang didtinggikan ... 42
Gambar 4.3 Dinding Penyangga Sungai ... 44
Gambar 4.4 Rumah Bertingkat ... 46
Gambar 4.5 Lokasi Masyarakat Melakukan Aktivitas Sehari-hari Seperti Mandi, Mencuci dan lainnya ... 50
Gambar 4.6 Peta Lokasi paket MFC-1 sampai MFC-8 ... 57
Gambar 4.7 Lokasi Floodway ... 58
(14)
STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI BENCANA BANJIR PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN AUR KECAMATAN MEDAN
MAIMUN
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Banjir Pada Masyarakat Di Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan. Wilayah bantaran sungai di Indonesia merupakan salah satu wilayah yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dampak tersebut meliputi perubahan pola cuaca dan iklim setempat yang menyebabkan pola dan debit air sungai tidak dapat di perhitungkan dan dapat dengan tiba-tiba meningkat dan mengakibatkan banjir. Di Kota Medan sendiri masalah banjir telah menjadi masalah yang rutin bagi masyarakat di kelurahan Aur karena mereka tinggal tepat di bibir sungai Deli. Banjir telah berlangsung selama puluhan tahun dan masyarakat kelurahan Aur dan pemerintah kota Medan telah terbiasa dan telah mempersiapkan strategi adaptasi dan mitigasi untuk mengurangi dampak dari banjir tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi Adaptasi Masyarakat dalam mengahadapi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun dan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan mitigasi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yang menekankan pada proses dimaksudkan agar peneliti dan proses penelitian tidak terjebak pada kerangka pemikiran teoritik yang kaku dan bersifat streotipik, dengan tujuh orang informan. Dari hasil penelitian diperoleh Adapun strategi yang dilakukan masyarakat Kelurahan Aur dalam menghadapi banjir adalah dengan Meninggikan bangunan rumah yang terletak di bibir sungai; Membuat dinding penahan di bibir sungai: Dengarkan pengumuman kejadian banjir dan radio; Matikan aliran listrik; Pindahkan barang berharga dan obat-obatan ketempat yang tinggi; Jangan melintasi genangan banjir bila masih dapat dihindari. Selanjutnya untuk mitigasi Pra Bencana pemerintah dan masyarakat Melaksanakan proyek Pembanguan Medan Flood Control Project dan Hibauan Larangan Membuang Sampah di Sungai. Pada saat terjadi bencana merka mendirikan Posko darurat dan Dapur umum untuk keperluan masyarakat koban banjir. Untuk mitigasi Pasca bencana perintah telah mengupayakan relokasi masyarakat di sekitar bibir sungai ke rusunawa dan memberikan sosialisasi akan bahaya tinggal di wilayah bibir sungai. Akan tetapi usaha relokasi warga tidak dipatuhi karena warga merasa lokasi rusunawa terlalu jauh dari wilayah perkotaan dan mereka beranggapan sudah nyaman tinggal di Kelurahan Aur.
(15)
FLOODS ADAPTATION AND MITIGATION STRATEGY IN KAMPUNG AUR UBAN VILLAGE A PART OF MAIMUN SUBDISTRICT IN THE CITY OF
MEDAN ABSTRACT
The research is Floods Adaptation and Mitigation Strategy in Kampung Aur Uban Village A Part of Maimun Subdistrict in The City of Medan .Areas along the river bank in indonesia is an area which is very vulnerable to the climate change .Has included the impact of change in the weather and local climate that causes pattern and a discharge of water the river can count and is able to suddenly risen to flooded .In the city of Medan the problem of flooding has become routine problems for the society in kelurahan aur because they live trepat in the river deli .Flood has lasted for decades and aur urban village society government and the city of Medan has come to strtegi has prepared adaptation and mitigation to reduce the impact of the flood . In the city of medan flood problems has become a problem that routine for the Society of Kamungf Aur because they live in the lip of Deli river.Flood has lasted for decades and Aur urban village Society and government the city of Medan has accustomed and has prepared adaptation and mitigation strategy to reduce the impact from flood.This research aims to understand strategies in the adaptation of the community faces floods in the community in the Deli river flow areas ( RFA ) the city of Medan in Kampung Aur Medan Maimun sub-district and to know things connected with the mitigation of flood disaster in the community in the Deli river flow areas ( RFA ) the city of Medan Kampung Aur medan Maimun sub-district.The method used in this research is a qualitative approach .Who insists on the process of qualitative approach intended to researchers and the process of research not being stuck in the framework of thought and rigid teoritik streotipik nature , with seven people informants .The strategy of research results obtained by aur flood in the face of the community urban village to exalt the building is located in the river; make a retaining wall in the river flood: listen to the announcement of the incident and radio; turn off the flow of electricity; move valuables and medicines all the way high; not flood across the puddle can still be avoided if . Then helped to mitigate the disaster government and the Society to implement the construction of the field of flood control project and hibauan ban disposing of garbage in the river .At the time of disasters they set up the post of emergency and kitchen to community needs koban flood .To mitigate the disaster after command has seek the relocation of the community around the river to the flat and will give the danger of living in the river areas .But businesses will relocate residents not obeyed because people felt the location of flat too far from urban areas and they assume are comfortable living in Kmpung Aur uban village .
(16)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak terkecuali di negara-negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai muncul sejak manusia bermukim dan melakukan berbagai kegiatan di kawasan yang berupa dataran banjir (flood plain) suatu sungai. Kondisi lahan di kawasan ini pada umumnya subur serta menyimpan berbagai potensi dan kemudahan sehingga mempunyai daya tarik yang tinggi untuk dibudidayakan. Oleh karena itu, kota-kota besar serta pusat-pusat perdagangan dan kegiatan-kegiatan penting lainnya seperti kawasan industri, pariwisata, prasarana perhubungan dan sebagainya sebagian besar tumbuh dan berkembang di kawasan ini. Sebagai contoh, di Jepang sebanyak 49% jumlah penduduk dan 75% properti terletak di dataran banjir yang luasnya 10% luas daratan; sedangkan sisanya 51% jumlah penduduk dan hanya 25% properti yang berada di luar dataran banjir yang luasnya 90% luas daratan ( Siswoko 2007).
Wilayah bantaran sungai di Indonesia merupakan salah satu wilayah yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dampak tersebut meliputi perubahan pola cuaca dan iklim setempat yang menyebabkan pola dan debit air sungai tidak dapat di perhitungkan dan dapat dengan tiba-tiba meningkat dan mengakibatkan banjir. Hal ini semakin diperparah dengan kenyataan adanya kerusakan lingkungan di sekitar bantaran sungai. Seperti yang diketahui bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis,
(17)
geologis,hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, dan dampak psikologis, yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. Hampir seluruh kota-kota besar di Indonesia juga berada di dataran banjir (Tabel 1.1).
Tabel 1.1 Kota-kota di Indonesia yang berada di dataran banjir
NO KOTA SUNGAI
1 JAKARTA
Kamal, Tanjungan, Pesanggrahan, Sekretaris, Grogol, Krukut, Cideng, Ciliwung, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, Cakung
2 SEMARANG Kali Garang/ Kali Semarang 3 SURABAYA Kali Brantas
4 PALEMBANG Sungai Musi
5 BANDUNG
SELATAN Sungai Citarum Hulu
6 PADANG Batang Arau, Batang Kuranji, Batang Air Dingin 7 PEKAN BARU Sungai Siak
8 JAMBI Sungai Batanghari
9 MEDAN Sungai Belawan, Deli, Babura, Kera 10 BANDA ACEH Krueng Aceh
11 PONTIANAK Sunagi Kapuas 12 BANJARMASIN Sungai Barito 13 SAMARINDA Sungai Mahakam 14 MAKASAR Sungai Jeneberang 15 GORONTALO Sugai Bone, Bolango Sumber : Dirjen Pengairan (2010)
Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, dataran banjir juga mengandung potensi yang merugikan sehubungan dengan terdapatnya ancaman berupa genangan banjir yang dapat menimbulkan kerusakan dan bencana. Seiring
(18)
dengan laju pertumbuhan pembangunan di dataran banjir maka potensi terjadinya kerusakan dan bencana tersebut mengalami peningkatan pula dari waktu ke waktu. Indikasi terjadinya peningkatan masalah yang disebabkan oleh banjir di Indonesia dapat diketahui dari peningkatan luas kawasan yang mengalami masalah banjir sejak Pelita I sampai sekarang.
Hampir seluruh kegiatan penanganan masalah banjir sampai saat ini dilakukan oleh Pemerintah, lewat berbagai proyek dengan lebih mengandalkan pada upaya-upaya yang bersifat struktur (structutal measures). Berbagai upaya tersebut pada umumnya masih kurang memadai bila dibandingkan laju peningkatan masalah. Masyarakat baik yang secara langsung menderita masalah maupun yang tidak langsung menyebabkan terjadinya masalah masih kurang berperan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan operasi serta pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana fisik pengendali banjir, maupun terhadap upaya-upaya non struktur. Hal ini didukung oleh kebijakan pembangunan selama ini yang cenderung sentralistis dan top down, serta adanya berbagai kendala / keterbatasan yang ada di masyarakat sendiri antara lain menyangkut kondisi sosial, budaya dan ekonomi.
Selama tahun 2009 telah terjadi banjir di daerah aliran sungai (DAS) Deli Medan yaitu pada 4 Januari 2009, mencapai 3 m, merendam 1.500 rumah di pinggiran sungai Deli; 15 Januari 2009, Sei Deli, mencapai ketinggian 2 m, akibat hujan deras yang melanda kota Medan seharian di tambah hujan dari hulu sungai menyebabkan warga yang tinggal di bantaran DAS harus mengungsi. Banjir terparah di kelurahan Aur, kelurahan Sei Mati ,kelurahan Kampung Baru, kelurahan Hamdan kecamatan Maimun. Sejumlah warga kelurahan Jati
(19)
mengungsi untuk menghindari banjir; 300 kk rumahnya terendam; 5 Mei 2009, banjir kiriman dari dataran tinggi Tanah Karo mengakibatkan Sungai Deli di Medan meluap, yang menyebabkan ratusan rumah dan sebuah sekolah yang berada di bantaran sungai terendam air. Akibatnya sejumlah siswa batal mengikuti ujian. Kondisi terparah dialami warga yang bermukim di kecamatan Medan Maimun. Seperti yang terlihat di Gang Al-Fajar, Jln. Brigjen Katamso, kelurahan Sei Mati, ketinggian air mencapai sedada orang dewasa. Warga terpaksa mengungsi dan memindahkan sebagian perabotan rumah tangga ke badan jalan Brigjen Katamso Medan; 10 Mei 2009, ratusan rumah di pinggiran Sungai Deli terendam banjir ketinggian air mencapai 1.5 m. Banjir berasal ); 5 November 2009, 1.292 rumah terkena banjir akibat hujan deras yang menurut Camat Medan Maimun, Arfan Harahap ada lima kelurahan yang terendam banjir seperti kel, Sei Mati 596 kk, kel. Hamdan 338 kk, kel. Kampung Baru 11 kk, kel. Aur 275 kk dan kel. Sukaraja 65 kk (Waspada, 6 November 2009, hal 11). dari meluapnya Sungai Deli yang terjadi sejak minggu malam. Luapan air terjadi akibat kiriman air dari hulu Sungai Deli, yakni dari kecamatan Sibolangit, kiriman air dan curah hujan yang terjadi selama tiga jam
Pada tahun berikutnya sampai dengan saat ini bencana banjir masih juga terus melanda daerah-daerah tersebut, namun masyarakat masih tetap bertahan dan beradaptasi dengan bencana banjir tersebut.
Kenyataan menunjukkan bahwa banjir sudah merupakan hal yang biasa saja bagi masyarakat. Hal ini sangat menarik untuk diteliti sehubungan Kurangnya pengetahuan, pemahaman, kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab akan pentingnya upaya pencegahan dan penanggulangan bencana, akan berakibat
(20)
jatuhnya korban dan kerugian material apabila terjadi bencana. Dalam paradigma baru, penanganan bencana adalah suatu pekerjaan terpadu yang melibatkan masyarakat secara aktif. Pendekatan yang terpadu semacam ini menuntut koordinasi yang lebih baik di antara semua pihak, baik dari sektor pemerintah, lembaga-lembaga masyarakat, badan-badan internasional, dan sebagainya.
Perubahan paradigma penanganan bencana mulai bergeser ke arah pengurangan risiko bencana yaitu kombinasi dari sudut pandang teknis dan ilmiah terhadap kondisi sosial, ekonomi dan politis, dan menganalisis risiko bencana, ancaman, kerentanan, dan kemampuan masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola dan mengurangi risiko, dan juga mengurangi terjadinya bencana. Kegiatannya dilakukan bersama oleh semua para pihak (stakeholder) dengan pemberdayaan masyrakat.
1.2. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, yang menjadi permasalahan yaitu:
1. Bagaimana strategi Adaptasi Masyarakat dalam mengahadapi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun?
2. Bagaimana mitigasi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun?
(21)
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui strategi adaptasi masyarakat dalam mengahadapi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun.
2. Untuk mengetahu hal-hal yang berhubungan dengan mitigasi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan informasi tentang data empiris yang dapat digunakan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.
2. Dapat digunakan untuk menambah khasanah perpustakaan.
b. Manfaat Praktis
a. Sumber informasi bagi stakeholder untuk berpartisipasi dalam penanggulangan bencana.
b. Bahan masukan bagi stakeholder penanggulangan bencana Provinsi Sumatera Utara untuk penyempurnaan penanggulangan bencana.
(22)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Bencana
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam maupun faktor non-alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Carter (2001) dalam Kodoatie dan Sjarief (2006) yang dikutip oleh Purnomo dan Sugiantoro (2010) mendefenisikan bencana sebagai suatu kejadian alam atau buatan manusia, yang datang secara tiba-tiba yang menimbulkan dampak yang dahsyat, sehingga masyarakat yang terkena harus merespon dengan tindakan-tindakan yang luar biasa.
Menurut United Nation Development Program (UNDP) dalam Ramli (2010), bencana adalah suatu kejadian yang ekstrem dalam lingkungan alam atau manusia yang secara merugikan mempengaruhi kehidupan manusia, harta benda atau aktivitas sampai pada tingkat yang menimbulkan bencana.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 mengklasifakasikan bencana ke dalam tiga jenis, yaitu:
a. Bencana Alam : Merupakan bencana yang besumber dari fenomena alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, pemanasan global, topan dan tsunami.
(23)
b. Bencana Non-Alam : Merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam antara lain; gagal teknologi, epidemik, dan wabah penyakit.
c. Bencana Sosial : Merupakan bencana yang diakibatkan oleh manusia seperti; konflik sosial, dan aksi teror.
2.1.1. Manajemen Bencana
Manajemen bencana adalah upaya sistematis dan komprehensif untuk menanggulangi semua kejadian bencana secara cepat, tepat, dan akurat untuk menekan korban jiwa dan kerugian yang ditimbulkannya (Ramli, 2010: 10).
Manajemen bencana pada dasarnya merupakan konsep penanggulangan bencana. Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Menurut Ramli (2010) ada empat tujuan manajemen bencana, yaitu: 1) Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang tidak
diinginkan.
2) Menekan kerugian dan angka korban yang dapat timbul akibat dampak suatu bencana.
3) Meningkatkan kesadaran semua pihak dalam masyarakat atau organisasi terhadap bencana sehingga terlibat dalam proses penanggulangan bencana. 4) Melindungi anggota masyarakat dari ancaman, bahaya atau dampak
(24)
Manajemen bencana dapat dibagi atas tiga tingkatan, yaitu pada tingkat lokasi, tingkat unit atau daerah, dan tingkat nasional atau korporat. Untuk tingkat lokasi disebut manajemen insiden (incident management), pada tingkat daerah atau unit disebut manajemen darurat (emergency management), dan pada tingkat nasional disebut manajemen krisis (crisis management).
1) Manajemen insiden (incident management) : Yaitu penanggulangan bencana di lokasi atau langsung di tempat kejadian. Penanggulangan bencana pada tingkat ini bersifat teknis.
2) Manajemen darurat (emergency management) : Yaitu penanggulangan bencana di daerah yang mengkordinir lokasi kejadian. Tingkatan ini meliputi strategi dan taktis.
3) Manajemen krisis (crisis management) : Manajemen krisis berada pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu tingkat nasional. Tingkatan ini lebih bersifat strategis dan penentuan kebijakan.
Tahapan bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan untuk mengelola bencana dengan baik dan aman. Tahapan tersebut pada dasarnya adalah satu kesatuan sistem dalam upaya penanggulangan bencana. Berikut tahapan manajemen bencana tersebut :
1) Pra bencana.
a) Kesiagaan : Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiagaan merupakan tahapan yang paling strategis, karena sangat
(25)
menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam manghadapi datangnya suatu bencana.
b) Peringatan dini : Langkah ini diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat akan bencana yang akan terjadi. Peringatan yang diberikan didasarkan pada berbagai informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki, diolah, atau diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkingan akan terjadinya suatu bencana.
c) Mitigasi : Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak yang ditimbulkan suatu bencana (Ramli, 2010).
Pendekatan-pendekatan dalam mitigasi bencana. a. Pendekatan teknis.
1) Membuat rancangan bangunan yang kokoh.
2) Membuat material yang tahan terhadap bencana. Contoh: material tahan api. 3) Membuat rancangan teknis pengaman. Contoh: tanggul.
b. Pendekatan manusia.
Pendekatan ini ditujukan untuk membentuk karakter manusia yang paham dan sadar mengenai bahaya bencana. oleh karenanya hidup manusia harus dapat diperbaiki dengan kondisi lingkungan dan potensi bencana yang dihadpainya. c. Pendekatan administratif.
1) Penyusunan tata ruang dan tata lahan yang memperhitungkan aspek resiko bencana.
2) Sistem prizinan dengan memasukkan aspek analisa resiko bencana.
(26)
4) Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi pelaksananya baik pemerintah maupun industri bersiko tinggi.
d. Pendekatan kultural.
Pendekatan ini pada dasarnya bertujuan untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat mengenai bencana dan bahaya yang ditimbulkannya. Penyadaran disesuaikan dengan kearifan lokal dan tradisi masyarakat yang telah membudaya sejak lama (Ibid).
2) Saat terjadi bencana (tanggap darurat).
Tangggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi proses pencarian, penyelamatan, dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuha n dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, serta pemulihan sarana dan prasarana.
Dalam UU No. 24 Tahun 2007 disebutkan proses penyelengaraan bencana pada saat tanggap darurat sebagai berikut:
a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap loksi, kerusakan, dan sumber daya.
b) Penentuan status keadaan darurat bencana. c) Penyelamatan dan evakuasi.
d) Pemenuhan kebutuhan dasar.
e) Perlindungan terhadap kelompok rentan.
(27)
3) Pasca bencana
a) Rehabilitasi : Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat.
b) Rekontruksi: Rekontruksi adalah pembangunan kembali semua sarana dan prasarana serta kelembagaan di wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perkonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat (Ramli, 2010).
2.1.2. Bencana Banjir
Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran. Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS); (2) Pembuangan sampah; (3) Erosi dan sedimentasi; (4) Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase; (5) Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat; (6) Curah hujan yang tinggi; (7) Pengaruh fisiografi/geofisik sungai; (8) Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai; (9) Pengaruh air pasang; (10) Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang
(28)
surut air laut); (11) Drainase lahan; (12) Bendung dan bangunan air; dan (13) Kerusakan bangunan pengendali banjir. (Kodoatie, 2002).
Banjir adalah keadaan dimana suatu daerah tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh tersumbatnya sungai maupun karena penggundulan hutan di sepanjang aliran sungai (Ramli, 2010: 98).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2011, banjir adalah peristiwa meluapnya air sungai melebihi palung sungai.
2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Banjir
Berikut beberapa faktor penyebab banjir menurut Ramli (2010): d. Curah hujan tinggi.
e. Permukaan tanah lebih rendah dari permukaan air laut.
f. Terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan pengaliran air keluar sempit atau terbatas.
g. Banyak pemukiman yang dibangun pada dataran (bantaran) sepanjang sungai.
h. Aliran sungai tidak lancar akibat banyaknya sampah serta bangunan dipinggir sungai.
i. Kurangnya tutupan lahan di daerah hulu sungai.
Kodoatie (2002) menjelaskan faktor-faktor penyebab banjir karena tindakan manusia sebagai berikut:
a. Perubahan kondisi Daerah Pengaliran Sungai (DPS). b. Kawasan kumuh.
(29)
c. Sampah. d. Drainase lahan.
e. Kerusakan bangunan pengendali banjir.
f. Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.
2.1.4. Penanggulangan Banjir
Maryono (2005) menjelaskan langkah-langkah pokok dalam menyusun pedoman atau kerangka acuan untuk pembuatan masterplan atau program penanganan banjir. Langkah-langkah tersebut yaitu:
a. Pemetaan dan analisis perubahan tata guna lahan di DAS. Hasil dari langkah ini adalah berupa peta tata guna lahan di DAS perubahannya, serta kaitannya dengan kejadian-kejadian banjir.
b. Pemetaan dan analisis wilayah sungai, sempadan sungai, dan alur sungai, baik sungai besar di hilir maupun sungai kecil di bagian hulu. Dari pemetaan di sepanjang sungai ini selanjutnya dapat di analisis dengan cermat karakter sungai bersangkutan serta kaitannya dengan potensi banjir, baik banjir biasa maupun banjir banding.
c. Pemetaan komponen ekologi retensi alamiah sempadan sungai dan kondisi fisik hidraulik di sepanjang sempadan sungai. Hasil dari pemetaan ini dapat digunakan untuk menganalisis kemungkinan peningkatan retensi sepanjang alur sungai.
d. Pemetaan dan analisis saluran drainase yang masuk ke sungai. Dari hasil pemetaan ini dapat ditetapkan alur-alur drainase yang perlu diperbaiki. e. Pemetaan dan pendataan kondisi daerah pedesaan dan daerah semi urban
(30)
masyarakat, sehingga tujuan penanganan banjir dapat tercapai, dan masyarakat mendapatkan pembelajaran dai itu.
f. Pemetaan sistem makro dan mikro wilayah keairan (sungai, danau, pantai, dan lain-lain) yang dilanda banjir. Hasil kegiatan ini adalah dapat ditemukan secara pasti penyebab banjir pada skala mikro dan makro wilayah tersebut. Hasil pemetaan ini juga dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan kebijakan mengenai penanggulangan banajir.
g. Pemetaan budaya masyarakat dan kaitannya dengan penanggulangan banjir.
Selain langkah-langkah di atas, terdapat langkah-langkah penanggulangan banjir lainnya yang terkait langsung dengan sungai, yaitu:
1) Reboisasi dan konservasi hutan di sepanjang DAS dari hulu ke hilir.
2) Penataan tata guna lahan yang meminimalisir limpasan langsung dan mempertinggi retensi dan konservasi air di DAS.
3) Tidak melakukan pelurusan sungai.
4) Mempertahankan bentuk sungai yang berliku-liku, karena akan mengurangi erosi, dan meningkatkan konservasi.
5) Memanfaatkan daerah genangan air di sepanjang sempadan sungai dari hulu ke hilir.
6) Mengubah sistem drainase konvensional yang mengalirkan air buangan secepat-cepatnya ke hilir menjadi sistem yang alamiah (lambat), sehingga waktu konservasi air cukup memadai dan tidak menimbulkan banjir di hilir.
(31)
8) Melakukan pendekatan sosio-hidraulik, yaitu dengan meningkatkan kesadaran masyarakat secara terus menerus untuk terlibat dalam penanggulangan banjir.
Beberapa tindakan penanggulangan banjir menurut Ramli (2010):
a. Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai dengan fungsi lahan.
b. Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai yang sering menimbulkan banjir.
c. Tidak membangun rumah atau pemukiman di bantaran sungai serta daerah banjir.
d. Mengadakan program pengerukan sampah di sungai.
e. Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan air laut.
2.2 Adaptasi Sosial
2.2.2 Pola Adaptasi Sosial
Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi (Gerungan,1991:55).
Menurut Karta Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri, plastis
(32)
artinya bentuk), sedangkan pengertian yang kedua disebut penyesuaian diri yang allopstatis (allo artinya yang lain, palstis artinya bentuk). Jadi adaptasi ada yang artinya “pasif” yang mana kegiatan pribadi di tentukan oleh lingkungan. Dan ada yang artinya “aktif”, yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan (Karta Sapoetra,1987:50).
Menurut Suparlan (Suparlan,1993:20) adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan. Syarat-syarat dasar tersebut mencakup:
1. Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum untuk menjaga kesetabilan temperatur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainya). 2. Syarat dasar kejiwaan (manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh
dari perasaan takut, keterpencilan gelisah).
3. Syarat dasar sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keturunan, tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai kebudayaanya, untuk dapat mempertahankan diri dari serangan musuh). Menurut Soerjono Soekanto (Soekanto, 2000: 10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni:
a. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
b. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan.
c. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah.
(33)
e. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem.
f. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah. Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.
Lebih lanjut tentang proses penyesuaian tersebut, Aminuddin menyebutkan bahwa penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu (Aminuddin, 2000: 38), di antaranya:
a. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. b. Menyalurkan ketegangan sosial.
c. Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial. d. Bertahan hidup.
Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Suyono (1985), pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari definisi tersebut diatas, pola adaptasi dalam penelitian ini adalah sebagai unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adat-istiadat kebudayaan yang ada.
(34)
Proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat. Kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan. Bagi manusia, lingkungan yang paling dekat dan nyata adalah alam fisio-organik. Baik lokasi fisik geografis sebagai tempat pemukiman yang sedikit banyaknya mempengaruhi ciri-ciri psikologisnya, maupun kebutuhan biologis yang harus dipenuhinya, keduanya merupakan lingkungan alam fisio-organik tempat manusia beradaptasi untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Alam fisio organik disebut juga lingkungan eksternal.
Adaptasi dan campur tangan terhadap lingkungan eksternal merupakan fungsi kultural dan fungsi sosial dalam mengorganisasikan kemampuan manusia yang disebut teknologi. Keseluruhan prosedur adaptasi dan campur tangan terhadap lingkungan eksternal, termasuk keterampilan, keahlian teknik, dan peralatan mulai dari alat primitif samapai kepada komputer elektronis yang secara bersama-sama memungkinkan pengendalian aktif dan mengubah objek fisik serta lingkungan biologis untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup manusia. (Alimandan, 1995:56).
Stategi adaptasi yang dilakukan dalam masyarakat pasca bencana alam dapat dilakukan dengan penanggulangan bencana alam yang tepat, agar masyarakat bisa aktif kembali pasca bencana alam. Besarnya potensi ancaman bencana alam yang setiap saat dapat mengancam dan mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia serta guna meminimalkan risiko pada kejadian mendatang, perlu disikapi dengan meningkatkan kapasitas dalam penanganan dan pengurangan risiko bencana baik di tingkat Pemerintah maupun
(35)
yaitu UU Nomor 24 Tahun 2007 yang memberikan kerangka penanggulangan bencana, meliputi prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana. Aktivitas penanggulangan bencana yang menjadi prioritas utama meliputi: mitigasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
1. Mitigasi yaitu upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah apa yang akan terjadi terutama berdampak negatif pada lingkungan akibat bencana alam.
2. Rehabilitasi yaitu pemulihan kembali yang dilakukan terhadap kerusakan-kerusakan berupa fisik dan infrastruktur akibat bencana alam.
3. Rekontruksi yaitu membangun kembali dari kerusakan kerusakan yang terjadi akibat bencana alam. Penaggulangan bencana yang telah ditetpakan pemerintah dibuat guna membangun kembali daerah yang terkena bencana menggingat indonesia rawan akan bencana alam.
2.2.2 Perubahan Sosial
Setiap kehidupan manusia akan mengalami perubahan. Perubahan itu dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola prilaku, perekonomian, lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, interaksi sosial dan yang lainya. Perubahan sosial terjadi pada semua masyarakat dalam setiap proses dan waktu, dampak perubahan tersebut dapat berakibat positif dan negatif. Terjadinya perubahan merupakan gejala yang wajar dalam kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena setiap manusia mempunyai kepentingan yang tidak terbatas.
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat
(36)
kehidupan masyarakat secara suka rela atau di pengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial terjadi pada dasarnya karena ada anggota masyarakat pada waktu tertentu merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupanya yang lama dan menganggap sudah tidak puas lagi atau tidak memadai untuk memenuhi kehidupan yang baru.
Menurut Gillin dan Gillin (Abdulsyani,2002:163) perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Selain itu, Selo Soemardjan berpendapat bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang memepengaruhi sistem sosial lainya, termasuk didalam nilai-nilai, sikap, dan pola prilaku antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. (Soerjono Soekanto,2007:263).
Soerjono Soekanto (2000:338) berpendapat bahwa ada kondisi-kondisi sosial primer yang menyebabkan terjadinya perubahan. Misalnya kondisi-kondisi ekonomis, teknologis dan geografis, atau biologis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial lainnya. Sebaliknya ada pula yang mengatakan bahwa semua kondisi tersebut sama pentingnya, satu atau semua akan menghasilkan perubahan-perubahan sosial. Adapun yang menjadi ciri-ciri perubahan sosial itu sendiri antara lain:
(37)
a. Perubahan sosial terjadi secara terus menerus
b. Perubahan sosial selalu diikuti oleh perubahan-perubahan sosial lainnya c. Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan
disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam proses penyesuaian diri
d. Setiap masyarakat mengalami perubahan (masyarakat dinamis)
Perubahan sosial tidak terjadi begitu saja. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi berpendapat bahwa perubahan sosial dapat bersumber dari dalam masyarakat (internal) dan faktor dari luar masyarakat (eksternal).
1. Faktor internal
Perubahan sosial dapat disebakan oleh perubahan-perubahan yang berasal dari masyarakat itu sendiri. Adapun faktor tersebut antara lain:
a) Perkembangan ilmu pengetahuan, Penemuan-penemuan baru akibat perkembangan ilmu pengetahuan, baik berupa teknologi maupun berupa gagasan-gagasan menyebar kemasyarakat, dikenal, diakui, dan selanjutnya diterima serta menimbulkan perubahan sosial.
b) Kependudukan, faktor ini berkaitan erat dengan bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk.
c) Penemuan baru untuk memenuhi kebutuhannya, manusia berusaha untuk mencoba hal-hal yang baru. Pada suatu saat orang akan menemukan suatu yang baru baik berupa ide maupun benda. Penemuan baru sering berpengaruh terhadap bidang atau aspek lain.
(38)
d) Konflik dalam masyarakat, adanya konflik yang terjadi dalam masyarakat dapat menyebabkan perubahan sosial dan budaya, pertentangan antara indvidu, individu dengan kelompok maupun antar kelompok sebenarnya didasari oleh perbedaan kepentingan.
2. Faktor eksternal
Perubahan sosial disebabkan oleh perubahan-perubahan dari luar masyarakat itu sendiri seperti:
a) Pengaruh kebudayaan masyarakat lain, Adanya interaksi langsung (tatap muka) antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya akan menyebabkan saling berpengaruh. Disamping itu, pengaruh dapat berlangsung melalui komunikasi satu arah, yakni komunikasi masyarakat dengan media-media massa.
b) Peperangan, Terjadinya perang antar suku atau antar negara akan berakibat munculnya perubahan-perubahan pada suku atau negara yang kalah. Pada umumnya mereka akan memaksakan kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan oleh masyarakatnya, ataupun kebudayaan yang dimilikinya kepada suku atau negara yang mengalami kekalahan.
c) Perubahan dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia,terjadinya gempa bumi, topan, banjir besar, gunung meletus dan lain-lain mungkin menyebabkan masyarakat-masyarakat yang mendiami daerah- daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya dan kemungkinan masih bertahan di daerahnya tersebut. Hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga
(39)
kemasyarakatanya karena masyarakatnya harus memulai kehidupan baru kembali. Sebab yang bersuber dari lingkungan alam fisik kadang-kadang ditimbulkan oleh tindakan para warga masyarakat itu sendiri.
Strategi Adaptasi Masyarakat Dalam Bencana Hardesty (1977) mengemukakan tentang adaptasi bahwa: “adaptation is the process through which benefi cial relationships are established and maintained between an organism and its environment”, maksudnya, adaptasi adalah proses terjalinnya dan terpeliharanya hubungan yang saling menguntungkan antara organisme dan lingkungannya. Sementara itu para ahli ekologi budaya (cultural ecologists) (Alland, 1975;
Harris, 1968; Moran, 1982) mendefi nisikan, bahwa adaptasi adalah suatu strategi penyesuaian diri yang digunakan manusia selama hidupnya untuk merespon terhadap perubahan-perubahan lingkungan dan sosial. Dalam kajian adaptabilitas manusia terhadap lingkungan, ekosistem merupakan keseluruhan situasi, di mana adaptabilitas berlangsung atau terjadi.
Karena populasi manusia tersebar di berbagai belahan bumi, konteks adaptabilitas sangat berbeda-beda. Suatu populasi di suatu ekosistem tertentu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan dengan cara-cara yang spesifi k. Ketika suatu populasi atau masyarakat mulai menyesuaikan diri terhadap suatu lingkungan yang baru, suatu proses perubahan akan dimulai dan dapat saja membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menyesuaikan diri (Moran 1982). Sahlins (1968) menekankan bahwa proses adaptasi sangatlah dinamis, karena lingkungan dan populasi manusia terus dan selalu berubah. Smit dkk., (1999)
(40)
dalam kajiannya mengenai perubahan iklim, mengartikan adaptasi sebagai penyesuaian di dalam sistem ekologi-sosial-ekonomi sebagai respon terhadap kondisi ikilm dan dampaknya.
Smit dan Wandel (2006) juga menyatakan bahwa adaptasi manusia dalam perubahan global merupakan proses dan hasil dari sebuah sistem, untuk mengatasi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan, tekanan, bahaya, risiko, dan kesempatan. Dalam perubahan iklim terdapat 2 peran adaptasi yaitu sebagai bagian dari penilaian dampak dengan kata kunci yaitu (1) adapatasi yang dilakukan, dan (2) respon kebijakan dengan kata kunci rekomendasi adaptasi. Kerangka dalam mendefi niskan adaptasi adalah dengan mempertanyakan: (1) adaptasi terhadap apa?; (2) siapa atau apa yang beradaptasi?; dan (3) bagaimana adaptasi berlangsung?. Hal ini berarti bahwa adaptasi adalah proses adaptasi dan kondisi yang diadaptasikan
2.2. Strategi Adaptasi
Adaptasi menurut Soerjono Soekanto dalam Rabanta (2009), mengemukakan tentang adaptasi dalam beberapa batasan adaptasi sosial:
1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan
2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan
3. Proses perubahan-perubahan menyesuaikan dengan situasi yang berubah
4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
(41)
6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian individu, kelompok terhadap norma-norma, perubahan agar dapat disesuaikan dengan kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut tentang proses penyesuaian tersebut Aminuddin dalam Rabanta (2009) menyebutkan bahwa penyesuaian dilakukan demi tujuan-tujuan tertentu, diantaranya:
1. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan 2. Menyalurkan ketegangan sosial
3. Mempertahankan kelangsungan keluarga/unit sosial 4. Bertahan hidup
Strategi adaptasi dimaksud oleh Edi Suharto dalam Edi (2009), sebagai
Coping strategies. Secara umum strategi bertahan hidup (coping strategies) dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagi permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Strategi penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola segenap aset yang dimilikinya.
Berdasarkan konsepsi ini, Mosser dalam Suharto (2009) membuat kerangka analisis yang disebut “The Aset Vulnerability Framework”. Kerangka ini meliputi berbagai pengelolaan aset yang dapat digunakan untuk melakukan penyesuaian atau pengembangan strategi dalam mempertahankan kelangsungan hidup:
1. Aset tenaga kerja, misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak dalam bekerja untuk membantu ekonomi rumah tangga
(42)
2. Aset modal manusia , misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas seseorang atau bekerja atau ketrampilan dan pendidikan yang menentukan umpan balik atau hasil kerja terhadap tenaga yang dikeluarkannya.
3. Aset produktif , misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan lainnya.
4. Aset relasi rumah tangga atau keluarga, misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga besar, kelompok etnis, migarasi tenaga kerja dan mekanisme “uang kiriman”
5. Aset modal sosial, misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga sosial loka, arisan dan pemberi kredit dalam proses dan sistem perekonomian keluarga.
Selanjutnya Edi Suharno dalam Edi (2009:31) menyatakan strategi bertahan hidup (coping strategies) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu:
1. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk (misalnya melakukan aktivitasnya sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar di lingkungan sekitarnya dan sebagainya)
2. Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga ( misalnya, biaya untuk sandang, pangan, pendidikan, dan sebagainya).
3. Strategi jaringan, misalnya menjalin relasi, baik formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya, dan lingkungan kelembagaan ( misalnya:
(43)
meminjam uang dengan tetangga, mengutang di warung, memanfaatkan program kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank, dan sebagainya).
2.3. Masyarakat
Koentjaraningrat (2003) merumuskan pengertian masyarakat berdasarkan empat ciri berikut :
a. Interaksi.
b. Adat-istiadat, norma-norma, hukum, dan aturan-aturan. c. Bersifat terus-menerus.
d. Rasa identitas.
Berdasarkan empat ciri di atas, masyarakat diartikan sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat-istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Sihotang (1992) menjelaskan masyarakat dalam dua defenisi, yaitu defenisi analitik dan defenisi fungsional. Dalam definisi analitik, masyarakat adalah sejumlah orang yang berdiri sendiri atau swasembada yang mempunyai cirri-ciri adanya organisasi sendiri, wilayah tempat tinggal, kebudayaan sendiri, dan keturunan yang akan meneruskan masyarakatnya. Sedangkan dalam defenisi fungsional, masyarakat adalah sejumlah manusia yang mempunyai sistem tidakan bersama, yang mampu terus ada lebih lama dari masa hidup seorang individu, dan para anggotanya bertambah sebagian melalui keturunan pada anggota.
Ciri-ciri masyarakat (Sihotang, 1992):
(44)
b. Mampu mempertahankan keberadaanya melalui pergantian atau pertambahan anggota dengan adanya keturunannya.
c. Mampu mempertahankan keberadaannya bergenerasi-generasi. d. Ada wilayah tertentu yang menjadi tempat tinggal.
e. Mempunyai kebudayaan sendiri yang menjadi sumber nilai dan norma, pola tindakan, dan alat memenuhi keperluan hidup.
f. Mempunyai sistem dan struktur.
Berdasarkan ciri-ciri di atas, definisi masyarakat adalah sejumlah orang yang bertempat tinggal di wilayah tertentu yang tersusun oleh sistem dan mempunyai struktur, mempunyai kebudayaan sendiri, dan dapat mempersiapkan penerusan adanya anggota untuk bergenerasi (Sihotang, 1992).
Sihotang (1992) menilai bahwa masyarakat baik perkotaan ataupun pedesaan secara pasti akan menghadapi berbagai masalah sosial yang terwujud sebagai hasil dari kebudayaanya, sebagai akibat dari hubungan antar sesamanya dan juga sebagai akibat dari tingkah laku mereka. Berkembangnya kebudayaan nasional cenderung terjadi di kota. Masyarakat kota sendiri cenderung untuk lebih banyak terlihat dalam berbagai kegiatan sosial yang tergolong dalam lingkungan nasional.
Masyarakat perkotaan bersifat heterogen. Heterogenitas yang mewarnai kehidupan di perkotaan berlaku juga untuk keanekaragaman lapangan mata pencaharian, karena adanya keanekaragaman sektor-sektor ekonomi. Perkembangan industri erat hubungannya dengan laju perkembangan kota, karena perkembangan industri merupakan salah satu terjadinya dinamika kota. Pada waktunya, kota-kota akan mengalami kesulitan untuk menyediakan pekerjaan, dan syarat-syarat minimal kehidupan yang pantas untuk jumlah yang besar secara terus menerus semakin
(45)
meningkatkan laju pertumbuhan jumlah penduduk kota sedangkan mereka adalah orang baru yang memasuki ekonomi kota (Sihotang, 1992).
(46)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yang menekankan pada proses dimaksudkan agar peneliti dan proses penelitian tidak terjebak pada kerangka pemikiran teoritik yang kaku dan bersifat streotipik, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini dapat diperoleh
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun yang setiap tahunnya terkena dampak banjir dan berada di bantaran sungai Deli.
3.3. Informan Penelitian
Informan penelitian ini adalah seluruh pemangku kepentingan dalam nitigasi banjir dan masyarakat yang menjadi korban. Adapun rencana Infroman yang akan diwawncari adalah sebagai berikut :
1. Korban banjir sebanyak 5 orang (bila dibutuhkan akan dapat di tambah sesuai dengan kebutuhan data)
a. Indah
Ibu 30 tahun yang tinggal di bantaran Sungai Deli yang terletak di wilayah Kelurahan Aur sejak 10 tahun silam. Ibu dua orang anak yang mengaku telah terbiasa oleh banjir yang selalu datang secara tiba-tiba dilingkungannya beradaptasi dengan membangun rumahnya dua
(47)
tingkat. Kebanyaan aktivitasnya beserta keluarga banyak dihabiskan di lantai atas rumahnya saat banjir datang.
b. Imron Munthe
Pria 45 tahun yang kesehariannya disibukkan oleh kegiatan berdagang es keliling ini sudah sejak tahun 2003 tinggal di bantaran Sungai Deli bersama istri dan 2 orang anaknya. Beliau memandang Sungai Deli merupakan pusat aktivitas masyarakat Kelurahan Aur seperti mencuci, mandi dan kegiatan lainnya.
c. Supardi
Pria 30 tahun yang bekerja di salah satu tempat perbelanjaan di Kota Medan menjadi penduduk Kelurahan Aur Sejak 7 tahun silam. Beliau mengungkapkan bagaimana beliau meniru penduduk sekitar dalam menghadapi banjir sehingga sekarang sudah terbiasa dengan banjir yang datang.
d. Indah
Wanita 59 tahun yang tinggal di bantaran sungai sejak 20 tahun lalu ini merupakan pensiunan sebuah perkebunan swasta. Sekarang beliau tinggal bersama menantu, anak dan cucunya. Beliau mengungkapkan bagaimana cara beliau membiasakan dirinya dengan banjir yang sering datang secara tiba-tiba.
e. Suryani
Wanita 29 tahun yang telah tinggal selama 5 tahun di bantaran Sungai Deli ini mengaku telah membiasakan diri dengan banjir. Ibu rumah tangga dengan 1 orang anak ini banyak menghabiskan waktunya di
(48)
bantaran sungai. Seperti kebanyakan masyarakat bantaran sungai lainnya, beliau melakukan aktivitas mencuci, MCK, dan membuang sampah di bantaran sungai juga.
2. Tokoh masyarakat di kelurahan Kampung Aur a. Budi Bahar
Pria 43 tahun ini merupakan koordinator sebuah komunitas masyarakat yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat. Komunitasnya bernama LOBUSUDE (Laskar Bocah Sungai Deli) memfokuskan kegiatannya pada pembangunan kreativitas anak-anak di sekitaran bantaran Sungai Deli
3. Lurah Kelurahan Kampung Aur a. Yunasri Nasution
Wanita 55 tahun ini merupakan lurah di Kelurahan Aur. Beliau melihat banjir ini adalah banjir kiriman sehingga relokasi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai menjadi satu-satunya cara untuk meminimalisir korban bencana. Beliau melihat bagaimana masyarakat sudah sangat dapat beradaptasi dengan banjir yang datang di kelurahannya.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan berasal dari dua sumber yaitu sumber-sumber tangan pertama (data primer) dan sumber-sumber-sumber-sumber tangan kedua (data sekunder). Data-data primer diperoleh melalui wawancara (interview) dan observasi untuk pendekatan kualitatif. Untuk mendapatkan informasi yang benar-benar akurat dilakukan teknik triangulasi. Untuk data-data sekunder akan
(49)
dikumpulkan dari hasil olahan data orang lain, baik berupa dokumen, laporan, publikasi, dan sebagainya.
3.5. Analisis Data
Untuk pendekatan kualitatif, analisis dilakukan secara simultan dengan proses pengumpulan data (on going analysis). Analisis kualitatif ini dilakukan mengikuti proses antara lain, reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan berdasarkan reduksi dan penyajian data yang telah dilakukan sebelumnya.
(50)
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI DAN HASIL PENELITIAN 4.1.Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Profil Singkat Kota Medan
Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan letak wilayah pada posisi 30.30’ LU-30.48’ LU dan 980.39’BT-980.47’36’BT dengan ketinggian 0 - 40 m di atas permukaan laut. Suhu kota Medan pada pagi hari berkisar 23,70 0 C-25,10 0 C, siang hari berkisar 29,20 0 C-32 0 C, pada malam hari berkisar 26 0 C-30,8 0 C, dan kelembapan udara berkisar antara 68% sampai 93%.
Gambar 1: KOTA MEDAN bila dilihat dari satelite/google map. (http://maps.google.com/maps?q=kota%20 medan&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&um=1&ie=UTF-8&hl=en&sa=N&tab=wl
(diakses 6 September 2014 pukul 11.00 WIB)
Posisi dan letak kota Medan berada di dataran rendah pantai Timur Sumatera, persis di antara Selat Malaka dan jajaran pegunungan yang membujur dari Barat Laut sampai wilayah Tenggara Pulau Sumatera menjadikan kota Medan daerah yang strategis baik untuk menjalankan roda perekonomian hingga pusat kebudayaan. Medan adalah tempat yang selalu terbuka bagi siapa saja yang memiliki kompeten dan kemampuan bertahan hidup sebagai orang kota.
(51)
Berdasarkan data BPS Kota Medan diketahui ada peningkatan jumlah penduduk Kota Medan dari 2.083.156 jiwa pada tahun 2007 menjadi 2.102.105 jiwa pada tahun 2008 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,91%. Sedangkan pada tahun 2009, jumlah penduduk Kota Medan diperkirakan meningkat menjadi 2.121.053 jiwa atau tumbuh sebesar 0,90% dari tahun sebelumnya. Dilihat dari laju pertumbuhannya, penduduk Kota Medan mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alami, seperti tingkat kelahiran,
kematian dan arus urbanisasi.
Tabel 3.1 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Kota Medan
Tahun 2012 2011 2010 2009 2008
Jumlah Pria (jiwa) 1.047.875 1.046.560 1.036.926 1.049.457 1.039.707 Jumlah Wanita (jiwa) 1.074.929 1.070.664 1.060.684 1.071.596 1.062.398
2.122.804 2.117.224 2.097.610 2.121.053 2.102.105
- 1 -1 1 -
8.008 7.987 7.913 - 7.932
Medan memiliki topografi miring ke utara dan berada pada ketinggian 0 - 40 m di atas permukaan laut dengan kelembaban dan curah hujan yang relatif tinggi. Mengenai curah hujan di Tanah Deli, Medan dapat digolongkan dua macam yakni Maksima Utama yang berarti bagi waktu yang lebih banyak
(52)
mendapat curah hujan dan Maksima Tambahan yang berarti bagi waktu yang mendapat lebih sedikit curah hujan. Maksima Utama terjadi pada bulan Oktober s/d bulan Desember, sedangkan Maksima Tambahan terjadi antara bulan Januari s/d bulan September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 mm pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam.
Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun1910 bahwa di samping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda berada di tempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkualitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata zaman itu bernama Deli Klei.
4.1.2. Perbandingan Pengelolaan Banjir di Vietnam (Provinsi Hanoi dan Na Dimh)
A. Kota Hanoi
Mempunyai area seluas lebih dari 918 kilometer persegi, Hanoi terdiri atas dua tipe topografi yang berbeda: bagian delta dan Kawasan Tengah bagian Utara. Sebagian besar daerah delta terbentang di sepanjang kedua sisi Sungai Merah dan anak sungainya. Kawasan Tengah meliputi distrik Soc Son dan sebagian distrik Dong Anh, perluasan dari jajaran pegunungan Tam Dao yang terbentang ke arah Delta, yang berada 7–10 meter atau terkadang lebih dari ratusan meter di atas permukaan laut. Hanoi telah bergabung dengan Ha Tay dan sebagian Hoa Binh dan Vinh Phuc sejak 1 Agustus 2008. Oleh karena informasi resmi tentang
(53)
populasi, area, ketinggian rata-rata, dan lain-lain dari penggabungan Hanoi yang baru saja dilakukan belum tersedia, profil yang tersedia hanya mengenai bagian dalam Hanoi. Sejak Hari Kemerdekaan pada 1945, belum pernah terjadi kerusakan bendungan/tanggul yang menyebabkan banjir di Kota Hanoi. 1 Sistem bendungan belum pernah hancur karena bencana, bahkan selama tahun- tahun terjadinya banjir pada 1969, 1971, dan 1996. Penelitian menunjukkan bahwa dampak kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global bisa jadi merupakan bencana besar bagi Vietnam.
Kenaikan permukaan air laut setinggi 5 meter di Vietnam akan berdampak pada 16 persen area daratan, 35 persen populasi, dan 35 persen produk domestik bruto—PDB (gross domestic product—GDP). 2 Dampak terbesar yang akan dihadapi Vietnam adalah pada daerah Delta Sungai Merah dan Delta Mekong. Penelitian menggunakan peta satelit hamparan dunia dengan data yang dapat diperbandingkan untuk 84 negara-negara berkembang di sepanjang pesisir pantai untuk mengalkulasi beberapa tingkat perubahan rakyat, PDB, daerah perkotaan, dan pertanian di lima wilayah berkembang.
Vietnam mengalami iklim monsun tropis. Luas jangkauan dari garis lintang dan keanekaragaman khas relief topografi membuat kecenderungan iklim membedakan daerah yang satu dengan lainnya. Rata-rata kisaran suhu tahunan adalah 18–29°C, dan perbedaan yang dirasakan secara nyata adalah antara musim kemarau pada November sampai April dengan musim hujan yang hangat pada Mei sampai Oktober. Rata-rata kisaran curah hujan tahunan adalah 600 milimeter sampai 5.000 milimeter, 80–90 persen terkonsentrasi pada musim hujan. 3
(54)
Lokasi dan topografi Vietnam membuatnya menjadi salah satu negara di dunia yang rentan terhadap bencana, serangan angin topan, badai tropis, banjir, kekeringan, intrusi air laut, tanah longsor, dan kebakaran hutan. Dari kesemuanya, yang paling merusak adalah angin topan, badai tropis, dan banjir.
Beberapa dekade ini, kerusakan akibat bencana alam meningkat secara drastis. Kecenderungan ini mungkin berlanjut seiring dengan perubahan iklim yang diperkirakan akan mengubah arus sistem badai dan alur pengendapan.
Data untuk profil kota ini sebagian besar didasarkan pada “The Science and Practice of Flood Disaster Management Urbanizing Monsoon Asia” oleh Nguyon Van Le, disiapkan dan dipresentasikan pada lokakarya regional di Chiang Mai, Thailand pada April 2007. Kenaikan permukaan air laut diperkirakan dari 30 sentimeter menjadi satu meter selama lebih dari seratus tahun mendatang, yang diperhitungkan akan menyebabkan kerugian nilai modal lebih dari US$17 miliar per tahun (80 persen dari PDB tahunan negara) bila tidak ada tindakan pencegahan yang dilakukan.
Proyeksi perubahan populasi dan perkembangan menyarankan bahwa, walaupun tidak ada perubahan iklim maupun permukaan air laut, jumlah orang yang menghadapi risiko diperkirakan meningkat sebesar 60 persen pada 2025, dan nilai modal dari PDB Vietnam saat ini sebesar US$720 juta akan mengalami risiko sepuluh kali lipat, atau 5 persen akibat banjir tahunan. 4 Peningkatan permukaan air laut hampir dipastikan terjadi dan meningkatkan risikonya lebih jauh. Kenaikan permukaan air laut diperkirakan dari 30 sentimeter menjadi satu meter selama lebih dari seratus tahun mendatang, yang diperhitungkan akan
(55)
menyebabkan kerugian nilai modal lebih dari US$17 miliar per tahun (80 persen dari PDB tahunan negara) bila tidak ada tindakan pencegahan yang dilakukan.
Peningkatan risiko tidak hanya terbatas pada daerah pantai saja; nyatanya, peningkatan permukaan sungai dan efek bendungan juga akan menyebabkan masalah serius pada daerah aliran sungai (DAS), dengan total daerah banjir tahunan seluas 40.000 km 2 .
Perubahan pada sistem pengendapan yang diperkirakan menurut skenario perubahan iklim akan semakin memperburuk masalah banjir. Kebanyakan model iklim mengindikasikan peningkatan pengendapan secara keseluruhan. Konsentrasi curah hujan tahunan Vietnam selama musim hujan yang singkat menyebabkan sistem sensitif terhadap peningkatan curah hujan. 7 Peningkatan curah hujan pada musim hujan yang basah diperkirakan sangat meningkatkan arus puncak dan mengurangi periode pengembalian dari 100 tahun menjadi 20 tahun. 8
B. Provinsi Nam Dinh
Provinsi Nam Dinh terletak di Kawasan Delta Sungai Merah, yang, seperti Kawasan Delta Mekong di bagian selatan negara, adalah daerah subur dan mempunyai produktivitas pertanian yang tinggi. Dataran rendahnya menyediakan kondisi ideal untuk pengembangan pertanian padi lahan basah. Produktivitas yang tinggi ini membuat Kawasan Delta Sungai Merah menjadi salah satu daerah yang paling padat penduduknya dan merupakan daerah pertanian yang paling kuat di pesisir pantai Vietnam. 9 Kedekatan Nam Dinh dengan ibu kota, Hanoi, menyebabkan jalur transportasi dan komunikasinya cukup baik.
(56)
Pusat Bahaya/Kerentanan Kota
Kesiapan dan Pencegahan Banjir di Hanoi Hanoi menghadapi beberapa risiko dan tantangan berikut dalam kesiapan dan pencegahan banjir:
1) Risiko banjir bandang di Sungai Merah bahkan lebih besar dibandingkan banjir bersejarah pada Hanoi, Vietnam 1971 (akibat perubahan iklim dan kerusakan hulu hutan);
2) Risiko peningkatan ketinggian air, ditunjukkan oleh kapasitas keluarnya air yang sama selama tahun-tahun sebelumnya, telah mengalami peningkatan. Selain itu, kondisi palung sungai dan banyaknya konstruksi jembatan menyebabkan berkurangnya zona pembangunan perumahan (melebihi tinggi bendungan bagian dalam);
3) Peningkatan situasi negatif yang tahan dengan tingkat banjir yang dikombinasikan dengan badai besar dan hujan lebat di Delta bagian Utara selama periode pasang naik (akibat perubahan iklim global);
4) Kesulitan yang mungkin diakibatkan oleh pelaksanaan pengaturan banjir: percepatan relokasi 10.000 orang dari daerah banjir (diperparah oleh ketidakinginan mereka untuk meninggalkan rumahnya) dan risiko terganggunya konstruksi tahan banjir yang penting selama masa tanggap darurat;
5) Jebolnya bendungan mungkin terjadi pada hulu waduk saat banjir besar, (akibat dari perubahan iklim yang disertai hujan lebat pada sebagian besar daerah di Lembah Sungai Merah);
6) Manajemen zona pengalihan banjir sudah cukup menantang. Proses urbanisasi meningkat sangat cepat. Pertumbuhan penduduk yang sangat
(57)
tinggi (akibat peningkatan migrasi untuk mencari pekerjaan dari daerah pedesaan ke kota) telah memberikan tekanan lebih pada manajemen bendungan; serta
7) Adanya batasan-batasan pada peramalan/prakiraan jangka pendek dan jangka panjang terjadinya hujan, banjir, dan badai. Kebanjiran di Kota Hanoi Kebanjiran adalah ancaman bagi Hanoi yang disebabkan beberapa hal berikut:
8) Tua dan rendahnya kapasitas saluran irigasi bawah tanah sehingga tidak mampu mengalirkan air ketika curah hujan lebih dari 100 milimeter per jam; 9) Banyaknya kolam dan dataran rendah yang telah digantikan dengan
konstruksi dan bangunan, yang mengarah pada pengurangan kapasitas restorasi air, dan
10) Ledakan urbanisasi telah menyebabkan pembuangan sampah padat menjadi tidak efisien, sehingga menyebabkan banjir dan stagnasi air tanah.
Pertahanan Banjir Provinsi Nam Dinh Kawasan Delta Sungai Merah, khususnya Provinsi Nam Dinh, saat ini dipengaruhi oleh perubahan yang besar dan cepat pada tingkat air banjir. Banjir menjadi peristiwa tahunan, sebagian dikarenakan oleh tingginya permukaan sungai saat musim penghujan yang membuat Kawasan Delta banjir dalam, sebagian lagi dikarenakan banjir pasang di daerah pantai, yang membawa banjir air laut di tempat dangkal menuju ke daerah pantai yang lebih rendah.
Provinsi Nam Dinh saat ini dilindungi oleh suatu sistem bendungan dan waduk yang telah dibangun dan ditambahkan selama lebih dari 1.000 tahun oleh
(58)
memungkinkan penduduk setempat untuk menanam padi sebagai mata pencaharian. Provinsi Nam Dinh saat ini dilindungi oleh suatu sistem bendungan dan waduk yang telah dibangun dan ditambahkan selama lebih dari 1.000 tahun oleh penduduk setempat.
Manajemen risiko bencana dilaksanakan di tingkat lokal di Provinsi Nam Dinh. Di Vietnam telah ditetapkan struktur vertikal sebagai batas pemisahan tanggung jawab dan peran negara. Masing-masing provinsi dan distrik tambahan bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan nasional. Fokus utama peraturan tersebut adalah pencegahan risiko bencana alam yang sudah teridentifikasi. Di Nam Dinh, risiko utama bencana yang terjadi berulang adalah angin topan.
Langkah Adaptasi: Meningkatkan Daya Tahan terhadap Dampak Perubahan Iklim
Hanoi melaksanakan kegiatan adaptasi berikut:
1. Memperbarui secara aktif standar kesiapan dan pencegahan banjir untuk pembangunan yang berkelanjutan. Tingkat peluang pencegahan banjir saat ini adalah 0,8 persen, tetapi targetnya adalah 0,4 persen, kemudian 0,2 persen di masa mendatang;
2. Memperkuat sistem bendungan untuk melindungi pinggiran Sungai Merah (proyek Bank Pembangunan Asia);
3. Memantau, menginvestigasi, dan merespons dengan saksama bendungan darurat melalui penguatan kelembagaan:
4. Peraturan Manajemen Bendungan direvisi dan diperbarui menjadi Peraturan Lokal Manajemen Bendungan pada tahun 1989, direvisi
(59)
kembali tahun 2000, dan sekarang diubah menjadi Undang-Undang Manajemen Bendungan pada 2006;
5. Peraturan Lokal untuk Pengendalian Banjir dan Badai pada tahun 1990 dan 2000 (revisi) telah dikembangkan menjadi Peraturan Lokal untuk Keadaan Darurat pada 2000;
6. Jaringan Komite untuk Pengendalian Banjir dan Badai akan diperkuat pada semua tingkatan;
7. Standar efisiensi dan komunikasi Tim Manajemen Bendungan diperbaiki, termasuk (a) organisasi dan pengembangan satuan tugas (satgas) pertahanan bendungan, (b) satgas perintis lokal untuk perlindungan bendungan, dan (c) satgas pencarian dan penyelamatan di ketentaraan;
8. Dana cadangan untuk banjir dan badai yang dikumpulkan oleh masyarakat setempat; serta
9. Dana cadangan nasional dan pendapatan lain-lain.
10.Daerah aliran sungai (DAS) yang bersih dan aliran sungai yang lancar untuk memastikan pemecahan arus banjir di Sungai Merah, termasuk peninggian jembatan-jembatan yang rusak, penurunan kemiringan bendungan bagian dalam, relokasi rumah-rumah dan konstruksi dari area banjir, dan pengerukan endapan sungai di muara;
11.Membangun penampungan hulu air untuk mengontrol tekanan banjir di Hanoi;
12.Memperkuat pengalihan banjir dan konstruksi (mengikuti rancangan prosedur) untuk melindungi Hanoi dari keadaan gawat akibat banjir.
(60)
Persoalan rinci kebijakan sosio-ekonomi untuk pengalihan banjir dan proses pengendalian guna memastikan keadilan sosial;
13.Menanam dan melindungi lahan hutan (misalnya, program penanaman 5 juta hektar lahan hutan dengan target penutupan lahan hutan lebih dari 40 persen pada 2010); dan
14.Menerapkan inisiatif “kanalisasi” pada bagian tertentu Sungai Merah yang mengalir di wilayah Hanoi. Setelah adanya lokakarya internasional tentang mitigasi banjir, kesiapsiagaan keadaan darurat, dan manajemen bencana banjir di Hanoi pada 1992, Strategi dan Rencana Aksi Nasional Pertama untuk Mitigasi Bencana dikembangkan dan disetujui pada 1994 (diperbarui pada 1995).
Rencana tersebut ditujukan pada bencana penting yang berhubungan dengan air di Vietnam, yaitu banjir sungai; banjir akibat air laut; kenaikan aliran permukaan (runoff); erosi dan pengendapan lumpur pada daerah aliran sungai; ketidakstabilan tingkat kemiringan, banjir lumpur, dan tanah longsor; hujan lebat yang disertai angin kencang; kegagalan struktur penahan air; dan intrusi air laut menjadi air tanah. Rencana ini mempunyai tiga tujuan utama: peramalan dan peringatan, kesiapsiagaan menghadapi bencana dan mitigasi, dan pertolongan darurat.
Hanoi,
Unit Manajemen Bencana telah mengembangkan Strategi dan Rencana Aksi Nasional Kedua untuk Mitigasi dan Manajemen Bencana untuk periode
(1)
BAB V
KESIMPULAN
5.1 KesimpulanSetelah melakukan penelitian terhadap Strategi Adaptasi dan Mitigasi Bencana Banjir di Kelurahan Aur diperoleh beberapa hal yang menjadi kesimpulan penelitian, yaitu :
1. Sungai Deli adalah sungai yang bersejarah di Kota Medan yang mengalir membelah inti kota Medan. Sungai ini sering mengalami banjir dan melimpasi areal di sekitarnya. Kelurahan Aur sebagai Kelurahan yang wilayahnya terletak di pinggiran sungai Deli setiap satu-dua kali selama setahun mengalami banjir akibat luapan air sungai Deli. Masyrakat kelurahan Aur yang sudah berpuluh tahun tinggal di daerah itu telah terbiasa menghadapi banjir sungai Deli.
2. Adapun strategi yang dilkukan masyarakat Kelurahan Aur dalam menghadapi banjir adalah dengan Meninggikan bangunan rumah yang terletak di bibir sungai; Membuat diding penahan di bibir sungai: Dengarkan pengumuman kejadian banjir dan radio; Matikan aliran listrik; Pindahkan barang berharga dan obat-obatan ketempat yang tinggi; Jangan melintasi genangan banjir bila masih dapat dihindari; 3. Adapun strategi yang dilakukan pra bencana banjir baik oleh
masyarakat Kelurahan Aur dan pemerintah Kota Medan adalah dengan membuat himbauan mengenai larangan membuang sampah dan
(2)
melakukan tindakan yang diperlukan diantaranya proyek Metropolitan Medan Urban Development projek (MMUDP). Terangkum dan proyek tersebut sebagai proyek perbaikan sistem drainase untuk kawasan Medan, Deli Serdang dan Binjai (Mebidang). Selain itu ada proyek Medan Flood Control (MFC) dengan membangun Floodway (Saluran Pengelak Banjir) dari Sungai Deli ke Sungai Percut.
4. Penanggulangan bencana berkenaan dengan partisipasi masyarakat dalam manajemen bencana di daerah aliran sungai (DAS) Deli Medan khususnya Kelurahan Aur belum memadai karena masih bersifat tanggap darurat yakni partisipasi pada saat dan setelah kejadian bencana seperti membantu menyelamatkan barang-barang ketempat yang aman ketika banjir datang; mendirikan posko bencana; mendirikan dapur umum dan posko kesehatan.
5. Berdasarkan fakta di lapangan, Pemerintah Kota Medan pada tahun 2010 yang lalu telah mewacanakan akan mendirikan Rusunawa di Kampung Aur, itu artikan seluruh rumah penduduk yang termasuk di dalam kawasan Kampung Aur akan di robohkan dan diganti dengan Rusunawa. Tujuannya adalah untuk menghapuskan permukiman kumuh yang ada di Kampung Aur dan menolong masyarakat agar tidak menjadi korban banjir akibat luapan dari Sungai Deli lagi. Akan tetrapi masyrakat menolak dengan alasan rumah susun yang dijanjikan jauh dari wilayah perkotaan.
(3)
5.2 Saran
Berdasarkan permasalahan yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini penulis mencoba untuk mengemukakan saran sebagai berikut:
1. Dalam hal menghilangkan kebiasaan membuang sampah ke DAS Deli, tidak bias dilakukan oleh pihak eksternal. Kebiasaan tersebut hanya bisa dihilangkan oleh individu itu sendiri. Pihak eksternal, seperti pemerintah hanya bisa melakukan penyuluhan dan memberikan sugesti mengenai dampak yang akan ditimbulkan apabila perilaku membuang sampah tidak segera dihentikan. Salah satu yang menjadi faktor masyarakat membuang sampah ke DAS Deli karena tidak tersedianya bak-bak tempat pembuangan sampah dan tidak bersedia truk pengangkut sampah untuk mengambil sampah-sampah yang ada di lingkungan tersebut.
2. Memanfaatkan air sungai yang sudah tercemar, akan menimbulkan gangguang kesehatan dan penyakit yang akan berujung pada kematian. Jadi sebaiknya jangan menggunakan air sungai yang sudah tercemar untuk mandi dan cuci, gunakan air bersih untuk menjaga kesehatan keluarga.
3. Pemerintah tidak komitmen dan konsisten dalam membuat kebijakan tentang larangan membuang sampah serta ancaman pidana baik denda. Akibatnya dilihat dan dinilai oleh masyarakat yang hidup di luar
(4)
pembuatan kebijakan seharusnya disusun secara terstruktur dan dilaksanakan sesuai dengan ketetapan yang telah ditetapkan.
4. Dalam membuat program-program penanggulangan masalah banjir, sebaiknya libatkan masyarakat. . Dengan demikian masalah banjir, terkhususnya dilingkungan Kampung Aur bisa diminimalisir dan ditemukan solusinya.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Bakornas PB. 2007. Pedoman Penanggulangan Banjir Tahun 2007-2008. Jakarta. Bappenas. 2007. Peluncuran Buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko
Bencana Tahun 2006-2009. Jakarta.
Carter, W. Nick. 1991. Disaster Management: A Disaster Manager’s Handbook. Manila: ADB
CSO – NAD. 2007. Laporan Kajian Strategis Program Civil Society Organization (CSO). Jakarta.
Dekens, Julie. 2007. Pengetahuan Lokal tentang Kesiapsiagaan dalam menghadapi Banjir: Contoh-contoh dari Nepal dan Pakistan. Jakarta.
Direktorat Sungai Dirjen Pengairan, Flood Control Manual, 2010.
Edi, Suharto, 2009, Kemiskinan dan Perlindungan sosial di Indonesia, Alfabeta, Bandung
ICIMOD, 2007. The Snake and the River Don’t Run Straight. Local Knowledge on Disaster Preparedness in the Eastern Terai of Nepal and Herders of Chitral. Local knowledge on Disaster Preparedness in Chitral District, Pakistan.
Khaira Nuswatul, 2010, Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam Menghadapi Banjir Di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur.
Kodoatie, Robert J dan Sugiyanto. 2002. Banjir, Beberapa Penyebab dan Metode Pengendaliannya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Kodoatie, Robert dan Roestam. 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu: Banjir, Longsor, Kekeringan dan Tsunami. Yusuf Watampone Press. Jakarta Kodoatie, Robert, J. dan Sjarief, Roestam. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air
Terpadu. Andi.Yogyakarta
Kolopaking, Lala M. 2008. Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Seminar Nasional Kesiapsiagan Penanggulangan Bencana di Indonesia. Pusat Studi Bencana IPB. Bogor
(6)
Ma’mun. 2007. Mengurai Ancaman Banjir Jakarta. Pustaka Cerdasindo, Jakarta Maryono, Agus. 2005. Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai, Menanggulangi
Banjir dan Kerusakan Lingkungan Wilayah Sungai. Yogyakarta. Magister Sistem Teknik Program Pascasarjana UGM.
Misra. 2007. Antisipasi Rumah di Daerah Rawan Banjir. Griya Kreasi, Jakarta Pemko Medan. 2003. Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan
pemerintahan Kotamadya Daerah Medan.
Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Jakarta. Purnomo, Hadi dan Ronny Sugiantoro. 2010. Manajemen Bencana, Respon dan
Tindakan Terhadap Bencana. Yogyakarta. Media Pressindo
Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana (Disaster Management). Jakarta. Dian Rakyat.
Sihotang, 1992. Pokok-Pokok Dasar Sosiologi. Jakarta. CV. Pustaka Sari
Siswoko (2007). “Banjir, Masalah banjir dan Upaya Mengatasinya”. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Nasional Peringatan Hari Air Dunia ke -15 Tahun 2007; “Mengatasi Kelangkaan Air dan Menangani Banjir Secara Terpadu.”
Susanto. 2006. Disaster Manajemen di Negeri Rawan Bencana. Cetakan Pertama, PT Aksara Grafika Pratama, Jakarta.
Syamsul, Ma’arif. 2007/2008. Pedoman Penanggulangan Bencana Banjir. Jakarta. Twigg John. 2007. Karakteristik Masyarakat Tahan Bencana. DFID Disaster Risk
Reduction Interagency Coordination Group
UNDP-Indonesia. 2007. Kerangka Kerja Pengurangan Risiko Bencana, Rencana Aksi Provinsi Nangroe Aceh Darusalam. Jakarta.