Perbandingan Tingkat Penguasaan Peresepan Antara Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Sistem KBK dan Non-KBK

(1)

PERBANDINGAN TINGKAT PENGUASAAN

PERESEPAN ANTARA MAHASISWA FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SISTEM KBK DAN NON-KBK

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

WAN NUR SYAHIRAH BINTI WAN JUSOH

070100433

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul: Perbandingan Tingkat Penguasaan Peresepan Antara

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara Sistem KBK dan Non-KBK

Nama: Wan Nur Syahirah binti Wan Jusoh

NIM: 070100433

Pembimbing/ Penguji III

Penguji II

(Prof. Dr. Aznan Lelo,PhD, SpFK) (dr. Hemma Yulfi DAP&E,

Med. Ed)

NIP: 19511202 197902 1 001 NIP: 19741019 200112 2 001

Dekan

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara


(3)

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Sireger, Sp.PD, KGEH)

NIP: 140105365

ABSTRAK

Obat mempunyai dua sisi penggunaan. Dari satu sisi obat dilihat sebagai penawar dan dari sisi lainnya obat merupakan racun. Memetik kata Paracelcus (1493-1541) yang mengatakan bahwa dosis sesuatu obat itulah yang menentukan sama ada obat itu racun atau penawar. Apabila kita menyebut tentang obat, maka kita tidak akan lari dari berhadapan dengan pengaplikasian pemberiannya kepada pasien dalam bentuk resep. Penulisan resep yang salah merupakan rantaian hubungan kepada pemberian dosis obat yang salah kepada pasien yang patut dielakkan oleh seorang ahli perobatan.

Namun, adakah paraktisi medis termasuk mahasiswa pengobatan sadar dan peduli akan kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam penulisan resep yang sepatutnya bisa dihindari. Atas dasar inilah, penelitian ini dilakukan, yaitu untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa kedokteran Universitas Sumatera Utara sistem KBK dan non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik menguasai tentang cara penulisan resep yang baik dan benar.

Penelitian yang berbentuk analitik deskriptif ini telah dilaksanakan dari bulan Februari sampai Nopember 2010 dengan besar sampel sebanyak 186 orang mahasiswa yang mana 93 orang di antaranya merupakan mahasiswa sistem KBK dan 93 orang lagi adalah mahasiswa sistem non-KBK. Sebanyak 4 pertanyaan tentang penulisan resep telah dikemukakan dalam suatu angket yang diedarkan kepada responden.

Dengan menggunakan program SPSS 16, data-data yang didapatkan dianalisis dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi sebelum dilakuka n pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis non-parametrik chi square (jenis kuadrat). Dari hasil penelitian didapati bahwa mahasiswa non-KBK lebih mengerti tentang penulisan resep dibandingkan dengan mahasiswa KBK. Jadi, disarankan bahwa jumlah materi serta jam kuliah bagi mahasiswa sistem KBK yang akan datang ditambahkan bagi meningkatkan lagi pengetahuan mereka tentang penulisan resep.

Kata Kunci: Mahasiswa Kedokteran Sistem KBK, Mahasiswa Kedokteran


(4)

ABSTRACT

It is said that drugs have 2 different sides of functions. One side as a cure and another side as a poison. Paracelcus (1493-1541) once had said that the parameter that can be used to differentiate the drugs either they’re poisonous or not is the dosage. When we talked about drugs, we will never can escape from talking about the prescription too since the physicians always prescribed the drugs needed to the patients in the form of prescription. Wrong prescription writing had been closely related with the prescription of wrong drug dosage nowadays that should be avoid by the physicians since it can bring fatal effects towards the patients.

However, do all the medical practitioners including the medical students aware and concern about the problems regarding wrong prescription writings that could be prevented? Due to this reason, this research had been conducted, with the main purpose is to survey on the knowledge content of the medical students of Universitas Sumatera Utara from the Competency Based Curriculum and from the Content Based Curriculum which are having their clinical programme in General Center Hospital of Haji Adam Malik regarding the right and proper way in the prescription writing.

This descriptive analytic research had been conducted from February until November 2010 with the total sample of 186 medical students consist of 93 medical students from Curriculum Based Competency and another 93 medical students from Curriculum Based Content. There are 4 questions about prescription writing had been asked in the questionnaire given to the respondent.

Then, by using SPSS 16 programme, the collected data are analyzed and arranged in the frequency distribution table before doing the analysis for the stated hypothesis by using the non-parametric analysis of Chi Square. Based on the information gathered from the research, it is suggested that the medical students from Content Based Curriculum had much more knowledge in prescription writing compared to the medical students from Competency Based Curriculum that mostly still had lack of knowledge in prescription writing. So, it is recommended to increase both the credit time as well as the amount of materials regarding prescription writing to the other medical students in Universitas Sumatera Utara that still do not having clinical programme at this rate of time.


(5)

Key Words: Medical Students from Curriculum Based Competency, Medical

Students from Curriculum Based Content, Prescription Writing

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Illahi atas segala rahmat serta karunia-Nya, penulisan penelitian Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Perbandingan Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Sedang Menjalani Kepaniteraan Klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar” ini dapat diselesaikan.

Sepanjang proses pembuatan penelitian KTI ini, penulis telah mendapat dukungan, sokongan serta bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan jutaan terima kasih kepada Prof. Dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK selaku dosen pembimbing penulis yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga serta pikiran dalam usaha untuk membimbing penulis bagi menyempurnakan penelitian KTI ini.

Tidak lupa juga bagi staf-staf pengajar Ilmu Kesehatan Komunitas Universitas Sumatera Utara yang turut memberi bimbingan dan panduan dalam kegiatan persiapan penelitian ini. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada ayah, ibu serta adik-adik yang tercinta yang tidak jemu dalam memberi sokongan moral dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Kepada rekan-rekan para mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2007, penulis mengucapkan ribuan terima kasih atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam proses penulisan proposal penelitian ini.

Atas keterbatasan waktu, penulis mengakui bahwa penulisan penelitian ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi kandungannya maupun dari segi bahasanya. Maka, penulis sangat mengharapkan saran yang membina serta masukan daripada pembaca bagi kesempurnaan penelitian ini.

Medan, 22 Nopember 2010,


(6)

070100433

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN………... i

ABSTRAK……….. ii

ASBTRACT………... iii

KATA PENGANTAR………... iv

DAFTAR ISI………... v

DAFTAR TABEL……….. ix

DAFTAR GAMBAR………. xi

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH……… xii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………. 1

1.2. Rumusan Masalah………... 5

1.3. Tujuan Penelitian……….. 5

1.4. Manfaat Penelitian………... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan………... 7

2.1.1. Defenisi Pengetahuan………. 7

2.2. Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kurikulum Berbasis Isi………. 7


(7)

2.3. Resep………... 10

2.3.1. Defenisi Resep……….... 10

2.3.2. Ukuran Lembaran Resep……… 11

2.3.3. Jenis-jenis Resep……… 11

2.4. Penulisan Resep………... 11

2.4.1. Pengertian Penulisan Resep………... 11

2.4.2. Individu yang Berhak dalam Penulisan Resep………... 12

2.4.3. Latar Belakang Penulisan Resep……… 12

2.4.4. Tujuan Penulisan Resep………. 13

2.4.5. Kerahasiaan dan Kode Etik Penulisan Resep……… 13

2.4.6. Format Penulisan Resep……… 14

2.4.7. Pola Penulisan Resep………. 16

2.4.8. Contoh Resep………... 17

2.4.9. Tanda-tanda pada Resep……… 18

2.4.10. Persyaratan Menulis Resep dan Prinsipnya………. 19

2.4.11. Prinsip Penulisan Resep……….. 20

2.4.12. Menulis Resep………. 20

2.4.13. Permasalahan dalam Menulis Resep………... 21

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian……… 23

3.2. Variabel dan Defenisi Operasional……….. 23

3.3. Hipotesis………... 26

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian………... 27

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian……….. 27

4.2.1. Waktu Penelitian……… 27


(8)

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian………... 28

4.3.1 Populasi………... 28

4.3.2 Sampel………... 28

4.4. Teknik Pengumpulan Data……….. 30

4.5 Pengolahan dan Analisis Data………. 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 32

5.1.2. Demografi Responden………. 33

5.1.3. Tingkat Penguasaan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar………. 35

5.1.4. Tingkat Penguasaan Mahasiswa KBK tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar……….. 36 5.1.5. Tingkat Penguasaan Mahasiswa Non-KBK tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar……….. 37 5.1.6. Analisa Pengujian Hipotesa dengan Menggunakan Chi Square…. 38 5.1.7. Kesalahan-kesalahan yang Dilakukan dalam Penulisan Resep oleh Mahasiswa………. 40 5.2. Pembahasan 5.2.1. Tingkat Penguasaan Mahasiswa Sistem KBK dan Non-KBK tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar……… 43 5.2.2. Jenis Kesalahan dalam Penulisan Resep Mahasiswa……… 44


(9)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan………. 47

6.2. Saran………... 48

DAFTAR PUSTAKA………... 49


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Perbedaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Non-Kurikulum Berbasis Kompetensi

10

3.1 Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur bagi Variabel Penguasaan

23

3.2 Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur bagi Variabel Mahasiswa FK USU Sistem KBK dan non-KBK yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik

25

4.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 29

5.1

Demografi Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara (n = 697 orang) yang Sedang Menjalani Kepaniteraan Klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dari Stambuk 05’-06’

33

5.2

Distribusi Frekuensi Responden (n = 186 orang) Berdasarkan Model Kurikulum dan Jenis Kelamin

34

5.3

Distribusi Frekuensi Responden (n = 186 orang) Berdasarkan Kategori Tingkat Penguasaan dalam Penulisan Resep secara Baik dan Benar

35

5.4

Distribusi Frekuensi Mahasiswa KBK (n =


(11)

Penguasaan dalam Penulisan Resep secara Baik dan Benar

5.5 Distribusi Frekuensi Mahasiswa Non-KBK (n = 93 orang) Berdasarkan Kategori

Tingkat Penguasaan dalam Penulisan Resep secara Baik dan Benar

37

5.6

Perbandingan frekuensi Tingkat

Penguasaan Mahasiwa KBK (n = 93 orang) dan Non-KBK (n = 93 orang) tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar

38

5.7

Jenis Kesalahan yang Dilakukan Mahasiswa KBK dan non-KBK dalam Menulis Resep


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Pola Penulisan Resep………. 16

Gambar 2.2 Contoh Resep……….. 17

Gambar 3.1 Kerangka Konsep………. 23

Gambar 4.1 Rumus Uji Hipotesis 2 Populasi 29

Gambar 5.1 Perbandingan frekuensi Tingkat

Penguasaan Mahasiwa KBK dan Non-KBK tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar


(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

KBK : Kurikulum Berbasis Kompetensi

KBI : Kurikulum Berbasis Isi

FK : Fakultas Kedokteran

USU : Universitas Sumatera Utara

SPSS : Statistical Product and Service Solution

SKS : Satuan Kredit Semester

TCL : Teacher Centered Learning

SCL : Student Centered Learning

R/ (recipe) : Ambillah atau berikanlah

S (signa) : Tandailah

dd (de die) : Kali sehari Cth (Cochlear Theae= 5 ml) : Sendok teh M.f. pulv. (misce fac

pulveres)


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran I Daftar Riwayat Hidup……… 54

Lampiran II Inform Consent……….. 55

Lampiran III Kuesioner Penelitian……….. 57

Lampiran IV Hasil Uji Validitas dan Reabilitas……….. 62

Lampiran V Senarai Hasil Penelitian………. 63


(15)

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Sireger, Sp.PD, KGEH)

NIP: 140105365

ABSTRAK

Obat mempunyai dua sisi penggunaan. Dari satu sisi obat dilihat sebagai penawar dan dari sisi lainnya obat merupakan racun. Memetik kata Paracelcus (1493-1541) yang mengatakan bahwa dosis sesuatu obat itulah yang menentukan sama ada obat itu racun atau penawar. Apabila kita menyebut tentang obat, maka kita tidak akan lari dari berhadapan dengan pengaplikasian pemberiannya kepada pasien dalam bentuk resep. Penulisan resep yang salah merupakan rantaian hubungan kepada pemberian dosis obat yang salah kepada pasien yang patut dielakkan oleh seorang ahli perobatan.

Namun, adakah paraktisi medis termasuk mahasiswa pengobatan sadar dan peduli akan kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam penulisan resep yang sepatutnya bisa dihindari. Atas dasar inilah, penelitian ini dilakukan, yaitu untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa kedokteran Universitas Sumatera Utara sistem KBK dan non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik menguasai tentang cara penulisan resep yang baik dan benar.

Penelitian yang berbentuk analitik deskriptif ini telah dilaksanakan dari bulan Februari sampai Nopember 2010 dengan besar sampel sebanyak 186 orang mahasiswa yang mana 93 orang di antaranya merupakan mahasiswa sistem KBK dan 93 orang lagi adalah mahasiswa sistem non-KBK. Sebanyak 4 pertanyaan tentang penulisan resep telah dikemukakan dalam suatu angket yang diedarkan kepada responden.

Dengan menggunakan program SPSS 16, data-data yang didapatkan dianalisis dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi sebelum dilakuka n pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis non-parametrik chi square (jenis kuadrat). Dari hasil penelitian didapati bahwa mahasiswa non-KBK lebih mengerti tentang penulisan resep dibandingkan dengan mahasiswa KBK. Jadi, disarankan bahwa jumlah materi serta jam kuliah bagi mahasiswa sistem KBK yang akan datang ditambahkan bagi meningkatkan lagi pengetahuan mereka tentang penulisan resep.

Kata Kunci: Mahasiswa Kedokteran Sistem KBK, Mahasiswa Kedokteran


(16)

ABSTRACT

It is said that drugs have 2 different sides of functions. One side as a cure and another side as a poison. Paracelcus (1493-1541) once had said that the parameter that can be used to differentiate the drugs either they’re poisonous or not is the dosage. When we talked about drugs, we will never can escape from talking about the prescription too since the physicians always prescribed the drugs needed to the patients in the form of prescription. Wrong prescription writing had been closely related with the prescription of wrong drug dosage nowadays that should be avoid by the physicians since it can bring fatal effects towards the patients.

However, do all the medical practitioners including the medical students aware and concern about the problems regarding wrong prescription writings that could be prevented? Due to this reason, this research had been conducted, with the main purpose is to survey on the knowledge content of the medical students of Universitas Sumatera Utara from the Competency Based Curriculum and from the Content Based Curriculum which are having their clinical programme in General Center Hospital of Haji Adam Malik regarding the right and proper way in the prescription writing.

This descriptive analytic research had been conducted from February until November 2010 with the total sample of 186 medical students consist of 93 medical students from Curriculum Based Competency and another 93 medical students from Curriculum Based Content. There are 4 questions about prescription writing had been asked in the questionnaire given to the respondent.

Then, by using SPSS 16 programme, the collected data are analyzed and arranged in the frequency distribution table before doing the analysis for the stated hypothesis by using the non-parametric analysis of Chi Square. Based on the information gathered from the research, it is suggested that the medical students from Content Based Curriculum had much more knowledge in prescription writing compared to the medical students from Competency Based Curriculum that mostly still had lack of knowledge in prescription writing. So, it is recommended to increase both the credit time as well as the amount of materials regarding prescription writing to the other medical students in Universitas Sumatera Utara that still do not having clinical programme at this rate of time.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Setelah seseorang pasien dengan suatu masalah kesihatan telah siap dievaluasi dan diagnosis telah dicapai, dokter biasanya akan memilih salah satu pendekatan terapeutik yang sesuai bagi pasien tersebut. Medikasi, pembedahan, perawatan psikologis, radiasi, terapi fisik, edukasi kesehatan, konseling, konsultasi lebih lanjut atau tidak ada terapi sama sekali merupakan pilihan yang tersedia. Di antara banyak pilihan yang tersedia, terapi dengan menggunakan obat-obatan merupakan pilihan yang sering digunakan oleh para dokter (Katzung dan Lofholm, 2007). Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua makhluk (manusia atau hewan) untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, ataupun menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2007). Dalam kebanyakan kasus, pemberian obat-obatan kepada pasien memerlukan penulisan resep dari dokter (Katzung dan Lofholm, 2007).

Setiap negara mempunyai ketentuan sendiri tentang informasi apa yang harus tercantum dalam sebuah resep, juga memiliki perundangan sendiri mengenai obat mana yang harus diperoleh dengan resep dan siapa yang menulis resepnya. Tidak ada sistem baku yang sama di seluruh dunia tentang menulis resep obat karena setiap negara punya pengaturannya sendiri. Yang paling penting


(18)

adalah resep tersebut harus ditulis dengan jelas. Resep harus mudah dibaca dan mengungkapkan dengan jelas apa yang harus diberikan (De Vries et al., 1998). Penulisan resep yang baik dan benar mempunyai pengaruh yang kuat terhadap keberkesanan terapi obat-obatan dan kesihatan pasien itu sendiri (Ansari dan Neupane, 2009).

Kesalahan dalam penulisan resep dapat dikategorikan kepada beberapa jenis berdasarkan tinjauan literatur sebelumnya yang dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan sekurang-kurangnya satu dari hal yang berikut: (1) interaksi obat; (2) dosis yang salah; (3) formulasi atau tatanama yang salah; (4) cara pemakaian obat yang tidak sesuai; (5) frekuensi pemakaian yang tidak tepat; (6) duplikasi medikasi; (7) obat yang tidak dululuskan; (8) arahan yang sukar untuk dibaca (Bobb et al., 2004).

Dalam satu penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas Ribat di Sudan diperoleh bahwa dari 1000 resep yang dipilih secara acak hasil dari tulisan 46 orang dokter, sebanyak 18.8% resep yang nama lengkap pasiennya tertulis, 6,7% dari resep mengandungi nama dokter, 59,7% tidak memiliki jumlah obat, 25,7% tidak memiliki durasi pengobatan dan 15,8% sulit untuk dibaca (Yousif et

al, 2006).

Di Nepal, suatu penelitian yang dilakukan oleh Ansari M dan Neupane D di Nobel Medical College & Teaching Hospital di Biratnagar, Nepal menyatakan bahwa dari 268 resep yang dikumpul secara acak, ditemui kesalahan dalam penulisan resep dari segi nama dokter (85,4%), kualifikasi dokter (99,6%), nomor registrasi dokter (99,6%), dan paraf dokter (15,7%). Hal yang sama juga berlaku dengan tiadanya simbol Rx sebanyak 66,8%. Tidak adanya pernyataan tentang bentuk sediaan obat sebanyak 12%, jumlah obat sebanyak 60%, dosis obat sebanyak 19%, frekuensi obat sebanyak 10%, dan cara pemakaian obat sebanyak 63%. Tidak adanya kekuatan obat ditemui sebanyak 40%. Penggunaan singkatan yang tidak sah terdapat sebanyak 0,25% dan sebanyak 0,63% tulisan tidak dapat dibaca ( Ansari dan Neupane, 2009).

Sementara di Indonesia pula, suatu penelitian yang dilakukan terhadap resep untuk anak-anak di 2 rumah sakit (RS I: n= 315, RS II: n=1051) dan 10


(19)

apotek (n=612) di Yogyakarta oleh Titien Siwi Hartayu dan Aris Widayati mulai September 2004 sehingga Disember 2005 menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi ketidaklengkapan resep adalah tidak tercantumnya berat badan (RS I: 65,71%; RS II: 100%; Apotek: 98,53%) dan umur pasien (RS I: 49,84%; RS II: 100%; Apotek: 14,05%). Di RS I: 98,73% tidak terdapat nama orang-tua dan 63,17% tidak ada alamatnya, di RS II: 100,00% tidak ada nama orang-tua maupun alamat, sedangkan di apotek 100,00% tidak ada nama orang-tua dan 81,70% tidak ada alamat pasien. Pada penelitian ditemukan resep di apotek tanpa nama pasien (2,12%) dan penyerahan obat hanya berdasarkan nomor urut yang diberikan apotek. Pada penelitian ini juga ditemukan adanya resep tanpa kekuatan obat (RS I: 3,81%, RS II: 5,80%, Apotek: 48,04 %). Resep tanpa jumlah obat pula ditemui baik di apotek (3,59%) maupun di rumah sakit (RS I; 0,95% dan RS II 0,19%). Resep tanpa signatura pula ditemuka n baik di rumah sakit (RS I: 0,63% dan RS II: 0,38%) maupun di apotek (3,76%). Adanya resep yang tidak mencantumkan petunjuk bentuk sediaan yang diminta yaitu RS I sebanyak 6,67%; RS II sebanyak 61,94% dan apotek sebanyak 22,71%.

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara telah mengadakan perobahan kurikulum pendidikan kedokteran daripada Kurikulum Berbasis Inti

(Content Based Curriculum) kepada Kurikulum Berbasis Kompetensi

(Competency Based Curriculum) yang dimulai sejak tahun akademik 2006/2007 bagi menyahut pembaharuan konsep kurikulum pendidikan tinggi yang dituangkan dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002, yang mengacu kepada konsep pendidikan tinggi abad XXI UNESCO. Jumlah satuan kredit semester (SKS) tetap tidak mengalami perobahan, di mana kedua-dua kurikulum menetapkan bahwa mahasiswa harus mengumpulkan sebanyak 144 SKS sebelum berpindah dari Pendidikan Sarjana Kedokteran ke Pendidikan Profesi Kedokteran (Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2010). Namun pada kurikulum yang lama, perkiraan besarnya SKS sebuah mata kuliah lebih banyak ditetapkan atas dasar pengalaman dan terutama menyangkut banyaknya bahan kajian yang harus disampaikan. Dalam kata lain, selain SKS hanya terkait dengan waktu, kurikulum yang dilaksanakan adalah kurikulum


(20)

berbasis isi (KBI), di mana kegiatannya lebih banyak berupa kuliah atau ceramah (TCL) menyebabkan besarnya SKS suatu mata kuliah sepertinya menjadi hak dosen, yaitu berdasar pada materi yang ia kuasai dan yang harus ia ajarkan. Dengan paradigma KBK, maka seharusnyalah SKS terkait dengan kompetensi yang harus dicapai yang mana SKS di sini merujuk pada waktu yang dibutuhkan oleh mahasiswa untuk mencapai kompetensi tertentu, dengan melalui suatu bentuk pembelajaran dan bahan kajian tertentu (Direktorat Akademik, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2008).

Kurikulum yang baru ini dilakukan dengan pendekatan sistem blok, di mana dalam satu semester dilaksanakan 2-3 blok utama dan 1-3 blok pendukung atau non blok, yang berbeda dengan KBI yang menerapkan sistem semester. Waktu yang dibutuhkan untuk mahasiswa sistem KBK bagi menyelesaikan program pendidikan sarjana kedokteran adalah lebih pendek berbanding mahasiswa sistem KBI, yaitu hanya selama 7 semester, namun bagi mahasiswa sistem KBI, dibutuhkan waktu selama 8 semester (Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2010).

Menurut Kwartolo Y (2002), terdapat beberapa implikasi yang terjadi hasil dari penerapan kurikulum berbasis kompetensi ini, di antaranya adalah (1) jumlah jam berkurang, karena KBK bercirikan pada substansi pelajaran yang sedikit namun mendalam. Ada pengurangan di sana sini atau perampingan materi yang didasarkan pada asas dan manfaat tertentu sahaja yang diyakini akan menunjang pencapaian kompetensi yang diharapkan. (2) tema sajian terpadu, karena ianya bersifat komprehensif dan berkesinambungan. Antara materi yang satu dengan yang lain ada keterpaduan sehingga lebih bermakna. (3) penilaian berbasis kompetensi, yang mana penilaian didasarkan pada kompetensi yang didasarkan pada kompetensi yang dikuasai siswa sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikannya. (4) guru berbasis kompetensi, yang mana dengan penerapan KBK ini maka terdapat tuntutan agar guru terus mengasah kompetensinya.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan berdasarkan penelitian yang terdahulu dan kenyataan yang telah disebutkan di atas, jelas bahwa masih terdapat kesalahan dalam penulisan resep di kalangan dokter serta apoteker baik


(21)

dari segi tulisannya atau dalam segi mempraktikkan format menulis resep dengan tepat. Atas alasan ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbandingan tingkat pengetahuan mahasiswa FK USU sistem KBK dan sistem non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik mengenai penulisan resep yang baik dan benar. Hal ini adalah penting karena mereka merupakan calon dokter yang akan mempraktikkan ilmu dan keterampilan yang telah dipelajari dalam usaha untuk menyembuhkan pasien.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah-masalah yang ingin digali di dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah perbandingan tingkat pengetahuan antara mahasiswa FK USU sistem KBK dan non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik mengenai penulisan resep yang baik dan benar?

1.1. Tujuan Penelitian 1.1.1. Tujuan Umum

Untuk membandingkan tingkat penguasaan antara mahasiswa FK USU sistem KBK dan non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik mengenai penulisan resep secara baik dan benar.

1.1.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui penguasaan mahasiswa FK USU sistem KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik mengenai cara penulisan resep yang baik dan benar.

2. Untuk mengetahui penguasaan mahasiswa FK USU sistem non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik mengenai cara penulisan resep yang baik dan benar.


(22)

1.2. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan informasi bagi Unit Farmakologi FK USU mengenai tingkat pengetahuan dan kemampuan sebenar mahasiswa FK USU yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik dalam memahami penulisan resep secara baik dan benar.

2. Dari segi pendidikan kedokteran, diharapkan hasil penemuan ini dapat dijadikan sumber informasi dan pendidikan bagi mahasiswa FK USU yang akan menjalani kepaniteraan klinik untuk memperbaiki penulisan resep bagi mencegah terjadinya kesalahan dalam peresepan karena pada hasil penelitian akan dinyatakan peratus kesalahan yang dapat dikesan pada resep hasil tulisan tangan mahasiswa.

3. Sebagai sumber rujukan data dan informasi bagi peneliti yang ingin membuat penelitian lanjut tentang penulisan resep.

4. Dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang Kajian Tulis Ilmiah yang dilakukan.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1.1. Defenisi Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan atau (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu.

Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekadar menjawab pertanyaan “What”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu (Notoadmodjo, 2005).

2.2. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Berbasis Isi (KBI)

Seperti yang tercantum dalam Keputusan Mendikbud No. 56/U/1994, Kurikulum Berbasis Inti (KBI) didasarkan pada masalah internal pendidikan tinggi di Indonesia saat itu, yaitu belum adanya tatanan yang jelas dalam pengembangan perguruan tinggi. Di dalam Kepmendikbud No. 56/U/1994 ini turut disebutkan bahwa kurikulum berdasarkan pada tujuan untuk menguasai isi ilmu pengetahuan dan penerapannya (content based). Namun, pada situasi global seperti saat ini, dimana percepatan perubahan terjadi di segala sektor, maka akan sulit untuk menahan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Disebabkan hal itu, telah ditetapkan konsep perobahan kurikulum pendidikan tinggi yang telah dituangkan dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002, yang mana pembentukannya lebih banyak didorong oleh masalah-masalah global atau eksternal.

Konsep KBK menunjukkan perbedaan dalam banyak hal dengan KBI yang mana KBK lebih didasarkan pada rumusan kompetensi yang harus dicapai atau dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi yang sesuai atau mendekati kompetensi


(24)

yang dibutuhkan oleh masyarakat pemangku kepentingan atau stakeholders (competence based curriculum) sementara KBI berdasarkan pada tujuan untuk menguasai isi ilmu pengetahuan dan penerapannya (content based). Luaran hasil pendidikan tinggi bagi KBI yang berupa kemampuan minimal penguasaan pengetahuan, ketrampilan dan sikap sesuai dengan sasaran kurikulum suatu program studi telah diganti dengan kompetensi seseorang untuk dapat melakukan seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu melalui sistem KBK. Luaran hasil pendidikan tinggi ini yang penilaiannya pada sistem KBI dilakukan oleh penyelenggara pendidikan tinggi sendiri, dalam konsep KBK yang baru penilaian selain dilakukan oleh perguruan tinggi juga dilakukan oleh masyarakat pemangku kepentingan.

Dari segi tahapan penyusunan kurikulum, sistem KBI didasarkan pada tujuan pendidikan dan daripada tujuan pendidikan inilah yang kemudian akan segera dijabarkan dalam mata kuliah yang kemudian dilengkapi dengan bahan ajarnya (silabus) untuk setiap mata kuliah. Sejumlah mata kuliah ini akan disusun ke dalam semester-semester di mana penyusunan mata kuliah tersebut ke dalam semester biasanya berdasarkan urutan tingkat kerumitan dan kesulitan ilmu yang dipelajari. Dalam hal ini jarang dipertimbangkan apakah lulusannya nanti relevan dengan kebutuhan masyarakat pemangku kepentingan (stakeholders) atau tidak. Untuk sistem KBK, penyusunan kurikulumnya dimulai dengan langkah-langkah berikut: (1) penyusunan profil lulusan, yaitu peran dan fungsi yang diharapkan dapat dijalankan oleh lulusan nantinya di masyarakat; (2) penetapan kompetensi lulusan berdasarkan profil lulusan yang telah diancangkan; (3) penentuan bahan kajian yang terkait dengan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi program studi; (4) penetapan kedalaman dan keluasan kajian (SKS) yang dilakukan dengan menganalisis hubungan antara kompetensi dan bahan kajian yang diperlukan; (5) merangkai berbagai bahan kajian tersebut ke dalam mata kuliah; (6) menyusun struktur kurikulum dengan cara mendistribusikan mata kuliah tersebut dalam semester; (7) mengembangkan rancangan pembelajaran; dan secara simultan (8) memilih metode pembelajaran yang tepat untuk mencapai kompetensinya.


(25)

Pola pembelajaran pada sistem KBI hanya terpusat pada dosen (TCL) yang mana sebagian besar berbentuk tatap muka (lecturing) yang bersifat searah. Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa akan kesulitan untuk mengikuti atau menangkap makna esensi materi pembelajaran, sehingga kegiatannya sebatas membuat catatan yang kebenarannya diragukan. Pola proses pembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini efektifitasnya rendah dan tidak menumbuhkembangkan proses partisipasi aktif dalam pembelajaran. Oleh karena itu, proses pembelajaran pada sistem KBK didorong jadi berpusat pada mahasiswa (SCL) dengan memfokuskan pada tercapainya kompetensi yang diharapkan. Hal ini berarti mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri, kemudian berupaya keras mencapai kompetensi yang diinginkan.


(26)

Tabel 2.1. Perbedaan Antara Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Non-Kurikulum Berbasis Kompetensi

PERBEDAAN DARI SEGI

NON-KBK KBK

Basis Kurikulum Berbasis Isi (Content

Based Curriculum) Berbasis Kompetensi (Competency Based Curriculum) Luaran Pendidikan Tinggi Kemampuan minimal sesuai sasaran kurikulumnya Kompetensi yang dianggap mampu oleh masyarakat

Penilai Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi sendiri Perguruan Tinggi dan pengguna lulusan

Cara Menyusun Mulai dari isi

keilmuannya

Mulai dari penetapan profil lulusan dan kompetensi

Pembelajaran Teacher Centered

Learning, (TCL) dengan

titik berat pada transfer

of knowledge

Student Centered

Learning (SCL)

diarahkan pada pembekalan method of

inquiry and discovery

(Direktorat Akademik, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2008)

2.3. Resep

2.3.1. Defenisi Resep

Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker, farmasis pengelola apoteker atau farmasis pengelola apotek untuk memberikan obat jadi atau meracik obat dalam bentuk sediaan tertentu


(27)

sesuai dengan keahliannya, takaran dan jumlah obat sesuai dengan yang diminta, kemudian menyerahkannya kepada yang berhak atau pasien (Jas, 2009).

2.3.2. Ukuran lembaran Resep

Lembaran resep umumnya berbentuk empat persegi panjang, ukuran ideal lebar 10-12 cm dan panjang 15-20 cm (Jas, 2009).

2.3.3. Jenis-jenis Resep

a. Resep standard (Resep Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standard lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku standard

b. Resep magistrales (Resep Polifarmasi), yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayannya harus diracik terlebih dahulu

c. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek

dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mengalami peracikan, buku referensi : Organisasi Internasional untuk Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat di Indonesia (DOI) , dan lain-lain

d. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan (Jas, 2009).

2.4. Penulisan Resep

2.4.1. Pengertian Penulisan Resep

Secara definitif dan teknis, resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis jelas dengan tinta,tulisan tangan pada kop resep resmi kepada pasien, format dan kaedah penulisan sesuai dengan peraturan dan per undang-undangan yang berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada


(28)

farmasis atau apoteker di apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak.

Dengan kata lain:

1. Penulisan resep artinya mengaplikasikan pengetahuan dokter dalam memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep dan diajukan secara tertulis kepada apoteker di apotek agar obat diberikan sesuai dengan yang tertulis. Pihak apotek berkewajiban melayani secara cermat, memberi informasi terutama yang menyangkut dengan penggunaan dan mengkoreksinya bila terjadi kesalahan dalam penulisan. Hal ini demi menjamin pemberian obat lebih rasional, artinya tepat, aman, efektif dan ekonomis.

2. Penerapan ilmu pengetahuan dan keahlian seorang dokter di bidang farmakologi dan terapetik secara rasional kepada masyarakat umumnya khususnya pasien dapat mewujudkan akhir kompetensi dokter dalam medical care (Jas, 2009).

2.4.2. Individu yang Berhak dalam Penulisan Resep

Antara individu yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi yang hanya terbatas pada pengobatan gigi dan mulut serta dokter hewan yang hanya terbatas pada pengobatan untuk hewan (Anief, 2000).

2.4.3. Latar Belakang Penulisan Resep

Obat dibagi dalam beberapa golongan demi keamanan penggunaannya. Secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas (OTC =

Other of the counter) dan ethical (obat narkotika, psikotropika, dan keras) yang

kedua-duanya harus dilayani dengan resep dokter. Jadi, sebagian obat tidak bisa diserahkan langsung kepada pasien atau masyarakat, tetapi harus melalui resep dokter (on medical prescription only). Sistem distribusi obat nasional menekankan peran dokter sebagai medical care dan alat kesehatan ikut mengawasi penggunaan obat oleh masyarakat, apotek sebagai organ distributor terdepan berhadapan


(29)

langsung dengan masyarakat atau pasien dan apoteker yang berperan sebagai

pharmaceutical care dan informan obat serta melakukan pekerjaan kefarmasian di

apotek. Di dalam sistem pelayanan masyarakat, kedua profesi ini harus berada dalam satu kelompok yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani kesehatan dan menyembuhkan pasien (Jas, 2009).

2.4.4. Tujuan Penulisan Resep

Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi selain meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat. Secara umumnya, rentang waktu buka instalasi farmasi atau apotek lebih panjang dalam pelayanan farmasi dibandingkan praktek dokter, maka dengan wujudnya penulisan resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang diperlukan sesuai dengan penyakit yang dihidapinya. Melalui penulisan resep, peran dan tanggungjawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada masyarakat secara bebas. Pemberian obat juga lebih rasional dengan adanya penulisan resep dibandingkan dengan dispensing di mana dokter bebas memilih obat secara tepat, ilmiah dan selektif. Penulisan resep juga dapat membentuk suatu pelayanan yang berorientasi kepada pasien (patient

oriented), dan penghindaran material oriented. Dalam masa yang sama, resep

berperan juga sebagai rekam medis (medical record) yang dapat dipertanggungjawabkan, maka sifatnya adalah rahasia (Jas, 2009).

2.4.5. Kerahasiaan dan Kode Etik Penulisan Resep

Resep menyangkut sebagian dari rahasia jabatan kedokteran dan kefarmasian. Oleh karena itu, tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang tidak berhak. Resep bersifat rahasia yang harus dijaga oleh dokter dengan apoteker karena resep menyangkut penyakit penderita, khususnya beberapa penyakit di mana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Selain kerahasiaan resep yang harus dijaga, terdapat kode etik dan kaidah penulisan resep yang diperlukan bagi menjaga hubungan dan komunikasi kolegalitas yang


(30)

harmonis di antara profesional yang berhubungan, antara lain: medical care,

pharmaceutical care dan nursing care (Jas, 2009).

Menurut Syamsuni (2007) dan Jas (2009), resep asli harus disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali yang berhak, yaitu:

1. Dokter yang menulisnya atau yang merawatnya 2. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan 3. Paramedis yang merawat pasien

4. Apoteker pengelola apotek yang bersangkutan

5. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk memeriksa

6. Petugas asuransi untuk kepentingan klem pembayaran

2.4.6. Format Penulisan Resep

Menurut De Vries et all (1998), Syamsuni (2007), dan Jas (2007), resep terdiri dari enam bagian:

1. Inscriptio: Nama dokter, nomor izin praktek dokter, alamat, nomor telefon (jika ada), kota/tempat, serta tanggal penulisan resep. Untuk resep obat narkotika, hanya berlaku untuk satu kota propinsi. Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktek pribadi

2. Invocatio: permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ =

recipe” artinya ambillah atau berikanlah, sebagai kata pembuka

komunikasi dengan apoteker di apotek. Tanda R/ ditulis pada bagian kiri setiap penulisan resep

3. Prescriptio atau ordonatio, yaitu nama obat dan kekuatannya, jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan. Sangat dianjurkan untuk menulis nama generik (nama umum). Kekuatan obat adalah jumlah obat yang terkandung dalam setiap tablet dan supositoria (milligram) atau dalam larutan (mililiter). Harus digunakan singkatan yang dipakai secara internasional yaitu g untuk gram dan ml untuk mililiter. Penggunaan desimal dalam angka jangan digunakan dan kalau perlu


(31)

tuliskan kata lengkap, bukan singkatan. Sebagai contoh tulislah levotiroksin 50 mikrogram, jangan 0,050 miligram atau 50 mcg

4. Signatura, yang merangkumi tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas demi menjamin keamanan penggunaan obat dan keefektifan terapi.

5. Subscriptio, yaitu tanda tangan atau paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut

6. Pro (peruntukan), dicantumkan nama dan umur pasien, terutama untuk obat narkotika juga harus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinas Kesehatan setempat)


(32)

2.4.7. Pola Penulisan Resep

Gambar 2.1. Pola Penulisan Resep

(Jas, 2009)

(Jas, 2009)

Dr……….. SIP. No………

Alamat/Phone/Hp……….. Jam Praktek:…………

Medan, tanggal………

R/ Remedium Cardinal (obat utama, kausalita)

− obat untuk terapi utama S. ---paraf

R/ Remedium Adjuvantia

− Obat penunjang obat utama, mengatasi simptomatik penyakit tertentu: Analgetika, analgetika-antipiretika, antiinflamasi, pemberian vitamin B6 pada kasus TBC.

− Kombinasi untuk mengatasi resistensi, efek optimal

− Obat untuk mengatasi efek samping S. ---paraf

R/ Robansia

− Obat memacu metabolisme (vitamin, enzim

pencernaan)

− Suplement (mineral, amino esensial)

− Tonikum

− Stimulansia

S. --- paraf

Pro: Nama Pasien Umur:


(33)

2.4.8. Contoh Resep

Gambar 2.2. Contoh Resep

(Jas, 2009) Dr Maju Tarigan

SIP. No 01/MenKes/II/02

Alamat praktek: Jl. Kapten Muslim No. 224-A Medan No Telepon: 06581901234 Jam Praktek:17.00-20.00 Wib

Medan, 3 Maret 2010

R/ Claneksi F. syr. Fl. I S 3 dd Cth. I

---paraf

R/ Toplexil elixir Fl. I S 4 dd Cth. 1 ½ ---paraf

R/ Vit. B Complex tab. No. XX S 2 dd tab. I

--- paraf

Pro: Andalusia Umur: 8 tahun

INSCRIPTIO

INVOCATIO

PRESCRIPTIO

SIGNATURA SUBSCRIPTIO


(34)

2.4.9. Tanda-tanda pada Resep

1. Tanda Segera

Dilakukan bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera. Tanda segera atau tulisan peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep yaitu:

Cito! : segera

Urgent : penting sekali

Statim : penting sekali

PIM (Periculum in mora) : berbahaya bila ditunda

Urutan yang didahulukan adalah PIM, Urgent, Statim dan Cito!.

2. Tanda resep dapat diulang

Jika dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (iteratie) dan berapa kali resep boleh diulang. Misalnya tertulis iter 1x, artinya resep dapat dilayani 2 x. Bila iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1+2 = 3 x. Hal ini tidak berlaku untuk resep narkotika yang harus ditulis resep baru.

3. Tanda resep tidak dapat diulang

Jika dokter menghendaki agar resepnya tidak boleh diulang tanpa sepengetahuannya, maka dituliskan di sebelah atas blanko resep tanda N.I (ne iteratur = tidak dapat diulang) (ps. 48 WG ayat (3); SK Menkes No. 280/Menkes/SK/V/1981). Antara resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ Menkes Republik Indonesia.

4. Tanda dosis sengaja dilampaui

Tanda seru (!) diberikan di belakang nama obat jika dokter sengaja memberikan obat dosis maksimum dilampaui.


(35)

5.Resep yang mengandung narkotik

Resep yang mengandung narkotik tidak boleh ada tanda iterasi yang berarti dapat diulang; tidak boleh ada m.i (mihiipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri; tidak boleh ada u.c (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui. Resep dengan obat narkotik harus disimpan terpisah dari resep obat lainnya (Jas, 2009).

2.4.10.Persyaratan Menulis Resep dan Prinsipnya

Syarat-syarat dalam penulisan resep mencakupi:

1. Resep ditulis dengan jelas dengan tinta secara lengkap di kop resep serta tidak ada keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat. 2. Satu lembar kop resep hanya digunakan untuk satu pasien

3. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok pada signatura bila genap ditulis angka romawi, tetapi bila angka pecahan ditulis latin. Sebagai contoh: Cth. I atau Cth. ½, Cth 1½

4. Menulis jumlah wadah atau menulis numeru (nomor) selalu genap, walaupun dibutuhkan satu setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. No. II atau Fls. II saja

5. Paraf atau tandatangan dokter yang bersangkutan harus ditulis setelah signatura untuk menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin

6. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka Romawi. 7. Nama pasien dan umur harus ditulis dengan jelas

8. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh pihak dokter bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak boleh iter (diulangi) tanpa resep dokter

9. Resep hanya berlaku di satu propinsi dan satu kota

10. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (untuk kalangan sendiri) serta menghindari material oriented


(36)

11. Tulisan yang sulit dibaca dihindari karena hal ini dapat mempersulit pelayanan

12. Resep merupakan rekam medis bagi dokter dalam praktek dan bukti pemberian obat kepada pasien yang diketahui oleh farmasis di apotek maka kerahasiannya wajib dijaga (Jas, 2009).

2.4.11.Prinsip Penulisan Resep

Dari segi penulisan obat boleh ditulis dengan nama paten atau dagang, generik, resmi atau kimia sementara karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantum pada label kemasan. Resep harus ditulis tangan dengan tinta dikop resep resmi dan dokter penulis resep harus menentukan bentuk sediaan dan jumlah obat yang akan diberikan kepada pasien. Signatura seharusnya ditulis dalam singkatan bahasa latin (Jas, 2007).

2.4.12.Menulis Resep

Resep ditulis pada kop format resep resmi dan harus menepati ciri-ciri yang berikut:

1. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku, bersifat pelayanan medik dan informatif

2. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang berarti ambillah atau berikanlah

3. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian dan jumlah obat kemudian ditulis dalam angka Romawi dan harus ditulis dengan jelas

a. Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang diminta ditulis dalam satuan mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada perintah membuat bentuk sediaan (m.f. = misce fac, artinya campurlah, buatlah)


(37)

b. Penulisan sediaan obat paten atau merek dagang, cukup dengan nama dagang saja dan jumlah sesuai dengan kemasannya

4. Dalam penulisan nama obat karakter huruf nama obat tidak boleh berubah, misal:

Codein, tidak boleh menjadi Kodein

Pharmaton F., tidak boleh menjadi Farmaton F. 5. Signatura ditulis dengan jelas, tutup dan paraf

6. Pro atau peruntukkan obat dan umur pasien ditulis, misalnya Tn. Amir, Ny. Supiah, Ana (5 tahun)

7. Untuk dua sediaan, besar dan kecil. Bila dibutuhkan yang besar, tulis volume sediaan sesudah bentuk sediaan, misalnya 120 ml

8. Untuk sediaan bervariasi, bila ada obat dua atau tiga konsentrasi, sebaiknya tulis dengan jelas, misalnya: pediatric, adult, dan forte (Jas, 2009).

2.4.13.Permasalahan dalam Menulis Resep

Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini menyangkut dengan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik, yang melibatkan profesi farmasis dan perawat, antara lain:

1. Zat aktif obat tersebut tidak boleh diberikan begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus diberikan dalam bentuk sediaan. Oleh karena itu, kita harus mengenal dan memahami secara mendalam berbagai jenis dan bentuk sediaan obat

2. Masalah farmaseutikal dari bentuk sediaan harus diinformasikan termasuk kebaikan dan keburukan dalam pemberian

3. Bentuk sediaan yang diberikan harus sesuai dengan rute pemberian dan kondisi pasien

4. Obat sebagai komoditas yang spesifik dan bersifat dimensional, artinya satu aspek sebagai alat kesehatan dan aspek lainnya sebagai komoditas ekonomi yang dapat diperjualbelikan. Jadi para dokter tidak boleh terjebak material oriented, harus patient oriented. Oleh


(38)

karena itu peredarannya sangat diperhatikan dan telah diatur menurut undang-undang

5. Penulisan resep bukan pada kop resep resmi, padahal obat yang ditulis tersebut mencakup daftar yang harus diawasi penggunaannya 6. Penulisan resep pada kop yang tidak sesuai format umum yang telah

disepakati sehingga menghilangkan ciri khas resep dokter

7. Bila dokter memberikan informasi penggunaan obat suppositoria melalui rektum atau anus, jangan sekali-kali disebut melalui dubur karena dapat terjadi kesilapan pendengaran, yakni didengar oleh pasien berupa bubur, akhirnya penggunaan obat menjadi salah dan menyebabkan kerugian bagi pasien

8. Dalam pemilihan obat dalam bentuk sediaan krim atau ointment (salap) seperti Gentamycin cream atau salap harus dipahami sifat fisika bentuk sediaan krim maupun salap (Unguenta) karena krim merupakan pembawa yang terdiri dari campuran air dan lemak atau minyak dengan penyabunan, berupa emulsi tipe O/W (oil in water), artinya fase minyak di dalam air sehingga dapat diencerkan dengan air. Dengan demikian sediaan krim dapat menyerap eksudat cair dan enzim basah, sedangkan salap tidak dapat (Jas, 2007).


(39)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1 Penguasaan

Tabel 3.1. Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur bagi Variabel Pengetahuan

Definisi Operasional

Segala yang diketahui (tahap pengetahuan) mahasiswa kedokteran yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik mengenai penulisan resep secara baik yaitu dari segi tulisan yang dapat dibaca dan penulisan resep yang benar yaitu dari segi kaedah dan format penulisan resep yang meliputi inscriptio, invocatio, prescriptio atau ordonatio, signatura, subscriptio dan pro.

Cara Ukur Sistem angket

Penguasaan Peresepan Mahasiswa FK USU yang

sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP

Haji Adam Malik Sistem KBK


(40)

Alat Ukur Angket yang terdiri dari 4 pertanyaan

Hasil Ukur Untuk pertanyaan yang pertama, resep yang ditulis mahasiswa diberi nilai seperti berikut apabila hal-hal berikut terdapat di dalam resep hasil tulisan mereka:

Tulisan yang dapat dibaca dan dipahami = 1

Inscriptio

Nama dokter =1 Alamat dokter = 1

Nomor surat izin praktek = 1 Kota dan tanggal resep ditulis= 1

Invocatio

Simbol R/ (berikanlah) = 1

Prescriptio/ordonatio

Bentuk sediaan obat termasuk kaidah penulisannnya yang betul = 1

Nama obat termasuk kaidah penulisannnya yang betul = 1 Dosis dan Kekuatan obat = 1

Wadah obat termasuk kaidah penulisannnya yang betul = 1 Kuantitas atau jumlah obat termasuk kaidah penulisannnya yang betul = 1

Signatura

Aturan pemakaian obat termasuk kaidah penulisannnya yang betul = 1

Subscriptio

Paraf dokter = 1

Pro yaitu peruntukan = 1

Nilai maksimum = 14

Untuk pertanyaan yang berikutnya, mahasiswa menilai kopi resep yang tersedia. Jika jawaban dijawab dengan benar, maka


(41)

nilainya = 1, jika jawaban dijawab dengan salah, maka nilainya = 0. Nilai maksimum yang ditetapkan adalah 11.

Kategori:

Penguasaan baik : total skor >75% dari nilai tertinggi yaitu > 18

Penguasaan sedang : total skor 40 - 75% dari nilai tertinggi yaitu 10-18

Penguasaan kurang : total skor <40% dari nilai tertinggi yaitu < 10

(Pratomo, 1990) Skala Ukur Skala ordinal

3.2.2. Mahasiswa

Tabel 3.2. Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur bagi Variabel Mahasiswa FK USU Sistem KBK dan non-KBK yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik

Definisi Operasional

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik yang terdiri dari angkatan 2005 yang mengikuti perkuliahan pendidikan kedokteran dalam sistem non-KBK serta angkatan 2006 yang mengikuti perkuliahan pendidikan kedokteran melalui sistem KBK .

Cara Ukur Pengisian stambuk masing-masing pada kolom yang

disediakan di angket.

Alat Ukur Angket

Hasil Ukur 1. Angkatan 06 2. Angkatan 05 Skala Ukur Skala nominal


(42)

3.3. Hipotesis

Ada perbedaan tingkat penguasaan tentang penulisan resep yang baik dan benar antara mahasiswa FK USU sistem perkuliahan KBK dan sistem perkuliahan non-KBK yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik.


(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-analitik dengan desain

cross-sectional Dengan pengamatan yang dilakukan satu kali dalam satu waktu

tertentu, dapat diperoleh tingkat penguasaan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sistem KBK dan non-KBK yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik mengenai penulisan resep secara baik dan benar melalui data primer yang didapatkan menerusi pengisian angket yang dibagikan. Kemudian, data yang didapatkan dilakukan perbandingan tingkat penguasaan tentang peresepan antara mahasiswa FK USU sistem KBK dan non-KBK yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dirancang pada bulan Februari 2010 dengan penelusuran tinjauan pustaka yang meliputi sumber dari buku, jurnal serta artikel dari internet, pembuatan serta penyusunan proposal penelitian yang diikuti dengan konsultasi dengan dosen pembimbing. Pemaparan proposal di seminar proposal dilanjutkan kemudiannya pada bulan Mei 2010 serta diteruskan dengan penelitian lapangan yang dimulai dari pengumpulan data sehingga penulisan laporan tentang hasil penelitian yang memakan waktu selama 6 bulan, yaitu dari bulan Juni 2010 sampai bulan Nopember 2010.


(44)

Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah RSUP Haji Adam Malik karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit utama bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk meneruskan pendidikan mereka dalam bidang klinis sebelum menamatkan pendidikan sebagai seorang dokter. Selain itu, sebelum ini tidak pernah dilakukan penelitian tentang tingkat penguasaan mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani kepaniteraan klinik tentang penulisan resep yang baik dan benar di rumah sakit tersebut.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi target dalam penelitian ini merupakan semua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang menjalani kepaniteraan klinik. Populasi terjangkau adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik, bermula dari angkatan 05 sampai angkatan 06. Berdasarkan survei awal yang dilakukan melalui pengambilan data mahasiswa di Subbag pendidikan FK USU, ternyata jumlah populasi mahasiswa yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik adalah sebanyak 697 orang dengan komposisi sebanyak 369 orang yang mengikuti sistem KBK dan 328 orang yang mengikuti sistem non-KBK.

4.3.2. Sampel

Sampel dipilih secara random dari kelompok populasi terjangkau, yaitu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik, mulai dari angkatan 05 sampai angkatan 06. Teknik sampling yang digunakan adalah non-probability

sampling jenis consecutive sampling di mana semua subjek yang datang dan

memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Berikut merupakan kriteria inklusi serta kriteria eksklusi yang ditetapkan:


(45)

Tabel 4.1. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

a. Mahasiswa Kedokteran Universitas Sumatera Utara

b. Angkatan 05 atau 06

c. Menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik

a. Memenuhi kriteria inklusi tetapi menolak untuk menjadi responden

Untuk mendapatkan besar sampel penelitian yang representatif, penarikan sampel dari populasi dilakukan dengan menggunakan rumus:

Gambar 4.1. Rumus Uji Hipotesis 2 Populasi

Keterangan:

n = besar sampel minimum

Z 1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu (1,96)

Power of Test (Kekuatan Uji) = 80% (∴β = 20%) , jadi Z 1-β = 0,842

Z 1-β= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu (0,842)

P = rata-rata P1dan P2 P = ½ (P1+P2)  (0,6)

n1 = n2 = {(Z 1-α/2√2P(1-P) + Z 1-β√P1(1-P1) + P2(1-P2)}2


(46)

P1= proporsi di populasi (0,5)

P2 = perkiraan proporsi di populasi (0,7)

P1-P2 = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi (0,2)

Maka, besar sampel yang diinginkan adalah:

n1 = n2 = {(1,96 √2(0,6)(1-0,6) + 0,842 √0,5(1-0,5) + 0,7(1-0,7)}2

(0,2)2

= 93,026027 ≈ 93 responden

Jumlah responden yang diperlukan adalah sebanyak 93 orang mahasiswa sistem KBK dan 93 orang sistem non-KBK.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh melalui angket yang dibagikan kepada responden yang terpilih yang mana angket tersebut diuji validitas serta reabilitasnya terlebih dahulu sebagai instrumen penelitian. Setelah itu, angket tersebut diedarkan kepada sampel untuk menjawabnya. Beserta dengan angket tersebut, dilampirkan satu formulir yang terdiri dari:

Bagian I yang merupakan lembaran inform consent yang memuatkan penjelasan tentang penelitian yang dilakukan dan permintaan persetujuan daripada responden untuk mengisi kuesioner yang dibagikan.

Bagian II yang merupakan surat persetujuan dari responden yang menyatakan bahwa ia telah memahami dengan sepenuhnya tentang penjelasan yang telah diberikan tentang penelitian dan pernyataan persetujuan dari responden yang memuat tanda tangan responden.


(47)

Data sekunder yang digunakan pula terdiri daripada data –data tentang jumlah mahasiswa angkatan’ 05 dan 06 yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik yang diperoleh daripada Subbag Pendidikan FK USU.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data dikumpul dan diolah secara manual dengan langkah-langkah editing, pengkodean data (data coding), pemindahan data ke komputer (data entering), dan pembersihan data (data cleaning). Seterusnya data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Kemudian, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis non-parametrik jenis chi square (uji kuadrat). Analisa dan pengolahan data dilakukan dengan bantuan statistical product and service


(48)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Menurut Profil Kesehatan RSUP H. Adam Malik (2006) dalam Tiolena H (2008) dengan lokasinya di Jalan Bunga Lau No. 17 Km 12 Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan Propinsi Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Pusat telah dibangunkan di atas tanah seluas + 10 hektar. Bersesuaian dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII 1990, rumah sakit ini dikatakan sebagai rumah sakit tipe A dan dalam pada masa yang sama rumah sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan menurut SK Menkes No. 502/ Menkes/SK/IX/1991 serta merupakan pusat Rujukan untuk wilayah pembangunan A yang terdiri dari Propinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Rumah sakit ini mulai beroperasi pada 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan pada mulanya sehinggalah pada tanggal 2 Mei 1992 telah dilaksanakan pelayanan rawat inap sehinggalah sekarang yang telah mempunyai jumlah katil sebanyak 600 buah.


(49)

5.1.2. Demografi Responden

Tabel 5.1. Demografi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (n = 697 orang) yang Sedang Menjalani Kepaniteraan Klinik di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dari Stambuk 05’-06’

Karakteristik Keterangan Frekuensi Persen (%) Model Kurikulum KBK 369 52,94

Non-KBK 328 47,06

Jalur Masuk Reguler 402 57,68

Mandiri 295 42,32

Warganegara Indonesia 481 69,01

Malaysia 216 30,99

Berdasarkan tabel 5,1, diperoleh bahwa jumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara bagi stambuk 05’ dan 06’ yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Haji Adam Malik lebih banyak mahasiswa sistem KBK(52,94%), jalur masuk regular (57,68%) dan warganegara Indonesia (69,01%) dibandingkan dengan mahasiswa sistem non-KBK (47,06%), jalur masuk mandiri (42,32%) dan warganegara Malaysia (30,99%).


(50)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden (n = 186 orang) Berdasarkan Model Kurikulum dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Kurikulum Jumlah

KBK Non-KBK

Laki-laki 38 (48,7%)

40 (51,3%)

78 (100,0%)

Perempuan 55 (50,9%)

53 (49,1%)

108 (100,0%)

Jumlah 93 (50,0%)

93 (50,0%)

186 (100,0%)

Gambaran bagi responden yang terlibat dalam penelitian ini dapat dilihat dengan jelas pada tabel 5.2 yang menunjukkan bahwa dari 186 orang responden yang menjawab kuesioner yang diberikan, 93 orang antaranya merupakan mahasiswa sistem KBK dan 93 orang lagi mahasiswa merupakan mahasiswa sistem non-KBK, bersesuaian dengan ketetapan hasil rumus uji hipotesis 2 populasi yang digunakan untuk mendapatkan besar sampel representatif yang dapat mewakili populasi mahasiswa tersebut. Mayoritas responden merupakan mahasiswa perempuan yang mana bagi mahasiswa KBK mencatatkan angka sebanyak 55 orang (50,9%) sementara bagi mahasiwa non-KBK pula jumlahnya adalah sebanyak 53 orang (49,1%). Jumlah keseluruhan mahasiswa laki-laki yang turut serta dalam penelitian adalah seramai 78 orang yang mana 38 orang (48,7%) antaranya mengikuti sistem perkuliahan KBK dan selebihnya yaitu seramai 40 orang (51,3%) adalah mahasiswa sistem non-KBK. Dengan menggunakan SPSS 16, didapatkan distribusi adalah tidak berbeda secara signifikan dengan nilai p > 0, 05 sementara nilai X2= 0,88 dan df = 1.


(51)

5.1.3. Tingkat Penguasaan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universiats Sumatera Utara tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar

Tingkat penguasaan mahasiswa terhadap penulisan resep dinilai dengan menggunakan sistem angket dengan jumlah pertanyaan semuanya berjumlah 4 pertanyaan di mana pada pertanyaan yang pertama, mahasiswa diuji penguasaan nya untuk menulis resep berdasarkan pemicu yang diberikan dan pertanyaan kedua sehingga keempat, mahasiswa diminta untuk menilai kopi resep yang tersedia. Hasil penelitian tentang penguasaan responden dapat dilihat pada tabel yang berikut:

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden (n = 186 orang) Berdasarkan Kategori Tingkat Penguasaan dalam Penulisan Resep secara Baik dan Benar

Tingkat penguasaan Frekuensi Persen (%)

Kurang 75 40,3

Sedang 108 58,1

Baik 3 1,6

Jumlah 186 100,0

Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan mahasiswa dalam penulisan resep secara baik dan benar berada pada kategori sedang yang mencatatkan angka sebanyak 108 orang (58,1%). Hanya sebanyak 3 orang mahasiswa mempunyai penguasaan yang baik yang mencatatkan peratusan yang terkecil yaitu sebanyak 1,6%.


(52)

5.1.4. Tingkat Penguasaan Mahasiswa KBK tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Mahasiswa KBK (n = 93 orang) Berdasarkan Kategori Tingkat Penguasaan dalam Penulisan Resep secara Baik dan Benar

Dari tabel di atas, dapat dilihat mayoritas daripada mahasiswa KBK masih lagi mempunyai penguasaan yang kurang dengan jumlahnya sebanyak 55 orang (59,1%) dan hanya sebanyak 1 orang yang berpenguasaan baik dalam penulisan resep yang mencatatkan peratusan paling kecil yaitu sebanyak 1,1%.

Tingkat penguasaan Frekuensi Persen (%)

Kurang 55 59,1

Sedang 37 39,8

Baik 1 1,1


(53)

5.1.5. Tingkat Penguasaan Mahasiswa Non-KBK tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Mahasiswa Non-KBK (n = 93 orang) Berdasarkan Kategori Tingkat Penguasaan dalam Penulisan Resep secara Baik dan Benar

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa kebanyakan responden memiliki penguasaan yang sedang tentang penulisan resep yang baik dan benar dengan jumlah responden sebanyak 71 orang (76,3%). Hanya sebagian kecil dari responden berpenguasaan baik yaitu sebanyak 2 orang (2,2%).

Tingkat penguasaan Frekuensi Persen (%)

Kurang 20 21,5

Sedang 71 76,3

Baik 2 2,2


(54)

5.1.6. Analisa Pengujian Hipotesa dengan Menggunakan Chi Square

Pengujian hipotesa yang telah dikemukakan dalam bab 3 dilakukan dengan menggunakan kaedah Chi Square (X2) dengan hasilnya seperti yang berikut:

Tabel 5.6. Perbandingan frekuensi Tingkat Penguasaan Mahasiwa KBK (n = 93 orang) dan Non-KBK (n = 93 orang) tentang Penulisan Resep yang Baik dan

Benar

Kurikulum

Tingkat Penguasaan

Jumlah

Kurang Sedang Baik

KBK 55 (59,1%) 37 (39,8 %) 1 (1,1%) 93 (100,0%)

Non-KBK 20 (21,5%) 71 (76,3%) 2 (2,2%) 93 (100,0%)

Jumlah 75 (40,3%) 108 (58,1%) 3 (1,6%) 186 (100,0%)

Dengan menggunakan SPSS 16, data-data yang telah didapatkan diolah dalam tabel tabulasi silang dan didapatkan nilai X2 adalah bersamaan dengan 27,370, nilai df= 2 dan didapatkan distribusi bermakna secara signifikan dengan nilai p < 0,05. Maka, dengan ini hipotesis nol tidak dapat diterima karena nilai p kurang daripada nilai α yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0,05.


(55)

Gambar 5.1. Perbandingan frekuensi Tingkat Penguasaan Mahasiwa KBK (n = 93 orang) dan Non-KBK (n = 93 orang) tentang Penulisan Resep yang Baik dan

Benar

Tabel 5.6 dan gambar 5.1 menunjukkan bahwa lebih banyak mahasiswa Non-KBK yang berpenguasaan sedang dalam penulisan resep yaitu sebanyak 71 orang (76,3%) berbanding mahasiswa KBK yang hanya mencatatkan jumlah mahasiswa sebanyak 37 orang (39,8%). Untuk kategori penguasaan baik, mahasiswa KBK mencatatkan jumlah hanya sebanyak 1 orang (1,1%) dibandingkan dengan mahasiswa non-KBK yang mencatatkan jumlah mahasiswa sebanyak 2 orang (2,2%). Dibandingkan dengan mahasiswa non-KBK yang hanya mencatatkan sebanyak 20 orang (21,5%) mahasiswa yang berada pada kategori kurang penguasaannya dalam penulisan resep, mahasiswa KBK menunjukkan angka yang lagi banyak jumlahnya pada kategori yang sama yaitu sebanyak 55 orang (59,1%). Mayoritas daripada mahasiswa non-KBK berpenguasaan sedang namun sebagian besar mahasiswa KBK berpenguasaan kurang dalam penulisan resep secara baik dan benar.


(56)

5.1.7. Kesalahan-kesalahan yang Dilakukan dalam Penulisan Resep oleh Mahasiswa

Tabel 5.7. Jenis Kesalahan yang Dilakukan Mahasiswa KBK dan non-KBK dalam Menulis Resep

Jenis Kesalahan KBK Non-KBK

Jumlah %

n % n %

Tulisan yang jelek (susah dibaca dan difahami)

37 39,8 44 47,3 81 43,5

INSCRIPTIO

Tiada nama dokter penulis resep

66 71,0 28 30,1 94 50,5

Tiada alamat dokter 72 77,4 32 34,4 104 55,9

Tiada nomor surat izin praktek

80 86,0 57 61,3 137 73,7

Tiada nama kota dan tanggal resep ditulis

70 75,3 52 55,9 122 67,8

Tiada nama kota sahaja 10 10,8 6 6,5 16 8,6

INVOCATIO

Tiada simbol R/ (berikanlah)

0 0 2 2,2 2 1,1

PRESCRIPTIO/ ORDONATIO Tiada bentuk sediaan obat atau kaedah penulisannya


(57)

yang salah

Huruf kecil di hadapan nama obat

24 25,8 13 14,0 37 19,9

Ejaan nama obat yang salah

16 17,2 20 21,5 36 19,4

Menggunakan singkatan dalam penulisan nama obat

6 6,5 1 1,1 7 3,8

Penulisan nama obat tidak lengkap

8 8,6 18 19,4 26 14,0

Tidak dinyatakan dosis dan kekuatan obat atau kaidah penulisannya yang salah

7 7,5 28 30,1 35 18,8

Tidak dinyatakan wadah obat atau kaidah penulisannya yang salah

59 63,4 63 67,7 122 65,6

Tidak dinyatakan kuantitas atau jumlah obat atau kaidah penulisannya yang salah

8 8,6 6 6,5 14 7,5

Tidak dinyatakan aturan pemakaian obat atau kaidah penulisannya yang salah

80 86,0 92 98,9 172 92,5

SUBSCRIPTIO


(58)

resep

Tidak dinyatakan pro yaitu peruntukan

32 34,4 11 46,2 43 23,1

Berdasarkan tabel 5,7 dapat dinyatakan bahwa jenis kesalahan yang paling sering dilakukan mahasiswa secara keseluruhannya adalah tidak dinyatakan aturan pemakaian obat atau kaedah penulisannya yang salah yaitu sebanyak 172 orang (92,5%) sementara jenis kesalahan yang paling sedikit dilakukan mahasiswa secara keseluruhannya adalah tidak dituliskan simbol R/ (berikanlah) yaitu sebanyak 2 orang (1,1%). Bagi mahasiswa KBK, jenis kesalahan yang paling banyak dilakukan adalah tidak dinyatakan nomor surat izin praktek serta tidak dinyatakan aturan pemakaian obat atau kaidah penulisannya yang salah yaitu sebanyak 80 orang (86,0%) berbeda dengan mahasiswa non-KBK yang paling banyak melakukan kesalahan dalam penulisan aturan pemakaian obat sahaja yaitu sebanyak 92 orang (98,9%). Jenis kesalahan yang paling sedikit dilakukan oleh mahasiswa KBK dan non-KBK adalah sama yaitu penggunaan singkatan dalam penulisan nama obat yang masing-masing mencatatkan jumlah sebanyak 6 orang (6,5%) dan 1 orang (1,1%). Semua mahasiswa KBK menuliskan simbol R/ (berikanlah) dalam resep tulisan tangan mereka dibandingkan dengan mahasiswa non-KBK yang mencatatkan jumlah sebanyak 2 orang (2,2%) yang tidak menyatakan simbol R/ (berikanlah).


(59)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Tingkat Penguasaan Mahasiswa Sistem KBK dan Non-KBK tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar

Dengan menyebarkan angket yang mengandungi 4 pertanyaan yang telah terbukti valid, yakni ia benar-benar bisa mengukur variabel yang ingin diukurkan oleh peneliti serta telah diuji reabilitasnya bagi memastikan instrumen itu menghasilkan ukuran yang konsisten dengan menggunakan SPSS 16, maka telah diperoleh bahwa tingkat penguasaan mahasiswa kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik secara keseluruhannya masih lagi tergolong dalam penguasaan yang sedang tentang penulisan resep yaitu sebanyak 108 orang (58,1%) dengan komposisi sebanyak 71 orang (76,3%) mahasiswa sistem non-KBK dan bakinya sebanyak 37 orang lagi (39,8%) adalah mahasiswa sistem KBK. Hanya sebanyak 3 orang (1,6%) daripada keseluruhan mahasiswa berpenguasaan baik dalam peresepan yang mana mayoritasnya merupakan mahasiswa sistem non-KBK yang mencatatkan angka sebanyak 2 orang (2,2%) dan 1 orang (1,1%) lagi merupakan mahasiswa KBK. Di sini dapat dilihat bahwa mahasiswa sistem non-KBK lebih mengetahui dan menguasai akan penulisan resep berbanding dengan mahasiswa KBK. Seharusnya mahasiswa KBK lebih mengetahui dan menguasai tentang penulisan resep karena sepanjang praktikum farmakologi pada semester 4 dan 5, mereka didedahkan dengan penulisan resep yang dalam masa yang sama mereka dikehendaki mengkaji interaksi obat yang terdapat dalam resep tersebut berbanding mahasiswa non-KBK yang didedahkan pembelajaran tentang peresepan hanya 1 kali sewaktu kuliah dan sedikit masukan pada praktikum farmakologi. Dibandingkan dengan mahasiswa non-KBK yang lebih lama meninggalkan pembelajaran peresepan yaitu dalam masa 2 tahun, mahasiswa KBK telah meninggalkan pembelajaran peresepan hanya dalam masa kurang 1 tahun. Jadi, jika difikir secara logik tidak wajar bagi mahasiswa KBK untuk kurang memahami tentang penulisan resep berbanding mahasiswa non-KBK. Antara faktor yang memicu terjadinya hal ini mungkin disebabkan suasana


(60)

pembelajaran praktikum farmakologi mahasiswa non-KBK lebih ketat berbanding mahasiswa KBK yang mana mereka diwajibkan untuk mengulang untuk satu semester jika tidak lulus dalam praktikum farmakologi, menyebabkan mereka lebih serius dalam mempelajari penulisan resep berbanding mahasiswa KBK. Dari segi faktor pengalaman pula, mahasiswa sistem non-KBK terlebih dahulu dan lebih lama didedahkan dengan latihan klinikal yaitu 1 tahun lebih awal daripada mahasiswa sistem KBK menyebabkan mereka lebih terbiasa dengan rutin penulisan resep bersesuaian dengan pepatah yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang baik, yang mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan (Notoadmodjo, 2005). Selain itu, sistem kurikulum berbasis kompetensi yang lebih menekankan upaya pelajar itu sendiri dalam mencari pengetahuan dalam mencapai standar kompetensi yang bersesuaian dengan kehendak masyarakat dibandingkan dengan sistem kurikulum berbasis inti yang lebih tertumpu kepada perpindahan pengetahuan sepenuhnya daripada guru kepada pelajar mungkin menyebabkan mahasiswa KBK kurang mengerti akan penulisan resep memandangkan segala pengetahuan yang mereka perolehi tentang peresepan merupakan hasil pencarian mereka sendiri dan guru lebih berperan sebagai fasilitator dan motivator daripada sebagai pemberi maklumat (Direktorat Akademik, 2008).

5.2.2. Jenis Kesalahan dalam Penulisan Resep Mahasiswa

Antara kesemua penulisan resep hasil tulisan mahasiswa, hanya sebanyak 2 resep yang tidak mengandungi kesalahan dalam penulisannya. Bakinya sebanyak 184 resep lagi mengandungi sekurang-kurangnya 1 jenis kesalahan dalam penulisan resep. Secara keseluruhannya, jenis kesalahan yang paling sering dilakukan mahasiswa adalah dari segi penulisan aturan pemakaian obat. Terdapat mahasiswa yang tidak mencantumkan aturan pemakaian obat dalam resep hasil tulisan tangan mereka dan ada pula yang menulis aturan pemakaian obat dengan kaedah yang salah seperti S 3 dd tab 1 di mana nomor 1 dituliskan dalam bahasa


(61)

Romawi, S1 dd3, S1 dd prn, kp tab I serta dituliskan sue walaupun obat yang

diberikan dalam bentuk tablet.

Dibandingkan dengan suatu penelitian di Hospital Pendidikan Medik Nobel di Biratnagar, Nepal yang mencatatkan sebanyak 0% kesalahan dalam tiadanya tercatat nama pasien yang mana jenis kesalahan ini telah didapatkan dalam penelitian ini yang mana sebanyak 43 orang (23,1%) mahasiswa tidak mencatatkan nama pasiennya dalam resep mereka. Hal ini mungkin disebabkan pada resep yang dilakukan penelitiannya di Nepal tersebut, nama pasien telah diprogramkan secara automatik di dalam program komputer dan hanya perlu dicetak menggunakan mesin cetak ( Ansari dan Neupane, 2009).

Masalah tulisan yang jelek serta tidak dapat dibaca masih lagi menjadi isu dalam peresepan resep secara global, yang mana pada penelitian ini, sebanyak 81 orang (43,5%) resep penulisan mahasiswa susah dibaca dan dimengerti, di mana pada penelitian di Hospital Sudan turut mencatatkan jenis kesalahan ini namun peratusan yang lebih kecil yaitu sebanyak 15,8% (Yousif, E et all., 2006). Sementara pada suatu kajian tentang kesalahan dalam penulisan resep yang dijalankan di Nobel Medical College & Teaching Hospital di Biratnagar, Nepal juga masih mempunyai resep yang mempunyai tulisan yang tidak dapat dibaca namun dengan peratusan yang lebih kecil berbanding kajian ini dan kajian di Sudan, yaitu sebanyak 0,63% (Ansari dan Neupane, 2009). Penulisan resep secara jelek merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan pengobatan umum yang mana hasil tulisan yang jelek ini mempunyai resiko yang besar untuk salah baca yang pada akhirnya akan menyebabkan salah dalam penafsiran untuk pembagian obat (Pinzon, 2008). Sebagai contoh, ”.1” disalah tafsirkan sebagai ”1” yang menyebabkan terjadinya overdosis sebanyak 10 kali ganda disebabkan tanda desimal yang tidak dapat dilihat dengan jelas. Hal ini dapat mengundang akibat yang buruk pada kesehatan pasien. Tulisan yang tidak jelas dapat mengundang bahaya terutamanya apabila obat yang ditulis disalah tafsirkan dengan obat yang mempunyai nama yang hampir serupa dengan obat


(62)

yang lain namun memberikan efek yang berlainan, seperti acetazolamide dan acetohexamide, methotrexate dan metolazone (Lofholm dan Katzung, 2007).


(63)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswa sistem KBK dan non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tentang penulisan resep yang baik dan benar, dapat dilakukan kesimpulan seperti yang berikut:

a. Secara keseluruhan, sebagian besar dari mahasiswa kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik mempunyai penguasaan yang sedang tentang peresepan, yaitu sebanyak 108 orang (58,1%), diikuti dengan mahasiswa yang berpenguasaan kurang, yaitu sebanyak 75 orang (40,3%) dan hanya sebagian kecil mahasiswa berpenguasaan baik, yaitu sebanyak 3 orang (1,6%).

b. Jenis kesalahan yang sering dilakukan mahasiswa secara keseluruhannya adalah tidak dinyatakan aturan pemakaian obat atau kaedah penulisannya yang salah yaitu sebanyak 172 orang (92,5%) sementara jenis kesalahan yang paling sedikit dilakukan mahasiswa secara keseluruhannya adalah tidak dituliskan simbol R/ (berikanlah) yaitu sebanyak 2 orang (1,1%). c. Mahasiswa non-KBK lebih menguasai penulisan resep secara baik dan

benar dibandingkan mahasiswa KBK karena sebagian besar mahasiswa non-KBK mempunyai tingkat penguasaan yang sedang tentang penulisan resep yaitu sebanyak 71 orang (76,3%) dibandingkan dengan mahasiswa KBK yang mayoritasnya mempunyai penguasaan yang kurang tentang penulisan resep, yaitu sebanyak 55 orang (59,1%).


(64)

6.2. Saran

6.2.1. Bagi Unit Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan data yang didapatkan dari penelitian, diharapkan Unit Farmakologi FK USU dapat melakukan inisiatif tambahan dalam usaha untuk meningkatkan lagi tingkat penguasaan mahasiswa sistem KBK yang sedia ada dari segi penambahan jumlah materi dan jumlah jam kredit khusus bagi pembelajaran tentang penulisan resep.

6.2.2. Bagi pendidikan kedokteran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan bagi mahasiswa sistem KBK yang masih lagi belum menjalani kepaniteraan klinik agar dapat memperbaiki dan melengkapkan diri mereka dengan pengetahuan yang selengkapnya tentang penulisan resep secara baik dan benar sebelum mereka menjalani kepaniteraan klinik. Analisa daripada jenis kesalahan yang sering dilakukan oleh responden dalam penelitian ini dalam resep hasil tulisan tangan mereka dapat dijadikan panduan dalam meningkatkan lagi mutu pengetahuan dan penguasaan mereka dalam peresepan.

6.2.3. Bagi peneliti selanjutnya

Penulis juga berharap supaya peneliti yang ingin meneruskan penelitian ini dapat mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan mahasiswa non-KBK lebih baik penguasaannya dalam penulisan resep berbanding mahasiswa KBK. Selain itu, diharapkan juga kepada peneliti untuk melakukan penelitian yang sama untuk mengetahui perbandingan tingkat penguasaan tentang peresepan antara mahasiswa kedokteran dan dokter. Diharapkan juga kepada peneliti yang lain untuk turut melakukan penelitian seperti ini di lokasi lain dan dapat mengobservasi serta mengkaji kembali instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.


(1)

LAMPIRAN IV: HASIL UJI VALIDITAS DAN REABILITAS

Variabel

Nomor

Pertanyaan

Total

Pearson

Correlation

Status

Alpha

Status

Pengetahuan

1

0.931

Valid

0.720

Reliabel

2

0.407

Non-Valid

-

3

0.757

Valid

Reliabel

4

0.742

Valid

Reliabel


(2)

LAMPIRAN VI: SPSS

Frequencies

Statistics

Kurikulum Sum Kategori

N Valid 186 186 186

Missing 0 0 0

Frequency Table

Kurikulum

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid KBK 93 50.0 50.0 50.0

NON 93 50.0 50.0 100.0

Total 186 100.0 100.0

Kategori

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 3 1.6 1.6 1.6

Sedang 108 58.1 58.1 59.7

Kurang 75 40.3 40.3 100.0

Total 186 100.0 100.0

Correlations

Correlations

s1 s2 s3 s4 s5 total

s1 Pearson Correlation 1 .278 .537* .627** .734** .931**


(3)

N 20 20 20 20 20 20

s2 Pearson Correlation .278 1 .392 .229 .266 .407

Sig. (2-tailed) .235 .087 .332 .257 .075

N 20 20 20 20 20 20

s3 Pearson Correlation .537* .392 1 .589** .701** .757**

Sig. (2-tailed) .015 .087 .006 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20

s4 Pearson Correlation .627** .229 .589** 1 .587** .742**

Sig. (2-tailed) .003 .332 .006 .006 .000

N 20 20 20 20 20 20

s5 Pearson Correlation .734** .266 .701** .587** 1 .874**

Sig. (2-tailed) .000 .257 .001 .006 .000

N 20 20 20 20 20 20

total Pearson Correlation .931** .407 .757** .742** .874** 1

Sig. (2-tailed) .000 .075 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0

Excludeda 0 .0

Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability

Reliability Statistics

Cronbach's


(4)

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.720 4

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

s1 5.50 2.838 20

s3 2.10 1.210 20

s4 .60 .503 20

s5 .95 .999 20

Crosstabs

Lelaki, perempuan * Kurikulum Crosstabulation

Kurikulum

Total

KBK NON

Lelaki, perempuan L Count 38 40 78

% within Lelaki, perempuan 48.7% 51.3% 100.0%

% within Kurikulum 40.9% 43.0% 41.9%

P Count 55 53 108

% within Lelaki, perempuan 50.9% 49.1% 100.0%

% within Kurikulum 59.1% 57.0% 58.1%

Total Count 93 93 186

% within Lelaki, perempuan 50.0% 50.0% 100.0%


(5)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .088a 1 .766

Continuity Correctionb .022 1 .882

Likelihood Ratio .088 1 .766

Fisher's Exact Test .882 .441

N of Valid Casesb 186

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39.00. b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kurikulum * Kategori 186 100.0% 0 .0% 186 100.0%

Kurikulum * Kategori Crosstabulation

Kategori

Total

Baik Sedang Kurang

Kurikulum KBK Count 1 37 55 93

% within Kurikulum 1.1% 39.8% 59.1% 100.0%

% within Kategori 33.3% 34.3% 73.3% 50.0%

NON Count 2 71 20 93

% within Kurikulum 2.2% 76.3% 21.5% 100.0%


(6)

Total Count 3 108 75 186

% within Kurikulum 1.6% 58.1% 40.3% 100.0%

% within Kategori 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 27.370a 2 .000

Likelihood Ratio 28.213 2 .000

N of Valid Cases 186

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.