Teknik Pengumpulan Data Sejarah Banjir Kota Medan

bantaran sungai. Seperti kebanyakan masyarakat bantaran sungai lainnya, beliau melakukan aktivitas mencuci, MCK, dan membuang sampah di bantaran sungai juga. 2. Tokoh masyarakat di kelurahan Kampung Aur a. Budi Bahar Pria 43 tahun ini merupakan koordinator sebuah komunitas masyarakat yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat. Komunitasnya bernama LOBUSUDE Laskar Bocah Sungai Deli memfokuskan kegiatannya pada pembangunan kreativitas anak-anak di sekitaran bantaran Sungai Deli 3. Lurah Kelurahan Kampung Aur a. Yunasri Nasution Wanita 55 tahun ini merupakan lurah di Kelurahan Aur. Beliau melihat banjir ini adalah banjir kiriman sehingga relokasi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai menjadi satu-satunya cara untuk meminimalisir korban bencana. Beliau melihat bagaimana masyarakat sudah sangat dapat beradaptasi dengan banjir yang datang di kelurahannya.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan berasal dari dua sumber yaitu sumber- sumber tangan pertama data primer dan sumber-sumber tangan kedua data sekunder. Data-data primer diperoleh melalui wawancara interview dan observasi untuk pendekatan kualitatif. Untuk mendapatkan informasi yang benar- benar akurat dilakukan teknik triangulasi. Untuk data-data sekunder akan Universitas Sumatera Utara dikumpulkan dari hasil olahan data orang lain, baik berupa dokumen, laporan, publikasi, dan sebagainya.

3.5. Analisis Data

Untuk pendekatan kualitatif, analisis dilakukan secara simultan dengan proses pengumpulan data on going analysis. Analisis kualitatif ini dilakukan mengikuti proses antara lain, reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan berdasarkan reduksi dan penyajian data yang telah dilakukan sebelumnya. Universitas Sumatera Utara

BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN HASIL PENELITIAN

4.1.Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Profil Singkat Kota Medan Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan letak wilayah pada posisi 30.30’ LU-30.48’ LU dan 980.39’BT-980.47’36’BT dengan ketinggian 0 - 40 m di atas permukaan laut. Suhu kota Medan pada pagi hari berkisar 23,70 0 C-25,10 0 C, siang hari berkisar 29,20 0 C-32 0 C, pada malam hari berkisar 26 0 C-30,8 0 C, dan kelembapan udara berkisar antara 68 sampai 93. Gambar 1: KOTA MEDAN bila dilihat dari satelitegoogle map. http:maps.google.commaps?q=kota20 medanoe=utf8aq=trls=org.mozilla:en-US:officialclient=firefox-aum=1ie=UTF-8hl=ensa=Ntab=wl diakses 6 September 2014 pukul 11.00 WIB Posisi dan letak kota Medan berada di dataran rendah pantai Timur Sumatera, persis di antara Selat Malaka dan jajaran pegunungan yang membujur dari Barat Laut sampai wilayah Tenggara Pulau Sumatera menjadikan kota Medan daerah yang strategis baik untuk menjalankan roda perekonomian hingga pusat kebudayaan. Medan adalah tempat yang selalu terbuka bagi siapa saja yang memiliki kompeten dan kemampuan bertahan hidup sebagai orang kota. 35 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan data BPS Kota Medan diketahui ada peningkatan jumlah penduduk Kota Medan dari 2.083.156 jiwa pada tahun 2007 menjadi 2.102.105 jiwa pada tahun 2008 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,91. Sedangkan pada tahun 2009, jumlah penduduk Kota Medan diperkirakan meningkat menjadi 2.121.053 jiwa atau tumbuh sebesar 0,90 dari tahun sebelumnya. Dilihat dari laju pertumbuhannya, penduduk Kota Medan mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alami, seperti tingkat kelahiran, kematian dan arus urbanisasi. http:www.blh- pemkomedan.infowebsite2013direktori201211jumlah-dan-laju-pertumbuhan- penduduk.html diakses 15 September 2014 pukul 20.00 WIB Tabel 3.1 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Kota Medan Tahun 2012 2011 2010 2009 2008 Jumlah Pria jiwa 1.047.875 1.046.560 1.036.926 1.049.457 1.039.707 Jumlah Wanita jiwa 1.074.929 1.070.664 1.060.684 1.071.596 1.062.398 Total jiwa 2.122.804 2.117.224 2.097.610 2.121.053 2.102.105 Pertumbuhan Penduduk - 1 -1 1 - Kepadatan Penduduk jiwaKm² 8.008 7.987 7.913 - 7.932 http:regionalinvestment.bkpm.go.idnewsipiddemografipendudukjkel.p hp?ia=1275is=37 diakses 7 September2014 pukul 16.00 WIB Medan memiliki topografi miring ke utara dan berada pada ketinggian 0 - 40 m di atas permukaan laut dengan kelembaban dan curah hujan yang relatif tinggi. Mengenai curah hujan di Tanah Deli, Medan dapat digolongkan dua macam yakni Maksima Utama yang berarti bagi waktu yang lebih banyak Universitas Sumatera Utara mendapat curah hujan dan Maksima Tambahan yang berarti bagi waktu yang mendapat lebih sedikit curah hujan. Maksima Utama terjadi pada bulan Oktober sd bulan Desember, sedangkan Maksima Tambahan terjadi antara bulan Januari sd bulan September. Secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 mm pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mmjam. Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun1910 bahwa di samping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda berada di tempat yang bernama Bakaran Batu sekarang Medan Tenggara atau Menteng orang membakar batu bata yang berkualitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata zaman itu bernama Deli Klei.

4.1.2. Perbandingan Pengelolaan Banjir di Vietnam Provinsi Hanoi dan Na Dimh

A. Kota Hanoi

Mempunyai area seluas lebih dari 918 kilometer persegi, Hanoi terdiri atas dua tipe topografi yang berbeda: bagian delta dan Kawasan Tengah bagian Utara. Sebagian besar daerah delta terbentang di sepanjang kedua sisi Sungai Merah dan anak sungainya. Kawasan Tengah meliputi distrik Soc Son dan sebagian distrik Dong Anh, perluasan dari jajaran pegunungan Tam Dao yang terbentang ke arah Delta, yang berada 7–10 meter atau terkadang lebih dari ratusan meter di atas permukaan laut. Hanoi telah bergabung dengan Ha Tay dan sebagian Hoa Binh dan Vinh Phuc sejak 1 Agustus 2008. Oleh karena informasi resmi tentang Universitas Sumatera Utara populasi, area, ketinggian rata-rata, dan lain-lain dari penggabungan Hanoi yang baru saja dilakukan belum tersedia, profil yang tersedia hanya mengenai bagian dalam Hanoi. Sejak Hari Kemerdekaan pada 1945, belum pernah terjadi kerusakan bendungantanggul yang menyebabkan banjir di Kota Hanoi. 1 Sistem bendungan belum pernah hancur karena bencana, bahkan selama tahun- tahun terjadinya banjir pada 1969, 1971, dan 1996. Penelitian menunjukkan bahwa dampak kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global bisa jadi merupakan bencana besar bagi Vietnam. Kenaikan permukaan air laut setinggi 5 meter di Vietnam akan berdampak pada 16 persen area daratan, 35 persen populasi, dan 35 persen produk domestik bruto—PDB gross domestic product—GDP. 2 Dampak terbesar yang akan dihadapi Vietnam adalah pada daerah Delta Sungai Merah dan Delta Mekong. Penelitian menggunakan peta satelit hamparan dunia dengan data yang dapat diperbandingkan untuk 84 negara-negara berkembang di sepanjang pesisir pantai untuk mengalkulasi beberapa tingkat perubahan rakyat, PDB, daerah perkotaan, dan pertanian di lima wilayah berkembang. Vietnam mengalami iklim monsun tropis. Luas jangkauan dari garis lintang dan keanekaragaman khas relief topografi membuat kecenderungan iklim membedakan daerah yang satu dengan lainnya. Rata-rata kisaran suhu tahunan adalah 18–29°C, dan perbedaan yang dirasakan secara nyata adalah antara musim kemarau pada November sampai April dengan musim hujan yang hangat pada Mei sampai Oktober. Rata-rata kisaran curah hujan tahunan adalah 600 milimeter sampai 5.000 milimeter, 80–90 persen terkonsentrasi pada musim hujan. 3 Universitas Sumatera Utara Lokasi dan topografi Vietnam membuatnya menjadi salah satu negara di dunia yang rentan terhadap bencana, serangan angin topan, badai tropis, banjir, kekeringan, intrusi air laut, tanah longsor, dan kebakaran hutan. Dari kesemuanya, yang paling merusak adalah angin topan, badai tropis, dan banjir. Beberapa dekade ini, kerusakan akibat bencana alam meningkat secara drastis. Kecenderungan ini mungkin berlanjut seiring dengan perubahan iklim yang diperkirakan akan mengubah arus sistem badai dan alur pengendapan. Data untuk profil kota ini sebagian besar didasarkan pada “The Science and Practice of Flood Disaster Management Urbanizing Monsoon Asia” oleh Nguyon Van Le, disiapkan dan dipresentasikan pada lokakarya regional di Chiang Mai, Thailand pada April 2007. Kenaikan permukaan air laut diperkirakan dari 30 sentimeter menjadi satu meter selama lebih dari seratus tahun mendatang, yang diperhitungkan akan menyebabkan kerugian nilai modal lebih dari US17 miliar per tahun 80 persen dari PDB tahunan negara bila tidak ada tindakan pencegahan yang dilakukan. Proyeksi perubahan populasi dan perkembangan menyarankan bahwa, walaupun tidak ada perubahan iklim maupun permukaan air laut, jumlah orang yang menghadapi risiko diperkirakan meningkat sebesar 60 persen pada 2025, dan nilai modal dari PDB Vietnam saat ini sebesar US720 juta akan mengalami risiko sepuluh kali lipat, atau 5 persen akibat banjir tahunan. 4 Peningkatan permukaan air laut hampir dipastikan terjadi dan meningkatkan risikonya lebih jauh. Kenaikan permukaan air laut diperkirakan dari 30 sentimeter menjadi satu meter selama lebih dari seratus tahun mendatang, yang diperhitungkan akan Universitas Sumatera Utara menyebabkan kerugian nilai modal lebih dari US17 miliar per tahun 80 persen dari PDB tahunan negara bila tidak ada tindakan pencegahan yang dilakukan. Peningkatan risiko tidak hanya terbatas pada daerah pantai saja; nyatanya, peningkatan permukaan sungai dan efek bendungan juga akan menyebabkan masalah serius pada daerah aliran sungai DAS, dengan total daerah banjir tahunan seluas 40.000 km 2 . Perubahan pada sistem pengendapan yang diperkirakan menurut skenario perubahan iklim akan semakin memperburuk masalah banjir. Kebanyakan model iklim mengindikasikan peningkatan pengendapan secara keseluruhan. Konsentrasi curah hujan tahunan Vietnam selama musim hujan yang singkat menyebabkan sistem sensitif terhadap peningkatan curah hujan. 7 Peningkatan curah hujan pada musim hujan yang basah diperkirakan sangat meningkatkan arus puncak dan mengurangi periode pengembalian dari 100 tahun menjadi 20 tahun. 8

B. Provinsi Nam Dinh

Provinsi Nam Dinh terletak di Kawasan Delta Sungai Merah, yang, seperti Kawasan Delta Mekong di bagian selatan negara, adalah daerah subur dan mempunyai produktivitas pertanian yang tinggi. Dataran rendahnya menyediakan kondisi ideal untuk pengembangan pertanian padi lahan basah. Produktivitas yang tinggi ini membuat Kawasan Delta Sungai Merah menjadi salah satu daerah yang paling padat penduduknya dan merupakan daerah pertanian yang paling kuat di pesisir pantai Vietnam. 9 Kedekatan Nam Dinh dengan ibu kota, Hanoi, menyebabkan jalur transportasi dan komunikasinya cukup baik. Universitas Sumatera Utara Pusat BahayaKerentanan Kota Kesiapan dan Pencegahan Banjir di Hanoi Hanoi menghadapi beberapa risiko dan tantangan berikut dalam kesiapan dan pencegahan banjir: 1 Risiko banjir bandang di Sungai Merah bahkan lebih besar dibandingkan banjir bersejarah pada Hanoi, Vietnam 1971 akibat perubahan iklim dan kerusakan hulu hutan; 2 Risiko peningkatan ketinggian air, ditunjukkan oleh kapasitas keluarnya air yang sama selama tahun-tahun sebelumnya, telah mengalami peningkatan. Selain itu, kondisi palung sungai dan banyaknya konstruksi jembatan menyebabkan berkurangnya zona pembangunan perumahan melebihi tinggi bendungan bagian dalam; 3 Peningkatan situasi negatif yang tahan dengan tingkat banjir yang dikombinasikan dengan badai besar dan hujan lebat di Delta bagian Utara selama periode pasang naik akibat perubahan iklim global; 4 Kesulitan yang mungkin diakibatkan oleh pelaksanaan pengaturan banjir: percepatan relokasi 10.000 orang dari daerah banjir diperparah oleh ketidakinginan mereka untuk meninggalkan rumahnya dan risiko terganggunya konstruksi tahan banjir yang penting selama masa tanggap darurat; 5 Jebolnya bendungan mungkin terjadi pada hulu waduk saat banjir besar, akibat dari perubahan iklim yang disertai hujan lebat pada sebagian besar daerah di Lembah Sungai Merah; 6 Manajemen zona pengalihan banjir sudah cukup menantang. Proses urbanisasi meningkat sangat cepat. Pertumbuhan penduduk yang sangat Universitas Sumatera Utara tinggi akibat peningkatan migrasi untuk mencari pekerjaan dari daerah pedesaan ke kota telah memberikan tekanan lebih pada manajemen bendungan; serta 7 Adanya batasan-batasan pada peramalanprakiraan jangka pendek dan jangka panjang terjadinya hujan, banjir, dan badai. Kebanjiran di Kota Hanoi Kebanjiran adalah ancaman bagi Hanoi yang disebabkan beberapa hal berikut: 8 Tua dan rendahnya kapasitas saluran irigasi bawah tanah sehingga tidak mampu mengalirkan air ketika curah hujan lebih dari 100 milimeter per jam; 9 Banyaknya kolam dan dataran rendah yang telah digantikan dengan konstruksi dan bangunan, yang mengarah pada pengurangan kapasitas restorasi air, dan 10 Ledakan urbanisasi telah menyebabkan pembuangan sampah padat menjadi tidak efisien, sehingga menyebabkan banjir dan stagnasi air tanah. Pertahanan Banjir Provinsi Nam Dinh Kawasan Delta Sungai Merah, khususnya Provinsi Nam Dinh, saat ini dipengaruhi oleh perubahan yang besar dan cepat pada tingkat air banjir. Banjir menjadi peristiwa tahunan, sebagian dikarenakan oleh tingginya permukaan sungai saat musim penghujan yang membuat Kawasan Delta banjir dalam, sebagian lagi dikarenakan banjir pasang di daerah pantai, yang membawa banjir air laut di tempat dangkal menuju ke daerah pantai yang lebih rendah. Provinsi Nam Dinh saat ini dilindungi oleh suatu sistem bendungan dan waduk yang telah dibangun dan ditambahkan selama lebih dari 1.000 tahun oleh penduduk setempat. 10 Sistem ini melindungi lahan pertanian dari banjir dan Universitas Sumatera Utara memungkinkan penduduk setempat untuk menanam padi sebagai mata pencaharian. Provinsi Nam Dinh saat ini dilindungi oleh suatu sistem bendungan dan waduk yang telah dibangun dan ditambahkan selama lebih dari 1.000 tahun oleh penduduk setempat. Manajemen risiko bencana dilaksanakan di tingkat lokal di Provinsi Nam Dinh. Di Vietnam telah ditetapkan struktur vertikal sebagai batas pemisahan tanggung jawab dan peran negara. Masing-masing provinsi dan distrik tambahan bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan nasional. Fokus utama peraturan tersebut adalah pencegahan risiko bencana alam yang sudah teridentifikasi. Di Nam Dinh, risiko utama bencana yang terjadi berulang adalah angin topan. Langkah Adaptasi: Meningkatkan Daya Tahan terhadap Dampak Perubahan Iklim Hanoi melaksanakan kegiatan adaptasi berikut: 1. Memperbarui secara aktif standar kesiapan dan pencegahan banjir untuk pembangunan yang berkelanjutan. Tingkat peluang pencegahan banjir saat ini adalah 0,8 persen, tetapi targetnya adalah 0,4 persen, kemudian 0,2 persen di masa mendatang; 2. Memperkuat sistem bendungan untuk melindungi pinggiran Sungai Merah proyek Bank Pembangunan Asia; 3. Memantau, menginvestigasi, dan merespons dengan saksama bendungan darurat melalui penguatan kelembagaan: 4. Peraturan Manajemen Bendungan direvisi dan diperbarui menjadi Peraturan Lokal Manajemen Bendungan pada tahun 1989, direvisi Universitas Sumatera Utara kembali tahun 2000, dan sekarang diubah menjadi Undang-Undang Manajemen Bendungan pada 2006; 5. Peraturan Lokal untuk Pengendalian Banjir dan Badai pada tahun 1990 dan 2000 revisi telah dikembangkan menjadi Peraturan Lokal untuk Keadaan Darurat pada 2000; 6. Jaringan Komite untuk Pengendalian Banjir dan Badai akan diperkuat pada semua tingkatan; 7. Standar efisiensi dan komunikasi Tim Manajemen Bendungan diperbaiki, termasuk a organisasi dan pengembangan satuan tugas satgas pertahanan bendungan, b satgas perintis lokal untuk perlindungan bendungan, dan c satgas pencarian dan penyelamatan di ketentaraan; 8. Dana cadangan untuk banjir dan badai yang dikumpulkan oleh masyarakat setempat; serta 9. Dana cadangan nasional dan pendapatan lain-lain. 10. Daerah aliran sungai DAS yang bersih dan aliran sungai yang lancar untuk memastikan pemecahan arus banjir di Sungai Merah, termasuk peninggian jembatan-jembatan yang rusak, penurunan kemiringan bendungan bagian dalam, relokasi rumah-rumah dan konstruksi dari area banjir, dan pengerukan endapan sungai di muara; 11. Membangun penampungan hulu air untuk mengontrol tekanan banjir di Hanoi; 12. Memperkuat pengalihan banjir dan konstruksi mengikuti rancangan prosedur untuk melindungi Hanoi dari keadaan gawat akibat banjir. Universitas Sumatera Utara Persoalan rinci kebijakan sosio-ekonomi untuk pengalihan banjir dan proses pengendalian guna memastikan keadilan sosial; 13. Menanam dan melindungi lahan hutan misalnya, program penanaman 5 juta hektar lahan hutan dengan target penutupan lahan hutan lebih dari 40 persen pada 2010; dan 14. Menerapkan inisiatif “kanalisasi” pada bagian tertentu Sungai Merah yang mengalir di wilayah Hanoi. Setelah adanya lokakarya internasional tentang mitigasi banjir, kesiapsiagaan keadaan darurat, dan manajemen bencana banjir di Hanoi pada 1992, Strategi dan Rencana Aksi Nasional Pertama untuk Mitigasi Bencana dikembangkan dan disetujui pada 1994 diperbarui pada 1995. Rencana tersebut ditujukan pada bencana penting yang berhubungan dengan air di Vietnam, yaitu banjir sungai; banjir akibat air laut; kenaikan aliran permukaan runoff; erosi dan pengendapan lumpur pada daerah aliran sungai; ketidakstabilan tingkat kemiringan, banjir lumpur, dan tanah longsor; hujan lebat yang disertai angin kencang; kegagalan struktur penahan air; dan intrusi air laut menjadi air tanah. Rencana ini mempunyai tiga tujuan utama: peramalan dan peringatan, kesiapsiagaan menghadapi bencana dan mitigasi, dan pertolongan darurat. Hanoi, Unit Manajemen Bencana telah mengembangkan Strategi dan Rencana Aksi Nasional Kedua untuk Mitigasi dan Manajemen Bencana untuk periode Universitas Sumatera Utara 2001–2020. Rencana ini menunjukkan semua tahap utama siklus bencana dan mempunyai 10 prinsip dasar sebagai berikut: 1. Perencanaan bencana akan didasarkan pada penilaian identifikasi ancaman ganda dan risiko yang akan muncul serta pada jenis-jenis bencana dan tingkat risiko di beberapa wilayah dalam satu negara. 2. Kesiapan dan peramalan bencana merupakan metode yang dipilih untuk mitigasi bencana. 3. Kesiapan dan mitigasi bencana merupakan tugas setiap wilayah di seluruh negeri. 4. Langkah-langkah untuk memastikan manfaat jangka panjang mitigasi bencana untuk seluruh masyarakat dijadikan sebagai prioritas tertinggi. 5. Langkah-langkah untuk mengurangi risiko bencana tertentu harus selaras dengan pengurangan risiko untuk jenis bencana lain. 6. Seluruh langkah harus dipertimbangkan dengan matang, baik untuk kepraktisan maupun teknologi, dan langkah-langkah ini harus realistis dengan kondisi pembangunan Vietnam saat ini dan masa mendatang. 7. Pengurangan risiko bencana harus selaras dengan mekanisme tradisional penanggulangan bencana yang dilakukan oleh penduduk setempat dan harus mendukung pemberantasan kemiskinan. 8. Langkah-langkah untuk kesiapan bencana dan mitigasi harus konsisten dengan tingkat perkembangan ekonomi pada masing-masing wilayah lokal, sesuai dengan perkembangan ekonomi umum yang diharapkan pada suatu negara. Universitas Sumatera Utara 9. Langkah-langkah untuk mitigasi bencana harus selaras dengan langkah- langkah untuk melindungi lingkungan, melindungi pemerataan pembangunan, kesinambungan sumber daya alam, dan pelestarian warisan budaya. 10. Kerja sama dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat umum harus dipertahankan menggunakan pendekatan bottom-up bawah-ke-atas yang dimulai dari tingkat masyarakat paling bawah grassroot. Demikian juga dengan kerja sama dan koordinasi tentang bantuan eksternal harus diperkuat dan ditingkatkan secara agresif. Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan MoNRE menyusun Program Target Nasional Vietnam untuk Perubahan Iklim, yang berlaku efektif pada akhir 2008. Provinsi Nam Dinh Berikut adalah langkah-langkah manajemen risiko bencana yang telah diidentifikasi dari Nam Dinh menurut draf Strategi dan Rencana Aksi Nasional Kedua, walaupun beberapa belum diterapkan danatau dipatuhi: 1. Menanam dan melindungi area hulu air hutan yang sudah ada untuk mengurangi arus banjir; 2. Membangun penampungan air skala besar dan menengah pada sungai besar untuk menahan banjir; 3. Memperkuat sistem bendungan untuk menahan tingkat banjir; 4. Mambangun struktur pengalihan banjir; 5. Membersihkan jalur air untuk memperlancar aliran air; Universitas Sumatera Utara 6. Memperkuat manajemen bendungan dan usaha perlindungan untuk memastikan keamanan sistem bendungan; 7. Membangun jalur luapan air di sepanjang bendungan untuk kolam penyimpanan air hujan; dan 8. Merancang dan menggunakan kolam penampungan air hujan untuk mengurangi jumlah aliran air. Langkah-langkah nonstruktural yang telah diidentifikasi mencakup: 9. Model untuk peramalan banjir sungai perlu dikembangkan untuk memberikan peringatan dan dapat menyediakan langkah-langkah respons yang cepat dan efektif; 10. Komite Bencana Alam Nasional dan organisasi-organisasi untuk pengendalian banjir dan badai dari pemerintah pusat sampai daerah harus diperkuat untuk memobilisasi mitigasi serta manajeman banjir dan badai di semua tingkatan; 11. Dokumen resmi—seperti Peraturan tentang Peringatan Banjir dan Badai; Peraturan Lokal tentang Pencegahan Banjir dan Badai; Peraturan Lokal tentang Bendungan; dan peraturan pemerintah tentang konstruksi bendungan, pelepasan banjir, pencegahan banjir, pertolongan terhadap bencana, aktivitas lembaga pencegahan banjir dan badai, serta pengukuran dan penilaian kerusakan—telah disiapkan serta perlu ditinjau dan diperkuat secara berkelanjutan; 12. Kepedulian masyarakat akan bencana harus ditingkatkan melalui pendidikan, pelatihan, lokakarya, dan edaran bulletin tentang bencana; Universitas Sumatera Utara 13. Rencana penyesuaian terhadap semua kemungkinan situasi bencana harus disiapkan, termasuk pengukuran untuk bencana tertentu, sehingga kerusakan dan kerugian dapat dimitigasi; 14. Pergantian musim tanam harus dipelajari sebagai langkah untuk memitigasi kerusakan pada produksi pertanian; 15. Rencana utama harus dikembangkan untuk memitigasi ancaman, untuk mengenalkan masyarakat setempat, dan untuk mengevakuasi penduduk di mana tidak mempunyai kemampuan untuk membatasi dampak bencana yang sering muncul; dan 16. Dari setiap bencana, pelajaran dan pengalaman harus dikumpulkan untuk dijadikan pedoman di masa mendatang.

4.1.3. Fluktuasi Banjir di Kota Medan

Akibat Pertumbuhan kota dari tahun ke tahun semakin tinggi, maka kehidupan perkotaan yang dialami kota Medan pun tidak terlepas dari keterlibatan penduduknya mengenai masalah banjir, pada masa penjajahan Belanda, banjir maupun genangan-genangan air telah banyak ditemukan kota Medan. Dan untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Belanda membuat parit-parit berukuran besar untuk menampung genangan-genangan air ini, namun karena pada masa tersebut adalah masa yang sangat kacau dikarenakan banyaknya pemberontakan- pemberontakan dan masalah politis, sehingga masalah lingkungan ini tidak terperhatikan oleh pemerintah sehingga pelaksanaan drainase primer yang dibuat oleh pemerintah Belanda berkesan tergesa-gesa dan tampak belum jadi seutuhnya. Sehingga keoptimalan drainase-drainase ini kurang mencapai sasaran dan pada Universitas Sumatera Utara puncaknya adalah peristiwa banjir yang terjadi berulang dan terulang kembali hingga saat ini. Selain itu, masalah banjir di kota Medan adalah disebabkan adanya penggundulan hutan secara besar-besaran dengan tingkat frekuensi penebangan hutan yang terlalu cepat untuk selanjutnya dijadikan lahan perkebunan adalah penyebab utama, berbeda dengan yang dialami kota Medan pada saat ini. Peristiwa banjir di kota Medan yang hampir rata-rata 10-12 kalitahun sangat dipengaruhi oleh kondisi Daerah Aliran Sungai DAS Deli dan DAS Belawan di daerah hulu. Mencakup Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan. Bencana banjir di kota Medan sendiri sebagian besar terjadi di sepanjang Sungai Deli berawal dari pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian 1725 m di atas permukaan laut hingga Selat Malaka dengan panjang 75,8 km mengalir ke kota Medan yang berada di bagian hilir DAS Deli dengan ketinggian berkisar 0-40 m di atas permukaan laut mempunyai luas DAS Deli seluas 481,62 km2. Sungai ini merupakan saluran utama yang mendukung drainase kota Medan dengan cakupan wilayah pelayanan sekitar 51 dari luas kota Medan. Daerah Aliran Sungai DAS merupakan unit ekosistem wilayah yang komponen-komponennya terdiri dari subsistem lingkungan lingkungan alam dan subsistem sosial ekonomi, dimana proses ekologi di dalam subsistem lingkungan berinteraksi dengan proses yang terjadi dalam masing-masing subsistem. Diantara subsistem tersebut, subsistem sosial dan ekonomi merupakan subsistem yang paling dinamis dan mempunyai potensi untuk berpengaruh positif dan negatif terhadap subsistem alam. Universitas Sumatera Utara Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumber daya alam yang dapat pulih renewable seperti air, tanah dan vegetasi ekosistem dalam sebuah DAS dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS agar dapat menghasilkan hasil air water yield untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan dan air minum masyarakat, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi dan sebagainya. Daerah Aliran Sungai DAS memikul beban yang semakin berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan peman faatan sumberdaya alamnya yang intensif. Di sisi lain, tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang sistem kehidupan, betapapun berbagai upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah telah dilakukan selama ini, kondisinya masih jauh dari memadai, bahkan terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun. Meningkatnya frekuensi banjir Sungai Deli di kota Medan serta di beberapa wilayah lainnya merupakan indikator betapa tidak optimalnya kondisi DAS di atas antara lain disebabkan adanya ketidakterpaduan antar sektor dan wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut. Dengan kata lain, masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak belakang.

4.1.4. Profil Kelurahan Aur

Kelurahan Aur merupakan salah satu wilayah yang berada di dalam cakupan Kecamatan Medan Maimun. Kecamatan Medan Maimun terdiri dari Universitas Sumatera Utara beberapa kelurahan yang membentuknya, kelurahan-keluarahan tersebut antara lain adalah Kelurahan Sukaraja, Kelurahan Jati, Kelurahan Hamdan, Kelurahan Sei Mati, Kelurahan Kampung Baru dan Kelurahan Aur. Pada tahun 2001, kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 48.995 jiwa. Luasnya adalah 2,98 km² dan kepadatan penduduknya adalah 16.441,28 jiwakm². https:id.wikipedia.orgwikiKategori:Medan_Maimun,_Medan diakses 31 Mei 2013 pukul 17.20 WIB Universitas Sumatera Utara Sumber: Kantor Kelurahan Aur Gambar 4.1 . Peta Kelurahan Aur Kec. Medan Maimun Kota Medan Kelurahan Aur terletak di tengah-tengah Kota Medan, tepatnya disekitar jalan Brigjen Katamso. Jalan tersebut merupakan salah satu jalan utama yang sering dilalui oleh masyarakat dan merupakan salah satu kawasan pusat perdagangan yang ada di Kota Medan. Hal ini ditandai dengan keberadaan rumah toko ruko yang menjual berbagai jenis kebutuhan masyarakat. Tersedia juga fasilitas infrastruktur yang memadai yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, baik yang bermukim disekitar jalan tersebut maupun dari luar wilayah kelurahan Aur. Universitas Sumatera Utara Kelurahan Aur adalah sebuah kelurahan yangsecara administratif dibagi menjadi 10 lingkungan, yaitu lingkungan I sampai lingkungan X. Tiap-tiap lingkungan dikepalai oleh Kepala Lingkungan atau biasa disebut Kepling. Luas wilayah yang dimiliki sebesar ± 60 ham2. Kelurahan Aur merupakan salah satu wilayah pemukiman di Kota Medan yang berdekatan dengan aliran sungai, yaitu Sungai Deli, sungai yang seringkali meluap saat memasuki musim penghujan dan menyebabkan kelurahan ini menjadi kawasan pemukiman yang rawan banjir. Luas wilayah ± 60 ha yang dimiliki oleh Kelurahan Aur digunakan sebagai lahan pemukiman tentunya, pekarangan, taman, pekantoran dan prasarana umum lainnya. Luas pemanfaatan areal tanah dapat dilihat dalam penyajian tabel di bawah ini: Tabel 4.1 Pemanfaatan lahan di Kelurahan Aur No. Pemanfaatan Areal Lahan Luas ha 1. Luas Pemukiman 32,5 54 2. Luas Pekarangan 2,5 4 3. Luas Taman 2,5 4 4. Luas Perkantoran 10 17 5. Luas Prasarana Umum Lainnya 12,5 21 Total 60 100 Sumber: Kantor Kelurahan Aur, Tahun 2014 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa pemanfaatan yang terbesar adalah wilayah pemukiman, sekitar 54 dari keseluruhan wilayah yaitu 32,5 ha. Pemanfaatan selanjutnya adalah wilayah pekarangan dan taman, sekitar 4 yaitu 2,5 ha. Untuk pemanfaatan wilayah perkantoran memakan sekitar Universitas Sumatera Utara 17 dari keseluruhan wilayah yaitu 10 ha. Dan pemanfaatan yang terakhir adalah wilayah prasarana umum lainnya sekitar 21 yaitu 12,5 ha. Kelurahan Aur merupakan kelurahan yang lumayan padat karena didiami oleh jumlah penduduk yang banyak berjumlah 9.086 jiwa dengan 2.469 KK. Tabel 4.2 Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin No. Jenis Kelamin Jumlah 1. 0 – 6 tahun 1.019 11,21 2. 7 – 10 tahun 618 6,81 3. 11 – 16 tahun 882 9,71 4. 17 – 55 tahun 4.565 50,24 5. 56 tahun 2.002 22,03 Total 9.086 100 Sumber: Kantor Kelurahan Aur 2013

4.2 Sejarah Banjir Kota Medan

Akibat pertumbuhan kota dari tahun ke tahun semakin tinggi, maka kehidupan perkotaan yang dialami kota Medan pun tidak terlepas dari keterlibatan penduduknya mengenai masalah banjir, pada masa penjajahan Belanda, banjir ataupun genangangenangan air telah banyak ditemukan kota Medan. Dan untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Belanda membuat parit-parit berukuran besar untuk meanmpung genangangenangan air ini, namun karena pada masa tersebut adalah masa yang sangat kacau dikarenakan banyaknya pemberontakan- pemberontakan dan masalah politis, sehingga masalah lingkungan ini tidak terperhatikan oleh pemerintah sehingga pelaksanaan drainse primer yang dibuat oleh pemerinntah Belanda berkesan tergesa-gesa dan tampak belum jadi seutuhnya. Sehingga keoptimalan drainase-drainase ini kurang mencapai sasaran Universitas Sumatera Utara dan pada puncaknya adalah peristiwa banjir yang tejadi berulang dan terulang kembali hingga saat ini. Selain itu, masalah banjir di kota Medan adalah disebabkan adanya penggundulan hutan secara besar-besaran dengan tingkat frekuensi penebangan hutan yang terlalu cepat untuk selanjutnya dijadikan lahan perkebunan adalah penyebab utama, berbeda dengan yang dialami kota Medan pada saat ini. Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumber daya alam yang dapat pulih renewable seperti air, tanah dan vegetasi ekosistem dalam sebuah DAS dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS agar dapat menghasilkan hasil air water yield untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan dan air minum masyarakat, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi dan sebagainya. Daerah Aliran Sungai DAS memikul beban yang semakin berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang intensif. Di sisi lain, tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang sistem kehidupan, betapapun berbagai upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah telah dilakukan selama ini, kondisiny masih jauh dari memadai, bahkan terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun. Meningkatnya frekuensi banjir Sungai Deli di kota Medan serta di beberapa wilayah lainnya merupakan indicator betapa tidak optimalnya kondisi DAS di atas antara lain disebabkan adanya ketidakterpaduan antar sector dan Universitas Sumatera Utara wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut. Dengan kata lain, masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak belakang. Ruas-ruas jalan Kota Medan selalu tergenang jika menerima curah hujan, meski curah hujan yang terjadi relatif tidak terlalu lama. Ruas jalan itu adalah Jalan Willem Iskandar, Jalan Letda Sujono, Jalan Raden Saleh, Jalan Stasiun, Jalan Sisinga Mangaraja, Jalan Sutomo, Jalan Gatot Subroto, Jalan AH Nasution, Jalan Denai, Jalan Brigjen Katamso dan Jalan Yos Sudarso. Jumlah itu di luar ruas jalan kecil seperti Jalan Pelita II, Jalan Kapten Jamil Lubis, Jalan Pahlawan, Jalan Tangguk Bongkar, Jalan Selamat dan Jalan Pertahanan. Jika hujan turun lebih deras dan lebih lama, maka genangan airnya akan lebih tinggi dan tidak jarang merendam rumah warga. Jumlah ruas jalan yang tergenang itu semakin banyak jika dilihat ke pinggiran kota Medan yang yang merupakan daerah perbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai. Contohnya, daerah Lau Dendang, Percut, Desa Medan Estate dan Perumnas Mandala Medan yang merupakan bagian Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang. Demikian juga dengan daerah Sunggal dan Diski, Deli Serdang yang berbatasan langsung dengan Kota Binjai. Buruknya sistem drainase di kota Medan menyebabkan kota metropolitan ini kerap digenangi air bila hujan datang. Ternyata kondisi ini menyebabkan aktivitas ekonomi didalam dan luar kota Medan terganggu. Kondisi jalan-jalan rusak, seperi yang terlihat dijalan Bahagia by Pass, Mandala by Pass, jalan Platina Raya, Marelan, Kawasan Padang Bulan, dan jalan Letda Sujono adalah sebagian Universitas Sumatera Utara besar kawasan yang umumnya menjadi kawasan sering tergenanng air, selain itu, jalan-jalan yang rusak itu tidak hanya berbahaya apabila dilintasi pengendara jika tergenang air namun juga menyebabkan jalanan macet, sehingga aktivitas perdagangan terhambat. Curah hujan selama satu jam meluapkan sejumlah parit di wilayah kota Medan, termasuk parit busuk, persis ketika seluruh ummat Islam melaksanakan sholat Jumat. Di Kelurahan Sei Kera Hilir I dan II, Kecamatan Medan Perjuangan, hujan yang turun itu mengakibatkan air parit yang meluap, jalan-jalan tergenang air, bahkan di setiap gang di daerah itu, sehingga rumah warga sebagian dimasuki air. Terdapat juga bangunan rumah penduduk di pinggir jalan yang menutupi saluran air ke parit untuk kepentingan pribadi. Banjir setinggi lutut orang dewasa itu terjadi pada sejumlah kelurahan pada tiga kecamatan yakni Kecamatan Medan Labuhan, Medan Deli dan Medan Marelan. Untuk diketahui, perbaikan drainase sudah pernah dilakukan dan nilai proyeknya yang ratusan milyaran rupiah dengan nama Metropolitan Medan Urban Development projek MMUDP. Terangkum dan proyek tersebut sebagai proyek perbaikan sistem drainase untuk kawasan Medan, Deli Serdang dan Binjai Mebidang. Namun sayangnya, pemanfaatan dan pertanggungjawabannya tidak jelas. Pada masa periode walikotamadya A.S. Rangkuti 1980-1990 sebuah proyek raksasa dalam upaya mengatasi perkembangan dan penataan kotamadya Medan dengan nama Metropolitan Medan Urban Development Project Universitas Sumatera Utara MMUDP. Proyek ini membutuhkan dana yang luar biasa besar jumlahnya dan pemerintah terpaksa melakujkan pinjaman-pinjaman ke berbagai instansi. Menurut catatan, MMUDP yang dilaksanakan pada tahun 1990-an memiliki dana sebesar 138 juta dollar Amerika yang berasal dari pinjaman Asian Development Bank ADB senilai 82.8 juta dollar Amerika dan dana dari pemerintah kota sebesar 53.2 juta dollar Amerika. Sedangkan untuk perbaikan jalan pemerintah harus mengeluarkan sebesar 8 miliar rupiah melalui APBD. Sasaran proyek MMUDP I ini ada 6 komponen yaitu, mengadakan pelebaran sarana lalu lintas, pembangunan roil-riok, drainase air limbah, dan lain- lain. Tidaklah mengeherankan bila proyek ini sangat merepotkan karena harus melakukan penggalian di tengah kota. Berbagai protes muncul menanggapi cara pelaksanaan proyek tersebut dan berbagai kendala dan dampak menyebabkan berbagai keriguan penduduk. Namun, tanpa dimulai dari yang seperti ini, maka pembangunan kotamadya Medan tak akan pernah menjadi Kota Metropolitan yang didambakan. Pemko Medan: 2003 Kemudian pada masa pemerintahan Bachtiar jafar, MMUDP pada tahap I yang telah berakhir 1982-1989 kini MMUDP II harus segera dilaksanakan dengan 10 komponen yang menjadi sasarannya yaitu : 1. Sektor Air Bersih 2. Sektor Air Limbah 3. Sektor Drainase 4. Sektor Persampahan 5. Sektor Perbaikan Kampung dan Prasarana Pasar Universitas Sumatera Utara 6. Sektor Jalan-jalan Kota 7. Sektor Pengaturan Lalu Lintas 8. Sektor Small Town Deli Serdang 9. Sektor Small Town Binjai 10. Sektor Pengendalian Banjir Pemko Medan: 2003 4.3. Strategi Adaptasi dan Mitigasi Bencana Banjir di Kelurahan Aur A. Strategi Adaptasi Masyarakat Kelurahan Aur terhadap Banjir Banjir yang terjadi di kelurahan Aur sudah terjadi selama berpuluh-puluh tahun dan turun temurun. Frekuensi banjir bisa mencapai 2-3 kali dalam setahun di musim penghujan rentang waktu bulan agustus-desember. Masyarakat Kelurahan Aur secara tidak langsung merumuskan pola adaptasi terhadap banjir yang telah menjadi kebiasaan yang diketahui oleh hampir seluruh warga. Selama penelitian berlangsung peneliti telah menemukan hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat yang menjadi strategi adaptasi terhadap banjir di Kelurahan Aur.

1. Adaptasi Perilaku masyrakat untuk menghadapi banjir a. Tidak Membuang Sampah di sungai

Berbagai bentuk cara dan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat di Kampung Aur, khususnya bagi warga yang tinggal persis di bantaran sungai. Salah satu bentuk aktifitas yang masuk ke dalam agenda kegiatan rutin masyarakat adalah merubah kebiasaan membuang sampah ke sungai. Ada cara yang dilakukan secara tidak langsung yang dilakukan adalah dengan memasang spanduk di sisi jembatan HVA, bertuliskan “KAMI BANGGA UNTUK TIDAK MEMBUANG SAMPAH DI SUNGAI DELI”. Universitas Sumatera Utara Spanduk tersebut dipasang di sisi jembatan HVA dan mudah di lihat oleh masyarakat ketika berdiri di pinggir sungai, tujuannya adalah ketika masyarakat hendak membuang sampah ke sungai dan melihat spanduk tersebut, ada perasaan segan dan mengurung niat untuk membuang sampah ke sungai. “Spanduk tersebut di pasang tanggal 1 Juli kemarin dek, kebetulan kami masyarakat Kampung Aur mengadakan upacara di halaman Masjid Ja’ami dalam rangka HUT Kota Medan. Sekaligus membentuk komunitas anak-anak yang peduli lingkungan yaitu LABOSUDE Laskar Bocah Sungai Deli yang di hadiri oleh Bapak Sofyan Tan, beliau sebagai orang yang cinta lingkungan juga. Jadi kegiatan kami kemarin adalah membersihkan sungai, dan menelusuri sungai Deli sampai ke daerah Multatuli sana.Pak Sofyan Tan sebagai penasihat LABOSUDE dan abang sendiri sebagai pembinanya.” Budi Bahar, 43 tahun Pak Budi termasuk salah satu orang yang peduli lingkungan. Beliau berusaha bagaimana caranya agar masyarakat Kampung Aur tidak membuang sampah lagi ke sungai. Perilaku tersebut harus ditanam sejak dini, dengan cara membentuk komunitas cinta lingkungan “LABOSUDE” yang beranggotakan anak-anak. Kegiatan yang akan di lakukan oleh LABOSUDE adalah di waktu liburan sekolah atau hari libur nasional, anak-anak akan diarahkan untuk membersihkan sungai Deli dari sampah-sampah dan mensosialisasikan kepada mereka untuk tidak membuang sampah ke sungai. Universitas Sumatera Utara

b. Pindahkan barang berharga dan obat-obatan ketempat yang tinggi