diketahui perbandingan kadar PCT pasien sepsis dengan infeksi non sepsis dan hubungan antara kadar PCT dengan derajat keparahan sepsis.
Penelitian oleh Purba Donald Roy, pada tahun 2012 mendapatkan bahwa PCT dapat digunakkan sebagai marker sepsis dan hubungan kadar PCT terhadap
derajat sepsis. Akan tetapi tidak ada dihubungkan dengan marker inflamasi lainnya.
Pengukuran PCT sebagai biomarker sepsis adalah yang paling memenuhi syarat sebagai penanda untuk diagnosis, prognosis serta sebagai monitoring terapi
pada sepsis, tetapi biaya pemeriksaan PCT masih relatif tinggi dan ketersediaannya di pelayanan kesehatan primer belum semua tempat ada. Oleh
karena itu peneliti ingin meneliti jumlah leukosit yang lazim dipakai, relatif murah dan terjangkau dan hubungannya dengan PCT sebagai marker inflamasi.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara jumlah leukosit dengan procalcitonin pada pasien yang mengalami sepsis?
1.3 Hipotesis
Adanya hubungan antara jumlah leukosit dengan procalcitonin pada pasien yang mengalami sepsis.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan jumlah leukosit dengan procalcitonin sebagai biomarker pada pasien yang mengalami sepsis.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui berapa nilai jumlah leukosit pada pasien yang
mengalami sepsis.
2. Untuk mengetahui berapa kadar procalcitonin pada pasien yang
mengalami sepsis.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui apakah jumlah leukosit dapat dipakai sebagai
pengganti procalcitonin sebagai biomarker sepsis.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1.
Dengan pemakaian biomarker yang lebih baik, diagnosis sepsis dapat ditegakkan dengan cepat dan penatalaksanaan penyakit lebih tepat.
2. Informasi hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi tambahan
untuk diri sendiri. 3.
Informasi dan bahan masukan tambahan bagi peneliti dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian berikutnya.
4. Hasilnya juga dapat digunakan sebagai panduan untuk penelitian
berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Leukosit
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh menahan atau menyingkirkan benda asing
yang berpotensi merugikan atau sel yang abnormal. Leukosit dan turunan- turunannya, bersama dengan berbagai protein plasma, membentuk sistem imun,
suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-
benda dalam tubuh yang asing bagi “diri normal” Sherwood, 2012.
Leukosit ini sebagian besar diproduksi di sumsum tulang granulosit, monosit dan sedikit limfosit dan sebagian lagi di jaringan limfe limfosit dan sel-
sel plasma. Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah
sebagian besar diangkut secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius. Jadi, sel-sel tersebut dapat menyediakan pertahanan yang cepat
dan kuat terhadap agen-agen infeksius Guyton dan Hall, 2007. Terdapat enam macam sel darah putih yang secara normal ditemukan di
dalam darah. Keenam sel tersebut adalah netrofil polimorfonuklear, basofil polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, monosit, limfosit dan kadang-
kadang, sel plasma. Ketiga tipe pertama dari sel yaitu sel-sel polimorfonuklear, seluruhnya memiliki gambaran granular, sehingga sel-sel tersebut disebut
granulosit Guyton dan Hall, 2007. Pada manusia dewasa, leukosit dapat dijumpai sekitar 7000 sel per
mikroliter darah. Presentasi normal dari sel darah putih kira-kira sebagai berikut Guyton dan Hall, 2007:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Persentase Normal Sel Darah Putih
Jenis Jenis Leukosit Persentase Sel Normal
Netrofil polimorfonuklear 62,0
Eosinofil polimorfonuklear 2,3
Basofil polimorfonuklear 0,4
Monosit 5,3
Limfosit 30,0
Pembentukan sel darah putih dimulai dari diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed. Sel-sel
committed ini selain membentuk sel darah merah, juga membentuk sel darah putih. Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik dan limfositik.
Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda yang berupa mieloblas sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai dengan sel
muda yang berupa limfoblas Guyton dan Hall, 2007. Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sumsum tulang. Limfosit
dan sel plasma diproduksi di berbagai jaringan limfogen, khususnya kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil dan berbagai kantong jaringan limfoid dalam sumsum tulang
dan plak Peyer di bawah epitel dinding usus Guyton dan Hall, 2007. Leukosit yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit,
disimpan dalam sumsum sampai sel-sel tersebut diperlukan dalam sirkulasi. Kemudian, bila kebutuhannya meningkat, beberapa faktor seperti sitokin-sitokin
akan dilepaskan. Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah ini
sesuai dengan persediaan granulosit selama enam hari. Sedangkan limfosit sebagian besar akan disimpan dalam berbagai area jaringan limfoid kecuali pada
sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah Guyton dan Hall, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya 4-8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4-5 jam berikutnya dalam jaringan. Pada
keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan sering kali berkurang. Hal ini dikarenakan granulosit dengan cepat menuju jaringan yang
terinfeksi, melakukan fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu sendiri harus dimusnahkan Guyton dan Hall, 2007.
Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam, berada di dalam darah sebelum berada dalam jaringan. Begitu masuk ke dalam jaringan, sel-
sel ini membengkak sampai ukurannya yang sangat besar untuk menjadi makrofag jaringan. Dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup hingga berbulan-bulan
atau bahkan bertahun-tahun. Makrofag jaringan ini akan menjadi dasar bagi sistem makrofag jaringan yang merupakan sistem pertahanan lanjutan dalam
jaringan untuk melawan infeksi Guyton dan Hall, 2007. Limfosit memasuki sistem sirkulasi secara kontinu, bersama dengan aliran
limfe dari nodus limfe dan jaringan limfoid lainnya. Kemudian, setelah beberapa jam, limfosit keluar dari darah dan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis.
Dan selanjutnya memasuki limfe dan kembali ke darah lagi demikian seterusnya. Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan
bertahun-tahun, tetapi hal ini tergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-sel tersebut Guyton dan Hall, 2007.
2.2 Procalcitonin