Hubungan antara Leukosit dengan Procalcitonin sebagai Biomarker Sepsis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Bulan Agustus – Oktober 2015 Medan

(1)

Oleh:

SHERLY OCTAVIA 120100072

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

HUBUNGAN ANTARA LEUKOSIT DENGAN PROCALCITONIN SEBAGAI BIOMARKER SEPSIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK BULAN AGUSTUS - OKTOBER 2015 MEDAN KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

SHERLY OCTAVIA 120100072

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Pendahuluan: Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi ditandai dengan demam, takikardia, takipnue, leukositosis atau leukopenia dan infeksi lokal. Sepsis masih merupakan penyebab kematian utama pada kasus kritis di berbagai penjuru dunia. Tingginya kejadian dan problema infeksi biasanya dikaitkan dengan keadaan negara berkembang atau tempat dengan higienitas kurang. Belakangan ini dikenal suatu pemeriksaan procalcitonin (PCT) yang merupakan pemeriksaan “gold standard”pada kasus sepsis. Pemeriksaan PCT ini membutuhkan biaya pemeriksaan yang masih relatif tinggi dan ketersediannya di pelayanan kesehatan primer belum semua ada. Pemeriksaan lainnya, yaitu pemeriksaan leukosit yang lazim dipakai, relative murah dan terjangkau dimana leukosit cenderung naik dalam keadaan infeksi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar leukosit dengan PCT sebagai biomarker sepsis di RSUP H. Adam Malik Medan.

Metode: Penelitian ini bersifat analitik korelasi dengan rancangan penelitian potong lintang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dengan jumlah sampel 43 sampel di ruang ICU RSUP H. Adam Malik Medan.

Hasil: Data yang diperoleh rerata usia subyek penelitian adalah 48.74±2.53 tahun dengan rata-rata denyut nadi 94.4±3.17 x/menit, rata-rata frekuensi napas 22.28±0.76 x/menit, dan rata-rata suhu tubuh 37.48±0.09 ⁰C. Hasil kadar leukosit menunjukkan rerata 16809±1138.63 /mm3 dan rerata kadar PCT 0.43±0.1 ng/ml. Kesimpulan: Besar koefisien korelasi yang didapat pada penelitian ini antara kadar leukosit dengan PCT adalah r=0.129 dan p>0.05 (0.411). Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat korelasi antara jumlah leukosit dengan kadar pct pada pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik Medan.


(5)

ABSTRACT

Introduction: Sepsis is a systemic response to infection with clinic manifestation of fever, tachycardia, tachypnea, leukocytosis or leukopenia and local infection. Sepsis is still the main cause of mortality in critical care case in many countries. The high incidence and infection problems usually indicated in developing countries or places with poor hygiene. Lately a new diagnostic test is being known as procalcitonin (PCT) in which is a “gold standard” in sepsis case. PCT test is relatively high costly manner and most probably not available in primary care setting. Other examination like leucocyte test is usually used, being relatively cheap and achievable in many places which leucocyte level usually increased in infection condition. Therefore, this study aim is to know correlation between leucocyte level and PCT as a biomarker in sepsis in RSUP H. Adam Malik Medan.

Method: This study is an analytics correlation with cross-sectional study design. The sampling technique used in this study is the total sampling that based on the inclusion and exclusion criteria with the total number of study subjects was 43 samples in critical care unit of RSUP H. Adam Malik Medan.

Result: The data obtained are the mean age of the study subjects is 48.74±2.53 years old, with the mean pulse is 94.4±3.17 x/minute, the mean respiratory rate is 22.28±0.76 x/minute, and the mean of body temperature is 37.48±0.09 C. Result of leucocytes level indicated the mean value was 16809±1138.63 /mm3 and the mean value of PCT was 0.43±0.1 ng/ml.

Conclusion: Correlation coefficient resulted in this study between leucocytes and PCT is r=0.129 and p>0.05 (0.411). In Conclusion, There was not a correlation between levels of leucocytes count with PCT levels in sepsis patients in RSUP H. Adam Malik Medan.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum dan menjadi syarat kelulusan program Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Hubungan antara Hubungan antara Leukosit dengan Procalcitonin sebagai Biomarker Sepsis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Bulan Agustus – Oktober 2015 Medan”. Dalam proses penyelesaian penelitian ini, penulis tentunya mendapat bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Hasanul Arifin, Sp.An, KAP, KIC selaku dosen pembimbing penulis yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikirannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis, mulai dari awal penyusunan penelitian, pelaksanaan di lapangan, hingga selesainya laporan penelitian ini.

3. Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes dan dr. Adlin Adnan, Sp. THT-KL selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai civitas Akademik Fakultas Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam kelancaran proses pembuatan skripsi.

5. Orangtua penulis, Bapak Sakim dan Ibu Linda, serta saudara-saudari penulis yang senantiasa mendukung dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.


(7)

6. Sahabat-sahabat penulis terutama Addini N. Sufihar dan Rahayu Situmorang yang telah banyak membantu dalam dukungan, motivasi, dan masukan yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

7. Teman-teman stambuk 2012 mahasiswa FK USU yang telah memberi saran, kritik, dukungan moril dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini

Penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih belum sempurna baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis ilmiah ini di kemudian hari.

Medan, 7 Desember 2015


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Singkatan ... x

Daftar Lampiran ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Hipotesis ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Leukosit ... 6

2.2. Procalcitonin ... 8

2.2.1. Biosintesis dan Patofiologi Procalcitonin ... 8

2.2.2. Hal-Hal yang Mempengaruhi Kadar Procalcitonin ... 11

2.3. Sepsis ... 11

2.3.1. Definisi ... 11

2.3.2. Epidemiolog... 12

2.3.3. Etiologi ... 13

2.3.4. Tanda dan Gejala ... 14

2.3.5. Patogenesis ... 14


(9)

2.3.7. C-Reactive Protein ... 17

2.3.8. Diagnosa ... 18

2.4. Analisis Korelasi ... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 20

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 20

3.2. Definisi Operasional ... 20

3.3. Hipotesis ... 21

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 22

4.1. Jenis Penelitian ... 22

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 22

4.2.2. Waktu Penelitian... 22

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

4.3.1. Populasi Penelitian ... 22

4.3.2. Sampel Penelitian ... 22

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 23

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 23

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 23

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 24

5.1. Hasil Penelitian ... 24

5.2. Pembahasan ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

6.1. Kesimpulan ... 33

6.2. Saran ... 33

Daftar Pustaka ... 34 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Persentase Normal Sel Darah Putih 7 2.2 Kriteria Diagnosa Sepsis 18 2.3 Panduan Interpretasi Uji Hipotesis Korelatif 19

5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel 24

5.2 Distribusi Usia sampel 25

5.3 Distribusi Komorbiditas dan Penyakit Terdahulu 25

5.4 Distribusi Denyut Nadi Sampel 26

5.5 Distribusi Frekuensi Napas Sampel 26

5.6 Distribusi Suhu Tubuh Sampel 26

5.7 Distribusi Hasil Leukosit 27

5.8 Distribusi Hasil PCT 27

5.9 Hasil Korelasi Leukosit dengan PCT 27


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Struktur Asam Amino dari Procalcitonin 7

2.2 Terminologi dan Definisi Sepsis 12

3.1 Kerangka Konsep Penelitian 20


(12)

DAFTAR SINGKATAN

AA Asam Amino

ACCP The American College of Chest Physician aPTT Activated Partial Thromboplastin Time ARDS Acute Respiratory Distress Syndrome

C1 Complement 1

C2 Complement 2

CD4 Cluster Differentiation 4 CRP C-Reactive Protein

DIC Disseminated Intravascular Coagulation ICU Intensive Care Unit

IL Interleukin

INR International Normalized Ratio LBP Lipopolysacharide Binding Protein LPS Lipopolisakarida

LTC Lipotheichoic Acid MAP Mean Arterial Pressure

MHC Mayor Histocompability Complex mRNA messenger Ribonucleic Acid

MRSA Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus NFkB Nuclear Factor kappa B

PCT Procalcitonin

PG Peptidoglikan

PKC Protein Kinase C RNA Ribonucleic Acid

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat

SCCM The Society for Critical Care Medicine SIRS Systemic Inflammatory Response System SPSS Statistical Product and Service Solution TCR TCellReceptor


(13)

TK Tyrosin Kinase TLR2 Toll Like Receptor 2 TNF Tumor Necrosis Factor TSS Toxic Shock Syndrome


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Studi Awal Penelitian dari Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 3 Persetujuan Komisi Etik

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Lampiran 5 Data Induk


(15)

ABSTRAK

Pendahuluan: Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi ditandai dengan demam, takikardia, takipnue, leukositosis atau leukopenia dan infeksi lokal. Sepsis masih merupakan penyebab kematian utama pada kasus kritis di berbagai penjuru dunia. Tingginya kejadian dan problema infeksi biasanya dikaitkan dengan keadaan negara berkembang atau tempat dengan higienitas kurang. Belakangan ini dikenal suatu pemeriksaan procalcitonin (PCT) yang merupakan pemeriksaan “gold standard”pada kasus sepsis. Pemeriksaan PCT ini membutuhkan biaya pemeriksaan yang masih relatif tinggi dan ketersediannya di pelayanan kesehatan primer belum semua ada. Pemeriksaan lainnya, yaitu pemeriksaan leukosit yang lazim dipakai, relative murah dan terjangkau dimana leukosit cenderung naik dalam keadaan infeksi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar leukosit dengan PCT sebagai biomarker sepsis di RSUP H. Adam Malik Medan.

Metode: Penelitian ini bersifat analitik korelasi dengan rancangan penelitian potong lintang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dengan jumlah sampel 43 sampel di ruang ICU RSUP H. Adam Malik Medan.

Hasil: Data yang diperoleh rerata usia subyek penelitian adalah 48.74±2.53 tahun dengan rata-rata denyut nadi 94.4±3.17 x/menit, rata-rata frekuensi napas 22.28±0.76 x/menit, dan rata-rata suhu tubuh 37.48±0.09 ⁰C. Hasil kadar leukosit menunjukkan rerata 16809±1138.63 /mm3 dan rerata kadar PCT 0.43±0.1 ng/ml. Kesimpulan: Besar koefisien korelasi yang didapat pada penelitian ini antara kadar leukosit dengan PCT adalah r=0.129 dan p>0.05 (0.411). Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat korelasi antara jumlah leukosit dengan kadar pct pada pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik Medan.


(16)

ABSTRACT

Introduction: Sepsis is a systemic response to infection with clinic manifestation of fever, tachycardia, tachypnea, leukocytosis or leukopenia and local infection. Sepsis is still the main cause of mortality in critical care case in many countries. The high incidence and infection problems usually indicated in developing countries or places with poor hygiene. Lately a new diagnostic test is being known as procalcitonin (PCT) in which is a “gold standard” in sepsis case. PCT test is relatively high costly manner and most probably not available in primary care setting. Other examination like leucocyte test is usually used, being relatively cheap and achievable in many places which leucocyte level usually increased in infection condition. Therefore, this study aim is to know correlation between leucocyte level and PCT as a biomarker in sepsis in RSUP H. Adam Malik Medan.

Method: This study is an analytics correlation with cross-sectional study design. The sampling technique used in this study is the total sampling that based on the inclusion and exclusion criteria with the total number of study subjects was 43 samples in critical care unit of RSUP H. Adam Malik Medan.

Result: The data obtained are the mean age of the study subjects is 48.74±2.53 years old, with the mean pulse is 94.4±3.17 x/minute, the mean respiratory rate is 22.28±0.76 x/minute, and the mean of body temperature is 37.48±0.09 C. Result of leucocytes level indicated the mean value was 16809±1138.63 /mm3 and the mean value of PCT was 0.43±0.1 ng/ml.

Conclusion: Correlation coefficient resulted in this study between leucocytes and PCT is r=0.129 and p>0.05 (0.411). In Conclusion, There was not a correlation between levels of leucocytes count with PCT levels in sepsis patients in RSUP H. Adam Malik Medan.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Sepsis adalah Systemic Inflammatory Respons Syndrome (SIRS) ditambah tempat infeksi yang diketahui dan ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut. Meskipun SIRS, sepsis dan syok sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteremia. Bakteremia adalah keberadaan bakteri hidup dalam komponen cairan darah. Bakteremia bersifat sepintas, seperti biasanya dijumpai setelah jejas pada permukaan mukosa, primer ( tanpa fokus infeksi teridentifikasi ) atau seringkali sekunder terhadap fokus infeksi intravaskuler atau ekstravaskuler (Guntur A,2007).

Sepsis masih merupakan penyebab kematian utama pada kasus kritis di berbagai penjuru dunia (Nasronudin, 2007).Tingginya kejadian dan problema infeksi yang biasanya dikaitkan dengan keadaan negara berkembang atau tempat dengan higienitas kurang, ternyata tidak seluruhnya benar. Data dari Center for Disease Control (CDC) menunjukkan bahwa insiden sepsis meningkat ±8,7% setiap tahun, dari 164.000 kasus (83 per 100.000 populasi) pada tahun 1979 menjadi 660.000 kasus (240 kasus per 100.000 populasi) pada tahun 2000. Sepsis merupakan penyebab kematian nomor 11 dari seluruh penyebab kematian (Suharto, 2007). Di Amerika Serikat juga yang merupakan negara maju, kematian akibat sepsis setiap tahun mencapai 70.000 orang. Kira-kira 500.000 kasus baru mengalami sepsis dimana kematiannya mencapai 35% (Kuntaman, 2007). Angka kematian ini cenderung naik dan kini menempati urutan ke-10 penyebab kematian di Amerika Serikat (Shapiro et. al,2010).

Telah lama diketahui bahwa beberapa tes laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya proses-proses inflamasi seperti jumlah leukosit, laju endap darah, C-reactive protein (CRP), Tumor Necrosis Factor dan Interleukin 1 dan 6. (Pohan HT, 2005).


(18)

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh menahan atau menyingkirkan benda asing yang berpotensi merugikan atau sel yang abnormal. Leukosit dan turunan-turunannya, bersama dengan berbagai protein plasma, membentuk sistem imun, suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda dalam tubuh yang asing bagi “diri normal” (Sherwood, 2012).

CRP merupakan suatu protein fase akut yang dihasilkan dominan oleh hepatosit, merupakan suatu petanda inflamasi yang memberikan respon pada keadaan-keadaan peradangan atau inflamasi. Respon fase akut ini dapat berupa respon fisiologis dan biokimiawi yang mungkin saja terjadi pada kerusakan jaringan, infeksi, inflamasi dan keganasan. Secara sederhana yang dinamakan perubahan fase akut sebenarnya didasarkan kepada perubahan konsentrasi dari protein-protein fase akut itu sendiri, yang dapat bersifat positif dan negative, dalam artian dapat naik ataupun turun sebanyak 25% (Gaba C dan Kushenr I, 1999).

Namun berbagai tes tersebut tidaklah terlalu spesifik, karena itu sulit sekali membedakan diagnose antara Systemic Inflammatory Respons Syndrome (SIRS) dan sepsis dalam waktu yang cepat , karena harus menunggu hasil kultur darah selama beberapa hari, sementara pasien harus mendapat pengobatan yang cepat dan tepat dalam waktu segera dan hasil kultur darah positif bisa juga karena faktor kontaminasi dan hasil kultur negatif belum tentu menyingkirkan sepsis (Pohan HT, 2005).

Oleh karena pengukuran secara klinis dan laboratorium adalah kurang sensitif dan spesifik sehingga diperlukan tes yang dapat membedakan antara inflamasi karena infeksi dan inflamasi karena non infeksi (Meissner M et.al, 2000).. Akhir-akhir ini telah dikembangkan tes baru untuk mendeteksi inflamasi karena infeksi yaitu PCT. Tes ini banyak digunakan untuk membedakan antara SIRS dan sepsis (Vienna,2000).


(19)

PCT dikenal sebagai protein yang dirangsang oleh inflamasi sejak tahun 1993. Sejak saat itu banyak penelitian yang menunjukkan peningkatan protein ini pada plasma yang berhubungan dengan infeksi berat, sepsis dan syok sepsis (Vienna, 2007). PCT juga dapat membantu dalam differensial diagnosis penyakit infeksi atau bukan, menilai keparahan sepsis dan juga respon dari pengobatan (Simon L et.al, 2004).

PCT adalah prohormon calcitonin, kadarnya meningkat saat sepsis dan sudah dikenali sebagai petanda penyakit infeksi. Kepekatan procalcitonin dapat mencapai 1000 ng/ml saat sepsis berat dan syok sepsis (Buchori dan Prihatini, 2006).

Pengukuran PCT secara berkala dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit dan sebagai tindak lanjut (monitoring) dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Peningkatan nilai PCT atau nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan aktifitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan nilai PCT menunjukkan menurunnya reaksi inflamasi dan terjadi penyembuhan infeksi (Raghavan M dan Marik PE,2006).

Kenaikan serum PCT adalah berhubungan erat dengan infeksi bakterial sistemik yang dapat secara akurat membedakan antara infeksi bakteri sistemik dan keadaan inflamasi akut yang bukan disebabkan infeksi (Meissner M, 2002).

Balci C et.al, pada tahun 2002 melakukan penelitian tentang penggunaan PCT untuk diagnosa sepsis yang dilakukan pada ruang intensif. Mereka mendapatkan bahwa PCT merupakan parameter diagnostik yang paling akurat untuk membedakan antara SIRS dan sepsis, dan PCT dapat membantu dalam monitoring pasien yang sakit berat.

Penelitian oleh Murzalina Cut, pada tahun 2008 mendapatkan bahwa peningkatan kadar PCT dapat digunakan untuk menegakkan sepsis secara dini. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada pasien-pasien sepsis di ICU dan tidak ada membandingkan pasien sepsis dan infeksi non sepsis sehingga tidak dapat


(20)

diketahui perbandingan kadar PCT pasien sepsis dengan infeksi non sepsis dan hubungan antara kadar PCT dengan derajat keparahan sepsis.

Penelitian oleh Purba Donald Roy, pada tahun 2012 mendapatkan bahwa PCT dapat digunakkan sebagai marker sepsis dan hubungan kadar PCT terhadap derajat sepsis. Akan tetapi tidak ada dihubungkan dengan marker inflamasi lainnya.

Pengukuran PCT sebagai biomarker sepsis adalah yang paling memenuhi syarat sebagai penanda untuk diagnosis, prognosis serta sebagai monitoring terapi pada sepsis, tetapi biaya pemeriksaan PCT masih relatif tinggi dan ketersediaannya di pelayanan kesehatan primer belum semua tempat ada. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti jumlah leukosit yang lazim dipakai, relatif murah dan terjangkau dan hubungannya dengan PCT sebagai marker inflamasi.

1.2Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara jumlah leukosit dengan procalcitonin pada pasien yang mengalami sepsis?

1.3Hipotesis

Adanya hubungan antara jumlah leukosit dengan procalcitonin pada pasien yang mengalami sepsis.

1.4Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan jumlah leukosit dengan procalcitonin sebagai biomarker pada pasien yang mengalami sepsis.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui berapa nilai jumlah leukosit pada pasien yang mengalami sepsis.

2. Untuk mengetahui berapa kadar procalcitonin pada pasien yang mengalami sepsis.


(21)

3. Untuk mengetahui apakah jumlah leukosit dapat dipakai sebagai pengganti procalcitonin sebagai biomarker sepsis.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Dengan pemakaian biomarker yang lebih baik, diagnosis sepsis dapat ditegakkan dengan cepat dan penatalaksanaan penyakit lebih tepat. 2. Informasi hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi tambahan

untuk diri sendiri.

3. Informasi dan bahan masukan tambahan bagi peneliti dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian berikutnya.

4. Hasilnya juga dapat digunakan sebagai panduan untuk penelitian berikutnya.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Leukosit

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh menahan atau menyingkirkan benda asing yang berpotensi merugikan atau sel yang abnormal. Leukosit dan turunan-turunannya, bersama dengan berbagai protein plasma, membentuk sistem imun, suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda dalam tubuh yang asing bagi “diri normal” (Sherwood, 2012).

Leukosit ini sebagian besar diproduksi di sumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel-sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah sebagian besar diangkut secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius. Jadi, sel-sel tersebut dapat menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap agen-agen infeksius (Guyton dan Hall, 2007).

Terdapat enam macam sel darah putih yang secara normal ditemukan di dalam darah. Keenam sel tersebut adalah netrofil polimorfonuklear, basofil polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, monosit, limfosit dan kadang-kadang, sel plasma. Ketiga tipe pertama dari sel yaitu sel-sel polimorfonuklear, seluruhnya memiliki gambaran granular, sehingga sel-sel tersebut disebut granulosit (Guyton dan Hall, 2007).

Pada manusia dewasa, leukosit dapat dijumpai sekitar 7000 sel per mikroliter darah. Presentasi normal dari sel darah putih kira-kira sebagai berikut (Guyton dan Hall, 2007):


(23)

Tabel 2.1 Persentase Normal Sel Darah Putih

Jenis Jenis Leukosit Persentase Sel Normal

Netrofil polimorfonuklear 62,0 %

Eosinofil polimorfonuklear 2,3%

Basofil polimorfonuklear 0,4%

Monosit 5,3%

Limfosit 30,0%

Pembentukan sel darah putih dimulai dari diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed. Sel-sel committed ini selain membentuk sel darah merah, juga membentuk sel darah putih. Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik dan limfositik. Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda yang berupa mieloblas sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai dengan sel muda yang berupa limfoblas (Guyton dan Hall, 2007).

Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sumsum tulang. Limfosit dan sel plasma diproduksi di berbagai jaringan limfogen, khususnya kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil dan berbagai kantong jaringan limfoid dalam sumsum tulang dan plak Peyer di bawah epitel dinding usus (Guyton dan Hall, 2007).

Leukosit yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit, disimpan dalam sumsum sampai sel-sel tersebut diperlukan dalam sirkulasi. Kemudian, bila kebutuhannya meningkat, beberapa faktor seperti sitokin-sitokin akan dilepaskan. Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah ini sesuai dengan persediaan granulosit selama enam hari. Sedangkan limfosit sebagian besar akan disimpan dalam berbagai area jaringan limfoid kecuali pada sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah (Guyton dan Hall, 2007).


(24)

Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya 4-8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4-5 jam berikutnya dalam jaringan. Pada keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan sering kali berkurang. Hal ini dikarenakan granulosit dengan cepat menuju jaringan yang terinfeksi, melakukan fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu sendiri harus dimusnahkan (Guyton dan Hall, 2007).

Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam, berada di dalam darah sebelum berada dalam jaringan. Begitu masuk ke dalam jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya yang sangat besar untuk menjadi makrofag jaringan. Dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Makrofag jaringan ini akan menjadi dasar bagi sistem makrofag jaringan yang merupakan sistem pertahanan lanjutan dalam jaringan untuk melawan infeksi (Guyton dan Hall, 2007).

Limfosit memasuki sistem sirkulasi secara kontinu, bersama dengan aliran limfe dari nodus limfe dan jaringan limfoid lainnya. Kemudian, setelah beberapa jam, limfosit keluar dari darah dan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis. Dan selanjutnya memasuki limfe dan kembali ke darah lagi demikian seterusnya. Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, tetapi hal ini tergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-sel tersebut (Guyton dan Hall, 2007).

2.2 Procalcitonin

2.2.1 Biosintesis dan Patofisiolgi Procalcitonin

Procalcitonin (PCT) pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid carcinoma. PCT adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino (AA) dengan berat molekul 13 kDa, yang dikode dengan gen Calc-I yang terletak pada kromosom 11 dan diproduksi pada sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon dari calcitonin (Balci C, 2003; Whicher K, 2001).

Gen Calc-I menghasilkan dua transkripsi yang berbeda oleh tissue-spesific alternative splicing. Yang pertama, didapat dari exon 1-4 dari 6 exon yang


(25)

merupakan kode untuk pre-PCT, adalah sebuah rantai peptide yang terdiri dari 141 asam amino dimana memiliki sebuah rantai peptide yang terdiri dari 25 asam amino signal hidrophobik. Pada sel C kelenjar tiroid, proses proteolitik menghasilkan sebuah fragmen N-terminal (57 AA), calcitonin (32 AA) dan katacalcin (21 AA). Kehadiran sinyal peptide membuat PCT disekresikan secara intak setelah glikosilasi oleh sel lain. Transkrip yang kedua di potong secara terpilih yang mengandung exon 1,2,3,5,6 dan merupakan kode untuk Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP), dimana CGRP diekspresikan secara luas pada saraf di otak, pembuluh darah dan saluran cerna. CGRP ini mempunyai peranan dalam immunomodulasi,neurotransmitter dan mengontrol vaskuler (Meissner M, 2002; Rau B, 2004).

Gambar 2.1. Skema Asam Amino dari Procalcitonin. Sumber :Tannafos, 2008

Peningkatan nilai PCT pada tiroidektomi yang sepsis, menjelaskan bahwa tiroid C cell bukanlah satu-satunya tempat asal PCT. PCT mensekresikan semua produk-produk biosintetik pathway dan telah dideteksi dalam homogenitas small cell carcinoma pada paru manusia. PCT mRNA diekspresikan pada sel monuklear


(26)

darah perifer manusia dan bermacam-macam sitokin proinflamatory dan lipopolisakarida mempunyai efek stimulasi. Sekitar 1/3 dari limfosit dan monosit manusia yang tidak di stimulasi mengandung protein PCT yang dapat didemonstrasikan secara imunologi, keadaan ini dipicu oleh lipopolisakarida bakteri, tetapi monosit dari pasien dengan syok sepsis memperlihatkan nilai basal yang meningkat dan peningkatan kadar PCT yang di stimulasi oleh lipopolisakarida(LPS) (Simon L et.al, 2004; Whicher J,2001).

Pada infeksi bakteri yang berat atau sepsis, proteolisis spesifik gagal sehingga terjadi konsentrasi yang tinggi dari protein precursor, begitu juga fragmen PCT yang berakumulasi dalam plasma. Asal mula sintesis PCT yang dirangsang oleh inflamasi belum diketahui dengan jelas saat ini. Sel-sel neuroendokrin di paru atau usus saat ini dianggap sumber utama PCT, karena pasien-pasien dengan tiroidektomi total tetap mampu menghasilkan PCT pada keadaan sepsis (Meissner M, 2002; Whicher J,2001).

Produksi plasma PCT dapat diinduksi dari manusia sehat dengan injeksi lipopolisakarida (LPS) dalam jumlah yang rendah. Peninggian konsentrasi PCT, pertama kali terdeteksi 2 jam sesudah injeksi endotoksin dan dalam waktu 6 hingga 8 jam kadar PCT akan meningkat dan mencapai plateu dalam waktu ± 12 jam. Setelah 2-3 hari, kadar PCT akan kembali normal. Induksi yang spesifik dan cepat oleh stimulus yang adekuat akan menimbulkan produksi yang tinggi dari PCT pada pasien dengan infeksi bakteri berat atau sepsis. Keadaan ini memperlihatkan patofisiologi PCT pada respon imun akut (Simon L et.al, 2004; Rau B et.al,2004).

Pada orang sehat PCT diubah dan tidak ada sisa yang bebas ke aliran darah, karena itu kadar PCT tidak terdeteksi (< 0,1 ng/ml). Tetapi selama infeksi berat yang bermanifestasi sistemik, kadar PCT dapat meningkat hingga melebihi 100 ng/ml. Berbeda dengan waktu paruh calcitonin yang hanya 10 menit, PCT memiliki waktu paruh yang panjang yaitu 25-30 jam (Vienna, 2000; O’Connor E et.al, 2001).


(27)

2.2.2. Hal-Hal yang Mempengaruhi Kadar Procalcitonin

Kadar PCT sangat stabil baik secara in vivo atau ex vivo walaupun pada suhu ruangan. Juga terhadap pembekuan dan pencairan tidak mempengaruhi konsentrasi PCT secara signifikan. Konsentrasi PCT pada sampel arteri dan vena juga tidak berbeda. Tidak ada perbedaan konsentrasi PCT dalam sampel serum dan plasma dengan anti koagulan yang berbeda,perbedaan yang signifikan hanya pada plasma lithium-heparin. Bagaimanapun, perbedaan ini sangat kecil dengan rata-rata perbedaan <8%. Selain itu, kehilangan konsentrasi PCT sehubungan dengan penyimpanan pada suhu 25ºC juga rendah. Walau setelah 24 jam penyimpanan pada suhu ruangan, hanya 12,4% (mean) dari konsentrasi sebenarnya yang hilang dan sebanyak 6,3% (mean) yang hilang pada suhu 4C. Penyimpanan pada suhu ruangan lebih disarankan. Persentase kerusakan konsentrasi PCT pada suhu 25°C dan 4°C adalah sama untuk kadar yang tinggi (PCT > 8 ng/ml) dan kadar yang rendah (PCT <8 ng/ml) (Meissner M et.al,1997).

Konsentrasi PCT berhubungan dengan ringan atau beratnya infeksi, tetapi tidak dipengaruhi oleh tipe kuman. Namun demikian, kadar PCT tertinggi dijumpai pada pasien infeksi jamur, khususnya infeksi aspergillus. Pada infeksi jamur seperti kandidiasis mukosa mulut, kadar PCT berada dalam batas normal. Rata-rata kadar PCT tidak dapat dibedakan secara signifikan pada pasien yang diinfeksi oleh bakteri atau jamur yang berbeda. Kadar PCT menurun pada pasien yang berhasil (membaik) diterapi dengan antibiotik atau anti jamur yang efektif (Hammer C et.al,2002).

2.3 Sepsis 2.3.1 Definisi

Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi, dimana lipolisakarida atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Sepsis ditandai dengan perubahan suhu tubuh, perubahan jumlah leukosit, takikardia dan takipnea. Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ (American College of Chest Physician,1992).


(28)

Pada tahun 1992, menurut The American College of Chest Physician (ACCP) and The Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis, telah mempublikasikan suatu konsensus dengan definisi baru dan kriteria diagnosis untuk sepsis dan keadaan-keadaan yang berkaitan dan menetapkan kriteria Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis berat dan syok sepsis dibawah ini:

Gambar 2.2. Terminologi dan Definisi Sepsis. Sumber : Chen et. al, 2009

2.3.2 Epidemiologi

Sepsis adalah penyakit yang berkontribusi pada lebih dari 200.000 kematian pertahun di Amerika Serikat. Insideni sepsis, sepsis berat dan syok septik meningkat selama 20 tahun terakhir, dan jumlah kasus >700.000 per tahun (3 per 1000 penduduk). Sekitar dua pertiga kasus terjadi pada pasien dengan penyakit terdahulu. Kejadian sepsis dan angka kematian meningkat pada penderita usia lanjut dan sudah adanya komorbiditas sebelumnya. Meningkatnya insiden sepsis berat di Amerika Serikat disebabkan oleh usia penduduk, meningkatnya


(29)

pasien usia lanjut menyebabkan meningkatnya pasien dengan penyakit kronis, dan juga akibat berkembangnya sepsis pada pasien AIDS. Meluasnya penggunaan obat antimikroba, obat imunosupresif, pemakaian kateter jangka panjang dan ventilasi mekanik juga berperan. Infeksi bakteri invasif adalah penyebab kematian yang paling sering di seluruh dunia, terutama pada kalangan anak-anak (Munford, 2008).

Setiap tahunnya sekitar 750.000 kasus sepsis berlanjut menjadi sepsis berat atau syok septik di Amerika Serikat. Sepsis dapat menyebabkan kematian akibat miokard akut infark, syok septik dan komplikasi sepsis yang paling umum terjadi meruoakan penyebab kematian di unit perawatan intensif noncoronary. Terjadinya syok septik akan meningkat jika dokter melakukan tindakan operasi yang lebih agresif, organisme yang ada semakin resisten, dan penurunan daya tahan tubuh akibat penyakit dan penggunaan obat imunosuppresan. Distrubusi sepsis proporsional atau sebanding menurut jenis kelamin (Widodo, 2004). Studi terbaru menunjukkan bahwa Amerika Afrika memiliki insiden yang lebih tinggi dari sepsis berat dibandingkan kulit putih (6 banding 3,6 per 1000 penduduk) dan angka kematian yang tinggi di UPI (32.1%) (Russell, 2012).

2.3.3 Etiologi

Infeksi pada sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram negative atau gram positif. Selama periode 1979 – 2000 di Amerika Serikat angka sepsis terus

meningkat sampai 13,7% per tahun. Dari 51% hasil biakan kuman yang tumbuh, 52,1% diantaranya adalah gram positif, 37,5% gram negatif, 4,7% polimikrobial, 4,6% jamur dan 1% bakteri anaerob. Infeksi bakteri gram positif terus meningkat disebabkan oleh peningkatan infeksi nosokomial dari berbagai sumber seperti kateterisasi atau terapi imunosupresif. Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya kasus MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus) dari 29% menjadi 45%. Infeksi terutama terjadi pada saluran nafas (40-44%), diikuti oleh infeksi saluran genitourinarius (9-18%) dan infeksi intra abdominal (9-14%) (Bloch KC, 2000).


(30)

2.3.4 Tanda dan Gejala

Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda-tanda penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda-tanda dan gejala berkembang mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala pada setiap pasien sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa pasien dengan sepsis adalah normo-atau hipotermia, tidak ada demam paling sering terjadi pada neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang dengan uremia atau alkoholisme (Munford,2008).

Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi, dan takipnea (Dasenbrook & Merlo, 2008). Tanda-tanda dari sepsis sangat

bervariasi. Berdasarkan studi, demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam makulopapular, petekie, nodular, vesikular dengan nekrosis sentral (70% dengan meningococcemia), dan artritis (8%). Demam terjadi pada <60% dari bayi dibawah 3 bulan dan pada orang dewasa diatas 65 tahun (Gossman & Plantz, 2008). Infeksi menjadi keluhan utama pada pasien (Hinds et.al,2012). Perubahan status mental yang tidak dapat dijelaskan (LaRosa, 2010) juga merupakan tanda dan gejala pada sepsis. Adanya tanda dan gejala disseminated intravascular coagulation (DIC) meningkatkankan angka mortalitas (Saadat, 2008).

Pada sepsis berat muncul dampak dari penurunan perfusi mempengaruhi setidaknya satu organ dengan gangguan kesadaran, hipoksemia (PO2 <75 mmHg), peningkatan laktat plasma, atau oliguria (≤30 ml / jam meskipun sudah diberikan cairan). Sekitar satu perempat dari pasien mengalami sindrom gangguan

pernapasan akut (Acute Respiratory Distress Syndrome/ARDS) dengan infiltrat paru bilateral, hipoksemia (PO2 <70 mmHg, FiO2 >0,4), dan kapiler paru tekanan <18 mmHg .Pada syok septik terjadi hipoperfusi organ (Weber & Fontana, 2007).

2.3.5 Patogenesis

Perbedaan stadium pada sepsis merupakan suatu kesinambungan, dimana kondisi pasien sering berubah dari stadium ke stadium dalam beberapa hari atau bahkan hanya beberapa jam setelah masuk rumah sakit.


(31)

Sepsis umumnya dimulai dengan infeksi lokal, dimana bakteri masuk kedalam aliran darah secara langsung menyebabkan bakteremia atau bisa juga berproliferasi secara lokal dan melepaskan toksin kedalam aliran darah. Toksin ini bisa muncul dari komponen struktur bakteri ( contohnya, endotoksin, teichoic acid antigen) atau bisa juga sebagai eksotoksin dimana protein-protein disintesa dan dilepaskan oleh bakteri. Endotoksin yang dimaksud adalah lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada bakteri gram negatif. Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis (Appelmelk Bj dan Lynn W, 2000; Delevaux I, et.al,2003).

Pada bakteri gram negatif, dinding sel terdiri dari 3 lapisan yaitu membrane luar, periplasma dan membran dalam. Lipopolisakarida terdapat pada membran luar dinding sel, yang terdiri dari 3 bagian: antigen O, core dan lipid A. Antigen O adalah polimer yang tersusun dari 4-5 monosakarida, salah satu ujung dari rantainya terpapar pada permukaaan bakteri, ujung lainnya berikatan dengan core. Core berikatan dengan lipid A. Lipid A merupakan fosfolipid dengan basis glukosamin. Lipid A berikatan dengan membran luar dinding sel pada gugus asil yang bersifat hidrofobik. Lipid A merupakan bagian LPS yang bersifat toksik, dimana gugus fosfat pada posisi C1 dan C4 menentukan toksisitasnya. Struktur core pada LPS berbeda pada setiap spesies bakteri. Core LPS pada E.coli berbeda dengan Pseudomonas aeruginosa ataupun dengan Klebsiella pneumonia (Appelmelk Bj dan Lynn W, 2000).

Injeksi LPS pada hewan percobaan dan manusia menimbulkan tanda dan gejala demam, hipotensi dan pelepasan mediator inflamasi. Monosit atau makrofag, netrofil dan sel endotel berperan dalam respon terhadap infeksi dan mempunyai reseptor terhadap endotoksin. Suatu protein di dalam plasma dikenal dengan lipopolysacharide binding protein (LBP), dengan berat molekul 55 kDa dan disintesis oleh hepatosit berperan penting dalam metabolism LPS. LBP terdapat dalam 2 bentuk, bentuk terlarut dan dalam ikatan dengan reseptor LPS yaitu CD14 (Appelmelk Bj dan Lynn W, 2000).

Bila LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan


(32)

dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14 di permukaan sel maupun CD14 terlarut. Selanjutnya kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuclear factorkappa B(NFkB), tyrosinkinase (TK),protein kinaseC(PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like resceptor-2(TLR2) (Appelmelk Bj dan Lynn W, 2000).

Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri yang merupakan induktor sitokin adalah lipotheichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG). LTA merupakan polimer gliserol dan fosfat, berikatan dengan membrane sel monosit pada gugus asil di reseptor LTA (reseptor scavenger tipe 1). Mekanisme transduksi sinyal intrasel LTA masih belum jelas. Peptidoglikan terdiri dari polimer ß1-4, glukosamin-N- asam asetilmuramat, dengan ikatan silang peptide. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa PG dapat menginduksi produksi sitokin pada monosit dengan ikatan pada CD14. Mekanisme transduksi sinyal intrasel PG juga belum diketahui (Appelmelk Bj dan Lynn W, 2000; Hack C dan Thijs L, 2000)

Pada infeksi Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes dapat terjadi sindrom renjatan toksik (toxic shock syndrome/TSS). Mekanisme yang berperan adalah diproduksinya eksotoksin yang bersifat superantigen. Pada keadaan normal antigen akan diproses oleh Antigen Presenting Cells (APC) dan membentuk kompleks histokompatibilitas mayor (Mayor Histocompability Complex/MHC) tipe II dan dipresentasikan pada reseptor sel T (T cell receptor /TCR). Superantigen akan secara langsung membentuk kompleks dengan MHC dan TCR sehingga terjadi proliferasi sel T dan produksi sitokin yang berlebih (Bloch KC, 2000; Delevaux I, et.al,2003).

2.3.6 Peran Mediator Inflamasi pada Sepsis

Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan host terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Immunitas host bereaksi dengan melepaskan protein endogen, aktivasi sel sehingga mikroorganisme dapat dibunuh, sel-sel yang rusak dibersihkan dan terjadi perbaikan jaringan (Hack C dan Thijs L, 2000).


(33)

Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih. Mediator inflamasi ini mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, mengaktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya; aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, sistem koagulasi dan fibrinolisis; pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator yang bersifat proinflamasi, dilepaskan pula mediator yang bersifat anti inflamasi seperti sitokin anti inflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon (Hack C dan Thijs L, 2000).

2.3.7 C-Reactive Protein

CRP merupakan suatu protein fase akut yang dihasilkan dominan oleh hepatosit, merupakan suatu petanda inflamasi yang memberikan respon pada keadaan-keadaan peradangan atau inflamasi. Respon fase akut ini dapat berupa respon fisiologis dan biokimiawi yang mungkin saja terjadi pada kerusakan jaringan, infeksi, inflamasi dan keganasan. Secara sederhana yang dinamakan perubahan fase akut sebenarnya didasarkan kepada perubahan konsentrasi dari protein-protein fase akut itu sendiri, yang dapat bersifat positif dan negative, dalam artian dapat naik ataupun turun sebanyak 25% (Gaba C dan Kushenr I, 1999).

Protein fase akut ini sebenarnya terdiri dari banyak jenis dari sistem komplemen, sistem kagulasi dan fibrinolitik, anti protease, protein transport dan lain-lain yang akan mengalami perubahan konsentrasi, baik berupa peningkatan maupun penurunan sebesar 25% dan termasuk di dalamnya adalah CRP (Gaba C dan Kushenr I, 1999).

Pada orang sehat didapati bahwa nilai tengah kadar CRP di sirkulasi adalah 0,8 mg/L, dimana bila terdapat stimulus yang bersifat akut, dapat terjadi peningkatan hingga 10.000 kali dari nilai normalnya. Waktu paruh dari CRP ini kira-kira 19 jam dan dari penelitian ternyata didapatkan hal ini konstan pada seluruh keadaan baik pada orang sehat maupun pada orang sakit (Gaba C dan Kushenr I, 1999).


(34)

2.3.8 Diagnosa

Berdasarkan Surviving Sepsis Campaign : International Guidelines for Management of Severe Sepsis dan Septic Shock 2012, kriteria diagnosis sepsis adalah sebagai berikut :

Infeksi, didokumentasi atau dicurigai, dan beberapa keadaan: Variabel umum

Demam (>38⁰C) Hipotermi (<36⁰C)

Frekuensi jantung >90 kali/menit atau lebih dari 2 SD diatas nilai normal Tachypnea

Adanya edema atau keseimbangan cairan positif (>20 ml/kg diatas 24 jam)

Hiperglikemi (gula darah >140 mg/dL atau 7.7 mmol/L) dimana tidak ada riwayat diabetes

Variabel inflamasi

Leukositosis (jumlah leukosit >12.000 µ/L) Leukopeni (jumlah leukosit <4.000 µ/L)

Jumlah leukosit normal dengan lebih dari 10% bentuk immature Kadar CRP plasma lebih dari 2 SD diatas nilai normal

Kadar PCT plasma lebih dari 2 SD diatas nilai normal Variabel Hemodinamik

Hipotensi arteri (tekanan darah systole <90 mmHg, Mean Arterial Pressure (MAP) <70 mmHg, atau penurunan tekanan darah systole >40 mmHg pada orang dewasa atau kurang dari 2 SD diatas nilai normal

Variabel disfungsi organ

Hipoksemia arteri (PaO2/FiO2 <300)

Oliguria akut (pengeluaran urin <0.5 mL/kg/jam sekitar 2 jam walaupun adanya resusitasi cairan yang adekuat)


(35)

Koagulasi tidak normal (INR >1.5 atau aPTT >60 detik) Tidak ada suara usus (ileus paralisis)

Trombositopeni (jumlah platelet <100.000 µ/L)

Hiperbilirubinemi (kadar bilirubin total plasma >4 mg/dL atau 70 µmmol/L)

Variabel perfusi jaringan

Hyperlactatemia (>1 mmol/L) Penurunan pengisian kapiler

Tabel 2.2 Kriteria Diagnosa Sepsis

Sumber : Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et.al (2012).

2.4 Analisis Korelasi

Korelasi merupakan suatu metode untuk mencari hubungan antara 2 variabel numerik, misalnya antara tinggi dan berat badan anak, atau antara tinggi badan dengan kapasitas vital paru (Sudigdo, 2014). Uji korelasi yang digunakan adalah Pearson bila salah satu variable berdistribusi normal dan jika sebaran data tidak normal, lakukan transformasi, jika hasil transformasi tidak normal maka uji korelasi yang digunakan adalah Spearman (Sopiyudin, 2015).

Tabel 2.3 Panduan interpretasi uji hipotesis korelatif

Parameter Nilai Interpretasi

Kekuatan korelasi (r) 0.0 – <0.2 Sangat Lemah

0.2 – <0.4 Lemah

0.4 – <0.6 Sedang 0.6 – <0.8 Kuat 0.8 – 1.00 Sangat Kuat Sumber : M. Sopiyudin Dahlan, Statistik untuk


(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dibahas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian.

3.2. Defini Operasional 3.2.1 Leukosit

a. Definisi : Agen pertahanan tubuh yang akan meningkat apabila terjadi infeksi.

b. Cara Ukur : Observasi Alat Ukur : Status pasien c. Hasil Ukur : Jumlah leukosit d. Skala Ukur : Numerik 3.2.2 Procalcitonin

a. Definisi : Protein yang terdiri dari 116 asam amino dengan berat molekul 13 kDa, yang dikode dengan gen Calc-I yang terletak pada kromosom 11 dan diproduksi pada sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon dari calcitonin.


(37)

b. Cara Ukur : Observasi c. Alat Ukur : Status pasien d. Hasil Ukur : Kadar procalcitonin e. Skala Ukur : Numerik

3.3. Hipotesis

Adanya hubungan antara jumlah leukosit dengan procalcitonin pada pasien yang mengalami sepsis.


(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah leukosit dan procalcitonin pada pasien sepsis. Adapun pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Maret 2015 sampai bulan Desember 2015. Waktu penelitian ini terhitung mulai awal pembuatan proposal pada bulan Maret 2015 hingga seminar akhir pada bulan Desember 2015.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang ICU RSUP Haji Adam Malik Medan. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan A yaitu Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3. 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis menderita sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.3. 2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah pasien rawat inap di ruang rawat intensif RSUP Haji Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimana sampel diambil dengan cara total sampling.


(39)

4.3. 3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi :

Pasien yang didiagnosis menderita sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan antara bulan Agustus 2015 sampai Oktober 2015.

Kriteria eksklusi :

Tidak terdapat data mengenai jumlah leukosit dan kadar procalcitonin dalam hasil pemeriksaan laboratorium pada status pasien sepsis.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan diperoleh langsung dari status pasien di ruang ICU RSUP Haji Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi. 4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan disusun dalam bentuk table. Data yang diperoleh dianalisis secara statistic dengan bantuan suatu program pengolahan data SPSS. Analisis yag digunakan adalah analisis korelasi antara leukosit dengan procalcitonin.


(40)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang ICU dan ruang Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jl. Bunga Lau No.17, Medan. RSUP Haji Adam Malik Medan. RSUP Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.355/Menkes/SK/VII/1990. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan A yaitu Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau sehingga diharapkan populasi yang didapatkan akan lebih banyak.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Subjek penelitian ini adalah pasien sepsis di ruang ICU RSUP Haji Adam Malik Medan. Dari 46 orang yang menderita sepsis, didapatkan total subjek penelitian adalah 43 orang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Dibawah ini akan dijelaskan distribusi dari jenis kelamin, usia, denyut nadi, suhu tubuh, hasil leukosit, dan hasil PCT.

Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel

Jenis Kelamin Jumlah (n) %

Laki-laki 31 72.1

Perempuan 12 27.9


(41)

Pada tabel 5.1 ditunjukkan bahwa jumlah sampel penelitian ini berjumlah 40 orang yaitu laki-laki sebanyak 31 orang (72.1%) dan perempuan sebanyak 12 orang (27.9%).

Tabel 5.2 Distribusi Usia Sampel

Usia (tahun) Jumlah (n) %

<20 1 2.3

20-39 12 27.9

40-59 20 46.1

60-89 10 23.3

Total 43 100

Pada tabel 5.2 ditunjukkan bahwa sampel penelitian dengan distribusi terbanyak ada dikelompok usia 40-59 tahun sebesar 20 orang (46.1%), dengan rata-rata usia 48.74±2.531 tahun.

Tabel 5.3 Distribusi Komorbiditas dan Penyakit Terdahulu

Komorbiditas Jumlah (n) %

DM 8 18.6

TB 3 7.0

HIV 5 11.6

Pneumonia 10 23.3

Cardiovascular 4 9.3

Cerebrovascular 7 16.3

Keganasan 3 7

Tidak Ada 3 7


(42)

Pada tabel 5.3 ditunjukkan dari 43 sampel komorbiditas dan penyakit terdahulu terbanyak adalah pneumonia yaitu sebanyak 10 sampel (23.3%), diikuti HIV sebanyak 5 sampel (11.6%) dan DM sebanyak 8 sampel (18.6%).

Tabel 5.4 Distribusi Denyut Nadi Sampel

Denyut Nadi (x/mnt) Jumlah (n) %

60 – 100 33 76.7

>100 10 23.3

Total 43 100

Pada tabel 5.4 ditunjukkan bahwa sampel penelitian dengan distribusi terbanyak ada pada denyut nadi 60-100 x/menit yaitu sebesar 33 sampel (76.7%) dengan rata-rata denyut nadi 94.4±3.17 x/menit.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Napas Sampel Frekuensi Napas (x/mnt) Jumlah (n) %

<16 2 4.7

16 – 20 21 48.8

>20 20 46.5

Total 43 100

Pada tabel 5.5 ditunjukkan bahwa sampel penelitian dengan distribusi terbanyak ada pada frekuensi napas 16 sampai 20 x/menit yaitu 21 sampel (48.8%) dengan rata-rata frekuensi napas 22.28±0.76 x/menit.

Tabel 5.6 Distribusi Suhu Tubuh Sampel

Suhu Tubuh (⁰C) Jumlah (n) %

<37 9 20.9

37 – 39 34 79.1


(43)

Pada tabel 5.6 ditunjukkan bahwa sampel penelitian dengan distribusi terbanyak ada pada suhu tubuh 37-39 ⁰C yaitu 34 sampel (79.1%) dengan rata-rata suhu tubuh 37.48±0.09 ⁰C.

Tabel 5.7 Distribusi Hasil Leukosit

Leukosit (/mm3) Jumlah (n) %

<4.000 1 2.3

4.000-11.000 8 18.6

>11.000 34 79.1

Total 43 100

Pada tabel 5.7 ditunjukkan bahwa 34 orang (79.1%) memiliki kadar leukosit lebih dari 11.000/mm3 dimana dengan rata-rata jumlah leukosit 16809±1138.63 /mm3.

Tabel 5.8 Distribusi Hasil PCT

Procalcitonin (ng/ml) Jumlah (n) %

<0.25 20 46.5

0.25-0.49 13 30.2

>0.50 10 23.3

Total 43 100

Pada tabel 5.8 ditunjukkan bahwa nilai PCT terbanyak ada di kelompok PCT <0.25% yaitu sebanyak 20 orang (46.5%) dengan rata-rata kadar PCT 0.43±0.1.

5.1.3. Hasil Analisis Statistik

Tabel 5.9 Hasil Korelasi Leukosit dengan PCT

Korelasi r P n


(44)

Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dilakukan, didapatkan p > 0.05 (p = 0.411) dengan nilai korelasi Pearson two-tailed sebesar 0.129 yang bearti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kadar leukosit dan kadar PCT.

Gambar 1. Korelasi antara Kadar Leukosit dengan PCT

Gambar ini menunjukkan tidak ada korelasi berbanding lurus antara kadar PCT dan leukosit pada pasien sepsis.


(45)

Tabel 5.9 Hasil Korelasi Denyut Nadi, Suhu dengan PCT

Korelasi r P n

PCT & Denyut Nadi 0.105 0.502 43

PCT & Suhu - 0.252 0.104 43

Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dilakukan, didapatkan p > 0.05 (p = 0.502) dengan nilai korelasi Pearson one-tailed sebesar 0.105 yang bearti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara denyut nadi dan kadar PCT.

Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dilakukan, didapatkan p > 0.05 (p = 0.104) dengan nilai korelasi Pearson one-tailed sebesar -0.252 yang bearti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara suhu tubuh dan kadar PCT.

5.2 Pembahasan

Pada penelitian diperoleh 43 sampel penderita sepsis yang dirawat di Unit Perawatan Intesif di RSUP Haji Adam Malik Medan. Proporsi penderita sepsis berdasarkan jenis kelamin didapat jenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 31 orang (72.1%) daripada perempuan yaitu 12 orang (27.9%), hasil ini didapat juga pada penelitian Pohan (2005) yang dilaksanakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang menunjukkan distribusi sepsis lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki.

Berdasarkan distribusi pada usia sampel didapatkan jumlah terbanyak pada usia 40 - 59 tahun yaitu 20 orang (46.5%) kemudian diikuti usia 20 - 39 tahun yaitu 12 orang (27.9%). Pada dengan penelitian yang dilakukan Widodo (2004) menyatakan kelompok terbanyak terdapat pada usia dibawah 40 tahun, adanya ketidaksesuaian ini dapat disebabkan karena banyak faktor yang dapat mengambil peran terhadap perkembangan sepsis pada kelompok usia dibawah 40 tahun, seperti penyakit komorbiditas dan kondisi imun rendah.


(46)

Berdasarkan komorbiditas dan penyakit terdahulu distribusi sampel terbanyak ada pada penyakit pneumonia yaitu 10 sampel (23.3%). Pada penelitian Pohan (2005) sampel terbanyak ada pada penyakit DM yaitu 14 sampel (33.3%) dari 42 sampel. Penelitian Cheng (2007) menyatakan sampel terbanyak ada pada penyakit cardiovascular. yaitu 98 dari 318 sampel (30.8%).

Berdasarkan distribusi pada denyut nadi sampel diperoleh sampel terbanyak pada kelompok denyut nadi 60 sampai 100 x/menit yaitu 33 sampel (76.7%). Pada penelitian Pohan (2005) sampel terbanyak diperoleh pada kelompok denyut nadi 100 sampai 120 yaitu 31 sampel (73.8%).

Berdasarkan distribusi frekuensi pernapasan diperoleh sampel terbanyak pada kelompok 16 sampai 20 x/menit yaitu 21 sampel (48.8%). Pada Penelitian Pohan (2005) sampel terbanyak diperoleh pada frekuensi pernapasan lebih dari 28 x/menit yaitu 27 dari 42 sampel (64.2%).

Berdasarkan distribusi suhu tubuh, sampel terbanyak diperoleh pada suhu 37 – 39 ⁰C yaitu 34 sampel (79.1%). Berdasarkan penelitian Pohan (2005) temperature terbanyak yang didapat juga berkisar pada 37 – 39 ⁰C yaitu 27 (54.8%) sampel dari 42 sampel. Kushner (2000) menyatakan bahwa peningkatan suhu tubuh terjadi sebagai respon dari proses inflamasi yang dirangsang oleh pelepasan mediator-mediator inflamasi dan sitokin tubuh.

Pada penelitian ini diperoleh sampel terbanyak pada kadar leukosit diatas 11.000/mm3 yaitu 34 sampel (79.1%) dimana leukosit umumnya mengalami peningkatan pada proses infeksi yang biasanya didominasi oleh sel-sel neutrophil, yang mana neutrophil tersebut merupakan barisan terdepan dari sistem pertahanan. Pada penelitian yang dilakukan Pohan (2005), kadar leukosit yang didapat mengalami peningkatan diatas 11.000/mm3.

Pada penelitian William (2003) pasien yang mengalami sepsis cenderung kadar leukosit dalam darah meningkat. Beberapa mekanisme dikontribusikan karena gangguan neutrophil. Neutropenia terjadi karena produksi berlebihan dari


(47)

sumsum tulang maupun aktivasi dari sel darah putih yang bersirkulasi dalam darah, mekanisme lain karena adanya ketidakseimbangan antara proses ekstravasasi dan produksi. Proses yang terjadi mengakibatkan pelepasan mediator inflamasi dalam jumlah banyak, peningkatan tissue factor dan peningkatan aktivitas endothelium.

Data pada kadar PCT diperoleh sampel terbanyak terdapat pada kadar PCT dibawah 0.25 ng/ml yaitu 20 sampel (46.5%). Pada Penelitian yang dilakukan Pohan (2005), sampel terbanyak terdapat pada kadar PCT diatas 2 ng/ml, hasil yang sama dinyatakan Meissner M (2004), dimana sampel terbanyak terdapat pada kadar PCT diatas 3 ng/ml. Adanya ketidaksesuaian ini dapat disebabkan faktor komorbiditas dan kesalahan melakukan pemeriksaan laboratorium pada waktu kadar PCT dalam darah belum meningkat.

Buchori dan Prahitini (2006) menyatakan pada keadaan fisiologis, kadar procalcitonin rendah bahkan tidak terdapati, tetapi akan meningkat bila terjadi bacteremia atau fungimia yang timbul sesuai dengan berat infeksi. PCT diinduksi oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri selama infeksi sistemik. Infeksi yang disebabkan protozoa, infeksi non-bakteri(virus) dan penyakit autoimun tidak menginduksi PCT. Kadar PCT muncul cepat dalam dua jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 sampai 48 jam dan secara perlahan menurun dalam 48 sampai 72 jam.

Pada Gambar 1. ditunjukkan bahwa nilai p yang didapat 0.411 (p> 0.05) dan nilai korelasi yang didapat dari uji pearson 0.129 sehingga pada penelitian ini tidak terdapat korelasi yang bermakna antara hubungan kadar leukosit dan kadar PCT. Penelitian Balci (2003) dinyatakan PCT sebagai “gold standard” sebagai marker pada pasien sepsis, dengan nilai sensitivitas dan spesifitas diatas 80% dibandingkan dengan marker lain seperti CRP, TNF-α, atau IL-2. Oleh karena kadar PCT tidak ada hubungan dengan kadar leukosit, maka pemeriksaan leukosit kurang dapat dipakai sebagai marker pada pasien sepsis.


(48)

Pada penelitian Murzalina (2008) menyatakan korelasi antara kadar leukosit dan kadar PCT yaitu p< 0.05 (p=0.034) dengan r= 0.558 yang berarti adanya korelasi signifikan antara jumlah leukosit dengan kadar PCT. Ketidaksesuaian pada penelitian ini dapat disebabkan oleh kesalahan pengambilan spesimen darah (Murzalina, 2008) atau pemeriksaan laboratorium (Buchori dan Prahitini, 2006).

Adapun penelitian ini memiliki beberapa kekurangan yaitu jumlah sampel yang relative sedikit (43 sampel) dan kurang lengkapnya data rekam medik (total sampel 46 sampel) yang diduga karena pasien terlanjur sudah meninggal sebelum dilakukan pemeriksaan. Karena kekurangan ini diperlukan penelitian yang berkelanjutan dengan sampel yang lebih besar untuk mendapatkan hasil yang lebih representatif.


(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil uji korelasi two tailed yang dilakukan, didapatkan korelasi yang tidak bermakna antara kadar leukosit dan kadar PCT dengan p > 0.05 (p = 0.411).

2. Rata-rata usia pada sampel penelitian adalah 48.74±2.53 tahun.

3. Rata-rata denyut nadi pada sampel penelitian adalah 94.4±3.17 x/menit.

4. Rata-rata suhu tubuh pada sampel penelitian adalah 37.48±0.09 ⁰C.

5. Rata-rata kadar leukosit pada sampel penelitian adalah 16809±1138.63 /mm3.

6. Rata-rata kadar PCT pada sampel penelitian adalah 0.43±0.1 ng/ml.

6.2 Saran

Dari hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat dikemukakan:

1. RSUP Haji Adam Malik diharapkan meningkatkan kualitas data rekam medis agar lengkap dan mempermudah peneliti dan tenaga medis lainnya untuk melakukan pengamatan maupun penelitian.

2. Bagi peneliti diharapkan untuk melanjutkan penelitian dengan jangka waktu yang lebih lama dengan jumlah sampel yang lebih besar agar hasil yang didapatkan lebih representatif.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine Consensus Conference: Definitions for Sepsis and Organ Failure and Guidelines for The Use of Innovative Therapies in Sepsis. Critical Care Medicine, 1992. Vol 20 no 6.

Appelmelk Bj, Lynn WA.2000.The Cause of Sepsis: Bacterial Cell Component That Trigger the Cytokine Cascade. In: Dhainaut JF, Thijs L, Park G, Editors, Septic Shock. London. WB Saunders Co. pg. 21-39.

Balci C, Sungurtekin H, Gurses E, et al.2003. Usefulness of Procalcitonin for Diagnosis of Sepsis in The Intensive Care Unit. Critical Care.pg.85-90.

Bloch KC. Infectious Diseases In : Mc Phee SJ, Ganong WF. Pathophysiology of Disease. Fifth Edition. New York.2000. P:83-84.

Buchori, Prihatini.2006. Diagnosis Sepsis menggunakan Procalcitonin.Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol.12, No.3, Juli: pg.131-7.

Chen, K., and Pohan, H.T., 2009. Penatalaksanaan Syok Septik. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing, 252-256.

Cheng, Baoli, et al. 2007."Epidemiology of severe sepsis in critically ill surgical patients in ten university hospitals in China." Critical care medicine 35.11 : pg. 2538-2546.

Dasenbrook, E., and Merlo, C., 2008. Critical Care. In: Le, T., Hong, P.C., and Baudendistel, T.E., ed. First Aid for The Internal Medicine Boards. 2nd ed. USA: Mc Graw Hill,pg. 157-159.

Delevaux I, Andre M, Colombier M, et al.2003. Can Procalcitonin Measurement Help in Differentiating Between Bacterial Infection and Other Kinds of Inflammatory Processes ?. Ann Rheum Dis.62:pg. 337 – 340.


(51)

Dellinger, R. Phillip, Mitchell M. Levy, Andrew Rhodes, Djillali Annane, Herwig Gerlach, Steven M. Opal, Jonathan E. Sevransky et al. 2012. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock.Intensive care medicine 39, no. 2 (2013): 165-228.

Gaba, C., and I. Kushner.2000. Acute-phase proteins and other systemic response to inflammation.NEJM.340.6: pg.448-454.

Gossman, W.G., and Plantz, S.H., 2008. Pearls of Wisdom Emergency Medicine Oral Board Review. 5th ed. USA: Mc Graw Hill.

Guntur A H.2007. Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk (Editor). Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam FK UI; 2007:1862-5

Guyton, AC. Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 11.Jakarta. EGC.

Hack CE, Thijs L.2000. Role of Inflammatory Mediators in Sepsis. In: Dhainaut JF Thijs L, Park G, eds. Septic Shock. London.WB Saunders Co. 2000. Page. 41-127.

Hammer C, Hobel G, Hamme S, et al.2002. Diagnosis and Monitoring of

Inflammatory Events in Transplant Patients.In:Trull Ak, Demers LM, Holt DW, et al. Biomarkers of Disease An Evidence-Based Approach

Cambridge University Press, Cambridge United Kingdom. pg.474-48.

Henry JB. 2003.High White Blood Cell Counts, In : Clinical Diagnosis And Management. 19th ed. WB. Saunders. pg. 81

Hinds, Moss, P.J., Langmead, L., Preston, S.L., C.J., Watson, D., Pearse, R.M., 2012. Kumar and Clark’s Clinical Medicine. 8th ed. Spanyol: Saunders Elsevier.


(52)

Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson(Editors). 2005.Sepsis and Septic Shock. Harrison’s Manual Of Medicine.16 th Edition, Mc Graw Hill. pg.49-53.

Kosanke R, Beier W, Lipecky R, Meisner M. 2008. Clinical Benefits of Procalcitonin. Tannafos. 7:pg.14 – 18.

LaRosa, S.P., 2010. Sepsis. Dalam: Gordon, S., ed. Current Clinical Medicine. 2nd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, pg.720-725.

M. Sopiyudin Dahlan.2015. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. 6th ed. Jakarta: Salemba Medika.pg. 224

Meisner M, Brunkhorst FM, Reith H, Schmidt J, et al. 2000.Clinical Experiences with a New Semi-Quantitative Solid Phase Immunoassay for Rapid Measurement of Procalcitonin. Clin Chem Lab Med. 38(10): pg. 989-95.

Meisner M, Tschaikowsky K, Schabel S, et al. 1997.PCT - Influence of Temperature, Storage, Anticoagulation and Arterial or Venous

Asservation Of Blood Samples on Procalcitonin Concentrations. Eur J. Clin Chem. Clin Biochem,35 (8): pg.597-60.

Meisner M. 2002. Pathobiochemistry and Clinical Use of Procalcitonin. Clinica Chimica Acta. 323.pg. 17-29.

Meisner M.2005. Biomarkers of Sepsis : Clinically Useful ?. Current Opinion in Critical Care,11.pg. 473 – 480.

Munford, R.S., 2008. Severe Sepsis and Septic Shock. Dalam: Fauci et al., ed. Harrison,s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: Mc Graw Hill, 1695-1702.

Murzalina, Cut.2008. Procalcitonin pada pasien sepsis yang telah mendapat perawatan di ruang rawat intensif. Tesis. Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.


(53)

Nasronudin,2007. Perubahan Mediator selama Perjalanan Sepsis. Dalam : SEPSIS. Penyakit Infeksi di Indonesia. Nasronudin, Hadi Usman, Vitanata, dkk (Editor). Surabaya.Airlangga University Press;hal. 257-262.

O'Connor E, Venkatesh B, lipman J, et al.2001. Procalcitonin in Critical Illness. Critical Care and Resuscitation.3.pg. 236-243.

Pohan HT. 2005.Pemeriksaan Procalcitonin untuk Diagnosis Infeksi Berat. dalam: Pohan HT, Widodo D (editor), Penyakit Infeksi. Jakarta: FKUI; 2004. hal: 32-9.

Purba, Donald Boy P. 2011. Procalcitonin Sebagai Marker dan Hubungannya dengan Derajat Keparahan Sepsis. Karya Tulis Ilmiah. Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.

Raghavan M, Marik PE. 2006.Management of Sepsis During the Early “Golden Hours”. The Journal of Emergency Medicine, Vol 31, No.2. pp.185-99. Rau B, Kruger CM, Schilling M K. 2004. Procalcitonin : Improved Biochemical

Severity Stratification and Post Operative Monitoring in Severe Abdominal Inflammation and Sepsis. Langenbecks Arch Surg;pg. 389: 134-144.

Robert S. Munford, 2008. Harrison’s Internal Medicine, 17th Edition, USA, McGraw – Hill, page 1695-1699.

Russell, J.A., 2012. Shock Syndromes Related to Sepsis. In: Goldman, L., and Schaffer, A.I., ed. Goldman’s Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, pg.658-665.

Saadat, S., 2008. Deja Review Internal Medicine. USA: Mc Graw Hill.

Shapiro, N.I., Zimmer, G.D., and Barkin, A.Z., 2010. Sepsis Syndromes. In: Marx et al., ed. Rosen’s Emergency Medicine Concepts and Clinical Practice. 7th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier, pg.1869-1879


(54)

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Edisi 6. Jakarta. EGC

Simon L, Gauvin F, Amre DK, et al. 2004.Serum Procalcitonin and C-Reaktive Protein Levels as Marker of Bacterial Infection : A Systematic Review and Meta-analysis. Clinical Infectious Diseases;39th: pg. 206 – 17.

Sudigdo S, Sofyan I. 2014.Dasar-dasar metodologi penelitian klinis:5th ed. Jakarta: Sagung Seto.pg. 345.

Suharto, Nasronudin, Kuntaman, 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Artikel. Surabaya: Airlangga University Press.

Vienna. 2000.Procalcitonin- a New Marker of The Systemic Inflammatory

Response to Infections. Klinik Fur Anasthesiaologie und Intensiv Therapie J ena, Germany.

Weber, R., and Fontana, A., 2007. Fever. In: Siegenthaler, W., ed. Differential Diagnosis in Internal Medicine from Symptom to Diagnosis. Stuttgart: Thieme, pg. 106-203.

Whicher J, Bienvenu J, Monneret G. 2001.Procalcitonin as an Acute Phase Marker. Ann Clin Biochem; 38: pg. 483-493.


(55)

(56)

Nama : Sherly Octavia

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Aekkanopan, 11 Oktober 1995

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Buddha

Alamat : Jalan Jend. Sudirman no. 9A Aekkanopan, Labuhan Batu

Utara

Nomor Handphone : 082233649918/085270005908

Email : Jade_qinque@hotmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK Sultan Hasanudin Aekkanopan tahun 1999-2001

2. Sekolah Dasar Sultan Hasanudin Aekkanopan tahun 2001-2007 3. Sekolah Menengah Pertama Sutomo 1 Medan tahun 2007-2010


(57)

Riwayat Pelatihan :

1. Peserta PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) FK USU 2012 2. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) FK USU 2012

3. Peserta PIM (Pekan Ilmiah Nasional) SCORE PEMA FK USU 2012 4. Peserta Seminar dan Workshop Dokter Keluarga dan Sirkumsisi 2012 5. Peserta Pelatihan Manajemen Luka dan Terapi Cairan TBM FK USU 2012 6. Peserta Pelatihan Balut Bidai TBM FK USU 2012

7. Peserta Pelatihan Basic Life Support TBM FK USU 2012 8. Peserta Pelatihan Advance Life Support TBM FK USU 2012 9. Peserta Pelatihan Basic Surgical Skills TBM FK USU 2013

10.Peserta Pelatihan Basic Life Support dan Traumatology TBM FK USU 2013

11.Peserta Bakti Sosial KMK FK USU 2014

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Seksi Dekorasi Panitia Paskah FK USU 2012 2. Anggota Seksi Dekorasi Panitia Paskah FK USU 2013

3. Anggota Seksi Administrasi dan Kesektariatan TO SBMPTN FK USU 2013

4. Anggota Departemen Kewirausahaan PEMA FK USU 2013-2014 5. Anggota Seksi Administrasi dan Kesektariatan Pengabdian Masyarakat

PEMA FK USU 2014

6. Anggota Seksi Administrasi dan Kesektariatan TO SBMPTN FK USU 2014


(58)

(59)

(60)

(61)

1 RR 59 LAKI-LAKI DM 37 78 20

2 DH 59 LAKI-LAKI CEREBROVASCULAR 36.5 80 20

3 AB 65 LAKI-LAKI ABSENT 37 80 20

4 VAL 39 LAKI-LAKI HIV 37.2 80 20

5 RW 42 PEREMPUAN DM 39 100 23

6 MY 50 LAKI-LAKI TB 37.8 80 18

7 PH 57 PEREMPUAN CARDIOVASCULAR 38.2 98 24

8 JHL 39 LAKI-LAKI MALIGNANCY 37.8 80 20

9 S 59 LAKI-LAKI HIV 37.9 97 20

10 JS 75 LAKI-LAKI ABSENT 37.6 64 16

11 G 61 LAKI-LAKI DM 36.5 82 20

12 AN 49 PEREMPUAN PNEUMONIA 36.7 105 30

13 TS 85 PEREMPUAN CARDIOVASCULAR 37.7 159 16

14 AG 45 LAKI-LAKI PNEUMONIA 38.2 130 32

15 AS 40 LAKI-LAKI DM 37.5 121 27

16 MR 44 LAKI-LAKI HIV 37.7 91 14

17 JBK 56 PEREMPUAN DM 37.9 80 30

18 PHLT 76 LAKI-LAKI PNEUMONIA 37.8 120 20

19 SB 23 PEREMPUAN CEREBROVASCULAR 37.2 76 24

20 TS 34 LAKI-LAKI CEREBROVASCULAR 38.4 90 20

21 LG 73 LAKI-LAKI PNEUMONIA 38.7 100 18

22 RS 58 PEREMPUAN PNEUMONIA 37.5 60 16

23 JH 41 PEREMPUAN DM 37.2 85 22

24 SE 45 LAKI-LAKI PNEUMONIA 36.6 84 22

25 PS 73 LAKI-LAKI CARDIOVASCULAR 38.2 80 22


(62)

33 AAS 26 LAKI-LAKI CEREBROVASCULAR 36.6 80 20

34 RP 23 LAKI-LAKI MALIGNANCY 38.1 100 24

35 SA 48 LAKI-LAKI CEREBROVASCULAR 38 132 27

36 DDZ 32 LAKI-LAKI PNEUMONIA 38 88 24

37 AK 31 LAKI-LAKI DM 37.6 100 25

38 KB 76 LAKI-LAKI CARDIOVASCULAR 37 99 26

39 RYN 31 PEREMPUAN CEREBROVASCULAR 37 100 25

40 SKS 45 LAKI-LAKI HIV 36.5 112 20

41 MR 44 LAKI-LAKI DM 37.8 120 22

42 UPM 35 LAKI-LAKI HIV 37.8 72 20


(63)

5 11770 0.37

6 17980 0.36

7 15820 0.31

8 15910 0.11

9 11350 0.51

10 15730 0.2

11 15350 0.33

12 17840 0.39

13 9350 0.19

14 11700 0.19

15 13570 0.24

16 9580 0.22

17 21410 0.35

18 31130 0.44

19 18080 0.22

20 15360 0.22

21 13680 0.13

22 9770 0.16

23 14900 0.89

24 14720 0.55

25 8610 0.21


(64)

33 20330 0.55

34 24820 0.66

35 15960 0.41

36 13140 0.64

37 17060 0.16

38 33060 0.21

39 14390 0.19

40 21420 4.59

41 9580 0.22

42 14630 0.58


(65)

A. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Statistics JENIS KELAMIN

N Valid 43

Missing 0

JK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid LAKI-LAKI 31 72.1 72.1 72.1

PEREMPUAN 12 27.9 27.9 100.0

Total 43 100.0 100.0

B. Distribusi Frekuensi Umur

Statistics UMUR

N Valid 43

Missing 0

Mean 48.74

Std. Error of Mean 2.531

Median 48.00

Mode 45


(66)

Sum 2096

UMUR_KAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid UMUR <20 1 2.3 2.3 2.3

UMUR 20-39 12 27.9 27.9 30.2

UMUR 40-59 20 46.5 46.5 76.7

UMUR 60-89 10 23.3 23.3 100.0

Total 43 100.0 100.0

C. Distribusi Komorbiditas dan Penyakit Terdahulu

Statistics KOMORBIDITAS

N Valid 43

Missing 0

KOMORBIDITAS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid DM 8 18.6 18.6 18.6

CARDIOVASCULAR 4 9.3 9.3 27.9


(67)

ABSENT 3 7.0 7.0 93.0

MALIGNANCY 3 7.0 7.0 100.0

Total 43 100.0 100.0

D. Distribusi Frekuensi Denyut Nadi Statistics

DENYUT_NADI

N Valid 43

Missing 0

Mean 94.40

Std. Error of Mean 3.169

Median 90.00

Mode 80

Std. Deviation 20.784

Variance 431.959

Range 99

Minimum 60

Maximum 159

Sum 4059

DN_KAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


(68)

E. Distribusi Frekuensi Pernapasan Statistics

F_NAPAS

N Valid 43

Missing 0

Mean 22.28

Std. Error of Mean .758

Median 20.00

Mode 20

Std. Deviation 4.973

Variance 24.730

Range 22

Minimum 14

Maximum 36

Sum 958

F_NAPAS_KAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <16 2 4.7 4.7 4.7

16-20 21 48.8 48.8 53.5

>20 20 46.5 46.5 100.0

Total 43 100.0 100.0


(69)

Missing 0

Mean 37.4791

Std. Error of Mean .09619

Median 37.6000

Mode 37.00a

Std. Deviation .63078

Variance .398

Range 2.50

Minimum 36.50

Maximum 39.00

Sum 1611.60

SUHU_KAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 36 C - 37.5 C 21 48.8 48.8 48.8

>37.5 C 22 51.2 51.2 100.0

Total 43 100.0 100.0

G. Distribusi Kadar Leukosit Statistics

PCT LEUKOSIT


(70)

Mode .22 9580 Std. Deviation .67139 7466.491

Variance .451 55748485.493

Range 4.48 35890

Minimum .11 5300

Maximum 4.59 41190

Sum 18.54 722810

LEUKOSIT_KAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <4000 1 2.3 2.3 2.3

4000-11000 8 18.6 18.6 20.9

>11000 34 79.1 79.1 100.0

Total 43 100.0 100.0

PCT_KAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid PCT <0.25 20 46.5 46.5 46.5

PCT 0.25-0.49 13 30.2 30.2 76.7

PCT >0.50 10 23.3 23.3 100.0


(71)

PCT Pearson Correlation 1 .129

Sig. (1-tailed) .411

N 43 43

LEUKOSIT Pearson Correlation .129 1

Sig. (1-tailed) .411

N 43 43

I. Hasil Korelasi Suhu dan PCT

Correlations

SUHU PCT

SUHU Pearson Correlation 1 -.252

Sig. (1-tailed) .104

N 43 43

Pearson Correlation -.252 1

PCT Sig. (1-tailed) .104


(72)

PCT DENYUT_NADI

PCT Pearson Correlation 1 .105

Sig. (1-tailed) .502

N 43 43

DENYUT_NADI Pearson Correlation .105 1

Sig. (1-tailed) .502


(1)

TB 3 7.0 7.0 51.2

PNEUMONIA 10 23.3 23.3 74.4

HIV 5 11.6 11.6 86.0

ABSENT 3 7.0 7.0 93.0

MALIGNANCY 3 7.0 7.0 100.0

Total 43 100.0 100.0

D. Distribusi Frekuensi Denyut Nadi

Statistics DENYUT_NADI

N Valid 43

Missing 0

Mean 94.40

Std. Error of Mean 3.169

Median 90.00

Mode 80

Std. Deviation 20.784

Variance 431.959

Range 99

Minimum 60

Maximum 159

Sum 4059

DN_KAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


(2)

DN >100 10 23.3 23.3 100.0

Total 43 100.0 100.0

E. Distribusi Frekuensi Pernapasan

Statistics F_NAPAS

N Valid 43

Missing 0

Mean 22.28

Std. Error of Mean .758

Median 20.00

Mode 20

Std. Deviation 4.973

Variance 24.730

Range 22

Minimum 14

Maximum 36

Sum 958

F_NAPAS_KAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <16 2 4.7 4.7 4.7

16-20 21 48.8 48.8 53.5

>20 20 46.5 46.5 100.0

Total 43 100.0 100.0


(3)

Statistics

SUHU

N Valid 43

Missing 0

Mean 37.4791

Std. Error of Mean .09619

Median 37.6000

Mode 37.00a

Std. Deviation .63078

Variance .398

Range 2.50

Minimum 36.50

Maximum 39.00

Sum 1611.60

SUHU_KAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 36 C - 37.5 C 21 48.8 48.8 48.8

>37.5 C 22 51.2 51.2 100.0

Total 43 100.0 100.0

G. Distribusi Kadar Leukosit

Statistics

PCT LEUKOSIT


(4)

Missing 0 0

Mean .4312 16809.53

Std. Error of Mean .10239 1138.629

Median .3100 15360.00

Mode .22 9580

Std. Deviation .67139 7466.491

Variance .451 55748485.493

Range 4.48 35890

Minimum .11 5300

Maximum 4.59 41190

Sum 18.54 722810

LEUKOSIT_KAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <4000 1 2.3 2.3 2.3

4000-11000 8 18.6 18.6 20.9

>11000 34 79.1 79.1 100.0

Total 43 100.0 100.0

PCT_KAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid PCT <0.25 20 46.5 46.5 46.5

PCT 0.25-0.49 13 30.2 30.2 76.7

PCT >0.50 10 23.3 23.3 100.0


(5)

H. Hasil Korelasi Leukosit dan PCT

Correlations

PCT LEUKOSIT

PCT Pearson Correlation 1 .129

Sig. (1-tailed) .411

N 43 43

LEUKOSIT Pearson Correlation .129 1

Sig. (1-tailed) .411

N 43 43

I. Hasil Korelasi Suhu dan PCT

Correlations

SUHU PCT

SUHU Pearson Correlation 1 -.252

Sig. (1-tailed) .104

N 43 43

Pearson Correlation -.252 1

PCT Sig. (1-tailed) .104


(6)

J. Hasil Korelasi Denyut Nadi dan PCT

Correlations

PCT DENYUT_NADI

PCT Pearson Correlation 1 .105

Sig. (1-tailed) .502

N 43 43

DENYUT_NADI Pearson Correlation .105 1

Sig. (1-tailed) .502