HASIL DAN PEMBAHASAN Pengalaman 7. Harapan

36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini merupakan identitas responden yang berkaitan dengan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, lama bermukim, dan harapan responden terhadap kawasan mangrove. A. Umur Umur masyarakat pesisir di Kabupaten Simeulue yang menjadi responden berkisar antara umur lebih dari 25 tahun sampai dengan lebih dari 65 tahun. Umur responden diklasifikasikan dalam lima kategori yaitu kategori pertama berada diantara umur 20 tahun sampai dengan 29 tahun, kategori kedua antara umur 30 tahun sampai dengan 39 tahun, kategori ketiga antara umur 40 tahun sampai dengan umur 49 tahun, kategori keempat berada antara umur 50 tahun sampai dengan 59 tahun. Kategori kelima berada diatas umur 60 tahun. Pengklasifikasian umur responden dilakukan berdasarkan usia produktif dengan mempertimbangkan aspek kemampuan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan kemampuan dalam mengambil keputusan terkait dengan keterlibatan dalam pengelolaan kawasan mangrove yang dilakukan. Dari hasil survei yang dilakukan ditemukan sebesar 94,2 persen responden berada dalam umur yang produktif, diantaranya 13 responden yang berumur pada kategori pertama, 27,6 responden ada kategori umur kedua, 37,3 responden pada Universitas Sumatera Utara 37 kategori ketiga, dan 16,4 responden pada kategori keempat. Sedangkan hanya 5,8 persen responden yang berada dalam umur yang tidak produktif lagi Tabel 5. Walaupun dalam kenyataannya responden yang berada dalam kategori umur yang tidak produktif lagi masih mampu dan dapat melaksanakan tugas-tugasnya dalam kegiatan perekonomian dan pengelolaan kawasan mangrove serta pembangunan. Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Umur Umur Frekuensi Persentase 20 – 29 tahun 44 13 30 – 39 tahun 92 27,6 40 - 49 tahun 124 37,2 50 - 59 tahun 55 16,4 ≥ 60 tahun 19 5,8 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer B. Pendidikan Pendidikan responden diklasifikasikan dalam lima kategori, dimana kategori pertama yaitu tidak sekolah, kategori kedua adalah responden yang tidak tamat SD, kategori ketiga responden yang tamat SD, kategori keempat responden yang mengikuti pendidikan sampai tingkat SMP, kategori kelima responden yang mengikuti pendidikan sampai tingkat SMA. Mengenai pendidikan informal dari keseluruhan responden yang ada, terdapat hanya 54 orang yang pernah mengikuti pendidikan luar sekolah, diantaranya pelatihan pertanian organik, pelatihan budi daya ikan, pelatihan koperasi dan penataran kepala desa. Sebesar 0,3 persen responden tidak sekolah sedangkan sebagian lagi memiliki pendidikan sangat rendah yaitu 1,8 persen yang tidak tamat SD, dan 15,8 persen yang Universitas Sumatera Utara 38 tamat SD, serta 52,4 persen yang pernah dan menamatkan SMP. Untuk pendidikan kelas menengah terdapat 29,7 persen responden yang pernah sekolah dan menamatkan pendidikan sampai SMA Tabel 6. Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase Tidak sekolah 1 0,3 Tidak tamat SD 7 1,8 Tamat SD 53 15,8 SMP 174 52,4 SMU 99 29,7 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer Sebagian besar responden berpendidikan atau pernah mengecap pendidikan diatas sekolah dasar atau setara dengan sekolah dasar. Ini berarti bahwa kesadaran masyarakat untuk sekolah cukup tinggi. Hal ini terbukti dengan hanya 2,1 saja dari semua responden yang ada yang hanya tidak sekolah dan tidak lulus sekolah dasar. Hal ini berarti juga sebagian besar responden yang ada merasa bahwa pendidikan merupakan hal yang penting. Jika diperhatikan dari alasan yang dikatakan responden yang tidak melanjutkan pendidikan, hampir semua mengungkapkan bahwa pertimbangan biaya menorong responden tidak bisa melanjutkan pendidikan. C. Pekerjaan Pekerjaan responden dikategorikan dalam enam kategori. Kategori pertama yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan, kategori kedua sebagai petani, kategori ketiga sebagai buruh, kategori keempat sebagai pedagang atau wirausaha, kategori kelima sebagai pegawai negeri, dan kategori yang keenam yang memiliki pekerjaan sebagai pewagai swasta. Pengkategorian pekerjaan Universitas Sumatera Utara 39 responden dilakukan berdasarkan pekerjaan utama yang menjadi tumpuan utama perekonomian keluarga setelah terjadinya tsunami dan gempa bumi. Dari enam kategori pekerjaan diatas terdapat 36,4 persen responden yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan, 47 persen sebagai petani, 3,6 persen sebagai buruh, 7,6 persen sebagai pedagang atau wirausaha, 4,2 persen sebagai pegawai, dan 1,2 persen responden yang bekerja sebagai pegawai swasta Tabel 7. Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Pekerjaan Frekuensi Persentase Nelayan 120 36,4 Petani 155 47 Buruh 13 3,6 Pedagangwirausaha 26 7,6 Pegawai 15 4,2 Karyawan swasta 5 1,2 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat lebih memilih petani sebagai pekerjaan utama dari pada nelayan. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat mulai kesulitan mencari ikan untuk kondisi sekarang ini dengan kawasan mangrove yang ada telah rusak. Disamping itu mahalnya harga bahan bakar juga menyebabkan tingginya biaya operasioal yang dibutuhkan untuk sekali melaut dan sering kali tidak sesuai dengan hasil yang didapat. D. Jumlah tanggungan Jumlah tanggungan keluarga responden di hitung dari jumlah istri serta anak dan keluarga lain yang menjadi tanggungan. Jumlah tanggungan responden di bagi dalam enam kategori. Kategori pertama responden yang memiliki tanggungan 1 satu orang, kategori kedua memiliki jumlah tanggungan 2 Universitas Sumatera Utara 40 dua orang, kategori ketiga memiliki jumlah tanggungan 3 tiga orang, kategori keempat memiliki jumlah tanggungan 4 empat orang, kategori kelima memiliki jumlah tanggungan 5 lima orang, kategori keenam responden yang memiliki jumlah tanggungan lebih dari lima orang. Pada kategori pertama terdapat 35 responden yang memiliki jumlah tanggungan 1 orang, sebanyak 50 orang yang mempunyai jumlah tanggungan 2 orang, 64 responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak 3 orang, kategori keempat terdapat 108 responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak 4 orang, sebanyak 50 orang yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak 5 orang, lalu terdapat sebanyak 23 responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak lebih dari 5 orang Tabel 8. Tabel 8. Distribusi Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Tanggungan Keluarga Frekuensi Persentase 1 orang 35 10,6 2 orang 50 15,2 3 orang 65 19,4 4 orang 109 32,6 5 orang 50 15,2 6 orang 23 6,7 7 orang 2 0,3 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer E. Lama Bermukim Lama bermukim ditentukan dari lamanya responden tinggal di daerah tersebut di bagi dalam kategori pertama responden yang bermukim antara 1 sampai 10 tahun, kategori kedua yang bermukim 11 sampai 20 tahun, kategori ketiga yang bermukim antara 21 sampai dengan 30 tahun, kategori keempat yang Universitas Sumatera Utara 41 bermukim antara 31 tahun sampai 40 tahun, kategori kelima yang bermukim antara 41 tahun sampai dengan 50 tahun, dan kategori keenam yang bermukim antara 50 tahun keatas. Berdasarkan data yang didapat pada kategori pertama responden yang bermukim antara 1 sampai 10 tahun terdapat 33 responden, responden yang bermukim antara 11 sampai 20 tahun terdapat 50 responden, responden yang bermukim antara 21 sampai 30 tahun terdapat 83 responden, responden yang bermukim antara 31 samapai 40 tahun terdapat 59 responden, responden yang bermukim antara 41 tahun samapai 50 tahun terdapat 91 responden, dan responden yang bermukim diatas 50 tahun terdapat 18 responden Tabel 9. Tabel 9. Distribusi Responden Menurut Lama Bermukim di Desa Lama bermukim Frekuensi Persentase 1 – 10 tahun 33 10 11 – 20 tahun 50 15,2 21 – 30 tahun 83 24,8 31 – 40 tahun 59 17,6 41 – 50 tahun 91 27,2 50 tahun 18 5,2 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer F. Pengalaman Manfaat yang Dirasakan Distribusi responden berdasarkan pengalaman didasarkan pada manfaat dari kawasan mangrove yang dirasakan. Pengalaman manfaat yang dirasakan dibagi dalam empat kategori. Pertama manfaat kawasan mangrove untuk memperoleh kayu bakar dan zat pewarna dikatakan sebanyak 22,1 responden, kategori kedua sebanyak 49,7 responden yang mengatakan bermanfaat untuk memperoleh dan membudidayakan ikan dan Universitas Sumatera Utara 42 udang serta kepiting, kategori ketiga sebanyak 26,4 responden yang mengatakan bermanfaat untuk perlindungan dari angin kencang dan pasang air laut, kategori keempat sebanyak 1,8 responden yang mengatakan bermanfaat untuk kegiatan pertanian Tabel 10. Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Manfaat Kawasan yang Dirasakan Manfaat kawasan yang dirasakan Frekuensi Persentase Memperoleh kayu bakar dan bahan pewarna 74 22,1 Memperoleh dan budidaya ikan, udang, dan lain- lain 165 49,7 Perlindungan dari gelombang pasang laut dan angin kencang 88 26,4 Bermanfaat bagi tanah pertanian di daratan 7 1,8 Jumlah Total 334 100 Sumber : Data Primer G. Harapan Kategori harapan dimaksudkan adalah hal-hal yang diinginkan terkait dengan kondisi kawasan mangrove sekarang ini. Kebutuhan ini di bagi kedalam 3 kategori. Pertama penjagaan dan pengelolaan kawasan mangrove yang lebih baik dikatakan sebanyak 42,7 responden, kategori yang kedua penanaman kembali diungkapkan oleh 35,8 responden, kategori ketiga pembangunan sarana dan prasarana yang menunjang mata pencaharian dikatakan oleh 21,5 responden Tabel 11. Universitas Sumatera Utara 43 Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Harapan terhadap Kawasan Mangrove Berdasarkan harapan Frekuensi Persentase Fasilitas perlindungan hutan mangrove sebagai pemecah ombak 142 42,7 Info atau penyuluhan mengenai pentingnya pelestarian mangrove 119 35,8 Fasilitas penunjang kehidupan warga 73 21,5 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer

4.1.2. Persepsi Responden tentang Pengelolaan Kawasan Mangrove di Kabupaten Simeulue

Persepsi responden mengenai pengelolaan kawasan mangrove di daerah masing-masing ditentukan berdasarkan skor penilaian responden atas tujuh indikator dari 2 aspek yang menjadi objek persepsi dengan jenjang nilai skor antara 1 sampai 4. Jenjang nilai antara 1 sampai 4 didasarkan atas pilihan yaitu: Sangat Tepat ST diberi skor 4, Tepat T diberi skor 3, Kurang Tepat KT diberi skor 2, dan Tidak Tepat TT diberi skor 1. Dua aspek yang menjadi objek persepsi yang dirinci menjadi tujuh indikator tersebut adalah:

A. Persepsi Tentang Lokasi Kawasan Mangrove

1. Persepsi responden tentang kawasan ini sebagai lokasi mangrove. Persepsi responden yang menyatakan apakah lokasi di masing-masing desa sangat tepat dan cocok digunakan sebagai lokasi kawasan mangrove. Persepsi responden tentang peruntukan kawasan sebagai lokasi mangrove sebanyak 45,8 mengungkapkan kawasan sangat tepat sebagai lokasi kawasan Universitas Sumatera Utara 44 mangrove, 44,8 mengungkapkan kawasan tepat sebagai lokasi mangrove, sebanyak 5,5 responden mengatakan kurang tepat kawasan sebagai lokasi mangrove, dan sebanyak 3,9 yang mengatakan bahwa lokasi tersebut tidak tepat sebagai lokasi mangrove Tabel 12. Dari data diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengungkapkan lokasi di masing-masing desa sangat tepat dan cocok digunakan sebagai lokasi kawasan mangrove. Tabel 12. Persepsi Responden Tentang Lokasi Kawasan Hutan Mangrove Persepsi Frekuensi Persentase Sangat tepat 152 45,8 Tepat 149 44,8 Kurang tepat 19 5,5 Tidak tepat 14 3,9 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer 2. Persepsi tentang kawasan mangrove sebagai lahan untuk perikanan yang menguntungkan. Persepsi responden tentang kawasan mangrove sebagai lokasi untuk kegiatan perikanan yang meguntungkan adalah pandangan responden terhadap kawasan yang mengutungkan untuk kegiatan perikanan bagi kegiatan perekonomian masyarakat. Berdasarkan hasil olahan data tentang persepsi masyarakat mengenai kawasan mangrove sebagai lahan perikanan yang menguntungkan didapatkan sebanyak 21,5 responden menunjukan bahwa lokasi mangrove sangat tepat sebagai lokasi perikanan yang menguntungkan, 78,2 responden menunjukan kawasan mangraove tepat sebagai lokasi perikanan, sebanyak 0,3 responden mengatakan kawasan mangrove kurang tepat sebagai lokasi perikanan yang menguntungkan Tabel 13 dari hasil Universitas Sumatera Utara 45 tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berpersepsi bahwa kawasan mangrove merupakan kawasan yang tepat dan menguntungkan bagi kegiatan perikanan dan perekonomian masyarakat. Tabel 13. Persepsi Masyarakat Tentang Kawasan Hutan Mangrove Sebagai Lahan Untuk Perikanan yang Menguntungkan Persepsi Frekuensi Persentase Sangat tepat 73 21,5 Tepat 259 78,2 Kurang tepat 2 0,3 Tidak tepat Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer 3. Persepsi tentang Kawasan ini Sebagai Kawasan Hutan Mangrove yang Berfungsi sebagai Kawasan Filter Air Laut. Persepsi responden terhadap kawasan yang berfungsi sebagai kawasan filter air laut dimaksudkan sebagai pandangan responden terhadap kawasan mangrove yang berfungsi sebagai kawasan yang penting untuk penyaring air laut dan mengatasi abrasi. Hasil pentabulasian data lapangan menunjukan bahwa sebanyak 30,9 responden mengatakan bahwa kawasan mangrove sangat tepat sebagai filter air laut, 64,5 responden mengatakan tepat untuk filter air laut, sebanyak 1,8 responden mengungkapkan bahwa kawasan ini kurang tepat berfungsi sebagai filter air laut dan sebanyak 2,8 mengungkapkan kawasan ini tidak tepat berfungsi sebagai filter air alut Tabel 14. Universitas Sumatera Utara 46 Tabel 14. Persepsi Masyarakat Tentang Kawasan Hutan Mangrove yang Berfungsi Sebagai Kawasan Filter Air Laut Persepsi Frekuensi Persentase Sangat tepat 103 30,9 Tepat 214 64,5 Kurang tepat 7 1,8 Tidak tepat 10 2,8 Jumlah Total 334 100 Sumber : Data Primer 4. Persepsi responden tentang fungsi kawasan mangrove ini sebagai pemecah ombak. Persepsi responden yang dimaksud adalah tentang fungsi kawasan mangrove sebagai pemecah ombak yang melindungi daratan desa dari abrasi air laut yang terjadi. Dari hasil tabulasi data lapangan diketahui sebanyak 37,9 responden mengatakan sangat tepat fungsi kawasan sebagai pemecah ombak, 54,8 responden mengatakan tepat sebagai pemecah ombak, dan sebanyak 7,3 responden mengatakan fungsi kawasan kurang tepat sebagai pemecah ombak Tabel 15. Tabel 15. Pendapat Mengenai Kawasan Hutan Mangrove Yang Berfungsi Sebagai Pemecah Ombak Persepsi Frekuensi Persentase Sangat tepat 126 37,9 Tepat 182 54,8 Kurang tepat 26 7,3 Tidak tepat Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer Universitas Sumatera Utara 47

B. Persepsi Tentang Pengelolaan Kawasan Mangrove.

1. Persepsi tentang pengelolaan kawasan mangrove yang ada di daerah ini. Persepsi tentang pengelolaan kawasan magrove merupakan pandangan responden terhadap proses pengelolaan kawasan mangrove yang dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan pemanfaatan. Hasil olahan data Tabel 16 menunjukkan tentang persepsi responden tentang pengelolaan kawasan mangrove. Dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa 42,1 responden mengatakan pengelolaan kawasan mangrove bagus, sebanyak 55,8 responden mengatakan pengelolaan kawasan mangrove kurang bagus, dan sebanyak 2,1 responden mengatakan pengelolaan kawasan mangove tidak bagus pengelolaannya. Tabel 16. Persepsi Tentang Pengelolaan Kawasan Mangrove Persepsi Frekuensi Persentase Sangat bagus Bagus 140 42,1 Kurang bagus 185 55,8 Tidak bagus 9 2,1 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer Dari hasil tersebut dapat dilihat lebih dari sebagian responden mengungkapkan pengelolaan terhadap kawasan mangrove yang dilakukan selama ini mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan kurang bagus dan tidak bagus. Universitas Sumatera Utara 48 2. Persepsi mengenai manfaat pengelolaan kawasan mangrove di daerah ini. Persepsi mengenai manfaat pengelolaan kawasan mangrove dibedakan menjadi empat kategori yaitu sangat bagus, bagus, kurang bagus, dan tidak bagus. Persepsi responden mengenai manfaat pengelolaan kawasan mangrove menunjukan bahwa sebanyak 10 responden mengungkapkan manfaat dari pengelolaan kawasan mangrove sangat bagus, dan sebanyak 55,2 responden mengatakan bahwa manfaat pengelolaan kawasan mangrove bagus adanya, dan 34,8 responden mengatakan bahwa manfaat yang dirasakan dari pengelolaan kawasan mangrove kurang bagus Tabel 17. Tabel 17. Persepsi Mengenai Manfaat Pengelolaan Kawasan Mangrove Persepsi Frekuensi Persentase Sangat bagus 34 10 Bagus 184 55,2 Kurang bagus 116 34,8 Tidak bagus Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer Dari tabel diatas dapat dilihat hampir sebagian besar responden mengungkapkan bahwa manfaat yang dirasakan dari keberadaan mangrove selama ini kurang bagus. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pengelolaan yang dilakukan terhadap kawasan, sehingga kawasan mangrove banyak yang rusak akibat menurunnya permukaan air laut serta pengrusakan kawasan yang terjadi. Universitas Sumatera Utara 49 3. Persepsi mengenai yang melakukan pengelolaan kawasan mangrove Persepsi responden mengenai pelaksana yang cocok untuk melakukan pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Simeulue menunjukkan sebesar 27,6 yang sebaiknya melakukan pengelolaan kawasan mangrove adalah kolaborasi pemerintah, masyarakat dan pihak lainnya, sebesar 30 responden menunjukkan yang sebaiknya melakukan pengelolaan adalah pemerintah dan masyarakat, lalu sebesar 0,9 mengatakan bahwa yang sebaik melakukan pengelolaan adalah pemerintah, serta sebanyak 41,5 responden mengatakan bahwa yang sebaiknya melakukan pengelolaan kawasan mangrove adalah masyarakat Tabel 18. Tabel 18. Persepsi Mengenai yang Melakukan Pengelolaan Kawasan Mangrove Persepsi Frekuensi Persentase Pemerintah, masyarakat, dan swasta 92 27,6 Pemerintah dan masyarakat 100 30 Pemerintah 4 0,9 Masyarakat 138 41,5 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer

4.1.3. Partisipasi Responden Terhadap Pengelolaan Kawasan Mangrove

Partisipasi responden dalam pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Simeulue di bagi atas dua kategori yaitu tentang derajat kesukarelaan partisipasi dan tentang partisipasi dalam tahapan pengelolaan kawasan mangrove. Penentuan tingkat partisipasi yang di hendaki responden dalam pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Simeulue di tentukan dengan menggunakan skor Universitas Sumatera Utara 50 indikator partisipasi responden. Dua aspek kategori yang menjadi objek partisipasi dirinci dalam 10 indikator, yaitu;

A. Tentang derajat kesukarelaan partisipasi

1. Tentang keikutsertaan dalam kegiatan pengelolaan kawasan hutan mangrove. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan mangrove berdasarkan kelompok tingkat derajat kesukarelaan partisipasi menunjukan angka sebesar 22,4 responden mengatakan partisipasi dalam pengelolaan berdasarkan atas kehendak sendiri, 24,8 responden mengatakan atas ajakan orang lain, 41,8 responden mengatakan karena faktor kesulitan hidup, dan sebanyak 10,9 responden mengungkapkan karena ada keharusan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan mangrove Tabel 19. Tabel 19. Faktor yang Mendasari Keikutsertaan Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove Persepsi Frekuensi Persentase Atas kehendak sendiri 75 22,4 Atas ajakan orang lain 83 24,8 Karena kesulitan hidup 139 41,8 Karena ada keharusan ikut terlibat 37 10,9 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer 2 Tentang alasan atau pertimbangan ikut terlibat dalam kegiatan pengelolaan kawasan mangrove. Alasan keterlibatan dalam pengelolaan kawasan mangrove dimaksudkan terhadap motif responden untuk tetap ikut dalam proses pengelolaan kawasan mangrove yang dilakukan. Dari hasil temuan penelitian diketahui bahwa alasan atau pertimbangan responden ikut telibat dalam pengelolaan kawasan Universitas Sumatera Utara 51 mangrove menunjukkan sebesar 24,2 responden mengatakan yakin akan pengetahuan dan pengalaman selama hidup di daerah sebagai alasannya, sebanyak 67,9 responden merasa akan mendapat penyuluhan dahulu, sebanyak 1,2 responden mengatakan karena merasa akan mendapatkan imbalan, 6,7 responden mengatakan bahwa takut akan dikenakan sanksi kalau tidak ikut dalam kegiatan pengelolaan kawasan mangrove Tabel 20. Tabel 20. Alasan atau Pertimbangan Akan Ikut Terlibat dalam Kegiatan Pengelolaan Jawaban Frekuensi Persentase Yakin akan pengetahuan dan pengalaman selama hidup disini 81 24,2 Akan mendapatkan penyuluhan dahulu 225 67,9 Merasa akan mendapat imbalan 5 1,2 Takut terkena sanksi kalau tidak ikut 23 6,7 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer B. Tentang partisipasi pada tahapan kegiatan pengelolaan 1. Tentang keikutsertaan dalam kegiatan pengelolaan. Keikutsertaan dalam rangkaian kegiatan pengelolaan kawasan dimaksudkan adalah tahapan proses pengelolaan yang mana saja menurut responden ada keterlibatan masyarakat ada didalamnya. Keterlibatan ini muncul berdasarkan persepsi responden terhadap prinsip pengelolaan yang baik. Dari hasil pengolahan data Tabel 21 menunjukan bahwa keikutsertaan dalam pengelolaan diungkapkan oleh responden, 48,2 mengatakan sejak mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan menikmati hasilnya, sebesar 42,4 mengatakan mulai saat melaksanakan dan menikmati hasil, dan sebesar Universitas Sumatera Utara 52 9,4 responden mengatakan mulai saat mengawasi dan menikmati hasilnya saja. Tabel 21. Keikutsertaan dalam Kegiatan Pengelolaan Jawaban Frekuensi Persentase Sejak merencanakan, melaksanakan, mengawasi,menikmati hasil 160 48,2 Saat mulai melaksanakan dan menikmati hasilnya 141 42,4 Saat mengawasi dan menikmati hasilnya 33 9,4 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer 2. Tentang apakah keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove sebaiknya diwakili saja oleh perwakilan masyarakat. Sebanyak 16,7 responden mengatakan bahwa Sangat Setuju kalau keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan mangrove diwakili oleh perwakilan masyarakat, sebanyak 58,8 responden mengatakan setuju, 6,7 responden mengatakan kurang setuju, dan 17,9 responden mengatakan tidak setuju kalau keterlibatan masyarakat diwakili oleh perwakilan masyarakat. Tabel 22. Pendapat Mengenai Keterlibatan Masyarakat dalam Pengelolaan Sebaiknya Diwakili saja oleh Perwakilan Masyarakat Persepsi Frekuensi Persentase Sangat setuju 56 16,7 Setuju 195 58,8 Kurang setuju 23 6,6 Tidak setuju 60 17,9 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer 3. Tentang apakah masyarakat sebaiknya menerima saja setiap keputusan yang di keluar dalam pengelolaan hutan mangrove. Dari hasil pengolahan data diketahui, tentang apakah masyarakat sebaiknya menerima saja setiap keputusan yang di keluarkan dalam pengelolaan hutan Universitas Sumatera Utara 53 mangrove menunjukkan sebanyak 7,6 responden mengatakan sangat setuju, 49,4 responden mengatakan setuju, sebanyak 28,2 responden mengatakan kurang setuju, dan 14,8 responden mengatakan tidak setuju kalau masyarakat menerima saja keputusan yang dikeluarkan dalam pengelolaan kawasan mangrove Tabel 23. Tabel 23. Pendapat Mengenai Apakah Sebaiknya Masyarakat Menerima saja setiap Keputusan yang Dikeluarkan dalam Pengelolaan Kawasan Mangrove Persepsi Frekuensi Persentase Sangat setuju 26 7,6 Setuju 164 49,4 Kurang setuju 94 28,2 Tidak setuju 50 14,8 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer 4. Tentang apakah setiap kebijakan dalam pengelolaan kawasan mangrove sebaiknya dikonsultasikan kepada masyarakat. Tanggapan mengenai apakah setiap kebijakan dalam pengelolaan hutan mangrove sebaiknya dikonsultasikan kepada masyarakat pada Tabel 24 menunjukan bahwa sebesar 39,4 responden mengatakan sangat setuju, 57,9 responden mengatakan setuju, 0,6 responden mengatakan kurang setuju, dan sebanyak 2,1 responden mengatakan tidak setuju Tabel 24. Tabel 24. Pendapat Mengenai Apakah Setiap Kebijakan dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Sebaiknya Dikonsultasikan kepada Masyarakat Persepsi Frekuensi Persentase Sangat setuju 131 39,4 Setuju 192 57,9 Kurang setuju 3 0,6 Tidak setuju 8 2,1 Jumlah Total 334 100 Universitas Sumatera Utara 54 Sumber: Data Primer 5. Tentang apakah keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove dilakukan ketika ada kegiatan atau proyek saja. Dari hasil olahan data yag dilakukan mengenai apakah keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan mangrove di lakukan ketika ada kegiatan atau proyek saja menunjukan skor sebesar 3,1 responden mengatakan sangat setuju, 51,8 responden mengatakan setuju, 24,8 responden mengatakan kurang setuju, dan sebesar 20,3 responden mengatakan tidak setuju Tabel 25. Tabel 25. Pendapat Mengenai Apakah Keterlibatan Masyarakat Dilakukan Ketika ada Kegiatan atau Proyek saja Persepsi Frekuensi Persentase Sangat setuju 11 3,1 Setuju 172 51,8 Kurang setuju 83 24,8 Tidak setuju 68 20,3 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer 6. Tentang apakah keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove dimulai dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan pengelola. Dari hasil olahan data yang menunjukan tentang apakah keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove dimulai dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan pengelola, dapat dilihat bahwa sebesar 31,2 responden mengatakan Sangat Setuju, 61,8 mengatakan Setuju, 6,4 responden mengatakan Kurang Setuju, dan sebanyak 0,6 responden mengatakan Tidak Setuju seandainya keterlibatan masyarakat dalam Universitas Sumatera Utara 55 pengelolaan hutan mangrove dimulai dari awal sampai akhir kegiatan pengelola Tabel 26. Tabel 26. Pendapat Mengenai Apakah Keterlibatan Masyarakat Dimulai dari Awal Sampai Akhir Kegiatan Pengelolaan Persepsi Frekuensi Persentase Sangat setuju 104 31,2 Setuju 205 61,8 Kurang setuju 22 6,4 Tidak setuju 3 0,6 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer 7. Tentang keterlibatan dalam melakukan perencanaan terhadap kegiatan pengelolaan kawasan mangrove. Partisipasi masyarakat dalam keterlibatan dalam melakukan perencanaan terhadap kegiatan pengelolaan kawasan mangrove, menunjukan sebesar 40 responden mengatakan terlibat dalam setiap pertemuan dalam perencanaan kegiatan pengelolaan, 56,1 responden mengatakan cukup diwakilkan saja dan yang lain diminta persetujuaannya saja, sebanyak 1,2 responden mengatakan tidak perlu pertemuan tetapi dengan kegiatan sosialisasi saja, dan sebanyak 2,7 responden mengatakan langsung saja diintruksikan dalam pengelolaan kawasan mangrove Tabel 27. Universitas Sumatera Utara 56 Tabel 27. Pendapat Mengenai Bagaimana Sebaiknya dalam Melakukan Perencanaan terhadap Kegiatan Pengelolaan Persepsi Frekuensi Persentase Adanya pertemuan setiap membuat perencanaan kegiatan 133 40 Cukup perwakilan saja dan yang lain diminta persetujuannya 186 56,1 Tidak perlu pertemuan, tetapi cukup sosialisasi saja 6 1,2 Langsung saja diinstruksikan apa yang harus dilakukan 9 2,7 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer 8. Tentang keterlibatan untuk memutuskan rencana penetapan wilayahlokasi kegiatan pengelolaan kawasan mangrove. Tanggapan responden tentang partisipasi masyarakat dalam keterlibatan untuk memutuskan rencana penetapan wilayahlokasi kegiatan pengelolaan kawasan mangrove, menunjukan sebesar 5,5 responden mengatakan ikut memberikan usulan tentang lokasi yang cocok, 91,5 mengatakan membicarakan bersama tentang lokasi yang bagus sebagai kawasan mangrove, 2,7 responden mengatakan tidak menyetujui usulan lokasi untuk kawasan mangrove Tabel 28. Tabel 28. Pendapat Mengenai Bagaimana Sebaiknya Untuk Memutuskan Rencana Penetapan Wilayah atau Lokasi Kegiatan Persepsi Frekuensi Persentase Memberikan usulan tentang lokasi yang cocok 20 5,5 Membicarakan secara bersama-sama tentang lokasi yang bagus 305 91,5 Tidak menyetujui lokasi yang diusulkan 9 2,7 Jumlah Total 334 100 Sumber: Data Primer Universitas Sumatera Utara 57 4.1.4. Hubungan Karakteristik Responden dengan Persepsi tentang Pengelolaan Kawasan Mangrove di Kabupaten Simeulue Untuk melihat sejauh mana hubungan antara karakteristik responden dengan persepsi mereka tentang implementasi kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove dianalisis dengan menggunakan uji koefisien rank Spearman yaitu hubungan antara kategori kateristik dengan kategori persepsi responden tentang pengelolaan kawasan mangrove Sugiono, 2001. Selanjutnya untuk melihat tingkat signifikansi nilai korelasi Spearman di tentukan dengan nilai signifikansi r s Purnomo, 2006. Tabel 29. Hubungan Umur Responden dengan Persepsi tentang Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kabupaten Simeulue Umur Responden PERSEPSI Spearman s rho Umur Responden Koofisien Korelasi 1,000 0,146 Sig. 2-tailed . 0,008 N 334 334 PERSEPSI Koofisien korelasi 0,146 1,000 Sig. 2-tailed 0,008 . N 334 334 Signifikan Koefisien pada level 0.01 Dari Tabel 29 menunjukan bahwa skor hubungan persepsi dari kelompok umur berdasarkan perhitungan dengan menggunakan software statistik yaitu 0,146. berdasarkan hubungan kekuatan korelasi maka hubungan korelasi antara karakteristik umur kelompok umur dengan persepsi bisa dikatakan sangat lemah. Pada Tabel 30 menunjukan bahwa hubungan tingkat pendidikan responden di beberapa lokasi penelitian dengan persepsi menunjukkan skor – 0,149. hal ini Universitas Sumatera Utara 58 berdasarkan hubungan kekuatan korelasi menunjukan bahwa tidak hubungan yang yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan persepsi responden terhadap pengelolaan kawasan mangrove. Tabel 30. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Persepsi dalam Pengelolaan Kawasan Mangrove di Kabupaten Simeulue Tingkat Pendidikan PERSEPSI Spearmans rho Tingkat Pendidikan Koefisien korelasi 1,000 0,149 Sig. 2-tailed . 0,007 N 334 334 PERSEPSI Koefisien Korelasi 0,149 1,000 Sig. 2-tailed 0,007 . N 334 334 Signifikan Koefisien pada level 0.01 Dari Tabel 31 dapat dilihat nilai skor hubungan pekerjaan responden dengan persepsi responden tentang pengelolaan kawasan ekosistem mangrove yaitu sebesar 0, 074. berdasarkan hubungan kekuatan korelasi maka dapat dilihat bahawa hubungan korelasi antara faktor pekerjaan responden menunjukan hubungan yang sangat lemah. Tabel 31. Hubungan Pekerjaan Responden Dengan Persepsi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Mangrove di Kabupaten Simeulue Pekerjaan PERSEPSI Spearmans rho Pekerjaan Koefision Korelasi 1,000 0,074 Sig. 2-tailed . 0,180 N 334 334 PERSEPSI Koefisien Korelasi 0,074 1,000 Sig. 2-tailed 0,180 . N 334 334 Signifikan Koefisien pada level 0.01 Universitas Sumatera Utara 59 Dari Tabel 32 menujukkan bahwa hubungan dari indikator karakteristik responden dalam jumlah tanggungan keluarga dalam persepsi responden terhadap pengelolaan kawasan ekosistem mangrove menunjukan skor – 0,096. Berdasarkan kekuatan korelasi yang ada maka dapat dilihat hubungan antara indikator jumlah tanggungan dengan persepsi responden menunjukkan bahwa tidak hubungan sama sekali. Tabel 32. Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Persepsi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Mangrove Di Kabupaten Simeulue Jumlah Tanggungan PERSEPSI Spearmans rho Jumlah Tanggungan Koefisien Korelasi 1,000 0,096 Sig. 2-tailed . 0,082 N 334 334 PERSEPSI Koefisien Korelasi 0,096 1,000 Sig. 2-tailed 0,082 . N 334 334 Signifikan Koefisien pada level 0.01 Pada indikator lama bermukim responden penilaian yang dilakukan berdasarkan perhitungan menggunakan perhitungan program statistik menunjukkan skor 0,049, yang berarti berdasarkan kekuatan korelasi maka hubungan yang terjadi antara karakteristik lama bermukim responden dengan persepsi menunjukkan kekuatan korelasi yang sangat lemah Tabel 33. Tabel 33. Hubungan Lama Bermukim Responden dengan Persepsi tentang Pengelolaan Kawasan Ekosistem Mangrove di Kabupaten Simeulue Lama Bermukim PERSEPSI Spearmans rho Lama Bermukim Koefisien Korelasi 1,000 0,049 Sig. 2-tailed . 0,373 Universitas Sumatera Utara 60 N 334 334 PERSEPSI Koefisien Korelasi 0,049 1,000 Sig. 2-tailed 0,373 . N 334 334 Signifikan Koefisien pada level 0.01 Pada Tabel 34 dapat dilihat bahwa berdasarkan penghitungan dengan menggunakan program penghitungan data statistik terhadap hubungan antara pengalaman berupa manfaat dan kerugian yang dirasakan terkait dengan kawasan mangrove, didapat skor 0,325 untuk hubungan karakteristik responden dengan indikator pengalaman terhadap persepsi masyarakat mengenai kawasan mangrove. Hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan yang lemah antara karakteristik pengalaman dengan pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Simeulue. Tabel 34. Hubungan Pengalaman Responden dengan Persepsi tentang Pengelolaan Kawasan Mangrove di Kabupaten Simeulue Manfaat atau kerugian yang dirasakan PERSEPSI Spearman s rho Manfaat atau kerugian yang dirasakan Koefisien Korelasi 1,000 0,325 Sig. 2- tailed . 0,000 N 334 334 PERSEPSI Koefisien Korelasi 0,325 1,000 Sig. 2- tailed 0,000 . N 334 334 Signifikan Koefisien pada level 0.01 Dari Table 35 menunjukkan indikator untuk kategori harapan responden dan hunbungannya dengan persepsi responden terhadap pengelolaan kawasan mangrove Universitas Sumatera Utara 61 yaitu 0,376. Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuatan hubungan antara karakteristik harapan reponden menunjukan kekuatan korelasi yang lemah dengan persepsi responden dalam pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Simuelue. Tabel 35. Hubungan Harapan Responden dengan Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan Kawasan Ekosistem Mangrove di Kabupaten Simeulue Signifikan Koefisien pada level 0.01 4.1.5. Hubungan Antara Persepsi Responden dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Ekosistem Mangrove di Kabupaten Simeulue Untuk melihat hubungan antara persepsi terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan mangrove, maka berdasarkan data yang ada, dilakukan penjumlahan dari keseluruhan skor persepsi dan partisipasi masyarakat. Selanjutnya Hal yang dibutuhkan dengan keberadaan hutan mangrove PERSEPSI Spearman s rho Hal yang dibutuhkan dengan keberadaan hutan mangrove Koefisien Korelasi 1,000 0,376 Sig. 2- tailed . 0,000 N 334 334 PERSEPSI Koefisien Korelasi 0,376 1,000 Sig. 2- tailed 0,000 . N 334 334 Universitas Sumatera Utara 62 dari hasil penjumlahan seluruh skor antara persepsi dan partisipasi tersebut didapatkan nilai: 2081936. Berdasarkan uji koefisien rank Spearman bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel bebas X dengan variabel tak bebasY maka hasil yang didapat untuk nilai korelasi antara hubungan persepsi dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Simeulue adalah: r s = 1 - n n di   3 2 . 6 r s = 1 - 6.2081936 334 3 – 334 r s = 1 - 12491616 37259370 r s = 1 – 0,335 r s = 0,665 Keterangan : r s = Nilai korelasi d i = Perbedaan antara variabel persepsi dengan partisipai n = Jumlah sampel Berdasarkan hasil penghitungan berdasarkan uji korelasi rank Spearman maka di dapatkan nilai r s yaitu 0,665, dari nilai tersebut menunjukan bahwa kekuatan korelasi antara hubungan persepsi responden terhadap partispasi dalam pengelolaan kawasan mangrove dapat dikatakan sedang. Berdasarkan pengolahan data, berikut arah dan kekuatan korelasi antara persepsi dengan partisipasi: Universitas Sumatera Utara 63 Arah korelasi direction Kekuatan korelasi magnitude Tidak ada Sangat Lemah Sedang Kuat Sangat Sempurna Korelasi Lemah Kuat ----------------------------------------------------------------------- r 0 0,1 0,25 0,5 0,75 0,9 1 r s = 0, 665 4.2. Pembahasan

4.2.1. Karakteristik Responden

Dari penelitian terhadap karakteristik responden, beberapa karakteristik yang menarik untuk di bahas adalah yang menyangkut pendidikan, lama bermukim, pekerjaan, pengalaman dan kebutuhan. Pada Tabel 6 sebahagian besar responden berpendidikan atau pernah mengecap pendidikan diatas Sekolah Dasar atau setara dengan Sekolah Dasar. Ini berarti menunjukan bahwa kesadaran masyarakat untuk sekolah cukup tinggi. Hal ini terbukti dengan hanya 2,1 saja dari semua responden yang ada yang hanya tidak sekolah dan tidak lulus sekolah dasar. Sebanyak 74,8 persen responden sudah bermukim dilokasi pesisir selama lebih dari 20 tahun. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya ada ketergantungan hidup yang besar antara masyarakat dengan kawasan pesisir yang ada didaerah tersebut. Hal Y X r s = 0,665 Arah korelasi positif Universitas Sumatera Utara 64 ini terbukti dari sebahagian besar responden yang telah menetap cukup lama di daerah tersebut dan belum mempunyai keinginan untuk pindah kedaerah lain. Sebanyak 49,7 persen responden mengungkapkan selama tinggal didaerah ini manfaat yang dirasakan adalah kemudahan untuk memperoleh dan membudidayakan ikan, udang, dan lainnya. Hal ini makin memperkuat bahwa memang tingginya harapan masyarakat terhadap kawasan sebagai tempat pemenuhan kebutuhan hidup, dan dahulunya kehidupan sebagai nelayan dirasa sangat menguntungkan bagi masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa dulu kondisi mangrove yang ada di Kabupaten Simeulue sangat bagus, karena alasan responden meilih lokasi tempat tinggal adalah karena kemudahan yang didapatkan tadi. Namun hal ini berbalik dengan banyaknya responden sebanyak 47,0 persen yang beralih menjadi petani sebagai pekerjaan utamanya setelah kondisi mangrove sudah mulai hancur. Hal ini membuktikan bahwa sudah mulai nampak kesulitan untuk mencari ikan, udang dan sebagainya. Disamping itu faktor tingginya biaya operasional yang dibutuhkan untuk sekali melaut menjadi alasan tambahan bagi responden untuk mulai mencari penghidupan lain, karena sering kali hasil hasil yang didapat setiap kali melaut semakin menurun dan tidak sebanding dengan biaya opresional yang dikeluarkan. Kenyataan ini juga diperkuat dengan sebanyak 78,5 persen responden yang menginginkan adanya penjagaan dan pengelolaan kawasan mangrove dengan baik, serta penyuluhan-penyuluhan yang mengenai pentingnya kawasan mangrove. Hal ini menunjukan adanya keinginan masyarakat agar kerusakan kawasan mangrove dapat diminimalisir. Universitas Sumatera Utara 65 Semua hal diatas menunjukan bahwa ancaman kerusakan terhadap kawasan ekosistem mangrove yang telah mengalami penurunan luasan dari tahun ke tahun, menyebabkan terganggunya fungsi kawasan ekositem mangrove Dahuri, 2003. Akibat dari rusaknya kawasan mangrove tersebut adalah kondisi yang dialami oleh masyarakat Kabupaten Simeulue yang mulai kesulitan melakukan kegiatan menangkap ikan. Dari hasil pengamatan di sepanjang penelitian yang diakukan kerusakan kawasan mangrove tersebut dipicu oleh beberapa faktor diantaranya, faktor pemanfaatan sumber daya alam yang tidak baik seperti terjadinya konversi lahan kawasan ekosistem mangrove yang tidak terkendali, banyaknya berbagai macam kegiatan pembangunan yang terjadi di kawasan ekosistem mangrove, adanya kegiatan penebangan liar dikawasan mangrove, dan pencemaran yang terjadi. Selain itu ada juga faktor alam seperti menyusutnya air laut akibat naik daratan karena gempa dan terjadinya tsunami seperti yang terjadi di akhir tahun 2004 lalu. Seperti yang diungkapkan oleh Kusmana, secara garis besar fungsi kawasan mangrove dikategorikan kedalam tiga macam fungsi, yaitu fungsi fisik, fungsi biologis ekologis dan fungsi ekonomi Kusmana, 2005. Terjadinya kerusakan kawasan mangrove di Kabupaten Simeulue pada akhirnya menyebabkan terganggunya fungsi dari kawasan mangrove itu sendiri. Hal ini menyebabkan semakin menurunnya kemampuan kawasan mangrove untuk menjalankan fungsi- fungsi yang disebutkan diatas. Menurunnya kualitas dari kawasan mangrove ini selanjutnya berdampak terhadap kehidupan masyarakat baik secara ekonomi dan sosial. Universitas Sumatera Utara 66

4.2.2. Persepsi Responden tentang Pengelolaan Kawasan Mangrove

Persepsi masayarakat yang di kaji dalam penelitian ini dimaksudkan adalah pandangan atau penilaian responden terhadap ketepatan lokasi, peruntukan lahan untuk kegiatan perikanan yang menguntungkan, fungsi kawasan sebagai filter air laut dan sebagai pemecah ombak. Varibel berikutnya adalah bentuk pandangan dan penilaian responden terhadap pengelolaan kawasan mangrove yang dilakukan, manfaat dari kegiatan pengelolaan, dan yang melakukan pengelolaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui persepsi masyarakat terhadap ketepatan lokasi sebagai kawasan mangrove, peruntukan sebagai kawasan yang mendukung untuk kegiatan perikanan, dan kawasan yang berfungsi sebagai filter air laut adalah tepat. Hal ini dilihat dari hampir keseluruhan responden yang mengatakan bahwa kawasan didaerah tempat tinggal mereka merupakan kawasan yang tepat untuk lokasi mangrove. Pandangan ini muncul karena kawasan tersebut dulunya memang merupakan kawasan mangrove walaupun kondisinya sekarang sudah banyak yang rusak dan mati. Pandangan dari responden ini jika dikaitkan dengan karakteristik lamanya responden bermukim di daerah tersebut, yang sebagian besar bermukim lebih diatas sepuluh tahunan menunjukan kesesuaian dengan pada yang diungkapkan oleh Wirawan 1995 bahwa persepsi adalah proses pemahaman terhadap apa yang terjadi di lingkungan. Proses interaksi yang terjadi antara responden dengan lingkungannya selama ini didaerah masing-masing dan dipengaruh oleh faktor lainnya, inilah yang melahirkan pandangan kawasan tersebut tepat sebagai kawasan mangrove. Universitas Sumatera Utara 67 Selanjutnya, hal yang tersebut diatas juga berlaku terhadap pandangan atau penilaian responden terhadap pengelolaan kawasan mangrove yang dilakukan. Selain faktor pengalaman diatas, pemahaman responden terhadap kawasan dan pengelolaannya sebagai objek berdasarkan stimulus informasi yang didapatkan dan penafsiran yang dilakukan Rakhmad, 2000 juga mempengaruhi persepsi responden terhadap pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Simeulue. Hal ini dapat dilihat dari pandangan responden terhadap pengelolaan kawasan mangrove sebagian besar mengungkapkan pengelolaan kawasan mangrove yang dilakukan kurang bagus. Dari skor persepsi mengenai pengelolaan kawasan mangrove yang sebesar 55,8 persen mengungkapkan bahwa pengelolaan kawasan mangrove kurang bagus adanya . Lebih tepatnya, pengelolaan yang ada adalah pengelolaan yang dilakukan setelah terjadinya gempa bumi dan tsunami pada akhir tahun 2004. Selanjutnya, juga hanya sebagian responden yang berpandangan bahwa manfaat dari pengelolaan yang telah dilakukan tersebut bagus. Ini menunjukan walaupun kawasan tersebut tepat sebagai kawasan mangove, tetapi pengelolaan kawasan yang dilakukan tidak sepenuhnya membuat penilaian baik dari responden terhadap manfaatnya. Status sebagian besar kawasan mangrove di Kabupaten Simeulue adalah sebagai kawasan hutan negara. Implikasi dari hal tersebut, pengelolaan kawasan mangrove dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini oleh Dinas Kehutanan setempat. Permasalahan yang tampak dilapangan adalah tidak maksimalnya pengelolaan yang dilakukan, dikarenakan keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh pengelola Universitas Sumatera Utara 68 sehingga menyebab tidak efektifnya proses pengelolaan yang dilakukan. Akibatnya laju degradasi kawasan mangrove semakin cepat dan tidak mampu lagi dikontrol oleh pemerintah. Agaknya ini sesuai dengan harapan responden yang menginginkan pengelolaan kawasan mangrove dilakukan dengan melibatkan masyarakat comunity based management. Terdapat 41,5 persen responden mengungkapkan bahwa pengelolaan kawasan mangrove sebaik diserahkan dan dilakukan oleh masyarakat. Dibawah itu sebanyak 30 persen responden mengatakan sebaiknya yang melakukan pengelolaan dalah permerintah bersama masyarakat. Harapan ini sangat wajar karena selama ini masyarakat merupakan stakeholder utama yang menerima manfaat dan dampak terhadap pengelolaan kawasan mangrove yang dilakukan. Harapan responden ini sesuai dengan keinginan responden agar diadakannya penyuluhan dan peningkatan kemampuan masyarakat supaya pengelolaan lebih baik. Penyuluhan yang diharapkan merupakan peningkatan pengetahuan melalui pelatihan ataupun pendampingan dalam upaya peningkatan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan kawasan mangrove dengan baik. Selanjutnya ini menunjukan adanya keinginan untuk mulai terlibat dalam kegiatan pengelolaan berdasarkan pada pengalaman yang dirasakan selama ini terhadap manfaat yang ada dari keberadaan kawasan mangrove.

4.2.3. Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Kawasan Ekosistem Mangrove

Partisipasi responden dalam pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Simeulue dibagi dalam dua aspek kategori yang menjadi objek partisipasi yaitu : Universitas Sumatera Utara 69 Aspek tentang derajat kesukarelaan partisipasi yang terdiri dari beberapa variabel keikutsertaan dalam kegiatan pengelolaan kawasan hutan mangrove dan alasan atau pertimbangan ikut terlibat dalam kegiatan pengelolaan kawasan mangrove, selanjutnya aspek partisipasi pada tahapan kegiatan pengelolaan yang terdiri dari variabel keikutsertaan dalam kegiatan pengelolaan sebaiknya dimulai dari mana, keterwakilan dalam pengelolaan, keputusan dan konsultasi pengelolaan. Kesukarelaan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan mangrove, ditunjukan kemauan masyarakat yang berdasarkan atas pengalaman hidup seperti faktor kesulitan hidup, faktor dorongan dari dalam diri sendiri dan dari luar yang mengharuskan untuk terlibat, serta pertimbangan akan pengalaman hidup dan keyakinan akan mendapatkan penyuluhan dan pendampingan. Dilihat dari motif keikutsertaan responden berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan mangrove, sebanyak 52,7 persen mengatakan karena faktor kesulitan hidup yang dirasakan dan keharusan untuk ikut. Hal ini menunjukkan partisipasi masyarakat didorong oleh pengalaman yang didapatkan selama hidup dilingkungannya masing- masing. Semakin parahnya kondisi mangrove semakin meningkatkan kesulitan hidup responden karena kawasan tempat mencari rezeki tidak mendukung lagi. Motif selanjutnya adalah karena ajakan dari luar yang menunjukan nilai 22,4 persen. Dorongan dari luar ini lebih banyak datang dari LSMNGO. Dan hanya sebanyak 20 persen responden yang mempunyai motif karena keinginan sendiri untuk berpartisipasi. Universitas Sumatera Utara 70 Berdasarkan motif keikutsertaan responden berpartisipasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk partisipasi adalah patisipasi yang semu. Seperti yang diungkapkan oleh Hobley dalam Awang, 2003, bahwa keikutsertaan masyarakat dalam sebuah kegiatan di mana keikutsertaan itu diukur dari upaya-upaya memobilisasi tenaga kerja masyarakat dalam kegiatan. Artinya dengan memperhatikan motif responden tersebut, dorongan untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan mangrove lebih besar datang dari luar yang memobilisasi sumber daya untuk ikut dalam program-program yang dilaksanakan. Sedangkan hanya sebagian kecil saja yang benar sadar akan keharusan untuk terlibat dalam pengelolaan yang dilakukan. Hal ini agaknya sesuai dengan berbagai pertimbangan sebagian besar responden yang merasa akan mendapatkan penyuluhan dulu. Hanya sebanyak 24,2 persen yang mau berpartisiapsi dan yakin akan kemampuan serta pengalaman yang dimiliki. Jenjang selanjutnya keikutsertaan dalam pengelolaan menunjukan bahwa sebesar 48,2 persen responden mengungkapkan bahwa pengelolaan lebih baik dimulai dari awal pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan. Sebagian responden lagi lebih memilih bahwa keterlibatan dalam proses pengelolaan sebaiknya dimulai dari pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan saja. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden masih tidak mau terlibat untuk merencanakan kebijakan pengelolaan. Bentuk partisipasi masih belum ideal karena belum terlibatnya masyarakat dalam perencanaan pengelolaan yang dilakukan. Universitas Sumatera Utara 71 Selanjutnya sebanyak 58,8 persen responden mengungkapkan bahwa dengan menempatkan beberapa perwakilan masyarakat dalam lembaga pengelolaan kawasan mangrove adalah cara yang efektif untuk melakukan pengelolaan begitu juga dalam setiap pertemuan yang cukup diwakili oleh perwakilan saja. Hal ini juga mengindikasikan bahwa masyarakat juga menunjukan sikap mau berkerjasama dan diorganisir. Ciri ini juga sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Hobley Awang, 2003 mengenai partisipasi perwakilian dimana masyarakat menempatkan perwakilannya dalam kegiatan pembangunan. Pada indikator yang lain juga menggambarkan bahwa sebahagian besar responden setuju dengan mengkonsultasikan kebijakan pengelolaan yang dilakukan. Disamping itu juga dalam keterlibatan masyaraat dalam kegiatan pengelolaan sebagian besar responden justru mengungkapkan baiknya dimulai dari awal kegiatan. Hal ini cukup menguatkan anggapan bahwa dengan dilibatkannya masyarakat dalam kegiatan pengelolaan akan menjadikan pengelolaan jadi lebih efektif, karena selama ini masyarakat selalu dibelakangi dalam pengelolaan sumber daya alam, padahal seperti yang diketahui masyarakat adalah komponen yang paling dekat dan secara langsung merasakan dampak dari pengelolaan yang dilakukan. Dari keseluruhan bentuk partisipasi yang disebutkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkatan partisipasi responden terhadap pengelolaan kawasan ekosistem mangrove berdasarkan tingkatan yang disebutkan Hobley Awang, 2003 yaitu partisipasi fungsional. Tingkat partisipasi ini didasarkan atas karakter masyarakat yang didominasi oleh motif yang didorong dari luar dan keterpakasaan Universitas Sumatera Utara 72 untuk ikut berpartisipasi. Selain itu sebagian besar responden berpartisipasi mulai dari tahap pelaksaan saja dan seterusnya, artinya responden mulai ikut berpartisipasi melalui kelompok atau program yang sudah ditentukan dari luar.

4.2.4. Hubungan Karakteristik Responden dengan Persepsi

Dari hasil pengujian dengan menggunakan prosedur tabel korelasi dan rank Spearman terlihat hubungan yang jelas antara karakteristik responden dengan persepsi terhadap pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Simeulue. Pada Tabel 29 menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antara kelompok umur menentukan jenjang persepsi tentang pengelolaan kawasan mangrove menunjukkan angka 0,146. Nilai menggambarkan bahwa variabel kelompok umur hubungan mempunyai hubungan nyata terhadap persepsi responden dalam pengelolaan kawasan mangrove pada level 0,146 persen dengan tingkat kesalahan pada level 0,001. Dilihat dari nilai skor yang didapat, diketahui bahwa kekuatan koerelasi variabel ini agak rendah. Hal ini agak berbeda dengan frekuesi responden yang lebih didominasi oleh responden yang berumur 40 keatas. Hasil ini membuktikan bahwa kelompok umur tidak menjadi variabel yang signifikan dalam mempengaruhi persepsi responden. Pada variabel karakteristik pendidikan terdapat hubungan yang nyata terhadap persepsi pada level 0,149. Pada level ini dapat dikatakan bahwa kekuatan korelasi antara varibel pendidikan terahadap persepsi responden juga rendah, sehingga tidak signifikan dalam mempengaruhi pembentukan persepsi. Universitas Sumatera Utara 73 Selanjutnya dengan hubungan yang terdapat dalam kelompok pekerjaan responden, menunjukkan skor 0, 074. Hal ini juga menunjukan bahwa hubungan yang terjadi dikaitkan dengan persepsi responden dalam pengelolaan kawasan mangrove juga nyata pada level 0,074 dengan tingkat signifikan koefisien pada level 0,001. Begitu juga dengan skor hubungan antara kelompok lama bermukim responden yang menunjukkan hubungan yang nyata pada nilai 0,049. Kenyataan ini menunjukan karakterisktik pekerjaan juga tidak menjadi variel yang cukup mempengaruhi persepsi responden. Korelasi pada kelompok pengalaman menunjukan hubungan yang nyata pada nilai 0,325 dan harapan responden pada nilai 0,376, juga dengan tingkat kesalahan pada level 0,001. Hal ini menunjukkan hubungan yang yang lebih signifikan dalam kaitannya dengan persepsi masyarakat dalam pengelolaan kawasan mangrove, dibandingkan pada variabel sebelumnya. Artinya ada potensi dari variabel harapan dan pengalaman responden yang bisa dikedepankan untuk mendorong persepsi yang positif pada responden dalam hubungannya terhadap pengelolaan kawasan mangrove yang ada. Pada variabel kelompok jumlah tanggungan responden terdapat hubungan yang nyata pada nilai 0,094 persen, sementara pada variabel lama bermukim terdapat hubungan yang nyata pada level 0,49, dengan tingkat signifikasi koefisien pada level 0,001. Karakteristik lama bermukim dan jumlah tanggungan juga tidak menjadi varibel yang signifikan mempengaruhi persepsi masyarakat dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah. Universitas Sumatera Utara 74 Secara konseptual disebutkan Menurut Krech dan Crutchfield Rakhmad, 2000 ada 2 faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor fungsional dan faktor struktural. Dari nilai dari masing-masing hubungan variabel karakteristik diatas terdapat nilai yang berbeda. Dari faktor fungsional terdapat satu variabel yang memiliki kekuatan yang cukup kuat dalam membentuk persepsi responden yaitu variabel harapan responden. Selanjutnya juga terdapat satu variabel yang termasuk faktor struktural yang cukup signifikan mempengaruhi pembentukan persepsi yaitu variabel pengalaman. Berdasarkan pengolahan data secara uji statistik untuk mengukur kekuatan korelasi antara karakteristik responden dengan persepsi, maka diperoleh hasil bahwa nilai korelasi di atas nol r s 0. Ini berarti terdapat hubungan antara karakteristik respondem dengan persepsi Ha. Walau memiliki hubungan, namun secara statistik kekuatan korelasinya sangat lemah. Dengan kata lain nilainya kecil atau tidak sampai pada nilai korelasi 0,5. Secara konseptual disebutkan Menurut Krech dan Crutchfield Rakhmad, 2000 ada 2 faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor fungsional dan faktor struktural. Dari nilai dari masing-masing hubungan variabel karakteristik diatas terdapat nilai yang berbeda. Dari faktor fungsional terdapat satu variabel yang memiliki kekuatan yang cukup kuat dalam membentuk persepsi responden yaitu variabel harapan responden. Selanjutnya juga terdapat satu variabel yang termasuk faktor struktural yang cukup signifikan mempengaruhi pembentukan persepsi yaitu variabel pengalaman responden. Walaupun secara statistik kekuatan korelasi yang Universitas Sumatera Utara 75 ditemukan tidak melebihi level 0,5 tetapi variabel pengalaman dan harapan bisa diharapkan untuk meningkatkan persepsi masyarakat terhadap pengelolaan kawasan mangrove.

4.2.5. Hubungan Persepsi dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Mangrove

Dari penjumlahan seluruh skor persepsi dan partisipasi masyarakat berdasarkan penghitungan satatistik memakai rumus rank Spearman didapatkan skor : 2081936. Lalu berdasarkan hasil penghitungan berdasarkan uji korelasi rank Spearman maka di dapatkan nilai r s = 0,665. Berdasarkan klasifikasi kekuatan korelasi yang digunakan maka hubungan antara persepsi responden dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan mangrove adalah sedang. Hal ini menjelaskan asumsi bahwa lemahnya persepsi masyarakat dalam pengelolaan kawasan mangrove juga akan menunjukan partisipasi yang lemah juga. Meskipun demikian ada beberapa indikator yang menjadi peluang yang bisa mendorong kuatnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Simeulue, dengan mengoptimalkan indikator pemahaman, pengalaman, dan harapan responden, yang menunjukan skor yang lebih tinggi dibandingkan skor pada kelompok karakteristik lainnya. Dari hasil pengujian nilai korelasi didapatkan bahwa terdapat hubungan yang sedang antara persepsi dengan partisipasi. Berbeda dengan hubungan antara karakteristik dengan persepsi yang terbilang sangat lemah. Hal ini disebabkan adanya pertimbangan secara ekonomi yang berhubungan dengan partisipasi dalam Universitas Sumatera Utara 76 pengelolaan kawasan mangrove. Misalnya, sebahagian besar masyarakat akan terlibat langsung jika ada proyek kegiatan dalam rehabilitasi atau melestarikan kawasan mangrove. Selain itu, keterlibatan yang ada dalam pengelolaan kawasan mangrove tidak lepas dari pertimbangan untuk bisa menikmati hasil dari lokasi konservasi. Untuk hal pengambilan keputusan atau kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan kawasan mangrove, masyarakat lebih memberikan mandat tersebut pada tokoh-tokoh masyarakat sebagai perwakilan. Hal ini menunjukan bahwa partisipasi masyarakat Kabupaten Simuelue seperti yang dijelaskan oleh Hobley Awang, 2003 mengenai bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat dikategorikan kedalam bentuk partisipasi perwakilan, dimana keterlibatan masyarakat dalam kegiatan diwakili oleh beberapa orang tertentu saja. Berdasarkan tingkatan dan arti partisipasi yang dirumuskan oleh Hobley Awang, 2003, partisipasi responden terhadap pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Simeulue berada pada tingkatan partisipasi fungsional. Artinya tingkatan partsipasi ini berdsarkan pada karakter yag ditemukan dengan bentuk partisipasi yang menempatkan wakil masyarakat saja dalam pengelolaan kawasan mangrove, serta keterlibatan masyarakat hanya sampai pada tercapainya tujuan suatu proyek. Rendahnya partisipasi masyarakat juga disebabkan oleh pendekatan yang cenderung tidak tepat yang dilakukan oleh kelompok LSMNGO serta pemerintah dalam melakukan pemberdayaan masyarakat. Pasca terjadinya tsunami, menyebabkan banyak LSMNGO dan bantuan yang datang untuk rehabilitasi Aceh Pasca Gempa. Universitas Sumatera Utara 77 Megandalkan kekuatan modal kebanyakan LSMNGO secara tidak sadar juga melemahkan potensi masyarakat untuk berbuat. Universitas Sumatera Utara 77

V. KESIMPULAN DAN SARAN