17
BAB II KAJIAN TEORI
A. Tradisi Lokal
1. Pengertian Tradisi
Istilah tradisi yang telah menjadi bahasa Indonesia dipahami sebagai segala sesuatu yang turun temurun dari nenek moyang.
1
Tradisi dalam kamus antropologi sama dengan adat istiadat, yakni kebiasaan yang bersifat magis-
religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian
menjadi suatu sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.
2
Sedangkan dalam kamus sosiologi, diartikan sebagai adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun dapat
dipelihara.
3
Tradisi juga dapat dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang turun temurun dalam sebuah masyarakat, dengan sifatnya yang luas tradisi bisa meliputi segala
kompleks kehidupan, sehingga tidak mudah disisihkan dengan perincian yang tepat dan pasti, terutama sulit diperlakukan serupa atau mirip, karena tradisi bukan
obyek yang mati, melainkan alat yang hidup untuk melayani manusia yang hidup pula.
4
Tradisi merupakan pewarisan norma-norma, kaidah-kaidah dan kebiasaan- kebiasaan. Tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat diubah, tradisi justru
dipadukan dengan keanekaragaman perbuatan manusia dan diangkat dalam
1
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1985, h. 1088
2
Ariyono dan Aminudin Siregar, Kamus Antropologi Jakarta: Akademika Pressindo, 1985, h. 4
3
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993, h. 459
4
Rendra, Mempertimbangkan Tradisi Jakarta: Gramedia, 1983, h. 3
18
keseluruhannya karena manusia yang membuat tradisi maka manusia juga yang dapat menerimanya, menolaknya dan mengubahnya.
5
Tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki pijakan sejarah masa lampau dalam bidang adat, bahasa tata kemasyarakatan
keyakinan dan sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusannya pada generasi berikutnya. Sering proses penerusan terjadi tanpa dipertanyakan sama
sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup dimana hal-hal yang telah lazim dianggap benar dan lebih baik diambil alih begitu saja. Memang tidak ada
kehidupan manusia tanpa suatu tradisi. Bahasa daerah misalnya yang dipakai dengan sendirinya pada dasarnya diambil dari sejarah yang panjang tetapi bila
tradisi diambil alih sebagai harga mati tanpa pernah dipertanyakan maka masa kini pun menjadi tertutup dan tanpa garis bentuk yang jelas seakan-akan
hubungan dengan masa depan pun menjadi terselubung, tradisi lalu menjadi tujuan dalam dirinya sendiri.
6
Tradisi al-thurats sendiri bila mengutip Hassan Hanafi merupakan khazanah kejiwaan makhzun al-nafs yang menjadi pedoman dan peranti dalam
membentuk masyarakat. Tradisi merupakan khazanah pemikiran yang bersifat material dan imaterial yang biasa dikembangkan untuk melahirkan pemikiran
yang progresif dan transformatif. Karena itu, ada penghargaan, pembelaan, bahkan pembakuan atas tradisi.
7
5
Van Peursen, Sosiologi Kebudayaan Jakarta: Kanisius, 1976, h.11
6
Hassan Sadily, Ensiklopedia Indonesia, Vol 6.Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve h. 3608
7
Zuhairi Misrawi, Menggugat Tradisi Pergulatan Pemikiran Anak Muda NU,Jakarta: Kompas, 2004, h. 40
19
Tsabat atau sifat tetap adalah pokok kehidupan, dan intinya tidak dapat berubah sepanjang zaman. Di bawah pengertian serba tetap inilah timbul adat
tradisi yang diwariskan turun temurun secara tetap. Berubah sedikit demi sedikit dari satu ke lain generasi, akan tetapi pada umumnya tradisi itu mempunyai dasar
dan pengertian yang serba tetap.
8
2. Fungsi Tradisi
Kata tradisi menurut Ensiklopedi Indonesia berasal dari bahasa latin “tradition”, yang artinya kabar, penerusan.
9
Hal ini atau isi sesuatu yang diserahkan dari sejarah masa lampau mengenai adat, bahasa, tata kemasyarakatan,
keyakinan dan lain sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusannya pada generasi berikutnya. Sering kali proses penerusan terjadi tanpa
dipertanyakan sama sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup. Di mana hal- hal yang telah lazim dianggap benar dan paling baik diambil alih begitu saja.
Memang, tidak ada kehidupan manusia tanpa tradisi. Tradisi banyak mempunyai fungsi dan kekuatan dalam masyarakat
setempat baik di bidang spiritual maupun materiil. Karena dalam kehidupan masyarakat upaya manusia untuk menciptakan rasa aman, tentram dan sejahtera
merupakan simbolisasi dalam rantai kehidupan agar tercipta tindakan-tindakan sosial yang teratur dalam masyarakatnya. Tradisi keagamaan sebagai unsur dalam
masyarakat dapat memberi peranan positif dalam menciptakan rasa aman, tentram
8
Muhammad Quthub, Islam di Tengah Pertarungan Tradisi,Bandung: Mizan, 1984, h. 16
9
Ensiklopedia Indonesia, Jilid 6, h, 3608
20
dan kesejahteraan selama masyarakat dan individu itu menyakini kebenarannya secara mutlak.
Seperti diketahui Indonesia yang multi etnik mempunyai macam-macam tradisi yang berlandaskan pada simbol keagamaan yang ditransfer dalam bentuk
upacara ataupun ritual yang melambangkan kesakralan dalam pemaknaannya, sehingga menjadikan tradisi tadi diakui dan diyakini mempunyai manfaat dan
kebaikan baik bagi individu ataupun bagi masyarakat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nottingham sebagai berikut:
1. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai saklar. Tipe masyarakat ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya
menganut agama yang sama. Tidak ada lembaga lain yang relatif berkembang selain lembaga keluarga, agama menjadi fokus utama
bagi pengintergasian dan persatuan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, kemungkinan agama memasukkan pengaruh saklar ke
dalam sistem nilai-nilai masyarakat sangat mutlak.
2. Masyarakat praindustri
yang sedang
berkembang. Keadaan
masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih dari tinggi dari tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan
kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini. Tetapi pada saat yang sama, lingkungan yang saklar dan yang sekuler sedikit-banyak masih
dapat dibedakan. Misalnya, pada fase-fase kehidupan sosial masih diisi oleh upacara-upacara keagamaan, tetapi pada sisi kehidupan yang lain,
pada aktifitas sehari-hari, agama kurang mendukung. Agama hanya mendukung masalah istiadat saja. Nilai-nilai keagamaan dalam
masyarakat menempatkan fokusnya utamanya pada pengintergasian tingkah laku perseorangan, dan pembentukan citra pribadi mempunyai
konsekuensi penting bagi agama. Salah satu akibatnya, anggota masyarakat semakin terbiasa dengan penggunaan empiris yang
berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah- masalah kemanusiaan sehingga lingkungan yang bersifat sekuler
semakin meluas.
10
10
Elizabeth k. Nottingham Agama dan Mayarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Terjemahan Abdul Muis Naharong, Penerbit Jakarta CV. Rajawali, , 1985, h, 31