Protein Toksin pada Hermanto, M.Si NIP. 19750810 200501 1 005

14 rentang konsentrasi tertentu dimana konsentrasi sampel protein berada didalam rentang tersebut Hermanto, 2008.

2.3. Protein Toksin pada

Bacillus thuringiensis 2.3.1. ICP Insecticidal Crystal Protein ICP Insecticidal Crystal Protein merupakan protein Cry δ-endotoksin yang dihasilkan Bacillus thuringiensis yang bersifat anti serangga. Tiap-tiap protein Cry memiliki toksisitas yang spesifik dengan sasaran serangga yang spesifik dan dapat juga memiliki beberapa serangga sasaran Zeigler, 1999. Mekanisme kerja dari ICP adalah dengan termakan langsung oleh larva pada saat memakan daun atau bagian tumbuhan lain yang mengandung protein kristal. Kemudian protoksin tersebut masuk ke dalam usus dan terlarut oleh asam serta enzim protease sehingga menjadi toksin. Toksin ini secara spesifik akan menempel pada membran-membran sel di dalam usus serangga tersebut. Dalam waktu 1-3 jam sel-sel akan mengalami gangguan osmotik dikarenakan toksin tersebut meningkatkan derajat permeabilitas dinding sel, sehingga sel akan menggembung lalu membentuk lubang-lubang pada membran dan pecah Dini, 2005. Perubahan biokimia yang tidak stabil tersebut akhirnya menyebabkan serangga lemas, aktivitas makannya menurun dan tidak merespon untuk pertumbuhan selanjutnya hingga terjadi perubahan secara fisik pada warna tubuhnya dimulai warna kecoklatan pada bagian anterior sampai pada bagian posterior menjadi hitam mengkerut dan mati Hofte dan Whiteley, 1989. 15 Struktur protein δ-endotoksin memiliki tiga daerah domain aktif rantai polipeptida berdasarkan perbedaan struktur dan fungsi yang mengakibatkan kematian serangga gambar 7 , yaitu domain I merupakan 7 gabungan rantai helix disimpulkan α = alpa dapat menyebabkan pembentukan lubang-lubang pada usus serangga dengan membentuk “ion channel”, domain II membentuk untaian polipeptida yang panjang disimpulkan β = beta dan berikatan dengan ujung α-7 domain I berfungsi sebagai pengenal reseptor sel-sel epitel serangga. Domain III banyak mengandung arginin dan diperkirakan berperan dalam menstabilkan “ion channel” . Gambar 2.7. Struktur tiga dimensi protein Cry 2Ab10 Lin et al., 2007 Umumnya protein Cry dengan bentuk kubus toksik terhadap jenis serangga ordo Lepidoptera dan Diptera. Sedangkan protein Cry dengan bentuk bipiramidal toksik terhadap jenis serangga ordo Lepidoptera dan yang berbentuk Domain III Domain I Domain II 16 oval hanya toksik pada jenis serangga ordo Diptera Dini, 2005. Bobot dari protein Cry juga menentukan sifat toksik pada serangga tertentu seperti terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 .Beberapa jenis-jenis protein Cry dari Bacillus thuringiensis berdasarkan ukuran dan serangga sasarannya. Keterangan: Col = Coleoptera; Dip = Diptera; Lep = Lepidoptera Sumber: Hofte dan Whiteley, 1989 dan Feldman et al., 1995. 17

2.3.2. Parasporin

Parasporin adalah protein Cry yang memiliki kemampuan sitosidal terhadap sel kanker. Berdasarkan hasil penelitian hingga tahun 2008, telah diketahui ada empat jenis parasporin, yaitu PS-1, PS-2, PS-3 dan PS-4. Pada tahun 2005, Hiromi juga menemukan protein kristal 29 kDa yang disebut protein p-29. Aktivitas sitosidal parasporin terhadap sel kanker hanya terjadi bila protein tersebut didegradasi oleh enzim-enzim protease menjadi satu molekul protein kecil Jusuf, 2010. PS-1 merupakan protein Cry Aabc berbentuk spherical dengan struktur 3 domain, bukan toksin pembentukan pori-pori membran. Agriculture and Agri- food Canada AAFC telah mengisolasi dan karakterisasi satu protein Cry31Aa2 dari galur B. thuringiensis M15 yang menunjukkan aktivitas sitosidal in vitro khususnya terhadap sel HepG2 human hepatocyte cancer cells dan sel-sel jurkat leukemic T cells. Mizuki et. al. 2000 mengisolasi protein dari B.thuringiensis nomor isolat 84-HS-1-11 asal Hiroshima berukuran ± 81.045 kDa yang tersusun dari 723 asam amino, disandi oleh satu gen berukuran 2169 bp. Protein ini dikenal sebagai Cry31Aa2. Sekuen asam amino tediri dari 5 conserved block seperti biasanya yang terdapat protein Cry pada umumnya, tetapi homolginya dengan protein Cry maupun Cyt sangat rendah 25. Aktivitas sitosidal terjadi apabila protein telah didegradasi oleh protease menjadi molekul yang kecil berukuran 40 sampai 60 kDa. Tripsin dan proteinase K dapat mengaktifkan parasporin, tetapi chymotrypsin tidak dapat mengaktifkan, Aktivitas sitosidal sangat kuat terhadap MOLT-4 human leukemic T cells dan HeLa human uterus cervix cancer cells, tetapi tidak terhadap sel T normal. B. 18 thuringiensis var. dakota A1547 yang diisolasi oleh Yamagiwa et al. 2002 juga gen dari protein yang telah dimurnikan diklon pada sel lain dan menghasilkan protein rekombinan yang memiliki aktivitas sitosidal yang kuat terhadap sel-sel kanker hati dan usus tanpa efek terhadap sel normalnya. Mekanisme sitosidal dari protein ini adalah meningkatkan dengan cepat kepekatan ion bebas Ca 2+ intraseluler dengan tanpa perubahan permeabilitas membran plasma dan sel-sel kanker dibunuh melalui apoptosis. pada sel HeLa yang ditreatment dengan parasporin-1, dapat diobservasi adanya degradasi pro- caspase-3 dan poly ADP-ribose polymerase . Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan sintesis protein selular dan DNA pada sel HeLa. Tingkat kepekatan ion bebas Ca 2+ naik tajam 1-3 menit setelah pemberian PS-1, dan hasil uji menunjukkan bahwa derajat sensitivitas sel berbanding lurus dengan besarnya peningkatan kepekatan Ca 2+ intraseluler. Jadi, PS-1 mengaktifkan apoptotic signaling pada sel-sel kanker yang ditreatment sebagai akibat meningkatnya level Ca 2+ dan influx Ca 2+ ini merupakan langkah awal dalam jalur proses toksisistas PS-1. Bentuk toksin hasil pemecahan oleh protease adalah 15 dan 56 kDa, sementara bentuk reseptor pada sel sasaran belum diketahui Kitada et al., 2005. PS-2 adalah protein Cry46Aa atau disebut juga sebagai Mtx-like protein dengan bentuk tidak beraturan yang ditunjukkan oleh protein PS2Aa1. Proses sitosidal terjadi dengan meningkatkan permeabilitas sel kanker. Tahap awalnya, peningkatan pada reseptor putative GPI-anchored proteins yang berada pada lipid rafts detergents resistans membrane yang diikuti dengan oligomerisasi dan pembentukan pori pada membran plasma dengan efek sitolisis Kitada et al., 2005. 19 Protein kristal yang tergolong PS-2 diperoleh dari galur B. thuringiensis TK-E6 yang dikenal sebagai PS2Ab adalah polipeptida dengan 304 asam amino dan berat molekul diprediksi sekitar 33.107 kDa Hayakawa et al., 2007. Sekuen asam amino PS2Ab menunjukkan homologi signifikan 84 identitas. PS2Aa yang sebelumnya ditemukan terdapat dalam galur B. thuringiensis var. dakota A1547. Protein Kristal PS2Ab diproses dengan proteinase K menghasilkan protein aktif berukuran 29 kDa yang memiliki sitotoksisistas kuat terhadap sel-sel MOLT-4 dan Jurkat dengan nilai EC 50 masing-masing 0,545 dan 0,745 ngmL. Toksisitas PS2Ab ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan PS2Aa setelah beberapa kali pengujian Jusuf, 2010. Spektrum sitotoksisitas dari parasporin terhadap beberapa tipe kanker dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Spektrum sitotoksisitas empat macam parasporin terhadap berbagai tipe sel kanker dan normal Ohba et al., 2009 . Keterangan : Tingkat toksisitas bernilai EC 50 : sangat tinggi ++++, tinggi, +++, sedang ++, rendah +, sangat rendah - dan NT tidak di tes Not Test 20 Protein kristal PS-3 atau Cry41Aab berbentuk bipiramidal berukuran 88 kDa dengan struktur tiga domain. setelah pemecahan protease menjadi aktif pada toksik dengan ukuran 64 kDa. Mekanisme penghambatan tumbuh sel kanker belum diungkap dan reseptor yang mengenali protein ini pada membran sel-sel kanker belum diketahui Kitada et al., 2005. PS-4 digolongkan dalam dua macam, yaitu Cry45Aa yang disebut epsilon toxin like dan Cry42Aa yang merupakan struktur tiga domain, berukuran 31 kDa dan bentuk aktif pada ukuran 27 kDa, dimana bentuk protein reseptor pada sel target belum diketahui Kitada et al., 2005. Didapatkan pada galur B. thuringiensis var. shandongiensis strain 89-T-34-22 yang dikenal sebagai Cry45Aa Okumura et al., 2004. Sekuen asam amino PS-4 yang ditelusurkan berdasarkan sekuen gen penyandinya memiliki homologi sangat rendah dibandingkan dengan umumnya protein Cry maupun dengan ketiga jenis parasporin tersebut di atas. Pelarutan dengan alkali dan proteinase K menghasilkan protein dengan aktivitas sitotoksik kuat terhadap MOLT-4 dan sitotoksik lemah terhadap sel-sel T normal, tetapi efek terhadap sel-sel HeLa tidak terlihat. Uemori et al. 2008 mengidentifikasikan dua gen protein parasporin masing-masing gen ps1Aa3 dengan panjang 2.619 bp menyandi protein 81 kDa PS1Aa3 dan gen ps1Ab1 dengan panjang 2.178 bp menyandi protein 82 kDa PS1Ab1 dari B. thuringiensis strain B0195. Sekuen asam amino PS1Aa3 ternyata 100 identik dengan protein referensi PS1Aa1, sedang PS1Ab1 adalah 86,4 identik dengan PS1Aa1. Protein rekombinan PS1Aba yang disintesis dalam sel B.thuringiensis transformant, setelah perlakuan 21 proteolitik mampu menginduksi sitolisis sel HeLa, tetapi tidak berpengaruh terhadap sel non-kanker UtSMC human uterine smoot muxcle cells

2.4. SDS PAGE