GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

31 Tabel 1 Komposisi penduduk Desa Lelea Berdasarkan Jenis Kelamin Sumber Data Statistik Desa Lelea 2010 Gambaran data penduduk berdasarkan usia desa Lelea Indramayu dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel 2 Jumlah Penduduk Desa Lelea Berdasarkan Usia tahun 2010 NO Usia Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 – 9 tahun 10 – 19 tahun 20 – 29 tahun 30 – 39 tahun 40 – 49 tahun 50 – 58 tahun 59 tahun 620 orang 733 orang 775 orang 475 orang 662 orang 450 orang 525 orang 14,62 17,29 18,29 11,2 15,61 10,61 12,38 JUMLAH 4.240 orang 100 Sumber Data Statistik Desa Lelea 2010 NO Jenis Kelamin Jumlah 1 Laki-Laki 2.109 Jiwa 49,75 2 Perempuan 2.131 Jiwa 50,25 JUMLAH 4.240 Jiwa 100 32 Berikut ini adalah penjelasan data penduduk desa Lelea berdasarkan usia, usia 0 – 9 tahun sampai dengan usia lebih dari 59 tahun. Usia 0-9 tahun sebanyak 620 orang, usia 10-19 tahun sebanyak 733 orang, usia 20 – 29 sebanyak 775 orang, usia 30 – 39 tahun sebanyak 475 orang, usia 40 – 49 tahun sebanyak 662, usia 50 – 58 tahun sebanyak 450 orang, dan usia lebih dari 59 tahun sebanyak 525 orang. Mengenai keadaan penduduk di Desa Lelea, penulis akan mencoba menguraikannya dari beberapa bidang kehidupan penduduk setempat berikut ini:

a. Bidang Sosial

Keterikatan masyarakat desa Lelea antara warga satu dengan warga lainnya masih sangat kental, keterikatannya itu ditandai dengan tetap berlangsungnya tradisi ngarot yang melibatkan banyak pihak, selain pemerintah desa, warga juga turut berpartisipasi atas tradisi tersebut. Kesan masyarakat Indramayu yang suka tawuran seakan terkikis karena masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya hidup rukun, tenang dan tentram. Penulis melihat adanya kesan antar masyarakat yang saling tolong menolong, gotong royong dan saling menghargai satu dengan yang lainnya, tingkat solidaritasnya sangat tinggi diantara warga. Selain itu segala bentuk acara yang ada di masyarakat desa pasti selalu memberikan sumbangan berbentuk beras, mulai dari menikah, tujuh bulanan, melahirkan, hingga khitanan. Walaupun masyarakat Desa Lelea sudah mulai mengalami perubahan menuju arah modernisasi namun masyarakat Lelea masih berpegang teguh pada 33 adat istiadat desa yang berlaku. Satu sama lain saling mengenal, sifat individualisme masyarakat tidak berlaku, jika terjadi masalah masyarakat berusaha menyelesaikannya dengan cara musyawarah. Hal ini tercermin dalam persiapan pelaksanaan tradisi Ngarot yang dilakukan oleh masyarakat Desa Lelea. Mulai dari pelaksanaan mengenai penetapan waktu pelaksanaan, melakukan koordinasi antara pihak pemerintah Desa Lelea dengan masyarakat, karena terlaksananya tradisi harus ada kerjasama diantara keduanya. Untuk mendukung tugas pemerintahan, desa Lelea memiliki fasilitas umum yaitu Kantor Pemerintahan Desa 1 buah, Posyandu 7 buah, Poskamling 7 buah. selain itu sarana dalam bidang pendidikan desa Lelea memiliki 2 Taman Kanak-kanakMDA, 2 Sekolah SD, 1 sekolah SMP. Lebih jelas dapat diuraikan dalam tabel 4 dibawah ini : Tabel 3 Fasilitas Umum Desa Lelea NO Fasilitas Umum Jumlah Bangunan 1. 2. 3. 4. 5. 6 Kantor Pemerintahan Posyandu Poskamling Taman kanak-kanakMDA SD SMP 1 buah 7 buah 7 buah 2 buah 2 buah 1 buah Jumlah 20 buah Sumber Data Statistik Desa Lelea 2010 34 Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan dalam bidang sosial, masyarakat Desa Lelea merasakan adanya pemersatu dan satu tujuan yaitu menyukseskan acara tahunan yaitu Tradisi Ngarot. Dengan suksesnya Tradisi Ngarot masyarakat dengan suka rela bergotong-royong, bekerjasama, dan solidaritas yang diberikan oleh warga sangat tinggi. Oleh karena itu dengan adanya Tradisi Ngarot dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan solidaritas terhadap sesama tetap terjaga diantara warga Desa Lelea.

b. Bidang Ekonomi

Keadaan ekonomi masyarakat Desa Lelea secara umum lebih banyak mengandalkan sektor pertanian yaitu tanam padi. Pola perekonomian masyarakat Desa Lelea bergantung pada tanah yang mereka miliki, hasil dari pengolahan tanah yang dimiliki sebagai sumber kehidupan masyarakat yaitu dikonsumsi dan dijual untuk biaya hidup mereka sehari-hari hal ini terjadi secara turun temurun. Tersedianya hamparan sawah yang menjadi faktor utama masyarakat lebih mengandalkan dalam sektor pertanian, di samping itu keahlian dan pendidikan yang relatif rendah menjadikan sawah sebagai mata pencaharian yang utama. Berikut ini akan ditunjukkan data mata pencaharian penduduk Desa Lelea pada tabel 5 : Tabel 4 Mata pencaharian Warga Desa Lelea NO NAMA PEKERJAAN JUMLAH 1 2 PetaniPemilik Sawah Jasa 1.428 810 44,85 25,44 35 3 4 5 6 Buruh Tani Pedagang PNS POLRITNI 530 340 57 19 16,64 10,68 1,79 0,60 Jumlah 3.184 100 Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010 Tabel diatas menjelaskan Petanipemilik sawah terdapat 1.767 orang, pedagang sebanyak 579 orang, Buruh Tani 769 orang, PNS 59 orang, POLRITNI 19 orang dan Jasa sebanyak 1.049. Hal diatas membuktikan PetaniPemilik sawah sangat mendominasi dikarenakan masyarakat yang memiliki sawah secara turun temurun dan sangat jarang sekali diperjual belikan. Pedagang menempati posisi kedua setelah Petani karena mereka yang tidak memiliki keterampilan atau lahan sawah. Sedangkan PNS dan POLRITNI jumlahnya sangat sedikit. Hal ini menandakan masyarakat belum merasa tertarik pada bidang pekerjaan formal, tenaga-tenaga guru dan petugas pemerintahan desa pun diisi orang dari luar desa Lelea. Adapun pendapatan perkapita masyarakat Desa Lelea berdasarkan data statistik pada tahun 2009 adalah Rp. 1.000.000 perkapita, dengan produksi padi sebagai sumber utama masyarakat Desa Lelea. Bila dibandingkan antara Petanipemilik sawah dan Buruh tani. Sektor jasa dan perdagangan pun ikut menunjang perekonomian warga Desa Lelea, karena Desa Lelea termasuk daerah strategis dilewati oleh banyak 36 desa lainnya dan juga karena terdapat pasar tradisonal yang paling besar dibandingkan desa-desa lainnya di Kecamatan Lelea. Hal ini merupakan keuntungan bagi warga desa karena warga yang tidak memiliki lahan sawah dan keterampilan dalam bidang pertanian maupun lainnya bisa berdagang. Dengan demikian secara umum kegiatan perekonomian masyarakat Lelea menurut sifatnya dapat dibagi menjadi tiga bagian. Bersifat formal, kedua informal dan ketiga bersifat tradisional. Pekerjaan yang bersifat formal mempunyai ciri khusus, yaitu mempunyai penghasilan tetap dan pasif, seperti PNS dan POLRITNI. Lalu perekonomian yang bersifat informal yaitu Pedagang dan Jasa, kemudian yang bersifat tradisional adalah Petani dan Buruh Tani.

c. Bidang Pendidikan

Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menetapkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua education for all. Pemerintah menginginkan pendidikan merata hingga mencapai desa-desa maupun dusun-dusun terpencil, hingga pemerintah membuat program pendidikan wajib belajar 9 tahun. Berkaitan dengan program pendidikan yang digalakkan oleh negara yaitu pendidikan wajib belajar 9 tahun. 37 Walaupun letak desa Lelea jauh dari pusat kota namun kesadaran masyarakat akan pendidikan yang lebih atas sangat tinggi. Masyarakat sudah menyadari pentingnya pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari rincian tabel 6 berikut: Tabel 5 Data Penduduk Menurut Pendidikan NO PENDIDIKAN JUMLAH 1 2 3 4 5 6 Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat AkademiPerguruan Tinggi 884 540 1220 809 734 53 20,85 12,74 28,77 19,08 17,31 1,25 Jumlah 4.240 100 sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010 Tabel 6 menjelaskan tentang Data Penduduk menurut Pendidikan, Tidak Sekolah sebanyak 884 Jiwa, yang Tidak Tamat SD 540 Jiwa, Tamat SD 1220 Jiwa, Tamat SMP 809 Jiwa, sedangkan Tamat SMA 734 Jiwa dan Tamat AkademiPerguruan Tinggi 53 Jiwa Masyarakat Desa Lelea setidaknya memiliki 53 orang yang telah lulus dari Perguruan Tinggi maupun Akademi, dan 734 orang yang melanjutkan ke tingkat SMA. Namun banyak warga Desa Lelea yang masih buta huruf khususnya 38 di kalangan orang tua dan lanjut usia, karena keterbatasan ekonomi hingga banyak yang tidak tamat SD bahkan tidak sempat mengenyam bangku sekolah. Untuk melihat komposisi pendidikan berdasarkan usia dapat dilihat dari tabel 7 berikut: Tabel 6 Data Komposisi Pendidikan Berdasarkan Usia NO USIA JUMLAH 1 2 3 4 5 6 00-03 Tahun 04-06 Tahun 07-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun 19 Tahun ke atas 248 429 574 431 482 2.076 5,85 10,11 13,54 10,17 11,37 48,96 Jumlah 4.240 100 Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010 Tabel 7 menjelaskan Data komposisi Pendidikan Berdasarkan Usia, 00-03 Tahun sebanyak 248 Jiwa, 04-06 Tahun sebanyak 429 Jiwa, 07-12 Tahun sebanyak 574 Jiwa, 13-15 Tahun 431 Jiwa, 16-18 Tahun sebanyak 482 Jiwa, 19 Tahun keatas 2.076 Jiwa. Banyaknya usia 19 Tahun ke atas menandakan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan semakin tinggi. Di Kecamatan Lelea khususnya Desa Lelea pendidikan formal belum tersedia dengan lengkap, bagi warga yang ingin melanjutkan sekolah ke tingkat 39 SMA maupun Akademi harus pergi ke kabupaten yang jaraknya cukup jauh dan harus ditempuh dengan kendaraan. Keterbatasan sarana yang mengakibatkan banyaknya anak-anak mengalami putus sekolah.

d. Bidang Agama

Jika dilihat dari keberagamaan Masyarakat desa Lelea mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam. Walaupun mayoritas beragama Islam namun kegiatan Agamanya kurang menonjol dilihat dari sedikitnya kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh warganya. Perlu pula dikemukakan meskipun agama Islam sangat mendominasi perkembangan agama di desa ini namun pengaruh agama Hindu-Budha masih sangat terasa. Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang sering menyediakan kemenyan pada malam Jumat dan sesajen- sesajen lainnya. Mengenai sarana peribadatan tercatat di Desa Lelea terdapat masjid 1 buah dan mushola 10 buah. Selain itu terdapat Taman Pendidikan Agama dan Majlis Taklim yang dikhususkan untuk anak-anak, kegiatan ini biasanya sore hari yaitu ba’da Ashar dan setelah Sholat Magrib. Sarana Ibadah dapat dilihat tabel 8 berikut: Tabel 8 Sarana Ibadah NO Sarana Ibadah Jumlah 1 Masjid 1 buah 40 2 Mushola 10 buah Jumlah 11 buah Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010 Walaupun kegiatan keagamaan masyarakat kurang, namun tokoh agama dan ajaran agama di desa Lelea sangat dihormati dan dipercaya dalam menyelesaikan konflik yang membutuhkan penyelesaian di luar masalah hukum. Menurut Emilie Durkheim, agama mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun makro. Menurut Durkheim di dalam memahami fungsi agama banyak peristilahan. Ia mengatakan : “berbagai peribadatan terlihat memiliki fungsisosial tertentu, peribadatan itu berfungsi untuk mengatur dan memperkokoh dan mentransmisikan berbagai sentimen, dari satu generasi ke generasi yang lainnya. Sebagai tempat bergantung bagi terbentuknya aturan masyarakat yang bersangkutan”. 2 2 Betty R. Scharf, Kajian Sosiologi Agama, penterjemah : Machmun Husein, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1995, h.65. 41

BAB IV ANALISIS TENTANG KONTRIBUSI TRADISI LOKAL TRADISI

NGAROT TERHADAP SOLIDARITAS MASYARAKAT A. Gambaran Umum Tradisi Ngarot Sebagaimana yang telah penulis uraikan sebelumnya, tradisi Ngarot merupakan adat istiadat masyarakat desa Lelea yang tiap tahunnya dilaksanakan sebagai wujud syukur petani menjelang masa tanam padi juga bentuk penghormatan kepada leluhur mereka, yakni Ki Buyut Kapol. Setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan, penulis akan menguraikan beberapa hal dari hasil peneletian yang telah diperoleh. Hal ini dilakukan guna mendapat kajian isi atau bahasan secara menyeluruh hingga di dapatkan hasil analisis yang telah penulis lakukan. Oleh karena itu penulis akan menguraikan dalam beberapa pokok pembahasan berikut ini :

1. Sejarah Tradisi Ngarot

Setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan, sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak H. Edy Iriana sebagai Sekretaris Desa dan Ketua Pelaksana tradisi Ngarot di Desa Lelea tahun 2010, tradisi Ngarot sudah turun menurun dilaksanakan mulai dari nenek moyang hingga sekarang dan sudah menjadi kewajiban setiap tahunnya bagi masyarakat Lelea untuk melaksanakannya. 1 Dapat dipastikan dari cerita yang berkembang di kalangan 1 Wawancara Pribadi dengan Bapak H.Edy, “Sekretaris Desa dan Ketua Pelaksana Tradisi Ngarot Desa Lelea”, Lelea, tanggal 28 April 2011 42 masyarakat sejarah munculnya tradisi Ngarot berkaitan erat dengan leluhur mereka yaitu Ki Buyut Kapol. Pada saat itu Ki Buyut Kapol yang kaya raya sangat prihatin melihat keadaan warga Desa Lelea yang hidup dibawah kemiskinan dan tidak memiliki keterampilan apapun, hingga dia memberikan sawah dengan luas 26.100 m 2 . Sawah tersebut digunakan para petani untuk berlatih cara mengolah padi yang baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya, sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur tanam padi, ngarambet menyiangi, panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka yang sedang berlatih mengolah sawah itu. Menurut Bapak Sardian seorang petani yang pernah menjadi peserta tradisi Ngarot sebanyak tiga kali, Ki Buyut Kapol memberikan sawahnya seluas 26.100 m 2 karena tidak memiliki keturunan hingga kemudian sawahnya digunakan untuk berlatih cara mengolah padi yang baik. Begitu juga dengan kaum wanitanya, sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur tanam padi, ngarambet menyiangi, panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka yang sedang berlatih mengolah sawah itu. 2 Pemberian sawah seluas 26.100 m 2 tersebut, disambut baik oleh pemuda dan seluruh masyarakat desa, Awal pelaksanaan pengolahan sawah dilaksanakan menjelang musim hujan yang jatuh pada bulan Desember, minggu ketiga dan jatuh pada hari rabu. Sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak Warkan selaku Petani semua pengolahan sawah baik itu tanam padi, menyiangi, ataupun panen 2 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sardian, “Petani”, Lelea, tanggal 28 April 2011 43 padi harus jatuh di hari rabu. 3 Sebelum turun ke sawah Ki Buyut Kapol sengaja mengumpulkan para pemuda-pemudi di kediamannya yang telah disediakan berbagai macam makanan dan minuman untuk memberikan semangat sebelum tiba kegiatan pengolahan dan penanaman sawah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak H. Edy masyarakat percaya upacara Adat Ngarot dimulai sejak abad 17 M sekitar tahun 1686, diawali ketika Kepala Desa pertama Cangga Wrena turun tahta, masyarakat desa Lelea secara sukarela mengangkat Ki Buyut Kapol menjadi Kepala Desa yang kedua. Sejak itulah upacara adat Ngarot yang awalnya dilaksanakan di rumah Ki Buyut Kapol pindah ke Balai Desa Lelea hingga sekarang. 4 Pada masa pemerintahan Ki Buyut Kapol selama kurun waktu 25 tahun, pelaksanaan upacara Ngarot tidak pernah terputus dan keadaan ekonomi masyarakat yang semula miskin mulai berangsur-angsur mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Setelah Ki Buyut Kapol turun tahta dari jabatan Kepala Desa, pemerintahan kemudian digantikan oleh Dawi. Ia memberikan amanat agar tanah yang diberikan untuk masyarakat digunakan sebagaimana mestinya dan upacara tradisi Ngarot harus tetap dilaksanakan tanpa memungut biaya. Sebagai pengganti biaya diambil dari hasil tanah kasinoman tanah Ki Buyut Kapol, hingga sekarang tradisi Ngarot tetap berlangsung dengan meriah. Menurut Bapak Sagi salah satu sesepuh sekaligus pamong desa, tradisi Ngarot ini pantang sekali dilanggar, kalau sampai dilanggar selain melupakan jasa-jasa Ki Buyut Kapol yang telah mengangkat perekonomian dengan 3 Wawancara Pribadi dengan Bap ak Warkan, “Petani”, Lelea, tanggal 28 April 2011 4 Wawancara Pribadi dengan Bapak H. Edy, “SekDa dan Ketua Pelaksana Tradisi Ngarot”, Lelea, tanggal 28 April 2011 44 memberikan keterampilan, masyarakat juga percaya akan terjadi marabahaya yang menimpa terhadap proses pengolahan sawah mereka, seperti pengairan yang sulit yang mengakibatkan sawah menjadi gagal panen. Menurut Bapak Warson sebagai Kepala Desa di desa Lelea, perbedaan pelaksanaan tradisi Ngarot tahun sekarang dengan jaman dulu, tradisi Ngarot sebelum tahun 1980 pelaksanaannya masih sangat bermakna dan masyarakat mengerti akan makna dibalik pelaksanaannya, berbeda dengan sekarang masyarakat sebagian besar hanya melihat dari keramaian karena disertai dengan pasar malam tanpa mengetahui makna sesungguhnya dari pelaksanaan tradisi Ngarot tersebut. Menurut H. Edy Iriana selaku ketua umum perayaan ritual Ngarot 2010, tradisi Ngarot pasti dilaksanakan pada tiap tahunnya, selain sudah memiliki biaya dari sawah kasinoman seluas 26.100 m 2 , hingga tidak memiliki pengaruh dari keadaan ekonomi masyarakat, selain itu tradisi Ngarot juga termasuk dalam kebudayaan lokal yang harus dilestarikan dan menjadi bagi pariwisata lokal maupun mancanegara.

2. Prosesi dan Pelaksanaan Upacara Tradisi Ngarot

a . Persiapan Pelaksanaan Tradisi Ngarot dilaksanakan pada minggu ketiga di bulan Desember pada tiap tahunnya. Sebelum menentukan hari pelaksanaan tradisi Ngarot, setidaknya sebanyak dua kali Kepala Desa mengadakan musyawarah sebagai persiapan pelaksanaan upacara tradisi Ngarot.