14
yaitu fungsi fisik, fungsi biologis ekologis dan fungsi ekonomi. Secara fisik hutan mangrove berfungsi sebagai penjaga garis pantai dari erosi agar tetap stabil,
melindungi daerah belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang. Fungsi ekologis kawasan mangrove adalah sebagai tempat mencari makan dan
berkembang biaknya berbagai jenis ikan, udang dan lainnya. Sedangkan secara ekonomi kawasan mangrove mempunyai fungsi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan memanfaatkan potensi hasil hutan seperti madu, kayu, dan tempat rekreasi Kusmana, 2007.
2.3. Partisipasi Masyarakat
Pembangunan merupakan cara logis yang ditempuh oleh pemerintahan manapun untuk mewujudkan tujuan masyarakatnya. Pembangunan merupakan
sebuah proses yang panjang dan multi dimensional dalam suatu bangsa. Seperti yang tertulis dalam UUD 1945 dikatakan bahwa pembangunan yang dilaksanakan
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Maka dalam proses pembangunan memerlukan modal pembangunan yang meliputi segala potensi yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia, dan ditunjang oleh sebuah pengelolaan pembangunan yang tepat agar pembangunan dapat terus berlangsung dan berkelanjutan. Adapun
bentuk modal pembangunan yang dimiliki oleh bangsa ini adalah sumberdaya alam SDA dan sumberdaya manusia SDM, dan tentunya juga dipengaruhi oleh faktor
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
15
Sumberdaya manusia dimaksudkan adalah kualitas manusia yang melaksanakan proses pembangunan, dalam mengelola modal pembangunan.
Demikian juga sumberdaya alam, sebagai sumberdaya yang siap digunakan ready to use, memiliki keragaman yang tersebar di wilayah negara ini. Selain itu, perlu
dipahami juga bahwa SDA ini mempunyai keterbatasan jumlah yang harus disingkapi dengan tepat agar dapat memberikan manfaat dalam pembangunan.
Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 ditegaskan bahwa pengelolaan SDA ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Hal ini menunjukan bahwa posisi dan fungsi
SDA memegang peranan penting dalam proses pembangunan. Sesuai dengan semangat landasan konstitual tersebut, maka penyelenggaraan pengelolaan SDA
senantiasa mengandung semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan. Semangat kerakyatan berarti pembangunan ditujukan untuk kemakmuran rakyat
sepenuhnya. Berkeadilan bermaksud bahwa setiap masyarakat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam pengelolaan SDA. Berkelanjutan bermaksud bahwa
pengelolaan SDA, untuk masa sekarang juga harus menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Jadi tujuan dari SDA hutan untuk masyarakat adalah untuk
meningkatkan standar kehidupan masyarakat, melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang ada, dan menjadikan masyarakat menjadi lebih dinamis.
Dalam UU Kehutanan No. 41 tahun 1999 dikatakan bahwa hutan merupakan suatu ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam hayati yang
didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Lebih dalam UU Kehutanan No. 41 tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
16
pasal 3, dikatakan tujuan penyelenggaraan kehutanan adalah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan; menjamin
keberadaan hutan, mengoptimalkan fungsi hutan, meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai, dan meningkatkan kemampuan masyarakat secara partisipatif.
Masyarakat tersebut adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan, yang kehidupannya bergantung pada berbagai macam hasil hutan dengan
ketergantungan yang besar maka masyarakat desa hutan memiliki pandangan terhadap hutan sebagai sumber ekonomi keluarga, sumber bahan pangan, sumber air
dan sumber kebudayaan bagi mereka Awang, 2003. Pembangunan yang berkelanjutan memerlukan keterpaduan antara lingkungan
hidup dan tingkat kemajuan pembangunan. Kedua hal ini sama berperan dalam mewujudkan keserasian dan keseimbangan dalam pembangunan. Lingkungan hidup
berperan sebagai modal dan harapan pembangunan sedangkan tingkat kemajuan pembangunan sebagai indikator keberhasilan masyarakat dalam proses pembangunan.
Disini posisi masyarakat merupakan posisi yang penting dalam proses melaksanakan pembangunan. Pembangunan akan dinilai berhasil jika pembangunan tersebut
membawa perubahan kesejahteraan dalam masyarakat. Pembangunan tidak pernah mencapai tujuannya jika meninggalkan rakyat. Oleh karena itu proses pembangunan
adalah merupakan proses tawar-menawar antara kebutuhan masyarakat dan keinginan pemerintah. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan, partisipasi masyarakat
merupakan hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan proses pembangunan itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
17
Menurut FAO Mikkelsen, 2003 mendefenisikan salah satu dari banyak arti kata partisipasi sebagai berikut, yaitu: keterlibatan masyarakat dalam pembangunan
diri, kehidupan, dan lingkungan hidup mereka. Dalam pengertian diatas dapat dilihat bahwa partisipasi adalah merupakan
suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih dari hanya keterlibatan secara jasmaniah saja yang ditandai dengan kesediaan memberikan sumbangan dalam usaha
pencapaian tujuan bersama dan juga turut bertanggungjawab terhadapi usaha yang dilakukan dalam pencapaian tujuan tersebut.
Partisipasi menurut Awang 2003 adalah keterlibatan aktif dan bermakna dari massa penduduk dari tingkatan-tingkatan yang berbeda seperti:
1. Di dalam proses pembentukan keputusan untuk menentukan tujuan-tujuan
kemasyarakatan dan pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
2. Dalam pelaksanaan program-program dan proyek-proyek secara suka rela dan
pembagian yang merata.
3. Dalam pemanfaatan hasil-hasil dari satu program atau suatu proyek. Hal ini menjadi penting karena banyak program pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat ternyata justru ditolak oleh masyarakat sendiri. Steven E. Daniels dan G. B. Walker Suporaharjo, 2005 menyimpulkan
idealnya, partisipasi masyarakat dapat menjadi forum untuk memadukan nilai-nilai dan informasi ilmiah dari masyarakat dan lembaga pemerintah sehingga keputusan
akhir diakui oleh sebahagian besar masyarakat sebagai hal perlu dijalankan dan dapat
Universitas Sumatera Utara
18
dijalankan layak, selain membuat proses pengambilan keputusan lembaga pemerintah menjadi transparan, serta memungkinkan masyarakat dan pengadilan
untuk melihat sejauh mana kesungguhan lembaga pemerintah memandang suatu persoalan. Apabila penanganannya kurang matang, partisipasi masyarakat dapat
menimbulkan kekecewaan atau pengabaian perbadaan-perbedaan nilai yang mendasar.
Pengertian partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan dapat mempunyai pengertian luas dan sempit. Sehingga, menurut Awang 2003 partisipasi
dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu; cara pandang dimana partisipasi merupakan kegiatan pembagian massal dari hasil-hasil pembangunan; cara pandang
dimana masyarakat secara massal telah menyumbang jerih payah dalam pembangunan; dan bahwa partisipasi harus terkait dengan proses pengambilan
keputusan di dalam pembangunan. Hobley dalam Awang 2003 partisipasi masyarakat di bagi dalam tiga
bentuk. Pertama, partisipasi semu yaitu keikutsertaan masyarakat dalam sebuah kegiatan di mana keikutsertaan itu diukur dari upaya-upaya memobilisasi tenaga kerja
masyarakat dalam kegiatan. Kedua, partisipasi perwakilan yaitu keterlibatan masyarakat dalam sebuah kegiatan pembangunan diwakili oleh beberapa orang
tertentu saja. Ketiga, partisipasi sejati adalah keikutsertaan yang dilakukan oleh setiap individu atau kelompok masyarakat atas dasar kehendak sendiri terhadap sesuatu
Universitas Sumatera Utara
19
yang dirasakan memberi manfaat, dan keterlibatan tersebut meliputi semua aktifitas dari awal sampai akhir proses.
Selanjutnya Hobley dalam Awang, 2003 merumuskan berbagai tingkatan dan arti partisipasi berdasarkan pengalamannya dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan di Nepal selama 10 tahun: 1. Partisipasi Manipulatif
Karakteristik dari model ini adalah keanggotaan yang bersifat keterwakilan pada suatu komisi kerja, organisasi, organisasi kerja, atau kelompok-
kelompok dan bukannya pada individu. 2. Partisipasi Pasif
Partisipasi rakyat dilihat dari apa yang telah diputuskan atau apa saja yang telah terjadi, informasi datang dari administrator tanpa mau mendengar respon
dari masyarakat tentang keputusan atau informasi tersebut. 3. Partisipasi melalui Konsultasi
Partisipasi rakyat dengan berkonsultasi atau menjawab pertanyaan. Orang dari luar mendefenisikan masalah-masalah dan proses pengumpulan informasi, dan
mengawasi analisis. Proses konsultasi tersebut tidak ada pembagian dalam pengambilan keputusan, dan pandangan-pandangan tidak dipertimbangkan
oleh orang luar. 4. Partisipasi untuk Insentif
Universitas Sumatera Utara
20
Partisipasi rakyat melalui dukungan berupa sumberdaya, misalnya tenaga kerja, dukungan pangan, pendapatan atau insentif material lainnya. Mungkin
saja petani menyediakan lahan dan tenaga kerja, tetapi tidak dilibatkan dalam proses percobaan-percobaan dan
pembelajaran. Kelemahan dari model ini adalah apabila insentif habis, maka teknologi yang digunakan dalam program
tidak akan berlanjut. 5. Partisipasi Fungsional
Partisipasi rakyat dilihat oleh lembaga eksternal sebagai tujuan akhir untuk mencapai target proyek, khususnya mengurangi biaya. Rakyat mungkin
berpartisipasi melalui pembentukan kelompok untuk penentuan tujuan yang terkait dengan proyek. Keterlibatan seperti ini mungkin cukup menarik,
karena mereka dilibatkan alam pengambilan keputusan. Tetapi hal ini terjadi setelah keputusan utamanya telah ditetapkan oleh orang dari luar desa
tersebut. Pendeknya, masyarakat desa dikooptasi untuk melindungi target dari orang luar desa tersebut.
6. Partisipasi Interaktif Partisipasi rakyat dalam analisis bersama mengenai pengembangan
perencanaan aksi dan pembentukan serta penekanan lembaga lokal. Partisipasi lokal dilihat sebagai hak dan tidak hanya merupakan suatu cara untuk
mencapai suatu target proyek saja. Proses pelibatan multi disiplin metodologi, ada proses belajar yang terstruktur. Pengambilan keputusan bersifat lokal oleh
kelompok dan kelompok menentukan bagaimana ketersediaan sumberdaya
Universitas Sumatera Utara
21
digunakan, sehingga kelompok tersebut memiliki kekuasaan untuk menjaga potensi yang ada.
7. Partisipasi Mandiri Partisipasi rakyat melalui pengambilan inisiatif secara independen dari
lembaga luar untuk perubahan sistem. Masyarakat mengembangkan hubungan dengan lembaga eksternal untuk advis mengenai sumberdaya dan teknik yang
mereka perlukan, tetapi juga tetap mengawasi bagaimana sumber daya tersebut digunakan
.
Dalam pelaksanaan pembangunan daerah kehutanan, pemerintah haruslah mendasarkan pada pengakuan akan peranan penting yang akan dilakukan oleh daerah
sejak dulunya. Menurut Usman 2000 pembangunan daerah sebetulnya bukanlah semata-mata duplikasi dari pembangunan nasional, dan juga bukan merupakan
bentuk yang lebih kecil dari pembangunan nasional. Pembangunan daerah mempunyai karakteristik yang berbeda, dan pola serta spirit yang sesuai dengan
potensi yang dimiliki. Keraf 2002 mengatakan hal yang paling penting dalam pembangunan pedesaan dalam perspektif etika lingkungan adalah kesamaan
pemahaman dari semua masyarakat adat diseluruh dunia yang memandang dirinya, alam dan relasi diantara keduanya dalam perspektif yang religius dan spritual. Hal ini
dipahami oleh masyarakat adat sebagai sebuah cara hidup dengan tujuan menata seluruh kehidupan manusia dalam relasinya dengan alam. Sehingga untuk pencapai
Universitas Sumatera Utara
22
pembangunan yang berkelanjutan ekologis, harus disesuaikan dengan pandangan masyarakat desa terhadap lingkungannya.
2.4. Persepsi