Bervariasinya putusan pengadilan case law dalam negara dengan system hukum common law sehingga dapat dipakai sebagai acuan guna mendekati masalah-
masalah yang timbul dalam proses pengimplementasian rejim civil forfeiture dalam kerangka hukum Indonesia.
Sifat dari penelitian tesis ini adalah bersifat deskriptif sebab penelitian ini akan menggambarkan dan melukiskan asas-asas atau peraturan-peraturan yang
berhubungan dengan tujuan penelitian ini.
2. Sumber Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan library research untuk mendapatkan konsepsi teori
atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini dapat berupa peraturan perundang-
undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya. Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi;
Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang, RUU Civil Forfeiture . Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah
Universitas Sumatera Utara
lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaah penelitian ini.
59
Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus umum.
3. Alat Pengumpulan Data
Oleh karena penelitian ini merupakan penelitin hukum normatif maka alat pengumpumpulan data yang dipergunakan yaitu ; studi dokumen, artinya data yang
diperoleh melalui penelusuran kepustakaan berupa data sekunder ditabulasi yang disstematisasikan dengan memilih perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan
objek penelitian. Keseluruhan data ini kemudian digunakan untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif, pendapat-pendapat atau tulisan para
ahli atau pihak lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun melalui naskah resmi.
4. Analisis Data
Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh pasal-pasal yang berisii kaedah-kaedah hukum
yang mengatur masalah pengimplementasian rejim civil forfeiture dalam kerangka
59
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, , Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982 hlm. 24.
Universitas Sumatera Utara
hukum Indonesia yang kemudian disistemasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan penelitian ini. Selanjutnya data yang diperoleh
tersebut akan dianalisis secara induktif kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dapat
dijawab.
60
60
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum Suatu Pengantar, , Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001 hlm. 195 – 196.
Universitas Sumatera Utara
B A B II URGENSI IMPLEMENTASI CIVIL FORFEITURE DALAM TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG
A. Penerapan Civil Forfeiture terhadap Hukum Yang berlaku di Indonesia
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Perbedaan terhadap sistem hukum Perdata dan hukum pidana berlaku juga terhadap kompetensi suatu peradilan, hukum acara, termasuk didalamnya mengenai
hukum pembuktian. Pandangan tradisional melihat tindak pidana sebagai suatu kejahatan yang mengancam kepentingan masyarakat. Oleh karena itu hukum pidana
dibuat dengan maksud untuk melindungi kepentingan masyarakat yang diancam oleh kejahatan tersebut, dengan menentukan kaidah-kaidah serta sanksi-sanksi yang dapat
menindak para pelaku kejahatan maupun mencegah anggota masyarakat untuk dalam melakukan kejahatan
61
. Sehubungan dengan hal tersebut, hukum acara pidana disusun untuk
menentukan syarat-syarat dan tata cara agar dapat menentukan seseorang terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan suatu kejahatan sehingga berakibat
munculnya stigma sosial dari masyarakat terhadap terpidana sebagai seorang
61
http :www. Legalitas .org index.php proses ?q=PERAMPASAN +HARTA+ KEKAYAAN + HASIL + TINDAK + PIDANA 3A + TELAAHAN + BARU + dalam + Sistem +
Hukum + Indonesia
Universitas Sumatera Utara
penjahat, akan tetapi hal tersebut tidak ditemukan dalam hubungan keperdataan sekalipun terdapat pihak yang dirugikan
62
. Dalam perkembangannya kini, pembedaan secara tegas antara perbuatan
yang termasuk di dalam ruang lingkup hukum pidana dan hukum perdata tidak dapat dipertahankan lagi. Banyak perbuatan-perbuatan yang merupakan ruang lingkup
hukum perdata telah diinterupsi dengan perbuatan pidana, ataupun sebaliknya perbuatan-perbuatan pidana seringkali juga berpengaruh baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap hubungan keperdataan. Pandangan kaum pasca modernis melihat hal ini sebagai langkah pemajuan dalam proses supremasi hukum.
Apalagi dengan semakin meningkatnya administrasi birokrasi dalam perkembangan masyarakat modern telah mengakibatkan hukum adminisrasi juga seringkali tidak
dapat dipisahkan secara tegas antara hukum perdata dengan hukum pidana. Perkembangan
masyarakat modern
pun berpengaruh
terhadap perkembangan modus-modus kejahatan. Kejahatan pada saat ini telah menjadi sarana
untuk mengambil keuntungan ekonomis sehingga kejahatan seperti ini disebut dengan jenis kejahatan dengan motif ekonomi. Nilai ekonomis dari suatu barangaset
hasil tindak pidana merupakan darah segar blood of The Crime bagi kejahatan itu sendiri. Oleh karenanya, kini dikenal bahwa harta kekayaan hasil suatu tindak pidana
adalah darah bagi berlangsungnya aktivitas kehidupan kejahatan, terutama kejahatan yang tergolong luar biasa yang dilakukan dengan motif ekonomi seperti yang
dimaksud diatas terus berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih
62
Ibid
Universitas Sumatera Utara
white collar crime belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar, bahkan saat ini telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir well-organized
crimes , memanfaatkan kecanggihan teknologi advanced technology means, serta
telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara international crimes. Khusus kejahatan yang termasuk jenis ini, selain menghasilkan banyak harta kekayaan
sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya, baik sarana maupun prasarana pendukung
untuk melakukan kejahatan
63
. Dalam menghukum pelaku tindak pidana untuk jenis kejahatan seperti ini
tentu saja tidak cukup dengan proses pidana konvensional. Sistem peradilan kedepan harus mampu untuk menarik seluruh keuntungan yang dihasilkan serta seluruh
peralatan, sarana dan prasarana yang mendukung kejahatan tersebut dengan maksud antara lain kejahatan tersebut tidak dilanjutkan oleh orang lain, atau dapat digunakan
oleh orang lain untuk melakukan kejahatan lainnya; ataupun mencegah si pelaku tindak pidana beserta kerabatnya agar tidak dapat menikmati harta kekayaan dari
hasil tindak pidananya
64
. Di berbagai belahan dunia bagi negara-negara yang menganut sistem hukum
AnglosaxonCommon Law , mereka tidak lagi memberikan pandangan terpisah antara
sistem hukum pidana dengan perdata dalam mengejar aset hasil tindak pidana yang dihasilkan dari suatu kejahatan. Sistem hukum mereka memungkinkan mengenal
63
Pedoman Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laudering, Dokumen Kepolisian Republik Indonesia ,tanpa Tahun,hal 1.
64
Ibid
Universitas Sumatera Utara
adanya perampasan aset yang dikenal dengan istilah Asset Forfeiture atau Asset Seizure
. Asset Forfeiture ini memungkinkan pula untuk menyita atau merampas hasil pidana tanpa putusan pengadilan. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan negara-
negara penganut sistem Eropa KontinentalCivil Law. Asset Forfeiture ini hanya dikenal dalam proses sistem hukum pidana, yang dikenal dengan istilah penyitaan
atau perampasan setelah dijatuhkannya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pengertian yang demikian luas terhadap harta kekayaan yang dapat dirampas tentu saja menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat terhadap adanya
kemungkinan terjadi penyalahgunaan wewenang atau wewenang dilakukan tanpa memperhatikan hak-hak asasi manusia, khususnya masyarakat dalam hal ini.
Praktik internasional telah menunjukkan bahwa asset forfeiture dengan mengambil harta kekayaan para pelaku kejahatan, menjualnya, dan membagi-bagikan hasilnya
kepada para penegak hukum untuk proses penegakan hukum yang lain, telah menghasilkan uang dalam jumlah yang sangat besar, sehingga kemudian timbul
motivasi dari para penegak hukum untuk lebih intensif memberikan perhatian terhadap penyelesaian perkara-perkara dengan melibatkan harta kekayaan dalam
jumlah yang besar, sekalipun perkara itu tergolong pada kejahatan ringan. Berbeda dengan proses hukum konvensional yang jauh lebih merumitkan
dalam upaya mengambil harta kekayaan tindak pidana. Dalam kondisi yang demikian, putusan-putusan pidana telah mengakibatkan banyak orang-orang menjadi
kehilangan harta kekayaan, bahkan penghasilan. Pada akhirnya, sistem hukum tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat menurunkan tingkat kejahatan, apalagi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Harta yang diperoleh dengan jalan yang tidak sah yang telah dicuci seolah oleh diperoleh dengan jalan legal money laundering dijadikan sebagai objek dari
civil forfeiture
65
. Instrumen civil forfeiture sekilas mirip dengan gugatan perdata yang ada
dalam UU PTPK, namun keduanya memiliki perbedaan. Upaya perdata dalam UU PTPK menggunakan aturan perdata biasa dimana proses persidangannya masih
tunduk pada hukum perdata formil atau materiil biasa. Civil forfeiture menggunakan aturan perdata yang berbeda, seperti pembalikan beban pembuktian. Civil forfeiture
tidak berkaitan dengan pelaku tindak pidana dan memperlakukan sebuah aset sebagai pihak yang berperkara. Perbedaan tersebut menghasilkan dampak yang berbeda
66
. Gugatan perdata yang ada dalam UU PTPK memberikan beban pembuktian
adanya “unsur kerugian negara” kepada jaksa sebagai pengacara negara. Sebaliknya civil forfeiture
mengadopsi prinsip pembalikan beban pembuktian dimana para pihak yang merasa keberatan membuktikan bahwa aset yang digugat tidak mempunyai
hubungan dengan korupsi. Hal ini menjadikan Jaksa Pengacara Negara cukup
65
http:gagasanhukum.worldpress.comtags-eka-iskandarp2 diakses terakhir kali tanggal 28 Juli 2010.
66
Ibid
Universitas Sumatera Utara
membuktikan adanya dugaan bahwa aset yang digugat mempunyai hubungan dengan suatu tindak pidana korupsi.
67
Semakin meningkatnya kuantitas dan kualitas kasus-kasus korupsi di Indonesia, maka untuk memerangi korupsi, salah satu cara dapat menggunakan
instrument civil forfeiture untuk memudahkan penyitaan dan pengambilalihan aset koruptor melalui jalur perdata. Indonesia selama ini cenderung mengutamakan
penyelesaian melalui jalur pidana yang lebih fokus untuk menghukum pelaku tindak pidana korupsi dari pada pengembalian kerugian keuangan negara. Kenyataannya
jalur pidana tidak cukup “ampuh” untuk meredam atau mengurangi jumlahterjadinya tindak pidana korupsi. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Marwan Effendy
bahwa korupsi di Indonesia seperti tidak habis-habisnya, semakin ditindak makin meluas, bahkan perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam
jumlah kasus, jumlah kerugian negara maupun kualitasnya. Akhir-akhir ini nampak makin terpola dan sistematis, lingkupnya pun telah merambah ke seluruh aspek
kehidupan masyarakat dan lintas batas negara. , korupsi secara nasional disepakati tidak saja sebagai “extraordinary crime” kejahatan luar biasa, tetapi juga sebagai
kejahatan transnasional.
68
Mempertajam pemahaman tentang civil forfeiture, terdapat beberapa perbedaan mendasar secara umum antara civil forfeiture dibandingkan dengan
67
Suhadibroto, Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian negara Dalam korupsi, www. Komisi Hukum.go id. Dalam Detania, hal.34
68
Marwan Effendy, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Lokakarya Anti-korupsi bagi Jurnalis, Surabaya, 2007, hal.1.
Universitas Sumatera Utara
criminal forfeiture , antara lain : Pertama, civil forfeiture tidak berhubungan dengan
sebuah tindak pidana, sehingga penyitaan dapat lebih cepat diminta kepada pengadilan. Penyitaan dalam proses pidana mengharuskan adanya seorang tersangka
atau putusan bersalah. Civil forfeiture dapat dilakukan secepat mungkin begitu ada adanya hubungan antara aset dengan tindak pidana. Kedua, civil forfeiture
menggunakan standart pembuktian perdata, tetapi dengan menggunakan sistem pembalikan beban pembuktian, sehingga lebih ringan dalam melakukan pembuktian
terhadap gugatan yang diajukan. Ketiga, civil forfeiture merupakan proses gugatan terhadap aset in rem, sehingga pelaku tindak pidana tidak relevan lagi.Keempat,
civil forfeiture berguna bagi kasus dimana penuntutan secara pidana mendapat
halangan atau tidak mungkin untuk dilakukan.
69
Keberhasilan penggunaan civil forfeiture di negara maju mungkin bisa dijadikan wacana di Indonesia karena prosedur ini akan memberikan keuntungan
dalam proses peradilan dan untuk mengejar aset para koruptor. Seperti yang terlihat selama ini, seringkali jaksa mengalami kesulitan dalam membuktikan kasus-kasus
korupsi karena tingginya standar pembuktian yang digunakan dalam kasus pidana. Selain itu seringkali dalam proses pemidanaan para koruptor, mereka menjadi sakit,
hilang atau meninggal yang dapat mempengaruhi atau memperlambat proses peradilan. Hal ini dapat diminimalisir dengan menggunakan civil forfeiture karena
69
Ario Wandatama dan Detania Sukarja, “Implementasi Instrumen Civil Forfeiture di Indonesia untuk mendukung Stolen Asset Recovery StAR Initiative”, Makalah dalam Seminar
Pengkajian Hukum NAsinal, 2007, h.22-23.
Universitas Sumatera Utara
obyeknya adalah aset bukan koruptornya, sehingga sakit, hilang atau meninggalnya si koruptor bukan menjadi halangan dalam proses persidangan.
Apabila dicermati dalam proses penyidikan tindak pidana pencucian uang yang telah ditangani termasuk didalamnya adalah korupsi, terlihat adanya
kecenderungan bahwa para pelaku kejahatan ini pada umumnya memiliki status sosial yang tinggi di dalam masyarakat. Mereka tidak mempergunakan harta benda
kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan yang dilakukan dalam bentuk uang tunai. Para pelaku kejahatan ini lebih memilih untuk menyembunyikan,
menyamarkan, atau mengalihkan nya berkali kali uang hasil kejahatan tersebut dengan modus yang berbeda beda, agar penegak hukum tidak dapat atau mengalami
kesulitan untuk mengungkap dan menjerat pelaku kejahatan tersebut. Keseluruhan proses ini merupakan bagian yang terpisahkan dari perbuatan pencucian uang.
Lahirnya UUTPPU didasari oleh suatu pemikiran bahwa tindak pidana pencucian uang sangat erat kaitannya dengan dana-dana yang sangat besar
jumlahnya. Sementara itu, dana-dana tersebut disembunyikan dan disamarkan melalui jasa-jasa keuangan seperti jasa perbankan, asuransi, pasar modal dan
instrument lain dalam lalu lintas keuangan, praktek ini secara tidak langsung akan membahayakan,bahkan merusak stabilitas perekonomian yang telah ada.
Tindakan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang didapat dari hasil suatu tindak pidana, biasanya dilakukan
oleh organisasi kriminal maupun individu yang melakukan korupsi, perdagangan narkotika, kejahatan kehutanan, kejahatan lingkungan hidup dan tindak pidana lain
Universitas Sumatera Utara
dengan tujuan menyembunyikan, menyamarkan atau mengaburkan asal usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut. Sehingga harta kekayaan tersebut baik
yang berupa uang maupun barang dapat digunakan seolah olah sebagai harta kekayaan yang sah, tanpa terdeteksi bahwa harta kekayaan tersebut berasal dari
kegiatan yang illegal. Adapun yang melatarbelakangi para pelaku melakukan pencucian uang
adalah dengan maksud untuk memindahkan atau menjauhkan para pelaku itu dari kejahatan yang menghasilkan proceeds of crime
70
. Tindakan tersebut dimaksudkan dengan memisahkan proceeds of crime dari kejahatan yang dilakukan, menikmati
hasil kejahatan tanpa adanya kecurigaan terhadap pelakunya, serta melakukan reinvestasi hasil kejahatan untuk aksi kejahatan selanjutnya atau ke dalam bisnis dan
usaha yang sah. Uang haram di dalam pencucian uang diperoleh dari berbagai kalangan
kejahatan, maka terdapat beberapa pengaturan sebagai upaya pencegahan kejahatan pencucian uang. Yakni :
1. Undang Undang Nomor 22 Tahun 1977 tentang Narkotika Undang-Undang
Narkotika ini mengatur masalah narkotika yang dibutuhkan sebagai obat dan
70
Proceeds of crime diartikan sebagai pola kejahatan pencucian uang yang merupakan hasil dari tindak pidana dari kejahatan awal predicate crimes berupa uang atau harta kekayaan oleh pelaku
baik orang maupun korporasi, yang biasanya selalu berusaha untuk melakukan penyamaran dan menempatkan harta hasil kejahatan di dalam suatu financial system dengan maksud harta kekayaan
tersebut sebagai harta yang dianggap legal.
Universitas Sumatera Utara
sekaligus mencegah dan memberantas bahaya penyalah gunaan dan peredaran gelap narkotika.
71
2. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1977 tentang Psikotropika
Undang-Undang Psikotropika bertujuan untuk memberantas dan mencegah terjadinya peredaran gelap Psikotropika. Dalam Undang-Undang ini diatur, antara
lain, mengenai persyaratan dan tata cara ekspor dan impor peredaran serta penyaluran psikotropika ,agar hal tersebut tidak disalah gunakan sebagai sarana
pencucian uang. 3.
Undang Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Pasal 31 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
menyebutkan bahwa : “Bank Indonesia dapat memerintahkan bank untuk menghentikan sementara
sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindakan
pidana dibidang perbankan.” Didalam penjelasan atas Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan transaksi tertentu adalah transaksi dalam jumlah besar yang diduga berasal dari kegiatan melanggar hukum dalam pengertian ini, tentunya
termaksud pula kegiatan pencucian uang.
71
Pasal 77 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1977 menyebutkan “ Narkotika dan peralatan yang dipergunakan dalam pelanggaran narkotik dan hasil hasilnya dapat disita untuk Negara.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian dalam rangka kerja sama internasional, Pasal 57 undang-undang ini menyebutkan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan kerja samama
dengan bank central lainnya, organisasi, dan lembaga internasional. Kerja sama ini dapat meliputi kerja sama tukar-menukar informasi yang terkait
dengan bank sentral, termasuk dalam bidang pengawasan bank. 4.
Dalam hubungannya dengan ekstradisi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi memungkinkan adanya kerja sama internasional. Beberapa
perjanjian ekstradisi yang telah ditandatangani oleh Indonesia dengan Negara lain meliputi Filiphina, Malaysia, Thailand, Australia, dan Hongkong. Khusus untuk
kerja sama dengan Australia dan Hong Kong, memang telah meliputi pencucian uang meskipun belum dinyatakan sebagai tindakan pidana.
5. Selain itu, sebagai wujud kepedulian pemerintah Indonesia dalam pemberantasan
kejahatan pencucian uang, pada Juni 2000 Indonesia telah diterima menjadi anggota Asia Pacific Group APG On Money Laundering di kawasan Asia Pasifik
yang didrikan pada Februari 1997. Organisasi ini telah memiliki anggota 22 negara.
6. Undang Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem
Nilai Tukar. Karena kegiatan pencucian uang dapat dilakukan melalui pergerakan dana dalam
transaksi internasional, secara tidak langsung Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 telah memberikan landasan untuk memantau kegiatan ini. Dalam Pasal 3 ayat
2 disebut bahwa :
Universitas Sumatera Utara
“Setiap penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa yang dilakukannya, secara langsung atau melalui pihak lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.” Keterangan dan data yang diminta, antara lain, meliputi nilai dan jenis transaksi
dan negara tujuan atau asal pelaku transaksi. Pada waktu itu salah satu faktor yang menjadi latar belakang lahirnya undang-
undang ini, antara lain, munculnya suatu kasus Eddy Tansil karena pada waktu itu meskipun Indonesia tidak termasuk dalam “Tax haven country” Indonesia
terkenal dengan tingkat kebebasan lalu lintas devisa, modal, dan dana yang tinggi sehingga memungkinkan setiap individu atau perusahaan melakukan transaksi
secara leluasa dan hampir tanpa batas. Terlebih dengan tidak adanya keharusan menerangkan asal usul dari setiap devisa yang masuk atau keluar
72
. Kesaksian yang disampaikan seseorang pejabat sebuah bank Swasta di Jakarta
pada waktu berlangsung peradilan Eddy Tansil. Dinyatakan, antara lain, bahwa atas dasar permintaan Eddy Tansil, maka dengan mudah telah melakukan transfer
uang sebesar Rp 178 miliar atau sekitar US 85 juta kesalah satu bank di Cayman Island. Hal ini dapat terlaksana dengan mudah mengingat negara tersebut
menyediakan peraturan dan fasilitas yang memungkinkan perkembangannya The Financial Secrery Business
73
.
72
http:www.polotikindonesia.comreadhead.php?id=333.html.
73
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa sistem devisa yang berlaku memungkinkan setiap orangbadan untuk memindahkan uang simpan rupiah
mereka kemana saja dikehendaki, proses demikian dapat membawa implikasi terkurasnya dana valuta asing yang dihimpun susah payah.
7. Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang direvisi dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi 8.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tindak lanjut dari perintah undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.
Disamping itu dapat dicatat pula Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2004 tentang pembentukan Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Keppres
Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Untuk menunjang tekad pemerintah korupsi telah dikeluarkan pula Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2003 tentang pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-undang anti “money laundering” di
samping pula Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi. Sejalan
dengan kebijakan tersebut, berbagai lembaga independent juga dibentuk, seperti PPATK Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi keuangan sebagai Financial
Inteligent Unit , lembaga perlindungan saksi dan korban. Tidak kalah pentingnya
adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta aktif
Universitas Sumatera Utara
menunjang program pemerintah dalam pembertasan korupsi dengan memberikan kesempatan serta peran Lembaga Swadaya Masyarakat LSM
9. UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan , UU No 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 5 tahun 1990 Tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya . Hanya saja UU ini belum dapat untuk menjamah
para pelaku intelektual kejahatan dalam bidang kehutanan. Jika merujuk kepada UU No 41 Tahun 1999 lebih banyak menjerat para pelaku lapangan seperti buruh
tebang dan buruh memindahkan hasil kayu hasil dari tebangan liar dari suatu tempat ke tempat lain. Hal ini terjadi karena merekalah yang terbukti menduduki
kawasan hutan, memiliki, menebang, membawa, menguasai dan mengangkut hasil hutan dengan tanpa izin yang sah
74
. Penyebab utama kasus illegal loging adalah aktor intellektualnya selama ini terlalu
kuat untuk ditembus hukum. Kekebalan pelaku penebangan liar terhadap hukum dikarenakan keterkaitan dengan instutisi pemerintah dan oknum pejabat sipil
maupun militer yang membeking sehingga pelaku sangat sulit untuk dijangkau atau disentuh hukum. Penyelesaian kasus illegal loging dipengadilan selama ini
hanya berakhir dengan penyitaan dan pelelangan kayu hasil tangkapan. Tidak sedikit yang bebas karena disebabkan tidak cukup bukti keterlibatan
75
. Kegagalan penegakan hukum atas tindak pidana dibidang kehutanan ini
memberikan pelajaran bagi kita untuk mencari sisi lain yang dapat dijadikan celah
74
Pasal 50 ayat 3 UU No 41 Tahun 1999
75
http:antikorupsi.orgindocontentview12546html?, UU Pencucian Uang : Solusi Alternatif memberantas illegal logging , diakses tanggal 17 Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
untuk menjerat pelaku utamanya.Pendekatan lain adalah dengan pengusutan dari sisi keuangan atau mengejar hasil kejahatan follow the money
76
. Dengan UU TPPU , maka untuk kejahatan di bidang kehutanan memiliki resiko
terjadinya pencucian uang yang sama halnya dengan kejahatan korupsi, perdagangan senjata, narkoba dan terorisme. Aparat hukumpun dapat menjerat
pelaku illegal loging dengan UU TPPU . Karena kayu yang berasal dari illegal logging
maka uangnya adalah ”haram”. Para pelaku dalam tindak pidana illegal logging ini juga melakukan kegiatan
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan melakukan 3 tiga tahapan seperti : Placement
yang merupakan fase menempatkan uang yang dihasilkan dari aktifitas kejahatan dengan memecah sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil yang
tidak mencolok untuk ditempatkan dalam sistem keuangan. Layering
merupakan proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ketempat lainnya dengan serangakaian transaksi
yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan atau menyembunyikan sumber uang ”haram” tersebut.
Integration disini uang haram, tersebut tidak nampak lagi berhubungan dengan
aktifitas kejahatan sebelumnya karena telah ”dicuci” dengan kegiatan placement
76
Barda Nawawi Arif, Sari Kuliah Hukum Pidana Semarang:Badan penyedia Bahan Kuliah Universitas Diponegoro,1999 hal 49.
Universitas Sumatera Utara
dan layering tersebut . Pelaku dapat saja menggunakan satu dari ketiga kegiatan tersebut, namun juga dapat melakukan gabungan dari tiga cara tersebut
77
. Uang hasil kegiatan tersebut dapat dimasukkan ke bank placement dan
kemudian disamarkan layering dengan melakukan transfer ke beberapa nama dan nomor rekening dan selanjutnya diinvestasikan integration kedalam bisnis
legal seperti pendirian hotel, jasa transportasi bahkan sampai dengan mendirikan BPR
78
.
Perbankan adalah saluran yang sangat menarik adalah saluran yang sangat
menarik digunakan dalam kejahatan pencucian uang mengingat perbankan merupakan lembaga keuangan yang paling banyak menawarkan intrumen keuangan.
Banklah tempat transaksi yang paling efektif dalam bisnis kehutanan mengingat jaringan bank khususnya bank-bank nasional milik pemerintah telah meiliki sistem
operasional yang online ke seluruh pelosok daerah yang memungkinkan transaksi dapat dilakukan dengan mudah. Pasal 13 UU Pencucian Uang menyebutkan bahwa
bank wajib menyampaikan laporan kepada PPATK mengenai transaksi keuangan mencurigakan atau Suspicious Transaction Report STR serta wajib melaporkan
transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai atau Cash Transaction Report CTR dalam jumlah komulatif Rp 500 juta. Ketentuan jelas mengikat semua bank untuk
selalu memeriksa dan meneliti setiap transaksi yang dilakukan dengan nasabahnya
77
Rendah,dukungan Perusahaan
Keuangan Pemberantasan
Pencucian Uang
,http:bpkp.go.idviewberita.php?aksi=viewstart=1205id=985,html, diakses terakhir kali pada tanggal 15 Agustus 2010
78
Ibid
Universitas Sumatera Utara
dan wajib melaporkan kepada PPATK jika terdapat hal-hal yang mencurigakan antara lain seperti transaksi yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola
transaksi. Dalam kasus illegal logging, bank sebenarnya dapat dengan mudah mendeteksi baik STR maupun CTR nasabahnya karena : 1 umumnya setiap mata
rantai pelaku utama illegal logging seperti beckers, cukong, dan perusahaan atau industri kayu, selalu menggunakan bank sebagai tempat transaksi mengingat uang
yang dihasilkan dalam bisnis ini selalu dalam jumlah yang besar, sehingga tidak mungkin dibawa dalam bentuk tunai. Transaksi inipin pasti akan menunjukan pola
yang mencurigakan. 2 Bank akan terbantukan dengan adanya berbagai informasi baik dari media masa maupun dari LSM bahkan dari pemerintah Dephut sendiri
tentang para pemain yang terlibat dalam kasus-kasus illegal logging yang terjadi sehingga bank bisa langsung memproses baik STR maupun CTR dari nasabahnya dan
diteruskan kepada PPATK dan selanjutnya PPATK dapat melaporkan kepada polri
79
. Penyelidikan Keuangan oleh Polisi selama ini dalam menangani proses
hukum perkara illegal logging polisi lebih cenderung hanya menggunakan undang- undang kehutanan dan lingkungan hidup yang ternyata sulit membuktikan
keterlibatan pelaku intelektual dan beking illegal logging. Penggunaan UU Kehutanan misalnya sulit membuktikan keterlibatan aktor intelektual dan beking
illegal logging memenuhi unsur – unsur yang terbukti memiliki, menguasai,
mengangkut hasil hutan adalah penebang dan pemilik alat angkat kayu. Dengan
79
http:antikorupsi.orgindocontentview12546html?.diakses pada tanggal 17 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
adanya UU Pencucian Uang, Polri kini mempunyai intrumen hukum baru untuk melakukan penyelidikan keuangan dan mengungkapkan kejahatan pencucian uang di
balik aksi illegal logging. UU TPPU mengijinkan penyidik polri untuk menyelidiki setiap laporan yang telah disampaikan oleh PPATK berkaitan dengan dugaan
terjadinya transaksi keuangan yang mencurigakan Surpicous Transaction Report yang terkait diduga terkat dengan bisnis dibidang kehutanan. Melalui UU pencucian
uang polisi dapat menelusuri transaksi keuangan serta membekukan sementara nomor rekening di bank, serta penyita harta atau aset pelaku illegal logging guna
kepentingan penyidikan. Dukungan Dephut, Departemen Kehutanan sebagai wakil pemerintah dalam
mengelola sektor kehutanan di Indonesia bisa memainkan peran kunci sehubungan dengan masuknya bidang kehutanan dalam UU pencucian uang. Dephut wajib
memberikan dukungan penuh baik kepada PPATK maupun Polisi dalam implementasikan UU pencucian uang. Kerjasama MoU anatara Dephut dan PPATK
sebisanya dapat berjalan efektif seperti pertukaran informasi, dan pembentukan gugus tugas bersama penanganan illegal logging dan pencucian uang dapat turut membantu
pencegahan dan pemberantasan illegal logging. PPATK penghubung aparat penegak hukum lembaga keuangan dibidang kehutanan, selain telah menjalin kerjasama
dengan Departemen Kehutanan, PPATK ditunggu kiprahnya diinternasional sebagai satu-satunya financial intelejen Unit di dunia yang menangani tindak pidana
pencucian uang di sektor kehutanan khususnya masalah illegal logging . Ini adalah konsekuensi dari masuknya bidang kehutanan dalam Undang Undang Tindak Pidana
Universitas Sumatera Utara
Pencucian Uang di Indonesia. PPATK bertugas untuk menerima, menganalisis dan mengevaluasi laporan penyediaan jasa keuangan serta meneruskannya kepada aparat
penegak hukum menempatkan dirinya sebagai ”liaison” penghubung yang menjembatani Penyedia Jasa Keuangan PJK; meminta informasi mengenai
perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum. PPATK dalam berbagai
kesempatan telah mengungkapkan dalam hasil analisanya, akan adanya sejumlah transaksi keuangan yang tidak wajar unusual transaction pada penyedia Jasa
Keuangan terkait. Laporan ini telah diserahkan kepada kepolisian selaku aparat penyidik, lengkap dengan nama pelaku, bukti-bukti transaksi, jumlah dana yang
ditransaksikan, serta modus pencucian uang. Keefektifan instrumen anti pencucian uang ini sangat tergantung pada komitmen, kerjasama dan peran aktif PPATK, Polisi,
Penyedia Jasa Keuangan, Departemen Kehutanan, termasuk lembaga lingkungan, LSM dan masyarakat, sebagai upaya untuk mendukung penagakan hukum dibidang
kehutanan dan lingkungan
80
. Kerjasama antara pelaku dengan instansi pemerintah dalam illegal loging
dapat dikategorikan dengan tindak kejahatan korupsi yang dijerat dengan UU PTPK. Oleh karena itu korupsi merupakan bagian terpenting dari tindak pidana pencucian
uang yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Ditempatkannya korupsi sebagai salah satu kejahatan yang terorganisasi dan
bersifat transnasional dengan alasan sebagai berikut;
80
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Alasan Pertama , modus operandi korupsi telah menyatu dengan sistem
birokrasi hampir disemua negara ,termasuk dan tidak terbatas pada negara-negara di Asia dan Afrika , dan dilakukan secara besar-besaran oleh sebahagian pejabat tinggi,
bahkan seorang Presiden seperti di Philipina , Perdana Menteri Thaksin di Thailand dan bahkan di Indonesia
81
. Berkembang issue bahwa korupsi mempunyai kaitan pula dengan
kejahatan-kejahatan lain yang terorganisasi, khususnya dalam upaya koruptor menyembunyikan hasil korupsinya melalui pencucian uang money laundering
dengan pemanfaatan transaksi derivative yakni melalui transfer-transfer internasional yang efektif.
Alasan Kedua , korupsi terbukti telah melemahkan sistem pemerintahan dari
dalam alias merupakan virus berbahaya dan penyebab proses pembusukan dalam kinerja pemerintahan serta melemahkan demokrasi.
Alasan ketiga , pemberantasan korupsi merupakan hal yang sangat sulit
diperangi karena didalam sistem birokrasi juga koruptif sehingga memerlukan instrument yang luar biasa untuk mencegah dan memeranginya dan memberantasnya.
Sebagai suatu kejahatan yang melintasi batas teritorial suatu negara trans- nasional dan sebagai kejahatan terorganisasi organized crime, bahkan korupsi
seringkali melibatkan korporasi sebagai pelaku. Gambaran ini mengingatkan kepada kita bahwa penanganan korupsi menjadi semakin rumit, dengan semangkin
81
http:www.tempointeraktif, Indonesia Masih dianggap surge Pencucian Uang diakses 25 Oktober 2009.
Universitas Sumatera Utara
banyaknya aset publik yang dikorupsi kemudian disimpan pada sentra-sentra finansial di negara-negara maju terlindung oleh system hukum yang berlaku di negara
tersebut, ditambah lagi dengan jasa para profesional yang disewa oleh koruptor sehingga tidak mudah untuk melacak, apalagi memperoleh kembali aset tersebut.
Pengembalian aset menjadi issue penting karena pencurian aset negara di negara-negara berkembang yang dilakukan oleh orang-orang yang pernah berkuasa di
negara yang bersangkutan merupakan masalah serius. Hal ini dibuktikan sangat banyak hasil aset korupsi yang ditempatkan di
negara yang dianggap aman oleh pelakunya seperti, kepulauan Cayman, Swiss, Austria dan beberapa negara di Asia dan Afrika
82
. Ratifikasi UNCAC 2003 dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006 oleh
pemerintah Indonesia, secara politis telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara di Asia yang memiliki komitmen pemberantasan korupsi melalui kerja sama
Internasional. Hal ini penting, karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik, sebagai suatu perbuatan yang sangat merugikan serta dapat merusak sendi-sendi
kehidupan perekonomian suatu negara
83
. Korupsi telah menjadi musuh bersama umat manusia. Korupsi telah
menjelma menjadi “penyakit” yang sangat menakutkan karena sedang mewabah di seluruh dunia tanpa diketahui obat yang mujarab untuk menanganinya. Oleh karena
82
Harian Seputar Indonesia , 27 September 2006 Opini Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum Pidana Internasional Unpad dan Ketua forum 2004.
83
Mokhammad Najih,Ratifikasi UNCAC 2003 melalui UU No 72006 Dan Konsekuensinya bagi Penanggulangan Korupsi di Indonesia kaitannya dengan Stolen Assests Recovery Star
Initiative , disampaikan pada Seminar Hukum nasional SPHN 2007 di Hotel Milenium –Jakarta-28-
29 Nopember 2007
Universitas Sumatera Utara
itu, dengan sifat “mewabah” yang melekat padanya, maka korupsi bukan hanya menjadi masalah nasional suatu negara, akan tetapi telah menjadi masalah
internasional yang harus diselesaikan. Juga bukan hanya dengan menggunakan intrumen hukum nasional saja, tetapi juga menjadi instrument hukum nasional.
Dalam melakukan kegiatannya hal yang juga sering dilakukan oleh para koruptor adalah Money Laundering atau pencucian uang
Karakter utama yang dilakukan oleh pelaku dalam kegiatan money laundering
adalah menghilangkan atau menghapus jejak asal usul uang tersebut. Dan dalam kegiatan yang tidak saja melakukan dalam batas wilayah, namun juga meluas
ke negara negara lain yang dikenal dengan Kejahatan transnasional. Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang yang perlu diperhatikan adalah :
1. Tujuan dari Tindak Pidana Pencucian Uang adalah mengubah status uang
illegaltidak sah, maka seharusnya idealnya tidak perlu diberi batasan minimal jumlah harta kekayaan hasil tindak pidana, yang akan dicuci. Pelaku dapat
melakukan tindakan lain yang dianggap aman dan tidak melewati batas minimum. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003 tantang perubahan terhadap Undang
Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, menambah ketentuan tentang tindak pidana asal core crime dari predicate
crimes yang semula bersifat tertutup menjadi terbuka, dan lebih menekankan
PPATK untuk bekerja secara intensif dalam menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang TPPU. Tindakan pemerintah Republik Indonesia untuk
menanggulangi dan keluar dari daftar hitam black list negara negara tempat
Universitas Sumatera Utara
tumbuh suburnya kegiatan pencucian uang, yang dilakukan melalui beberapa upaya-upaya sudah menampakkan hasilnya dengan dinyatakan bahwa Indonesia
telah keluar dari daftar hitam tersebut.
84
Pada dasarnya UU TPPU telah memberikan landasan berpijak yang cukup kuat bagi penegakan hukum, untuk
dapat menjerat pelaku tindak pidana pencucian uang money laundering, dengan melalui pendekatan pendekatan sebagaimana tersebut diatas. Dengan harapan
adanya pendekatan tersebut, tidak saja secara fisik pelaku dapat terdeteksi, tetapi juga terhadap harta kekayaan yang didapat,diperoleh, dan berasal dari kejahatan
core crime, yang digolongkan sebagai predicate crimes. Sehingga kegiatan pencucian uang yang dilakukan oleh para pelaku yang biasanya mempunyai status
social yang tinggi high social status dapat dimintakan pertanggung jawabannya. Dalam tindak pidana pencucian uang money laundering, yang menjadi prioritas
utama adalah pengembalian dan pengejaran uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan, dengan beberapa alasan
85
yaitu: a.
Jika pengejaran ditujukan kepada pelakunya akan lebih sulit dan beresiko; b.
Perbandingan antara mengejar pelakunya dengan mengejar harta kekayaan dari hasil kejahatan akan lebih mudah mengejar hasil dari kejahatan. Uang
atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan adalah seperti darah
84
Sutanto,Peran Polri untuk meningkatkan Efektivitas Penerapan UU TPPU, Keynote Adress Pada Pelatihan Anti Tindak Pidana Pencucian Uang , Medan: Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia, tanggal 15 September 2005hal.6
85
Yunus Husein,Upaya Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang oleh
Universitas Sumatera Utara USU,Medan,tanggal 30 Oktober 2002,hal 2
Universitas Sumatera Utara
yang menghidupi energy dari tindak pidana itu sendiri blood of crime. Bila para penegak hukum melakukan pengejaran terhadap uang atau harta
kekayaaan yang diperoleh dari hasil kejahatan, serta dilakukan upaya upaya hukum berupa penyitaan untuk menyelematkan asetkeuangan negara, maka
secara signifikan akan berdampak pada turunnya tingkat kejahatan pencucian uang itu sendiri.
UU TPPU pasal 1 menyebutkan bahwa dalam Undang Undang ini yang dimaksud dengan Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan dan membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan Hasil Tindak Pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan
sehingga seolah oleh harta kekayaan yang sah dan sampai dengan saat ini dianggap perlu untuk mengimplementasikan civil forfeiture kedalam sistem hukum di
Indonesia . Bahwa ada gugatan yang hampir sama dengan civil forfeture sudah pernah
dilakukan Indonesia terhadap uang Haji AchmadThahir,mantan ASISTEN Umum Direktur Utama Pertamina ,bersama istri kedua Almarhum,Kartika Ratna
Thahir,sebesar USD 35 juta di Bank Sumitomo pada tanggal 23 Juli 1976 dan pada tanggal 3 Desember 1992, Pertamina memenangkan gugatan dan berhasil
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan harta warisan Achmad Thahir setelah Pengadilan Singapura memutus Pertamina berhak atas uang deposito sebesar USD 35 juta tersebut
86
. Dari uraian diatas ,civil forfeiture merupakan alternatif yang sangat berguna
untuk menyita dan mengambil aset koruptor,khususnya yang berada di diluar negeri
B. Hubungan antara Civil Forfeiture dengan Perjanjian Bantuan Timbal Balik
Dalam Masalah Pidana Mutual Legal Assistance MLA
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Tindak Pidana Korupsi telah dianggap sebagai tindak pidana yang “luar biasa “ extraordinary crime, sehingga upaya
pemberantasaan pelaku tindak pidana korupsi tidak lagi dilakukan secara pidana “luar biasa “ extraordinary crime karena umumnya tindak pidana korupsi ini dilakukan
oleh pelaku yang umumnya dilakukan oleh golongan yang memiliki otoritas danatau keahlian dibidangnya dengan cara sistematis, melibatkan banyak orang dengan aktor
intelektual, sehingga terbongkarnya kasus korupsi itu lama setelah perbuatan itu dilakukan, sehingga hasil korupsi sudah bisa diamankan oleh para pelaku.
87
Para koruptor mempunyai berbagai cara dan jalan yang biasa dipilih untuk mengamankan, misalnya dengan menggunakan rekayasa financial financial
engineering yang pada umumnya telah tersedia dalam praktek bisnis di dalam
maupun diluar negeri yang bertujuan untuk mengkaburkan asal usul aset yang dikorupsi dan dengan demikian pengamanan hasil aset korupsi itu dilakukan dengan
rekayasa yang canggih dan rapi serta menggunakan celah celah hukum sehingga
86
http:64.203.71.11kompas-cetak,Srihartati Samhadi,Kejar Orangnya atau Uangnya? Diakses pada tanggal 15 Mei 2009.
87
Indriyanto Seno Adji.op.cit hal 236
Universitas Sumatera Utara
terlindungi dengan baik, oleh karena itu dapat dikatakan kejahatan korupsi ini mempunyai dampak merusak dalam “spectrum” yang sangat luas
88
. Berdasarkan uraian diatas, untuk mengadili serta menyita dan merampas
aset koruptor yang dibawa keluar negeri bukanlah suatu hal yang mudah karena berbenturan dengan hukum yang mengatur , karena sebagaimana yang selama ini
dipergunakan, dengan menggunakan intrumen hukum perdata hampir tidak ada manfaatnya, karena undang undang korupsi tidak memberikan kekhususan dengan
diutamakannya persidangan dalam penyelesaian melalui instrument perdata. Upaya pengembalian melalui instrument perdata biasa, artinya gugatan perdata terhadap
koruptor tersangka, terdakwa, terpidana, atau ahli warisnya adalah suatu jalan yang terbuka menurut hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 38 C Undang Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan;
“Apabila setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diketahui masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga atau patut
diduga juga berasal dari tindak pidana korupsi yang belum dikenakan perampasan untuk negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 B ayat 2, maka negara dapat
melakukan gugatan perdata terhadap terpidanan danatau ahli warisnya”. Dalam pengajuan gugatan perdata sesuai dengan Pasal 38 C Undang
Undang Nomor 20 Tahun 2001, haruslah tetap memberlakukan prinsip prinsip
88
Taufiqurrahman Ruki,KPK dan Jejaring Internasional Rezim Anti Korupsi Dalam Upaya Pengembalian Hasil Tindak Pidana Korupsi,
Seminar Nasional Sinergi Pemberantasan Korupsi,Gedung bank Indonesia,Kebon Sirih,Jakarta:4 April 2006
Universitas Sumatera Utara
hukum acara yang berlaku antara lain, dengan pengajuan gugatan dengan berdasarkan asas “actor sequitor forum rei”, dan dalam acara pembuktian sesuai dengan asas
“actori in cumbit probation”
89
dan juga dalam pengajuan gugatan perdata harus menempuh proses beracara biasa yang penuh formalitas dan memakan waktu yang
cukup lama. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa untuk sampai kepada putusan
Pengadilan yang berkuatan Hukum tetap bisa makan waktu bertahun tahun dan belum tentu menang. Dalam peraturan Undang Undang, Pemeriksaan terhadap tindak pidana
korupsi diberikan prioritas, sedang gugatan perdata yang berkaitan dengan perkara korupsi tidak wajib diprioritaskan. Disamping itu, tergugat koruptor atau ahli
warisnya, bisa menggugat balik dan kemungkinan malah dia yang menang dan justru pemerintah penggugat yang harus membayar tuntutan koruptor tergugat atau ahli
warisnya. Hal ini menggambarkan pandangan terhadap pemberantasan korupsi yang semata mata bertujuan agar koruptor dijatuhi pidana penjara deterrence effect,
kurang tepat akan tetapi si koruptor harus dapat mengembalikan kerugian negara yang telah dikorupsinya.
Perubahan Paradigma terhadap pemberantasan korupsi terlihat dari penghukuman dan penjeraan kepada pelaku koruptor yang beralih dengan tidak lagi
89
Kuntoro Basuki, Pengembalian Aset Korupsi dalam Persfektif Hukum Perdata, Seminar Pengkajian Hukum Nasioal SPHN 2007, Hotel Millenium,Jakarta,28-29 Nopember 2007.
Universitas Sumatera Utara
menitikberatkan kepada hukuman kepada pelaku, namun menitik beratkan kepada pengembalian hasil korupsi yang ternyata telah ditempatkan di negara lain
90
. Oleh karena itu maka diperlukan kerja sama internasional dengan negara
lain yang tujuannya adalah mengembalikan aset yang telah dicuri dan untuk menghindar benturan dengan kedaulatan negara lain dan juridiksi hukum negara
dimana aset tersebut ditempatkan, dapat diatasi apabila negara tersebut telah meratifikasi United Nation Convention Againts Corruption UNCAC.
C. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuanngan
Sebagaimana telah disebutkan, berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun oleh korporasi dalam batas wilayah negara lain semakin
meningkat. Kejahatan tersebut berupa tindak pidana yang berhubungan dengan pencucian uang money launderingseperti : korupsi, penyuapan bribery,
penyeludupan barang, penyeludupan barang, penyeludupan tenaga kerja, penyeludupan imigran, perbankan, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme,
perdagangan narkotika dan psikotropika, kejahatan kerah putih, kehutanan dan lain sebagainya.
Di Indonesia telah dibentuk lembaga Independen yang diberi nama Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan PPATK. Pembentukan lembaga ini
dalam rangka pemberantasan pencucian uang sekaligus membangun rejim anti
90
Romli Atmasasmita,1, Pengembalian dan Pengelolaan Aset Korupsi,Harian Sindo,27 Juli 2007.
Universitas Sumatera Utara
pencucian uang di Indonesia. Hal ini sangat membantu dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan menurunkan terjadinya tindak pidana asal predicate
crimes .
PPATK didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya Undang Undang No. 15 tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang . Didirikan dengan maksud sebagai upaya bangsa Indonesia untuk ikut serta bersama negara negara lain memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir
seperti terorisme dan money laundering. Beroperasi secara penuh pada tanggal 17 Oktober 2003 dengan tugas dan wewenang penuh yang berkaitan dengan penerimaan
dan analisis keuangan yang mencurigakan disektor perbankan
91
yang sebelumnya dilakukan oleh Unit Khusus Investigasi Perbankan Bank Indonesia UKIP-BI.
Selanjutnya dengan penyerahan dokumen transaksi keuangan mencurigakan dan dokumen pendukung lainnya .
Penempatan hasil kejahatan Pencucian uang merupakan salah satu dari bidang pengawasan PPATK dimana banyak terdapat transaksi yang mencurigakan
91
Lihat Pasal 26 dan Pasal 27 Undang Undang No 15 Tahun 2002,sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003, maka tugas PPATK adalah :
1. Mengumpulkan,menyimpan,menganalisis,mengevaluasi informasi yang dikumpulkan oleh PPATK 2. Memantau catatan daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan PJK
3. Membuat pedoman mengenai tatacara pelaporan transakai keuangan yang mencurigakan 4. Memberikan nasihat dan bantua kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh
oleh PPATK 5. Mengeluarkan yang dan pedoman dan publikasi kepada PJK tentang kewajibannya yang dan
membantu dalam mendekteksi perilaku nasabah yang mencurigakan 6. Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya upaya pencegahan dan
pemberantasan TPPU kepada Kepolisian dan Kejaksaan 7. Membuat dan memberikan laporan menganai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lain
secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden dan DPR yang berwenang untuk mengawasi PJK. 8. Memberikan informasi kepada public tentang kinerja kelembagaan.
Universitas Sumatera Utara
dan merupakan suatu kejahatan yang berdimensi internasional yang sangat berdampak negatif terhadap perekonomian negara sehingga mendorong negara
negara di dunia dan organisasi internasional menaruh perhatian yang sangat besar untuk hal ini.
Dana yang mengalir untuk kejahatan tersebut sangat besar dan untuk itu diperlukan suatu badan yang khusus dan berwenang untuk menyelidiki hal tersebut
dan memberikan informasi yang diperlukan sebagaimana dibuat. Perbuatan pencucian uang tersebut adalah sangat membahayakan baik dalam tataran nasional
maupun internasional, karena pencucian uang merupakan sarana bagi pelaku kejahatan untuk melegalkan uang hasil kejahatannya dalam rangka menghilangkan
jejak. Selain itu, nominal uang yang dicuci biasanya luar biasa jumlahnya, sehingga dapat mempengaruhi neraca keuangan nasional bahkan global, dan kejahatan ini
menurut R. Bosworth Davies sehingga dapat menekan perekonomian dan
menimbulkan bisnis yang tidak fair, terutama kalau dilakukan oleh pelaku kejahatan yang terorganisir.
92
Motifasi pelakunya hanya ingin menikmati akses yang ada untuk mendapatkan keuntungan dan mengubah uang mereka menjadi sah. Perbuatan seperti
ini semakin` meningkat manakala para pelaku menggunakan cara-cara yang lebih
canggih sophisticated crimes dengan memanfaatkan sarana perbankan ataupun non
92
R. Bosworth Davies, Euro-Finance: The Influence of Organized Crime: Paper on The Eight International Symposium on Economic Crime, Cambrigde, England, July 28 Agustust, 1991, halaman
30.
Universitas Sumatera Utara
perbankan yang juga menggunakan teknologi tinggi yang memunculkan fenomena cyber laundering
93
. Proses pencucian uang sebagaimana yang diatur upaya pencegahannya
dengan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau diberantas, antara lain,
kriminalitas atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang yang terdiri atas :
a. Penempatan Placement Penempatan placement adalah upaya untuk menempatkan uang tunai yang
berasal dari tindak pidana kedalam system keuangan financial system atau upaya menempatkan uang giral cheque,wesel, sertifikat deposito dan lain lain kembali ke
dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. Selain dari kegiatan perbankan tersebut diatas, dapat juga dengan bentuk kegiatan
yaitu: i.
Menempatkan dana pada bank. Dan kadangkala diikuti dengan pengajuan kreditpembiayaan.
ii. Menyetorkan uang pada PJK sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan
audit trail .
iii. Menyeludupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain.
93
David A Chaikin, Money Laundering : An Investigatory Perspective, Criminal Law Review, Vol 2, No. 3, Spring, 1991, halaman 474.
Universitas Sumatera Utara
iv. Membiayai usaha yang seolah oleh sah atau terkait dengan usaha sah berupa
kredit pembiayaan, sehingga mengubah kas menjadi kredit pembiayaan. v.
Membeli barang barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai hadiah kepada pihak lain
yang pembayarannya dilakukan melalui PJK. b. Transfer Layering
Yang termasuk dalam Transfer layering adalah upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana dirty money yang telah berhasil
ditempatkan pada penyedia jasa keuangan terutama bank sebagai upaya penempatan placement ke penyedia jasa keuangan yang lain. Dengan dilakukan layering, akan
menjadi sulit bagi penegak hukum dapat mengetahui asal usul harta kekayaan tersebut. Dalam kegiatan ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening
atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lain dengan serangkaian transaksi kompleks yang didesain untuk menyamaratakan dan atau menghilangkan
jejak sumber dana tersebut dengan bentuk kegiatan antara lain : i. Transfer dana dari satu bank ke bank lain dan atau antar wilayahnegara.
ii. Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi. iii.
Memindahkan uang tunai lintas negara melalui jaringan kegiatan usaha yang sah maupun shell company
c. Menggunakan Harta Kekayaan Integration .
Yang dimaksud dengan Menggunakan harta kekayaan integration merupakan upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk
Universitas Sumatera Utara
dinikmati langsung,diinvestasikan ke dalam bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana. Dalam
kegiatan pencucian uang, pelaku tidak memperdulikan hasil yang akan diperoleh , dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah untuk
menyamarkan atau menghilangkan asal usul uang sehingga akhirnya dapat dinikmati secara aman.
Ketiga kegiatan tersebut dapat terjadi secara terpisah atau stimultant, namun secara umumnya dilakukan secara tumpang tindih. Yakni upaya menggunakan harta
kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk, kedalam sistem keuangan melalui penetapan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta
kekayaan halal clean money, untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.
Penyedia jasa penyedia jasa keuangan diartikan sebagai penyedia jasa dibidang keuangan termasuk, tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan,
perusahaan efek, pengelola reaksadana,wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, dan perusahaan asuransi.
Tugas penting PPATK adalah sebagai berikut : 1.
Megumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK.
2. Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh penyedia
jasa keuangan
Universitas Sumatera Utara
3. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan yan
mencurigakan 4.
Memberikan nasihat dan informasi kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam undang-
undang ini 5.
Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada penyedia jasa dalam undang- undang ini atau dengan peraturan per Undang Undangan
6. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang 7.
Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindiasikan tindak pidana pencucian uang kepada kepolisian dan kejaksaan
8. Membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan
dan kegiatan lainya secara berkala enam bulan sekali kepada presiden, DPR, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa
keuangan. Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang, Indonesia telah memiliki Undang-Undang nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, namun ketentuan dalam Undang Undang tersebut dirasakan
belum memenuhi standar internasional serta perkembangan proses peradilan tindak pidana pencucian uang sehingga perlu diubah, agar upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara efektif. Oleh karena itu disempurnakan melalui Undang Undang nomor 25 tahun 2003 tentang
Universitas Sumatera Utara
perubahan atas Undang-Undang nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Perubahan dalam UUTPPU antara lain meliputi : a.
Pengertian Penyedia Jasa Keuangan yang diperluas meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan guna mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian
uang yang memanfaatkan bentuk penyedia jasa keuangan yang ada di masyarakat namun belum diwajibkan menyampaikan laporan transaksi
keuangan dan munculnya bentuk penyedia jasa keuangan baru
94
. Beberapa hal yang merupakan ketentuan lainya dari Undang Undang
tentang pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah mengenai unsur-unsur Tindak Pidana Pencucian Uang, yakni:
1. Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer , membayar,
membelanjakan, hibah, menyumbang, menitipkan, membawa ke luar negri , menukarkan, atau perbuatan lainya atas harta kekayan yang diketahuinya atau
patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga
seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Demikian juga harta yang
94
Pasal 1 angka 5 UUTPPU memperluas pengertian Penyedia Jasa Keuangan yang terkait dengan keuangan dengan menyebutkan criteria Penyedia Jasa Keuangan adalah penyedia jasa
keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan,perusahaan efek,pengelola reksadana, custodian,wali amanat,lembaga
penyimpanan dan penyelesaian,pedagang valuta asing,dana pension,perusahaan asuransi, dan kantor pos.
Universitas Sumatera Utara
dipergunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme dipersamakan sebagai hasil tindak pidana
95
2. hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana
berupa: a. korupsi
b. penyuapan c. penyelundupan barang;
d. penyelundupan tenaga kerja e. penyeludupan imigran
f. di bidang perbankan g. di bidang pasar modal
h. dibidang asuransi i. narkotika
j. psikotropika k. perdaangan manusia
l. perdagangan senjata gelap m.penculikan
n. terorisme o. pencurian
p. penggelapan
95
Pasal 1 angka 1 undang-undang nomor 25 tahun 2003 tentang peubahan atas undang- undang nomor 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang
Universitas Sumatera Utara
q. penipuan r. pemalsuan uang
s. perjudian t. prostitusi
u. di bidang perpajakan v. dibidang kehutanan
w. di bidang lingkungan hidup x. dibidang kelautan
y. tindak pidana lainya yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih yang dilakukan di wilayah negara republik Indonesia atau diluar
wilayah negara republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidan menurut hukum indonesia
96
3. Setiap orang dengan sengaja : a.
menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana kedalam penyedia jasa keuangan, baik atas
nama sendiri maupun atas nama orang lain, b.
mentransferkan harta kekayan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke
penyedia jasa keuangan yang lain,baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain.
96
Ibid, pasal 3 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
c. menghibahkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain.
d. menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang tindak pidana,
baik atas namanya sendiri atau nama orang lain e.
menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas nama dirinya sendiri atau nama
orang lain f.
membawa ke luar negeri harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana atau
g. menukarkan atau perbuatan lainya atas nama kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidan dengan mata uang atau surat
berharga lainya
dengan maksud
menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana,dipidana karena tindak pidana
pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda paling sedikit 100,000,000,oo dan paling
banyak 15,000,000,000
97
4. Setiap orang yang menerima atau menguasai
a. penempatan
b. pentransferan
97
Ibid, pasal 3 ayat1
Universitas Sumatera Utara
c. pembayaran
d. hibah
e. sumbangan
f. penitipan
g. penukaran harta kekayaan
98
yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga
lainya dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dengan
denda paling sedikit 100,000,000,oo dan paling banyak 15,000,000,000 Hasil kerja PPATK diantaranya berupa temuan PPATK yang diumumkan
pada bulan Mei 2010 yang didasarkan penyelidikan yang dimulai tahun 2005, PPATK telah menemukan 15 rekening yang mencurigakan milik
oknum kepolisian dengan pangkat pati. PPATK juga menemukan rekening mencurigakan dari institusi Bea Cukai yang mencapai jumlah 10
orang
99
. Selain rekening mencurigakan dari institusi Bea Cukai tersebut, PPATK
juga menemukan aliran dana yang mencurigakan dengan adanya skandal bank
98
Perbuatan melawan hukum sesuai dengan pasal 3 ayat 1 terkjadi karena pelaku melakukan tindak pidana pengelolaan atas harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana .
99
http:www.tempointeraktif, diakses pada tanggal 25 Mei 2010.
Universitas Sumatera Utara
Century. Aliran dana dari Bank Indonesia sebesar Rp. 6,7 trilyun yang diduga mengalir ke sejumlah nama fiktif yang tidak berhak, individu maupun partai politik.
Belum ada pengumuman resmi dari PPATK tentang kemana dana tersebut mengalir. Walaupun hal tersebut menjadi tugas PPATK , namun ternyata dalam menjalankan
tugasnya lembaga ini juga mengalami kesulitan karena masih belum transparannya bank dalam memberikan keterangan dihubungkan dengan adanya peraturan tentang
kerahasiaan nasabah. Kasus Bank Century dimulai ketika pada periode 6-13 November 2008,
dengan keluarnya dana sebesar Rp. 344 Milyard, persis saat statusnya Dalam Pengawasan Khusus special Surveillance unitSSU. Kebobolan kedua terjadi di
periode 14-21 November 2008 sebesar 273,8 Milyar, saat Bank milik keluarga Tantular itu dikucuri dana pinjaman Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek FPJP oleh
Bank Indonesia . kebobolan ketiga adalah dalam waktu hampir 1 tahun yaitu tanggal 24 November 2008 sampai dengan 10 Agustus 2009 sebesar Rp. 320,7 Milyar .
Kebobolan tersebut terjadi tepat pada saat bank tersebut telah di bail-out pemerintah Indonesia melalui Lembaga Penjamin Simpanan LPS. Padahal di periode ini
susunan direksi Bank Century telah diganti
100
. Kasus lainnya tentang transaksi mencurigakan adalah dengan adanya
pengakuan dari seorang anggota Polisi dengan pangkat Jenderal bintang tiga, Susno Duadji, yang mengungkap kasus besar yang melibatkan seorang pegawai kantor pajak
100
http:www.tempointeraktif diinput pada tanggal 25 Mei 2009
Universitas Sumatera Utara
dengan nama Gayus Tambunan yang menyangkut penyelewengan pajak PT Arwana di Kepulauan Riau, batam
101
. Bukan hanya Gayus yang melakukan tindakan yang tidak terpuji tersebut.
Berikutnya di Surabaya ditemukan lagi kasus penyelewengan pajak yang dilakukan oleh oknum pegawai kantor Pajak dengan modus pemalsuan blanko setoran pajak dan
lain sebagainya. Hal ini juga jelas-jelas merugikan negara
102
. Keberhasilan PPATK dalam mengungkapkan dari 50 ribu transaksi
mencurigakan yang ditemukan pada tahun 2010, maka aliran dana sebanyak 1.219 LTKM Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan telah disampaikan kepada polri
dan Kejaksaan Agung. Tindak Pidana tersebut untuk korupsi sebesar 56,82, penipuan 11,66, Penyuapan 5,71, Penggelapan 4,96 dan tindak pidana
pencucian uang sebesar 20,85. Namun tindak lanjut dari PPATK dalam menjalankan tugasnya untuk mengungkapkan identitas dari pihak yang terlibat dalam
Transaksi Mencurigakan belum dijalankan dengan sepenuhnya Kesulitan Penerapan UU Tindak Pidana Pencucian Uang bagi PPATK
adalah : a.
Fungsi PPATK hanya bersifat administratif, yaitu mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh PPATK Pasal 26 huruf a
dan bilamana dari hasil analisis ditemukan transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang maka PPATK baru melaporkan kepada kepolisian
101
http:liputan6.com,tanggal 19 Mei 2010 diinput pada tanggal 19 Mei 2010 jam 04.17
102
http:ppatkonline.com 18 Mei 2010
Universitas Sumatera Utara
dan kejaksaan Pasal 26 huruf g, atau paling lambat 3 tiga hari kerja sejak ditemukan adanya petunjuk atas dugaan transaksi keuangan yang mencurigakan,
PPATK wajib menyerahkan hasil analisis kepada penyidik untuk ditindaklanjuti Pasal 31. Selain itu PPATK tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan
pemblokiran atas dana yang diduga merupakan hasil tindak pidana. b.
Pihak kepolisian dan penuntut umum memiliki kesulitan dalam membuktikan terjadinya tindak pidana pencucian uang karena modusnya bervariasi dan biasanya
tidak ditemukan adanya cukup alat bukti
D. Pembuktian Terbalik Kasus Korupsi
Kasus korupsi merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari rangkaian Tindak pidana Pencucian uang. Dan dalam hal ini untuk pembuktian
Terbalik Kasus Korupsi di Indonesia dan di beberapa negara asing memang dirasakan pelik. Khusus untuk Indonesia, kepelikan tersebut disamping proses penegakkannya
juga dikarenakan kebijakan legislasi pembuatan Undang Undang yang produknya masih bersifat multi interprestasi, sehingga relatif banyak ditemukan kelemahannya.
Para legislator di Senayan dianggap tidak paham akan aturan tersebut. Akibatnya perangkat hukum yang dianggap sangat penting itu tidak pernah lolos menjadi
Undang Undang di negeri ini.
103
103
http:www.okezone.Mahfud Md, tanggal 642010, diinput pada tanggal 2 Mei 2010 .
Universitas Sumatera Utara
Pembuktian Terbalik merupakan vonis bagi orang yang melakukan tindak pidana korupsi bagi orang yang mempunyai rekening dalam jumlah yang tidak wajar,
sehingga yang bersangkutan bias membuktikan bahwa kekayaannya didapat dengan cara yang sah.
Asas Hukum tentang Pembuktian Terbalik sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia. Pada tahun 1971, hal ini sudah dikenal di Indonesia dan disebut dengan
“pergeseran”, bukan “pembuktian” oleh Oemar Senoadji. Kata “beban”, bukan ditekankan pada alat buktinya tetapi pada siapa yang melakukannya
104
. Pasal pasal yang berkaitan dengan pembuktian atau pembuktian terbalik
sebenarnya tidak dikenal dalam sejarah negara negara yang mengakui sistem hukum pidana pada negara Anglo Saxon dan Eropa Continental. Kalau dilihat KUHP dan
KUHAP di negara-negara continental atau dari doktrin-doktrin Anglo Saxon khususnya untuk korupsi, sampai sekarang belum pernah menemukan delik mengenai
pemberlakuan pembalikan beban pembuktian, kecuali satu yaitu suap bribery. Dari perkara tindak pidana korupsi di Indonesia, suap dikatakan kejahatan
yang sulit pembuktiaanya invisible crime. Di negara-negara anglo saxon pun suap yang menjadi kendala, makanya keluar istilah gratifikasi yang kemudian diadopsi di
Indonesia. Usia KUHP Indonesia sudah ratusan tahun dan aturan dalam pasal
mengenai suap itu mati suri . Berbagai cara dicoba, dikeluakan aturan baru mengenai
104
Indriyanto Senoadji, Guru Besar Fakultas hukum Universitas Krisna Dwipayana dan pengajar PPs Fakultas Hukum Universitas Indonesia, diinput pada tanggal 20 Mei 2010
Universitas Sumatera Utara
suap aktif pasal 1 ayat 1 huruf d, diubah lagi dalam pasal 13 UU no.31 Tahun 1999 sampai sekarang masih dipertahankan, tetapi tetap belum biasa dilaksanakan.
Kemudian dicoba lagi dengan UU No.20 Tahun 2001 dengan memperluas alat bukti petunjuk di pasal 26-a, di mana pengertian surat diperluas menyangkut yang terkait
dengan elektronik sebagai alat bukti petunjuk. Padahal istilah alat bukti petunjuk tidak dikenal, hanya di Indonesia alat bukti petunjuk dimasukkan. Sekarang di RUU
KUHAP alat bukti petunjuk dihapuskan. Ketidakberhasilan lembaga delik baru yaitu suap aktif yang diatur dalam
pasal tersendiri sejak Undang Undang No.3 Tahun 1997, dilanjutkan dengan membuat mekanisme pelaporan di dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2001,
dengan mencantumkan Pasal 12-b mengenai gratifikasi. Oleh karena itu, jika pembalikan beban pembuktian ingin diterapkan menyangkut teknis hukum pidana,
maka delik inti yang bisa dipidana jangan dicantumkan dalam rumusan delik. Kalau kita lihat Pasal 12 b Undang Undang No 20 Tahun 2001, terhadap
kata-kata yang berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban itu sama sekali tidak boleh dicantumkan, karena untuk menekankan apa yang dinamakan
pembuktian terbalik dari terdakwa yang dikehendaki, pembuktian terbalik itu jauh lebih baik dilakukan di peradilan, karena kesulitan untuk membuktikan secara
terbalik oleh tersangka di proses penyidikan dan penuntutan, menghindari adanya apa yang dinamakan kolusi jadi maksudnya dilakukan di peradilan adalah untuk
menghindari kemungkinan kolusi pada proses penyidikan dan penuntutan.
Universitas Sumatera Utara
Tapi yang terpenting untuk apa yang dinamakan pembalikan beban pembuktian adalah adanya kata-kata pemberian gratifikasi yang memang menjadi
kewajiban dari Penuntut umum untuk dibuktikan, tapi untuk rumusan yang berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban itulah yang harus
dibuktikan sebaliknya oleh terdakwa, dan tidak boleh dirumuskan dalam rumusan delik itu.
Presiden Susilo Bambang Yodhoyono mendukung dilaksanakannya penguatan bagi cara pembuktian terbalik untuk membuktikan harta kekayaan pejabat
negara yang diindakan terlibat dugaan korupsi. Namun,presiden mengingatkan agar penerapannya secara berhati-hati agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak
tertentu
105
. Kalau tidak dibatasi semua orang bisa menuduh pihak lain untuk melakukan
pembuktian terbalik harta kekayaannya. Selain itu juga mendukung penguatan pelaksanaan pembuktian terbalik hanya di lakukan pada kasus-kasus yang sudah
memiliki indikasi adanya dugaan tindak pidana korupsi atau kepemilikan harta kekayaannya di nilai memiliki keganjilan sehingga perlu pembuktian terbalik
106
. Pembuktian kasus korupsi baik Indonesia dan beberapa negara asing
memang dirasakan teramat pelik. Khusus untuk Indonesia, kepelikan tersebut disamping proses penegakkannya juga dikarenakan kebijakan legislasi pembuatan
UU yang produknya masih dapat bersifat multi interprestasi, sehingga relative benyak
105
http:suarakarya-online.comnews.html?.id=187515 diakses tanggal 15 Maret 2009
106
http:www.tempointeraktif. Diinput taanggal 14 Mei 2010
Universitas Sumatera Utara
ditemukan beberapa kelemahan didalamnya. Salah satu contoh dapat dikemukakan di sini adalah UU nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam ketentuan UU di sebutkan tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang luar biasa extra ordinary crime
sehingga diperlukan tindakan yang luar biasa pula extra ordinary measures. Ternyata tidak semua semua pernyataan itu sesuai dengan implementasi-nya.
Misalnya, khusus terhadap tindak pidana penyuapan bribery bukanlah merupakan tindak pidana luar biasa akan tetapi merupakan tindak pidana biasa ordinary crime
sehingga tidak diperlukan hukum luar biasa. Di samping aspek diatas, belum lagi opini umum dan para pakar yang
menginginkan adanya pembuktian kasus korupsi dipergunakan beban pembuktian terbalik Omkering an het Bewijslat atau Reversal Burden of proofOnus of proof
yang beramsumsi dengan pembuktian terbalik kasus korupsi dapat diberantas. Mungkin pernyataan tersebut ada benarnya akan tetapi banyak mengundang polemik
dan dapat di perdebatkan karena beberapa aspek, dikaji dari sejarah korupsi dan perundang-undangan korupsi di Indonesia sejak penguasa perang pusat sampai
sekarang ini ternyata banyak kasus korupsi belum dapat “diberantas” dan bahkan relatif meningkat intensitasnya berdasarkan survei lembaga pemantau korupsi di
dunia. Selain itu juga, beberapa lembaga yang bertugas memantau korupsi pun telah di bentuk akan tetapi perbuatan korupsi juga tetap ada dan bahkan tambah marak
terjadi. Kedua, belum ada justifikasi teori yang dapat dipergunakan sebagai tolak ukur untuk memberantas korupsi dengan mempergunakan beban pembuktian terbalik
Universitas Sumatera Utara
untuk memberantas korupsi sehingga kebijakan legislasi pemberantasan korupsi di Indonesia belum dapat berbuat secara optimal.
Penggunaan mekanisme pembuktian terbalik dalam kasus kepemilikan harta kekayaan seseorang yang diduga kuat berasal dari korupsi atau pencucian uang
dimaksudkan untuk menempatkan seseorang dalam keadaan semula sebelum yang bersangkutan memiliki harta kekayaan dimaksud, untuk mana yang bersangkutan
harus dapat membuktikan asal usul harta kekayaan yang diperolehnya. Tindak kriminal Pencucian Uang, baik cara perolehan uang yang illegal
maupun transaksi keuangan untuk melegalkan uang hasil tindakan illegal menimbulkan dampak ekonomi mikro dan makro
107
.
1. Dampak Ekonomi Mikro ;