dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14 di permukaan sel maupun CD14 terlarut. Selanjutnya
kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuclear factor kappa B NFkB, tyrosin kinase TK, protein kinase C PKC, suatu faktor
transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like
resceptor-2TLR2 Appelmelk Bj dan Lynn W, 2000. Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri yang merupakan
induktor sitokin adalah lipotheichoic acid LTA dan peptidoglikan PG. LTA merupakan polimer gliserol dan fosfat, berikatan dengan membrane sel monosit
pada gugus asil di reseptor LTA reseptor scavenger tipe 1. Mekanisme transduksi sinyal intrasel LTA masih belum jelas. Peptidoglikan terdiri dari polimer ß1-4,
glukosamin-N- asam asetilmuramat, dengan ikatan silang peptide. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa PG dapat menginduksi produksi sitokin pada
monosit dengan ikatan pada CD14. Mekanisme transduksi sinyal intrasel PG juga belum diketahui Appelmelk Bj dan Lynn W, 2000; Hack C dan Thijs L, 2000
Pada infeksi Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes dapat terjadi sindrom renjatan toksik toxic shock syndromeTSS. Mekanisme yang
berperan adalah diproduksinya eksotoksin yang bersifat superantigen. Pada keadaan normal antigen akan diproses oleh Antigen Presenting Cells APC dan
membentuk kompleks histokompatibilitas mayor Mayor Histocompability ComplexMHC tipe II dan dipresentasikan pada reseptor sel T T cell receptor
TCR. Superantigen akan secara langsung membentuk kompleks dengan MHC dan TCR sehingga terjadi proliferasi sel T dan produksi sitokin yang berlebih
Bloch KC, 2000; Delevaux I, et.al,2003.
2.3.6 Peran Mediator Inflamasi pada Sepsis
Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan host terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Immunitas host bereaksi dengan melepaskan
protein endogen, aktivasi sel sehingga mikroorganisme dapat dibunuh, sel-sel yang rusak dibersihkan dan terjadi perbaikan jaringan Hack C dan Thijs L, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih. Mediator inflamasi ini mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun
sistemik, mengaktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya; aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, sistem koagulasi dan
fibrinolisis; pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator yang bersifat proinflamasi, dilepaskan pula mediator yang bersifat
anti inflamasi seperti sitokin anti inflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon Hack C dan Thijs L, 2000.
2.3.7 C-Reactive Protein
CRP merupakan suatu protein fase akut yang dihasilkan dominan oleh hepatosit, merupakan suatu petanda inflamasi yang memberikan respon pada
keadaan-keadaan peradangan atau inflamasi. Respon fase akut ini dapat berupa respon fisiologis dan biokimiawi yang mungkin saja terjadi pada kerusakan
jaringan, infeksi, inflamasi dan keganasan. Secara sederhana yang dinamakan perubahan fase akut sebenarnya didasarkan kepada perubahan konsentrasi dari
protein-protein fase akut itu sendiri, yang dapat bersifat positif dan negative, dalam artian dapat naik ataupun turun sebanyak 25 Gaba C dan Kushenr I,
1999. Protein fase akut ini sebenarnya terdiri dari banyak jenis dari sistem
komplemen, sistem kagulasi dan fibrinolitik, anti protease, protein transport dan lain-lain yang akan mengalami perubahan konsentrasi, baik berupa peningkatan
maupun penurunan sebesar 25 dan termasuk di dalamnya adalah CRP Gaba C dan Kushenr I, 1999.
Pada orang sehat didapati bahwa nilai tengah kadar CRP di sirkulasi adalah 0,8 mgL, dimana bila terdapat stimulus yang bersifat akut, dapat terjadi
peningkatan hingga 10.000 kali dari nilai normalnya. Waktu paruh dari CRP ini kira-kira 19 jam dan dari penelitian ternyata didapatkan hal ini konstan pada
seluruh keadaan baik pada orang sehat maupun pada orang sakit Gaba C dan Kushenr I, 1999.
Universitas Sumatera Utara
2.3.8 Diagnosa