Protein Hermanto, M.Si NIP. 19750810 200501 1 005

8 dengan B. thuringiensis. Protein Cry terbentuk setelah proses sporulasi pada waktu inkubasi hari ke tiga. Screening B. thuringiensis pada medium dengan koloni yang terbentuk dapat diamati dari permukaan yang kasar, licin agak mengkilat, warna koloni putih kekuningan. Pengamatan dengan mikroskop dapat dilihat dari bentuk sel vegetatifnya yang berbentuk batang dan memiliki spora dan kristal di dalamnya. Bakteri berspora namun tidak memiliki kristal bukanlah B. thuringiensis namun diduga merupakan B. cereus yang memiliki banyak kesamaan namun tidak ditemukan protein kristal pada bakteri tersebut Salaki et al., 2009.

2.2. Protein

Protein berasal dari kata Proteos utama atau pertama merupakan senyawa makromolekul yang memiliki peranan penting pada setiap makhluk hidup Lehninger, 1982. Protein adalah suatu polipeptida dengan bobot molekul yang sangat bervariasi, dari 5000 hingga satu juta. Disamping berat molekul yang berbeda-beda, protein memiliki sifat yang berbeda-beda pula Poedjiadi, 1994, dengan fungsi yang spesifik ditentukan gen yang sesuai Lehninger, 1982.

2.2.1. Struktur Protein

Protein tanpa memandang fungsi dan aktifitas biologisnya dibangun oleh susunan dasar yang sama yaitu 20 asam amino yang molekulnya sendiri tidak memiliki aktivitas biologis. Masing-masing asam amino dalam suatu protein terintegrasi melalui ikatan peptida yang tersusun secara kovalen membentuk struktur yang beragam bergantung dari proses pembentukan dan fungsi dari protein tersebut. 9 Struktur protein terdiri dari struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis, dan urutan asam amino dalam molekul protein. Struktur primer protein juga menunjukkan ikatan peptida yang urutannya diketahui Poedjiadi, 1994. R 1 R 2 COO C COO H 3 N C H 3 N H H H 2 O H R 1 R 2 COO C C C N H 3 N O H H + + + + - - - Gambar 2.3. Struktur primer protein Poedjiadi, 1994. Struktur sekunder protein adalah struktur protein yang dihasilkan oleh adanya interaksi ikatan hidrogen. Struktur sekunder terdiri dari α- heliks spiral dan β- sheets lembaran berlipat. Terdapat dua bentuk struktur β - sheets, yaitu paralel dan anti paralel. Bentuk paralel terjadi apabila rantai polipeptida yang berikatan melalui ikatan hidrogen itu sejajar dan searah, sedangkan bentuk anti paralel terjadi apabila rantai polipeptida berikatan dalam posisi sejajar tapi berlawanan arah Poedjiadi, 1994. 10 α -heliks Β-sheets paralel β-sheets anti paralel Gambar 2.4. Struktur sekunder protein Poedjiadi, 1994 Struktur tersier menunjukkan kecendrungan polipeptida membentuk lipatan atau gulungan, sehingga membentuk struktur yang lebih kompleks. Struktur ini dimantapkan oleh adanya beberapa ikatan antara gugus R pada molekul asam amino yang membentuk protein. Beberapa jenis ikatan tersebut misalnya a ikatan elektrostatik, b ikatan hidrogen, c interaksi hidrofob antara 11 rantai samping non polar, d interaksi dipol-dipol, dan e ikatan disulfida yaitu suatu ikatan kovalen antara residu sistein Poedjiadi, 1994. Gambar 2.5. Beberapa jenis ikatan yang terdapat pada polipeptida Poedjiadi, 1994 Struktur kuartener menunjukkan adanya interaksi intermolekuler antar unit-unit protein. Sebagaian besar protein globular terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini saling berinteraksi membentuk persekutuan Poerdjiadi, 1994. Gambar 2.6 menunjukkan suatu model struktur kuartener. Gambar 2.6. Struktur kuartener protein Poedjiadi, 1994 12

2.2.2. Klasifikasi protein

Golongan protein berdasarkan fungsi biologisnya, antara lain : a. Biokatalisator enzim dari hampir semua reaksi yang terjadi pada makhluk hidup. b. Protein pengangkut yaitu hemoglobin Hb yang mengikat dan membawa oksigen ke dalam jaringan peri-peri dan lipoprotein yang membawa lipid dari hati ke organ lain. c. Antibodi yaitu immunoglobin yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. d. Protein pengatur yaitu hormon insulin yang berperan mengatur keseimbangan kadar glukosa dalam darah. e. Protein Struktural keratin dan kolagen. f. Protein kontraktil myosin. g. Protein nutrient yaitu ovalbumin dan kasein. h. Protein Toksin, pada penelitian ini protein Cry termasuk protein toksin yang dihasilkan oleh B.thuringiensis untuk mempertahankan hidupnya. Golongan protein berdasarkan struktur, antara lain : a. Protein fiber serat merupakan protein yang tidak larut dalam air, fleksibel dan lentur. b. Protein globular merupakan protein yang larut dalam air dan tidak stabil terdenaturasi oleh suhu, pH, dan garam. 13

2.2.3. Metode Identifikasi Protein

Identifikasi protein dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif, yaitu melalui reaksi xantoprotein, Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi natriunnitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan secara kuantitatif, yaitu metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode biuret dan metode spetofotometer UV Apriyanto, 1989. Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam mengidentifikasi protein adalah metode Lowry. Metode lowry dikembangkan pada tahun 1951 dengan menggunakan reagen pendetektor Folin-Ciocalteu. Reagen ini biasa digunakan untuk mendeteksi gugus-gugus fenolik. Dalam analisa protein dengan menggunakan reagen Folin- Ciocalteu dapat mendeteksi residu tirosin yang mengandung gugus fenolik melalui reaksi reduksi oksidasi dimana gugus fenolik tirosin akan mereduksi gugus fosfotungstat dan fosfomolibdat yang terdapat pada reagen tersebut menjadi tungsten dan molibden yang berwarna biru. Intensitas warna kompleks sebanding dengan kandungan protein dalam sampel yang dianalisa Apriyanto et al., 1989. Hasil reduksi ini dapat dianalisa lebih lanjut dengan melihat puncak absorbsi yang lebar pada daerah panjang gelombang sinar tampak 600-800 nm. Sensitifitas metode ini mengalami perbaikan yang cukup signifikan apabila digabung dengan metode biuret atau penambahan ion Cu, dimana kompleks Cu-protein yang dihasilkan reagen biuret akan menyebabkan reduksi fosfotungstat dan fosfomolibdat dalam reagen Folin-Ciocalteu, sementara residu- residu tirosin dan triptofan mereduksi sisanya. Dalam analisa kadar protein dengan metode Lowry, diperlukan protein standar pembanding misalnya BSA Bouvine Serum Albumin yang memiliki 14 rentang konsentrasi tertentu dimana konsentrasi sampel protein berada didalam rentang tersebut Hermanto, 2008.

2.3. Protein Toksin pada