BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
C. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai pemberian izin mendirikan bangunan yang beralaskan hak pengelolaan, maka dapat disimpulkan beberapa hal penting
dari pembahasan tersebut, yakni sebagai berikut: 1.
Hak pengelolaan muncul sejak tahun 1965 melalui Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas
Tanah Negara. Badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak pengelolaan antara lain Pemerintah KabupatenKota, Perusahaan Umum Perum
Pembangunan Perumahan Nasional Perumnas, PT. Pelabuhan Indonesia Persero, PT. Kereta Api Indonesia Persero, PT. Angkasa Pura Persero,
Badan Otorita Batam, PD. Pasar Surya Surabaya, PD. Pasar Jaya DKI Jakarta, PD. Sarana Jaya DKI Jakarta, PT. Surabaya Industrial Estate
Rungkut SIER, PT. Pasuruan Industrial Estate Rembang PIER.
Pihak ketiga yang mendapatkan hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan ditempuh melalui perjanjian penggunaan tanah. Ketentuan
mengenai perjanjian penggunaan tanah diatur dalam Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999,
yaitu dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah hak pengelolaan, pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian
penggunaan tanah dari pemegang hak pengelolaan. Dengan telah dibuatnya
perjanjian penggunaan tanah, maka tercipta hubungan hukum antara
pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga.
2. Pengawasan pemerintah daerah terhadap kegiatan membangun bangunan
dilaksanakan melalui pemberian izin mendirikan bangunan yang dimohonkan oleh anggota masyarakat yang memberikan gambaran bangunan yang akan
didirikan lengkap dengan gambar dan perhitungan struktur konstruksi. Kemudian setelah diteliti dan dipertimbangkan dengan cermat, apabila
memenuhi syarat maka ijin tersebut dikeluarkan dan pemohon diwajibkan membayar retribusi guna pemasukan keuangan daerah. Jadi, setiap subjek
hukum baik orang maupun badan hukum perdata tidak diperkenankan atau diberi izin untuk mendirikan bangunan atau menggunakan tanahnya jika tidak
sesuai dengan apa yang telah ditentukan peruntukannya dalam rencana tata
ruang.
3. Alas hak yang digunakan oleh pengembang Mall Centre Point Medan pada
mulanya adalah hak pengelolaan berdasarkan permohonan hak pengelolaan yang didaftarkan oleh Pemerintah Kota Medan di Kantor Pertanahan Kota
Medan tertanggal 15 Februari 2004 dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 20PKM2004. Setelah timbul persengketaan antara pengembang
dengan PT. Kereta Api Indonesia terkait sengketa di atas lahan tersebut, maka berdasarkan putusan pengadilan, dibatalkanlah permohonan hak pengelolaan
tersebut. Setelah putusan tersebut dikeluarkan maka pengembang Mall Centre Point
Medan mengajukan permohonan kepada Dinas Tata Ruang Dan Tata
Bangunan Kota Medan untuk memohonkan Surat Izin Mendirikan Bangunan yang baru dengan alas hak berupa putusan pengadilan, namun permohonan
ini ditolak dikarenakan dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5
Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan mengenai syarat pemberian izin tidak tercantum bahwa putusan pengadilan merupakan alas
hak yang benar dalam memohonkan izin mendirikan bangunan. Kemudian pengembang Mall Centre Point Medan mengajukan permohonan
uji materil atas peraturan tersebut kepada Mahkamah Agung, dan dalam amar putusannya Mahkamah Agung menerima permohonan uji materil peraturan
tersebut. Berdasarkan putusan pengadilan inilah pengembang Mall Centre Point Medan memohonkan izin mendirikan bangunan kepada Dinas Tata
Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan, dengan dimohonkannya dan dilengkapinya syarat mendirikan bangunan, maka secara hukum pendirian
Mall Centre Point Medan memiliki alas hak pendirian bangunan yang sah menurut undang-undang.
D. Saran