Manfaat Penelitian Analisis Pengimplementasian Rezim Civil Forfeiture Dalam Pemberantasan Money Laundering

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah Urgensi Pengimplementasian Civil Forfeiture di Indonesia dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ? 2. Bagaimanakah praktek pelaksanaan Civil Forfeiture di Negara Common Law ? 3. Apakah Hambatan dari Pengimplementasian Civil Forfeiture di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah : a. Untuk dapat mengetahui dan memahami tujuan dan kegunaan pengimplementasian rejim civil forfeiture dalam permberantasan tindak pidana pencucian uang b. Untuk dapat mengetahui dan memahami praktek pelaksanaan rezim civil forfeiture di negara Common Law. c. Untuk dapat mengetahui dan memahami hambatan pengimplementasian rezim civil forfeiture dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia

2. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya hukum acara dan upaya pengembalian aset di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan masukan bagi Universitas Sumatera Utara penyempurnaan perangkat peraturan mengenai pemberantasan kejahatan kerah putih pada umumnya dan korupsi pada khsususnya. Secara praktis penelitian bermanfaat bagi aparat penegak hukum dan juga para praktisi hukum dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Bagi negara bermanfaat untuk dapat mengembalikan aset negara yang telah dicuri dan dibawa ke luar negeri.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai pengimplementasian rejim civil forfeiture pemberantasan tindak pidana pencucian uang belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Secara umum Civil Forfeiture dapat diartikan sebagai upaya hukum untuk melakukan penyitaan dan pengambilalihan suatu asset melalui gugatan in rem 37 atau 37 Gugatan in rem adalah gugatan perdata terhadap aset bukan terhadap tindak pidananya. Universitas Sumatera Utara gugatan terhadap asset. 38 Penggunaan civil forfeiture sebagai instrumen untuk menyita dan mengambil aset yang berasal, berkaitan atau merupakan hasil dari kejahatan sudah lazim ditemui di negara-negara common law. Akar dari prinsip civil forfeiture pertama kali ditemukan pada abad pertengahan di Inggris ketika kerajaan Inggris menyita barang-barang yang dianggap sebagai instrument of death atau yang sering disebut sebagai Teori Deodand. 39 Teori ini didasarkan pada legal fiksi dimana sebuah tindak pidana dianggap “taint” menodai sebuah asset yang dipakai atau merupakan hasil dari tindak pidana tersebut taint doctrine. 40 Munculnya era industrialisasi di Inggris kemudian memaksa parlemen untuk menghapuskan deodand setelah meningkatnya kecelakaan yang terjadi sehingga menyebabkan banyaknya aset yang disita. 41 Namun demikian, walaupun deodand telah dihapuskan di Inggris, prinsip dari civil forfeiture ini kemudian berkembang di Amerika Serikat terutama dalam bidang hukum perkapalan admiralty law. 42 Colonial Admiralty Courts sering sekali mengadili persidangan terhadap sebuah kapal dari pada pemilik kapalnya. 43 Kongres pertama dari Amerika Serikat mempertahankan penggunaan civil forfeiture di hukum perkapalan dengan mengeluarkan peraturan yang memberi 38 David Scott Romantz, “Civil Forfeiture and The Constitution: A Legislative Abrogation of Right and The Judicial Response: The Guilt of the Res ”, 28 Suffolk University Law Review, 1994, hlm. 390. 39 Tood Barnet, “Legal Fiction and Forfeiture: A Historical Analysis of the Civil Asset Forfeiture Reform Act:, 40 Duquesne Law Review Fall 2001, hlm. 89. 40 Ibid. 41 Ibid, hlm. 90. 42 Leonar W. Levy, A License to Steal : The Forfeiture of Property, 1996, hlm. 19. 43 Ibid, hlm. 39. Universitas Sumatera Utara kewenangan kepada pemerintah federal untuk menyita kapal. 44 Supreme Court kemudian juga mendukung penggunaan civil forfeiture di Amerika Serikat dalam kasus The Palymra yang terjadi di tahun 1827 dimana pengadilan menolak argument pengacara dari si pemilik kapal yang mengatakan bahwa penyitaan dan pengambil alihan kapalnya adalah illegal, karena tapa adanya sebuat putusan yang menyatakan pemiliknya bersalah. 45 Kasus inilah yang menjadi dasar dari penggunaan civil forfeiture di Amerika Serikat. 46 Di Amerika untuk melakukan perampasan aset atau penggeledahan diperlukan Search Warrant penggeledahan yang dikeluarkan oleh pengadilan. Dengan Search Warrant ini, penegak hukum dapat mendapatkan banyak informasi mengenai individual yang bersangkutan seperti computer information, kekayaan, record bank, pajak, bisnis, buku cek dan banyak lagi. Elemen yang paling penting adalah harus mempunyai bukti bahwa penyitaan aset tersebut berhubungan dengan aktivitas illegal atau memberikan bukti dugaan bahwa aset tesebut berhubungan dengan aktivitas illegal. Terkadang informasi mengenai aset tesebut dapat diketahui sebelum search warrant dikeluarkan sehingga dapat lebih memudahkan para penegak hukum. Salah satu contoh, dari data pengembalian pajak tax return seseorang memperoleh pendapatan sebesar 10.000 US Dollar per tahun, tetapi orang tersebut memiliki harta kekayaan sekitar 500.000 US Dollar kemudian investigator harus mencari hubungan antara aset-aset tambahan dengan tindak pidana. Di Tampa, 44 Ibid, hlm. 46. 45 Barner, Op.Cit, hlm. 91. 46 Ibid, hlm. 92. Universitas Sumatera Utara Florida, terdapat seorang pengedar narkotika pada tahun 1990 dari Kolombia dan orang tersebut memiliki property yang disimpan dibeberapa negara misalnya negara Eropa. Hal yang penting bahwa pelaku kejahatan berupaya menyembunyikan aset kejahatannya dengan menyimpan di negara-negara lain. Elemen lain yang penting adalah kerja sama antar negara yang dapat membantu negara asal untuk melacak asset yang disembunyikan oleh pelaku kejahatan di luar negeri. Untuk perkara pidana di Amerika Serikat menggunakan burden of proof beyond the reasonable doubt . Di Amerika Serikat, setelah aset atau property disita, pihak ketiga dapat mengklaim aset tesebut dengan disertai bukti-bukti yang lengkap. Contoh, jika seorang anak daripada terdakwa ingin mengajukan gugatan atas aset-aset ayahnya yang merupakan terdakwa yang dirampas dengan mengklaim bahwa sebagian dari aset-aset tersebut diperoleh secara sah, maka anak tersebut memiliki hak untuk melakukan hal tersebut selama yang bersangkutan mengajukan bukti-bukti kuat. Criminal Asset RecoveryAsset Forfeiture adalah bagian dari hukuman yang dijatuhkan atas putusan pengadilan atas delik yang terjadi. Artinya bahwa jika terdakwa diputus bersalah oleh pengadilan melakukan tindak pidana, dan tunduk pada perampasan aset maka hukum acara perampasan aset dapat dilakukan. Hal ini sama halnya dengan perampasan aset secara perdata dimana jaksa penuntut umum berkewajiban menyampaikan bukti-bukti. Perbedaan antara perampasan aset secara perdata dan perampasan aset secara pidana adalah bahwa dalam perampasan aset secara perdata yang berlaku adalah Pemerintah melawan property, sementara dalam Universitas Sumatera Utara perampasan aset secara pidana, Pemerintah melawan terdakwa. Kemudian, pelaksanaan perampasan aset secara pidana tergantung pada putusan pengadilan atas delik yang terjadi, sementara perampasan aset secara perdata tidak, artinya terlepas dari adanya putusan pengadilan atas tindak pidana 47 . Surat penetapan pengadilan Indonesia terkait penyelamatan aset dalam proses pembekuan, penyitaan aset, dan lain-lain tidak memungkinkan adanya peluang perlawanan verzet. Penetapan pengadilan tersebut dapat diterapkan di negara lain USA. Bekerja sama dengan pemerintahan negara lain sangat penting dalam usaha penyelamatan aset. Selama diantara negara-negara tersebut mempunyai Mutual Legal Assistance Treaty atau Vienna Convention maka negara tersebut bisa bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam pengeluaran surat penetapan pengadilan. Di Amerika Serikat, penerapan hukum pidana dan perdata mendapat perlakuan yang sama. Office of International Affairs dari Department of Justice di Amerika Serikat bekerja sama dengan pemerintahan luar negeri dalam proses dan pengeluaran Court Orders yang diperlukan oleh negara tersebut dalam kasus penyitaan aset di Amerika Serikat. Secara umum, MLA Treaty harus terbuka, saling menghormati dan kooperatif. Jika terdapat MLA Treaty atau negara peminta telah meratifikasi Vienna Convention , maka permintaan akan perampasan aset secara international dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara kedua negara. Pada dasarnya, biasanya terdapat pembagian 50-50 persen atas bagian harta hasil rampasan yang berada di 47 Ario Wandatama, dam Detania Sukarja,Ibid Universitas Sumatera Utara negara lain untuk dapat dikembalikan kepada negara peminta. Misalnya, suatu kasus yang pernah ditangani tentang perdagangan obat terlarang, dimana pelaku menyembunyikan aset-asetnya di luar negeri termasuk di Swiss. Pemerintah Amerika Serikat mengirim permintaan kepada pemerintah Swiss untuk merampas aset-aset dan mengembalikannya ke Amerika. Hal ini berjalan dengan baik, tetapi pemerintah Amerika harus membagi 50 persen bagian kepada pemerintah Swiss. Indonesia menganut civil law system dimana peraturan perundang-undangan dibuat dengan kodifikasi dalam media tertentu misalnya UU, keputusan, regulasi tertulis, dan lain lain . Saat ini masih menjadi pertimbangan bagi Indonesia apakah Indonesia memerlukan UU Asset Recovery atau UU Asset Forfeiture yang juga mengatur di dalamnya prosedur pemblokiran, penyitaan dan perampasan aset, termasuk pembagian asset, secara tersendiri atau diintegrasikan dengan UU yang ada. Saat ini di Indonesia, keputusan pembagian aset berada di tangan Departemen Keuangan, berbeda dengan Amerika dimana pembagian aset dilakukan berdasarkan kebijakan masing-masing lembaga yang menangani Department of Justice dan Department of Treasury . Dalam rangka mengembalikan harta kekayaan yang berasal dari korupsi pemerintah mengeluarkan UU Anti Money Laundering. Money Laundering sering kali merupakan upaya yang dipilih oleh para koruptor untuk menyembunyikan uang hasil korupsinya yang dipermudah dengan ketidak beranian Bank 48 untuk melaporkan 48 Lihat ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 310PBI Tahun 2001 yang disempurnakan menjadi Peraturan Nomor 521PBI Tahun 2003 yang mewajibkan Bank untuk Universitas Sumatera Utara transaksi keuangan yang mencurigakan di perbankan terutama yang menyangkut pejabat-pejabat pemerintahan. Untuk hasil transaksi keuangan yang mencurigakan di perbankan lebih banyak diperoleh setelah dilakukan komplain audit di Bank tersebut. 49 Pasal 3 UU TPPU menyatakan : 1 Setiap orang yang dengan sengaja; a. menempatkan Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tidak pidana ke dalam Penyediaan Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain; b. mentransfer Harta kekayaan yang diketahuinya pidana patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan ke Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain. c. membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; d. menghibahkan atau meyumbangkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; meneliti kebenaran dokumen mengenai identitas calon nasabah, maksud, tujuan, hubungan yang akan dilakukan calon nasabah dengan bank, informasi lain yang memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabah,serta identitas pihak lainnya. 49 Tempo Interaktif, 21 Maret 2007 ,Bank Takut laporkan Transaksi Keuangan yang Mencurigakan Pejabat Negara, http:www.tempointeraktif .comhgekbis20070321brk.2007321- 95966.id.html . diakses tanggal 30 Januari 2009. Universitas Sumatera Utara e. menitipkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; f. membawa ke luar negeri Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana; g. menukarkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang surat berharga lainnya; atau h. menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana uang dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun yang paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00,- lima milyar rupiah dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00,- lima belas milyar rupiah. 2 Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Adapun jenis-jenis tindak pidana yang dimaksud dalam UU TPPU adalah sebagai berikut : 1. Tindak Pidana Pencucian Uang : menempatkan, mentransfer, membayarkan membelanjakan, menghibahkanmenyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan dengan mata uangsurat berharga lain, atau menyembunyikanmenyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Universitas Sumatera Utara 2. Tindak Pidana Percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang 3. Tindak pidana menerimamenguasai : penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Ancaman pidana atas tindak pidana yang dimaksud dalam UU TPPU adalah penjara minimum 5 tahun dan maksimum 15 tahun, serta denda minimum Rp. 5 milyar dan maksimum Rp. 15 milyar. Sedangkan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang ; a. penyedia jasa keuangan : sengaja tidak menyampaikan laporan yang diwajibkan ancaman pidana : denda minimum Rp. 250 juta dan maksimum Rp. 1 milyar b. setiap orang yang tidak melaporkan pembawaan uang tunai dalam Rupiah sejumlah Rp. 100 Juta atau lebih ke dalam ke luar wilayah RI, diancam pidana denda minimum Rp. 100 juta dan maksimum Rp. 300 juta. c. PPATK, penyidik, saksi, penuntut umum,hakim atau pihak lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana pencucian uang yang sedang diperiksa melanggar larangan menyebut identitas pelapor diancam dengan pidana penjara minimum 1 tahun dan maksimum 3 tahun. UUTPPU juga mengatur tindak pidana pencucian uang oleh korporasi, dimana disebutkan bahwa tanggung jawab pidana berada pada pengurus dan korporasi yang bersangkutan dan korporasi diancam pidana pokok serta denda sebesar maksimum denda ditambah 13 dan pidana tambahan pencabutan izin usaha. Universitas Sumatera Utara Kegiatan tindak pidana pencucian uang tidak hanya dilakukan oleh masyarakat biasa, namun juga oleh anggota Polri. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya Rekening yang diduga merupakan hasil dari tindak pidana oleh anggota Kepolisian Republik Indonesia yang menemukan indikasi keterlibatan tujuh perwiranya dalam tindak pidana pencucian uang dalam penyidikan Devisi Profesi dan keamanan Polri terhadap 15 rekening polisi yang dicurigai dan untuk mana telah dilaporkan kepada PPATK. 50 Hasil dari kegiatan money laundering diupayakan dengan gugatan perdata dapat diambil oleh pemerintah Indonesia. Tidak mudah untuk melakukan hal tersebut dikarenakan perlunya pembuktian yang sebelumnya dipakai hanya dengan KUHP sehingga menyulitkan. Dengan penerapan civil forfeiture dalam UU TPPU memberikan dasar hukum kepada aparat hukum untuk menyita dan merampas harta kekayaan milik terdakwa meskipun terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan. Modus yang kerap terjadi dalam kasus pencucian uang, menurut Direktur Ekonomi Khusus Polri Brigjen Andi Chaerudin, biasanya dilakukan dengan tiga tahap. 51 Langkah pertama melakukan placement. Pelaku kejahatan menempatkan dana yang dihasilkan dari tindak kejahatan ke dalam sistem keuangan. Langkah kedua melakukan layering. Pelaku kejahatan mengubah bentuk dana melalui 50 Tempo Interaktif, 6 September 2005, Tujuh Perwira Polri Diduga Lakukan Pencucian Uang , http:www. tempointeraktif.comhg nasional20050916brk, 200509 16 -66692 ,id. html. diakses pada tanggal 29 Januari 2009. 51 bpkp.go.id, Rendah, Dukungan Perusahaan Keuangan Pemberantasan Pencucian Uang, 2005-08-16 http:bpkp.go.idviewberita.php?aksi=viewstart=1205id=985. Diakses Tanggal 30 Januari 2009. Universitas Sumatera Utara transaksi keuangan yang kompleks, tujuannya untuk mempersulit pelacakan asal usul dana. Langkah ketiga melakukan integration. Dengan serangkaian transaksi yang rumit, dana itu dijadikan seolah-olah bukan merupakan hasil tindak kejahatan. Dalam Action Plan yang dikeluarkan PBB dan Bank Dunia untuk mendukung pelaksanaan StAR Initiative, negara berkembang diminta untuk menyiapkan dan memperkuat rezim anti money laundering melalui penguatan Finacial Intellegence unit FIU dan penerapan system Know Your Costumer KYC. 52 Secara umum, Indonesia telah melakukan hal ini. Keluarnya UU no 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 tentang tindakan pidana pencucian uang “TPPU” dan pembentukan PPATK sebagai FIU adalah sebagai bukti keseriusan Indonesia untuk membentuk suatu rezim Anti Money Laundering yang kuat. Dalam konteks StAR Initiative, optimalisasi rejim anti money laundering merupakan sebuah keharusan mengingat institusi ini dapat membentu proses pengembalian aset baik dari segi penyelidikan, penyidikan maupun proses persidangan para koruptor. Setidak tidaknya ada beberapa hal kelebihan dari rejim anti money laundering dalam membantu StAR Inititive. Pertama, rejim anti money laundering telah mengintegrasikan berbagai sektor seperti lembaga penyedia jasa keuangan , bea cukai,aparat penegak hukum sehingga pemberantasan korupsi dan pengembalian asset dapat berjalan lebih terarah 52 M.Guadamillas and R.Keppler,”Securities Clearance an Settlement System.A Guide to Best Practies”, World Bank Policy Reseacrh Working Paper No 2581, April 2001,hal 9. Universitas Sumatera Utara dan terorganisir. Kedua, PPATK sebagai anggota Egmont Group yang merupakan FIU sedunia mempunyai akses untuk melacak jalir uang atau mencari alat bukti lainnya di Negara anggota Egmont Group tersebut. PPATK dapat menyediakan informasi mengenai aset tracking, jumlah, identitas pemilik dan linkage dari koruptor pemilik keuangan yang dilarikan keluar negeri melalui jasa keuangan. Hal ini sangat membantu aparat penegak hukum dalam proses pengumpulan alat bukti untuk kepentingan proses persidangan. Ketiga, UU TPPU memberikan dasar hukum kepada aparat hakim untuk menyita dan merampas harta kekayaan milik terdakwa walaupun terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan. Keempat, rezim anti money laundering membantu identifikasi terjadinya korupsi. UU TPPU mewajibkan penyedia jasa keuangan untuk melaksanakan prinsip KYC dan melaporkan transaksi yang tidak sesuai dengan profile KYC transaksi yang mencurigakan kepada PPATK Hal ini menjadi indikasi pertama dari terjadinya tindak pidana termasuk korupsi karena apabila si pengguna penyedia jasa keuangan yang dicurigai tersebut melakukan transaksi di luar profile nya maka PPATK dapat mulai melakukan penyidikan tentang asal usul dari pengguna tersebut 53 . Oleh karena itu diperlukan juga pengimplementasian KYC untuk mendukung proses pengembalian aset baik dalam tahap penyidikan maupun dalam proses pengambilan asset melalui identifikasi aset melalui profile nasabah. Pemerintah telah membuat rule of game dalam aspek teknis dari pelaksanaan StAR 53 Lihat Model Regulation Concerning Laundering Offense connected to illict Drug Trafficking and Related Offense,OEASer-LXIV.2CICADINF5892,May23,1992. Universitas Sumatera Utara dan pengembangan infrastruktur untuk pengembalian aset dengan metoda hukum pembuktian terbalik personal quilty dan dengan upaya hukum perdata.

2. Kerangka Konsepsi