Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
tawaran yang menarik dan mendorong remaja untuk meniru dan mengikutinya, terutama keadaan yang menggiurkan dan menyilaukan bagi
remaja yang sedang berkembang itu. Remaja yang tidak mempunyai kepribadian yang kuat akan mudah terdorong keberbagai sikap kelakuan dan
tindakan yang merusak orang lain dan merusak dirinya sendiri.
3
Tindakan yang merusak orang lain diantaranya dapat menimbulkan banyak kejahatan-kejahatan seperti kejahatan seksual yang banyak dilakukan
oleh anak-anak usia remaja sampai umur menjelang dewasa, dan kemudian pada usia pertengahan. Tindak merampok, menyamun dan membegal, 70
dilakukan oleh orang-orang muda berusia 17-30 tahun.
4
Zakiah Darajat dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama menjelaskan, masalah pokok yang menonjol dewasa ini, adalah kaburnya nilai-nilai dan
norma-norma agama yang mengatur kehidupan masyarakat. Mereka
dihadapkan pada berbagai kontradiksi dan beraneka ragam moral yang menyebabkan mereka menjadi bingung untuk memilih mana perbuatan yang
boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan.
5
Melihat kenyataan yang cukup memprihatinkan ini, maka jelaslah bahwa generasi muda perlu dibina. Upaya pembinaan kepada generasi muda
perlu terus ditingkatkan dan dimulai sejak dini yang merupakan tanggung jawab bersama. Diantaranya memberikan pendidikan dan penanaman nilai-
nilai akhlak. Dalam memberikan pendidikan dan penanaman nilai-nilai akhlak membutuhkan komunikasi, yaitu komunikasi yang mampu mengubah
3
H.M. Syureich, Penangkal Kenakalan Remaja, Jakarta: PT. Offset “sistimatis”, 1991, Viii.
4
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008, hal. 7.
5
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1990, hal. 132.
perilaku komunikan sesuai dengan yang diharapkan komunikator. Perubahan perilaku komunikan ini menjadi target dari suatu komunikasi karena
perubahan itu menjadi harapan bagi komunikator. United Islamic Cultural Center of Indonesia UICCI atau Yayasan
Pusat Persatuan Kebudayaan Islam Indonesia merupakan sebuah organisasi sosial yang didirikan pada tahun 2005 oleh para sukarelawan Indonesia dan
Turki. Yayasan ini selalu berusaha untuk memberikan pendidikan yang berorientasi pada kehidupan dan pendidikan Islami. Hal ini sejalan dengan
moto organisasi sosial ini yakni “Ke Arah Generasi Berilmu dan Bertaqwa”. Yayasan ini merupakan Boarding School yaitu pendidikan di luar
sekolah. Jadi para anggota yang tinggal di yayasan ini adalah mayoritas siswa SMASMK yang berada di daerah Pejaten, Jakarta Selatan dan sekitarnya.
Para murid melakukan hubungan dan selalu berkomunikasi dengan abi guru ustadz yang mayoritas orang-orang asing Turki.
Istilah abi itu bukan diambil dari bahasa Arab yang artinya bapak atau ayah tapi istilah abi itu diambil dari bahasa Turki yang asal katanya agabey,
dalam bahasa Indonesia artinya kakak. Jadi murid-murid dan ustadz-ustadz yang ada di asrama UICCI ini bukan hanya ada hubungan seperti ustadz dan
murid tapi juga ada hubungan seperti kakak dan adik. Tujuannya agar hubungan ustadz dengan murid terasa lebih dekat dan lebih hangat. Oleh
karena itu, murid yang ada di asrama memanggil ustadz-ustadznya dengan sebutan abi.
6
6
Hasil wawancara dengan Abi Muhammad Taufiq, Ustadz di Asrama UICCI Pejaten Jakarta Selatan, Ruang Kerja Abi, Jum’at, 8 April 2011, pkl. 20.30 WIB Pejaten
Jakarta Selatan.
Yang menarik dan unik dari yayasan ini sehingga penulis tertarik untuk meneliti, ialah: pertama, yayasan ini sangat konsen terhadap pembinaan
akhlak dan intelektualitas kepada para remaja Indonesia, khususnya anak sekolah. Padahal yayasan ini dikelola oleh para sukarelawan asing Turki
dan tidak membebankan biaya sedikitpun kepada murid, apalagi yayasan ini adalah yayasan informal bersifat sosial. Yayasan ini sangat jarang
ditemukan di Indonesia. Kedua, yayasan ini merupakan Boarding School pendidikan di luar
sekolah di mana proses komunikasi antara abi komunikator dengan murid komunikan dibatasi oleh sekolah, jadi komunikasi abi harus lebih ekstra
untuk menanamkan nilai-nilai akhlak kepada murid dibandingkan dengan pesantren-pesantren di Indonesia yang sifatnya formal selama 24 jam guru
dan murid saling berinteraksi dan berkomunikasi di satu tempat pesantren itu.
Dan ketiga, para pengajar dan pendidik mayoritas adalah orang-orang asing Turki, yang notabene-nya berbeda dengan para murid dari segi adat,
budaya, kebiasaan maupun bahasa, yang terpenting adalah dalam hal berkomunikasi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana
bentuk komunikasi yang dilakukan abi dan murid dalam menanamkan nilai- nilai akhlak di United Islamic Cultural Centre of Indonesia UICCI Pejaten –
Jakarta Selatan ini.
Sehingga skripsi ini diberi judul “Bentuk Komunikasi Abi dan Murid Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Akhlak Di United Islamic Cultural Centre
of Indonesia UICCI Pejaten - Jakarta Selatan”.