Penafsiran asas Praduga tidak bersalah

money laundering. Kedua, prinsip gugatan perdata sebagai alternatif pengembalian aset negara. Sebenarnya, perampasan menjadi inti pengembalian aset, sedangkan gugatan perdata menjadi komplemen atau alternatif ketika aset yang dikorupsi belum berhasil dilakukan perampasan confiscation. Pengembalian aset melalui gugatan perdata dimungkinkan berdasarkan Pasal 53 Article 53 Konvensi Anti Korupsi. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa gugatan perdata sebagaimana diatur gugatan perdata sebagaimana diatur Konvensi Anti Korupsi tersebut dikenal dengan instrument “civil forfeiture” yang dibedakan dengan “criminal forfeiture”. Civil forfeiture merupakan gugatan untuk pengembalian aset, sedangkan criminal forfeiture merupakan tuntutan pidana terhadap orang.

B. Penafsiran asas Praduga tidak bersalah

Civil forfeiture adalah gugatan in rem yang tidak mempunyai kaitan atau hubungan dengan tindak pidananya. Sehingga JPN tidak perlu membuktikan lagi tentang tindak pidanya atau kepemilikan benda. Namun dalam hal Tindak Pidana Pencucian Uang, penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian, yang bersumber dari adanya laporan PPATK atas adanya indikasi perbuatan pencucian uang, masih mengacu kepada beberapa perangkat asas-asas yang terdapat di dalam sistem hukum pidana materil dan formil 143 . Misalnya dalam rangka menjerat pelaku tindak pidana 143 Lihat : Rajagukguk, Erman, Anti Pencucian Uang : Perbandingan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, Volume 16, Nopember 2001, hal 24-25. Bahwa Indonesia sendiri telah lama mencantumkan ketentuan mengenai money laundering ini dalam rancangan kitab undang-undang hukum pidana sebagai berikut : pertama pasal 610 rancangan KUHP mengatakan barang siapa menyimpan uang di bank dan ditempatkan, mentransfernya, menitipkan, menghibahkan, memindahkan, menginvestasikan, membayar uang kerta bernilai uang, yang Universitas Sumatera Utara pencuian uang, penyidik harus terlebih dahulu membuktikan adanya unsur kesalahan, namun penyidik juga harus berpegang pada prinsip-prinsip presumption of innocence, sampai adanya putusan pengadilan yang incracht van gewijsde 144 Dilakukan oleh para perangkat pemerintahan dan mengabaikan fatwa Nomor 4MunasIV2002 oleh Majelis Ulama Indonesia yang dikeluarkan dalam Musyawarah Nasional yang menyatakan bahwa : diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya diperoleh dari perdagangan narkotika yang tidak sah atau tindak pidana ekonomi atau tindak pidana korupsi diancam dengan tindak pidana penjara paling lama belas tahun dan denda paling banyak kategori V, kedua pasal 611 rancangan \KUhp\ yang menyatakan bahwa barang siapa menerima untuk disimpan atau sebagai titipan, menerima transfer, yang tidak sah atau tindak pidana ekonomi dan tindak pidana korupsi diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak kategori V; 144 Yang dimaksud dengan asas presumption of innocence yakni mengenai asas praduga tidak bersalah yang telah ditegaskan dalam Pasal 11 ayat 1 Universal Declaration of Human Rights UDHR yang antara lain menyatakan : “Setiap orang .. dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum …. Everyone….has the rights to be persued innocent until proved guilty according to law… . Pasal 4 ayat 2 ICCPR menyatakan setiap ornag yang dituduh melakukan kejahatan berhak dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum. Didalam Kontitusi RIS 1949 KRIS, Undang-Undan Dasar Sementara 1950 UUDS 1950 dan UUD 1945, terdapat beberapa pasal yang merupakan penegakan dari asas persamaa kedudukan dihadaapan hukum dan asas praduga tak bersalah. Persamaan kedudukan dalam hukum baik dalam KRIS 1949 maupun UUDS 1950 dicantumkan dalam pasal 7, sedangkan pradugatak bersalah pada kedua konstitusi atau UUD tersebut dituangkan dalam pasal 14. Kedua pasal KRIS 1949 dan UUDS 1950 tersebut tampakna diilhami oleh ketentuan dalam UDHR yaitu mencantumkan hak itu dalam pasal yang berbeda. Tidak demikian halna didalam UUD 1945. UUD 1945 hanya mengisyaratkan tentang persamaan kedudukan dihadapan hukum saja yaitu dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 dan tidak mencantumkan secara tegas dalam satu pasal tertentu tentang asas praduga tak bersalah. Meskipun demikian, asas praduga tak bersalah dapat ditemukan didalam perundang-undangan organic dan peraturan pelaksanaannya, antara lain didalam UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah dua kali diuba dan terakhir menjadi UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Demikian juga dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, sekalipun tidak secara tersurat dicantumkan dalam salah satu pasal, tetapi menurut Nico Keijzer, tersirat dalam pasal 19 ayat 1 yaitu Pengadilan harus memutus bebasdalam hal dari hasil pemeriksaan persidangan, kesalahan terdakwa yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara dan tidak meyakinkan pengadilan. Sedangkan incraht van gewijsde adalah keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Lihat, Surachman, RM, The Public Prosecutor’s Power and The Rights of The Suspect and The Accuses, Tokyo, 1982, makalah disampaikan pada UNAFEI Workshop on Investigation and Prosecution. Universitas Sumatera Utara 1. Risywah yaitu pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain pejabat dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang tidak benar menurut syariah batil atau membatilkan yang hak. 2. Suap, uang pelicin , money politik 145 dan lain sebagainya dapat di kategorikan sebagai risywh apabila tujuan untuk meluluskan yang batil atau membatilkan yang hak. 3. Hadiah kepada pejabat adalah suatu pemberian dari seseorang dan atau masyarakatyang diberikan kepada pejabat karena kedudukan baik di lingkungan pemerintah maupun lingkungan lainnya. 4. Korupsi adalah tindakan pengambilan sesuatu yang ada dibawah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar menurut syariah Islam 146 .

C. Implementasi Civil Forfeiture terhadap hukum di Indonesia dengan