83 “Sumber daya sudah memadailah, masih bisa dihandel. Soalnya dibilang
kurang, semua merasa kekurangan pegawai. Cuman itu udah instruksi dari pimpinan di pusat bahwa kita harus memberdayakan tenaga pegawai
yang ada di kantor masing-masing. Setiap kantor berbeda jumlah pegawainya. Banyak pegawainya yah banyak tim larasitanya. Kalau
sedikit ya sedikit lah.”
Namun dari segi kualitas sumber daya yang akan sudah memadai dan cukup baik. karena pegawai yang terlibat dalam pelaksanaan program ini sudah menguasai
bidangnya masing-masing dan sesuai dengan kemampuannya. Seperti bidang pengukuran, tugas dan fungsinya pada pelaksanaan program larasita yaitu
pengukuran bidang tanah.
b. Fasilitas
Fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan program larasita ini tidak jauh berbeda dengan fasilitas di kantor. Dengan mengubah mobil sebagai kantor
yang dilengkapi dengan air conditioner AC dan meja untuk melayani masyarakat, program ini dapat berlangsung. Sejauh ini fasilitas yang ada
mendukung untuk berjalannya program ini. Untuk mendukung pernyataan tersebut, ibu Mufrida Lubis menyatakan :
“Sarana yang ada mendukunglah. Ada mobil, internetnya, sepeda motor juga. Paling kendala di internet yang susah konek karena jauh dari
jaringan atau server yang tidak konek. Karena kita kan sampai ke pelosok untuk program larasita ini.”
Pernyataan yang sama juga dinyatakan oleh salah satu tenaga honorer yang merupakan bagian dari tim pelaksana larasita ini yaitu Tomy yang menyatakan :
Universitas Sumatera Utara
84 “Sarana yang ada mendukung dan kondisinya baik. seperti printer, laptop,
modem, meja kerja. Jadi mobil bisa dibuka kayak kedai gitu. Mendukunglah untuk sarana.”
Khusus untuk mobil larasita dan sepeda motor sendiri tidak hanya dimanfaatkan untuk program larasita saja. Bisa juga digunakan untuk kegiatan program strategis
BPN lainnya. Dalam pelaksanaannya program larasita ini tidak terlepas dari pembiayaan.
Pembiayaan untuk program larasita ini berasal dari DIPA yang digunakan untuk biaya operasional dan biaya dari masyarakat sesuai dengan PP 13 Tahun 2010.
Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Khoirun Nisak, SH,Mh yang menyatakan bahwa :
“Untuk biaya larasita ini berasal dari dua. Untuk biaya operasional itu dari DIPA sedangkan untuk berkas permohonan masyarakat, itu biayanya
dari masyarakat.”
Hal ini juga diperkuat berdasarkan pernyataan Ibu Mufrida Lubis : “Untuk biaya larasita ya dari DIPA. Ada itu jelas di SK dibuat. Kalau
untuk masyarakat ada PP 13 tahun 2010 yang mengatur biayanya. Jadi jelaslah untuk sumber biayanya.”
c. Wewenang
Wewenang dalam pelaksanaan program ini disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing seksi sesuai dengan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 4 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.
Universitas Sumatera Utara
85 Berkenaan dengan itu kita dapat melihat hasil wawancara dengan Ibu Sakanti
Yanotami, BSc yang menyatakan : “Sudah jelas ada aturannya untuk pembagian wewenang. Itu sama aja
dengan yang ada di kantor. Pekerjaan larasita juga sesuai dengan bidangnya masing-masing, sama seperti kewenangan di kantorlah.”
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Ibu Elfa yang menyatakan : “Kalau wewenang sama aja dengan yang di kantor. Karena gak ada
bedanya dengan di kantor pengerjaannya. Hanya larasita mempermudah masyarakat.”
IV.3.3 Disposisi Implementor
Disposisi implementor atau kecenderungan-kecenderungan sikap yang diberikan para pelaksana kebijakan terhadap suatu kebijakan yang telah
diputuskan pastilah berbeda-beda. Seperti yang terjadi pada pelaksanaan program larasita di kota Binjai ini, dimana tim yang telah disusun tidak semuanya turun ke
lapangan untuk menjalankan program ini. Alasan utama mengapa mereka tidak turun berdasarkan wawancara dengan informan adalah beban tugas dan target
yang harus diselesaikan di kantor sangatlah banyak. Sekalipun secara umum menerima dan merespon dengan baik program yang telah dibuat oleh pimpinan
pusat ini. Melihat kenyataan yang selama ini bahwa masyarakat sering sekali merasa enggan atau malas untuk datang ke kantor dengan pakaian yang rapi dan
bersih. Melalui program ini pegawai kantor pertanahan dapat mendekatkan diri untuk melayani masyarakat secara langsung dan berdasarkan observasi yang
dilakukan oleh peneliti, pegawai yang turun ke lapangan mempunyai sikap yang baik dan terbuka dalam melayani masyarakat yang datang dengan beragam
Universitas Sumatera Utara
86 permasalahan atau pertanyaan yang berbeda. Sama seperti pernyataan ibu Khoirun
Nisak, SH, MH : “Kalau di lapangan kita terbuka dan membaur dengan masyarakat.
Makanya masyarakat tidak segan untuk bertanya ke kita dan menceritakan segala permasalahan tanahnya kalau mereka melihat mobil
larasita datang apalagi setelah mendengar petugas memanggil dengan alat pengeras suara. Para pelaksana juga lebih teliti atau lebih bijkasana
dalam hal memilah berkas karena untuk kegiatan larasita ataupun program strategis lainnya ada hal-hal yang harus diperhatikan. Misalnya
ada berkas yang hilang, disarankan untuk melalui proses rutin karena adanya pengumuman yang memerlukan waktu yang lamaatau biaya pajak
terlalu besar, sehingga tidak cocok menjadi peserta kegiatan strategis. Pegawai menerima dengan baik program ini. Karena bertujuan untuk
masyarakat yang tidak mengetahui dan tidak berkesempatan datang ke kantor.”
Hal ini menunjukkan bahwa implementor memiliki sikap yang terbuka dan menerima adanya program ini untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat
akan pentingnya sertifikat tanah yang memberikan kekuatan hukum kepada pemiliknya. Disisi lain, ada juga informan yang memberikan tanggapan terhadap
program ini yaitu Bapak Drs. Rasmon Sinamo selaku kepala kantor Pertanahan kota Binjai yang menyatakan bahwa :
“Program larasita ini sebenarnya baik dan bermanfaat. Tetapi lebih bermanfaat kalau di Kabupaten dilakukan. Daerah-daerah yang jangkuan
ke kantor itu jauh. Karena semboyannya pun “Menjangkau yang tidak terjangkau” tapi karena program nasional ya harus kita jalankan.”
Universitas Sumatera Utara
87
IV.3.4 Struktur Birokrasi a. Standard Operasional Prosedur SOP
Dalam mengimplementasikan program larasita ini tim pelaksana sudah melakukannya sesuai dengan SOP yang ada. Untuk SOP larasita sendiri tidak
berbeda dengan SOP yang ada di kantor pertanahan. Sedangkan untuk pembiayaan, memakai PP No. 13 tahun 2010. Hal ini sesuai dengan yang
pernyataan dari ibu Khoirun Nisak, SH, MH : “Peraturan larasita kan jelas, dasar hukumnya jelas. Peraturan
pelaksanaannya dia sama aja dengan di kantor Pertanahan pakai PP. Termasuk pembiayaannya. Pemungutan biayanya sesuai dengan PP
No.13 Tahun 2010.”
Hal senada juga dikatakan oleh Ibu Mufrida Lubis : “SOP untuk larasita sudah ada. Sama dengan yang berlaku di kantor dan
PP No.13 tahun 2010 untuk pungutan biaya dari masyarakat yang mengurus”
Selain itu, Ibu Saknti Yanotami. Bsc juga menyatakan bahwa peraturan yang ada dalam melaksanakan program ini tidak berbeda dengan di kantor pertanahan.
Semua aturan pelaksanaan sesuai dilakukan. Hanya saja dengan adanya larasita ini, masyarakat menjadi lebih dipermudah untuk mendapatkan layanan dan terjadi
pemangkasan birokrasi melalui larasita ini.
b. Fragmentasi
Terkait fragmentasi atau penyebaran tanggung jawab pada tim pelaksana larasita yang menjadi informan penelitian ini menyatakan bahwa sudah ada.
Universitas Sumatera Utara
88 Dimana tim yang terdiri dari 9 orang diluar supir, membagikan tugas dengan baik.
Ketika tim yang turun kelapangan sudah mendapatkan berkas maka orang yang terlibat dalam tim ini namun tidak ikut turun akan memproses berkas yang sudah
diterima tersebut. Pembagian tugas juga disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi bagian masing-masing seksi. Seperti yang dinyatakan oleh ibu Sakanti
Yanotami, BSc : “Untuk larasita misalnya kasubsi penetapan hak tidak bisa turun ke
lapangan, kita tetap menerima berkas dari pemohon yang ada di lapangan. Tetapi berkas tetap diserahkan ke dia. Dia yang berwenang
menyatakan berkas itu lengkap atau tidak. Dia juga yang akan memproses. Kita Cuma sekedar mengambil data dari lapangan. Kalau
untuk pengukuran,ya harus petugas ukur yang mengukur. Meskipun ibu pandai mengukur itu gak bisa. Karena masing-masing udah punya
tanggung jawab sesuai seksi yang dibidangi. Demikian juga peralihan hak kita ambil berkas langsung diserahkan ke kasubsi peralihan hak.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa antar bagian dalam tim ini terjalin koordinasi dan komunikasi yang cukup baik sehingga tugas masing-masing dapat berjalan
sekalipun tidak turun secara bersamaan ke lapangan.
IV.4 Kendala dalam Implementasi Program Larasita Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah oleh Kantor Pertanahan Kota Binjai
Tahapan implementasi merupakan tahapan yang paling krusial dalam mencapai keberhasilan dari suatu kebijakan publik atau program. Melalui tahapan
ini akan diberikan suatu gambaran apa yang menjadi penyebab berhasilnya atau tidaknya suatu kebijakan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
pelaksanaan dari program atau kebijakan tersebut. Hal ini dapat kita lihat pada
Universitas Sumatera Utara
89 pelaksanaan program LARASITA yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota
Binjai. Dimana terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi berjalannya pelaksanaan program ini.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pada pelaksanaan program LARASITA ini dibentuk suatu tim pelaksana berdasarkan SK kepala Kantor
Pertanahan Binjai. Dengan adanya pembentukan tim ini diharapkan mampu menjalankan tugas dari program LARASITA. Berdasarkan hasil wawancara dan
pengamatan peneliti, faktor yang paling besar memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan program larasita ini adalah modem yang sering sekali tidak
tersambung dengan server. Sehingga berkas yang masuk di lapangan, harus segera dibawa ke kantor dan diproses dengan segera dengan menggunakan fasilitas
LARASITA. Karena program LARASITA ini diterapkan dengan sistem “Quick count” yang memberikan laporan dari hasil pengerjaan LARASITA langsung ke
pusat. Sehingga pengerjaannya harus segera dilakukan untuk memenuhi target yang telah ditentukan. Selain fasilitas, dari segi jumlah tenaga yang ada juga
menjadi faktor kendala lainnya. Walaupun tidak menjadi faktor kendala yang memberikan kontribusi yang cukup besar namun pada kenyataannya untuk staf
tenaga pengukuran dapat dikatakan kurang. Padahal program strategis lainnya juga membutuhkan tenaga pengukuran. Sehingga tidak jarang staf untuk tenaga
ukur tidak semua ikut serta turun dalam pelaksanaan program LARASITA untuk mengoptimalkan pekerjaan di kantor.
Universitas Sumatera Utara
90
IV.5 Data Sekunder