BAB IV
TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN DARI PEMERINTAH
KOTA MEDAN KEPADA PENGUSAHA PENGEMBANG MALL CENTRE POINT MEDAN BERDASARKAN PUTUSAN MA RI NOMOR
1040KPDT2012
D. Alas Hak Atas Tanah Yang Digunakan Dalam Pendirian Bangunan Mall
Centre Point Medan
Hak atas tanah dengan demikian mengandung kewenangan, sekaligus
kewajiban bagi pemegang haknya untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan dan mengambil manfaat dari satu bidang tanah tertentu yang
menjadi hak. Pemakaiannya mengandung kewajiban untuk memelihara kelestarian kemampuannya dan mencegah kerusakannya, sesuai tujuan pemberian
dan isi haknya serta peruntukan tanahnya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah daerah yang bersangkutan.
67
Hak atas tanah yang dapat dipunyai dan diberikan kepada perseorangan dan badan hukum diatur dalam ketentuan Pasal 16 UUPA ayat 1 yakni hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka Namun demikian pemegang hak atas
tanah tidak dibenarkan untuk berbuat sewenang-wenang atas tanahnya, karena disamping kewenangan yang dimiliknya juga mempunyai kewajiban-kewajiban
tertentu dan harus memperhatikan larangan-larangan yang berlaku baginya. Fungsi sosial atas setiap hak atas tanah juga harus senantiasa menjadi pedoman
bagi pemegang hak atas tanah.
67
Arie Sukanti Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 19
tanah, hak memungut hasil hutan, hak-hak yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam undang-undang.
68
Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi dua, yaitu:
69
1. Wewenang umum, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang
untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan ruangan yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
70
2. Wewenang Khusus, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang
untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya. Pemakaian mengandung kewajiban memelihara kelestarian kemampuan tanah
serta mencegah kerusakan tanah, sesuai dengan tujuan pemberian, isi hak, serta peruntukan tanah telah ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah dari
daerah ditempat tanah tersebut terletak.
71
Seberapa dalam tubuh bumi dapat digunakan ditentukan oleh tujuan dari pengunaan tanahnya yang sesuai dengan batas-batas kewajaran, sedangkan
mengenai kepemilikan bangunan dan tanaman yang berada di atas tanah yang dihaki, yang digunakan adalah asas hukum adat, yaitu asas pemisahan horizontal,
68
Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria
69
Soedikno Mertokusumo, Hukum Dan Politik Agraria, Karunika, Jakarta, 1988, hlm. 445
70
Pasal 4 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria.
71
Elza Syarif, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, Gramedia, Jakarta, 2012, hlm. 150
bahwa “bangunan dan tanaman bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan.” Maka hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan
bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.
72
Jadi biarpun semua hak atas tanah memberi kewenangan untuk menggunakan tanah yang dihaki, tetapi sifat-sifat
khusus yang dimiliki setiap hak atas tanah itu merupakan batasan atas kewenangan yang dimiliki oleh seseorang dalam menggunakan tanahnya.
73
Mengenai hak-hak atas tanah di atas, undang-undang juga mewajibkan kepada pemegang hak untuk mendaftarkan masing-masing tanahya. Pendaftaran
tanah merupakan persoalan yang sangat penting, karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti kepemilikan hak atas tanah.
74
Hak pengelolaan sebagai jenis hak penguasaan atas tanah lahir tidak didasarkan pada undang-undang, melainkan berdasarkan Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Hak pengelolaan lahir dari konversi hak penguasaan atas tanah negara. Hak pengelolaan dapat dikuasai oleh departemen-
departemen, direktorat-direktorat, dan daerah-daerah swatantra. Meskipun hak pengelolaan diatur dengan peraturan menteri agraria, namun hak pengelolaan
mempunyai kekuatan mengikat, baik bagi pemegang hak pengelolaan maupun pihak lain yang menggunakan bagian-bagian tanah hak pengelolaan.
75
Arie S Hutagalung menyatakan bahwa perusahaan yang berstatus badan hukum Indonesia dapat menguasai tanah sesuai dengan peruntukannya dengan
hak, antara lain hak pengelolaan khusus untuk badan usaha milik negara yang
72
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2008, hlm. 263
73
Suhariningsih, Tanah terlantar, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2009, hlm. 277-278
74
Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 154
75
Urip Santoso, Pengaturan Hak Pengelolaan, Jurnal Media Hukum, Volume 15 Nomor 1, Juni 2008, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, 2008, hlm. 144
sahamnya 100 dimiliki negara yang penguasaan tanahnya tidak terbatas pada penggunaan untuk keperluan sendiri, akan tetapi dimaksudkan untuk
menyerahkan tanah kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak pengelolaan, meliputi segi-segi penggunaan
jangka waktu dan keuangan.
76
Eman menyatakan bahwa subjek atau pemegang hak pengelolaan adalah sebatas pada badan hukum pemerintah baik yang bergerak dalam pelayanan
publik pemerintahan atau yang bergerak dalam bidang bisnis, seperti Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, PT Persero, badan hukum
swasta tidak mendapatkan peluang untuk berperan sebagai subyek atau pemegang hak pengelolaan.
Hak pengelolaan yang diberikan kepada badan usaha milik negara, tanah-nya dapat dipergunakan untuk kepentingannya sendiri,
juga dapat diserahkan kepada pihak ketiga.
77
Berdasarkan peraturan perundangan-undangan, pemegang hak pengelolaan mempunyai wewenang merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah,
mempergunakan tanah untuk kepentingan pelaksanaan tugas atau usahanya, dan menyerahkan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau
Hak pengelolaan diberikan kepada badan hukum yang seluruh atau sebagian modalnya berasal dari pemerintah atau pemerintah daerah dan
badan hukum tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah.
76
Arie S Hutagalung, Kebijakan Pertanahan Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Jurnal Hukum Dan Pembangunan, Tahun Ke 38 Nomor 3, Juli-
September, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 315
77
Eman, Hak Pengelolaan Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, Majalah Yuridika, Volume 15
Nomor 3, Mei-Juni, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2006, hlm. 196
bekerja sama dengan pihak ketiga. Salah satu wewenang pemegang hak pengelolaan terhadap tanahnya adalah menyerahkan bagian-bagian tanah hak
pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Berdasarkan penyerahan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak
ketiga, maka hak atas tanah yang diperoleh pihak ketiga dari tanah hak pengelolaan adalah hak guna bangunan, hak pakai, atau hak milik.
Tanah hak pengelolaan yang dikuasai oleh pemegang haknya dapat dipergunakan untuk keperluan pelaksanaan tugas atau usahanya, juga
penggunaannya dapat diserahkan kepada pihak ketiga atas persetujuan dari pemegang hak pengelolaan. Pemegang hak pengelolaan memang mempunyai
kewenangan untuk menggunakan tanahnya bagi keperluan tugas atau usahanya, tetapi itu bukan tujuan pemberian hak tersebut kepadanya. Tujuan utama
diberikannya hak pengelolaan adalah tanah yang bersangkutan disediakan bagi penggunaan oleh pihak-pihak lain yang memerlukannya.
Jaminan kepastian hukum meliputi kepastian status hak pengelolaan, subjek hak pengelolaan dan objek hak pengelolaan. Jaminan perlindungan hukum
bagi pemegang hak pengelolaan, yaitu pemegang hak pengelolaan mendapatkan rasa aman menguasai tanah hak pengelolaan, tidak mendapatkan gangguan atau
gugatan dari pihak lain. Perlindungan hukum didapatkan pemegang hak pengelolaan sepanjang tidak ada cacat yuridis, yaitu cacat prosedur, cacat
wewenang, atau cacat substansi dalam penerbitan sertifikat hak pengelolaan. Penerbitan sertifikat hak pengelolaan mengakibatkan pemegangnya
mempunyai wewenang yang bersifat eksternal, yaitu menyerahkan bagian-bagian
tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Menurut Yudhi S, wewenang diartikan sebagai suatu hak untuk bertindak
atau suatu kekuasaan untuk membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain.
78
Ketentuan Pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 hanya mengatur bahwa hubungan hukum antara pemegang hak
pengelolaan dengan pihak ketiga berkaitan dengan penyerahan penggunaan tanah hak pengelolaan dibuat dengan perjanjian tertulis. Dalam ketentuan ini tidak
menyebut nama perjanjian tertulis dan tidak menetapkan perjanjian tertulis tersebut dibuat dengan akta no-tariil ataukah akta di bawah tangan.
Maria S.W. Sumardjono, berpendapat mengenai nama perjanjian tertulis antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga, bahwa hubungan hukum
yang menjadi dasar pemberian hak atas tanah oleh pemegang hak pengelolaan kepada pihak ketiga dinyatakan dalam Surat Perjanjian Penggunaan Tanah
SPPT. Dalam praktik, SPPT tersebut dapat disebut dengan nama lain, misalnya perjanjian penyerahan, penggunaan, dan pengurusan hak atas tanah.
Dalam praktik ditemukan bermacam-macam sebutan perjanjian yang dibuat antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga. Pertama, perjanjian
antara Pemerintah Kota Surabaya sebagai pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga mempergunakan sebutan Perjanjian Penggunaan Tanah. Kedua,
Perjanjian antara PT Pelabuhan Indonesia Persero sebagai pemegang hak
78
Yudhi Setiawan Boedi Djatmiko Hadiatmodjo, Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah Oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Dengan Alasan Cacat Yuridis Dalam Aspek
Wewenang, Jurnal Era Hukum, Nomor 3, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, 2008, hlm. 887
pengelolaan dengan pihak ketiga mempergunakan sebutan Perjanjian Penyerahan Penggunaan Tanah Pelabuhan. Ketiga, perjanjian antara PD Sarana Jaya DKI
Jakarta sebagai pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga mempergunakan sebutan Perjanjian Kerjasama Tentang Pendayagunaan Lahan Untuk
Pembangunan dan Pengembangan Gedung Pusat Pembelanjaan. Keempat, perjanjian antara PT Surabaya Idustrial Estate Rungkut SIER sebagai pemegang
hak pengelolaan dengan pihak ketiga menggunakan istilah perjanjian penggunaan tanah industri.
79
Ketentuan Pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 menetapkan bahwa hubungan
hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga dalam mempergunakan tanah hak pengelolaan dibuat dengan perjanjian penggunaan
tanah. Dalam ketentuan ini tidak menentukan perjanjian penggunaan tanah harus dibuat dengan akta notariil atau akta di bawah tangan.
Menurut Endang Purwaningsih, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi 4 empat syarat kumulatif, yaitu sepakat di antara mereka yang
mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu adanya hak dan kewajiban para pihak, suatu sebab yang halal tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang.
80
79
Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta, 2008, hlm. 208
Perjanjian penggunaan tanah yang dibuat oleh pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga dinyatakan sah apabila memenuhi 4 empat syarat yang disebutkan
80
Endang Purwaningsih, Penegakan Hukum Jabatan Notaris Dalam Pembuatan Perjanjian Berdasarkan Pancasila Dalam Rangka Kepastian Hukum, Jurnal Adil, Volume 2
Nomor 3, Fakultas Hukum Universitas Yarsi, Jakarta, 2011, hlm. 332
di atas. Penyerahan bagian-bagian tanah hak pengelolaan oleh pemegang hak pengelolaan kepada pihak ketiga dilakukan melalui pembuatan Perjanjian
Penggunaan Tanah PPT. PPT tersebut dapat dibuat dengan akta notariil yaitu akta yang dibuat oleh notaris, atau akta di bawah tangan yaitu akta yang dibuat
oleh para pihak. Bentuk akta yang dibuatnya bergantung pada kesepakatan antara
pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga. Pada dasarnya, PPT berisi persetujuan pemegang hak pengelolaan kepada pihak ketiga untuk
mempergunakan bagian-bagian tanah hak pengelolaan. Pihak ketiga dapat mempergunakan bagian-bagian tanah hak pengelolaan tersebut untuk keperluan
rumah tempat tinggal atau hunian, rumah toko, pertokoan, plaza, mall, hotel, atau pabrik. Dengan telah dibuatnya perjanjian penggunaan tanah, maka tercipta
hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga. Alas hak yang digunakan oleh pengembang Mall Centre Point Medan
pada mulanya adalah hak pengelolaan berdasarkan permohonan hak pengelolaan yang didaftarkan oleh Pemerintah Kota Medan di Kantor Pertanahan Kota Medan
tertanggal 15 Februari 2004 dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 20PKM2004. Setelah timbul persengketaan antara pengembang dengan PT.
Kereta Api Indonesia terkait sengketa di atas lahan tersebut, maka berdasarkan putusan pengadilan, dibatalkanlah permohonan hak pengelolaan tersebut,
sebagamana dinyatakan dalam amar putusan sebagai berikut: “Mengutip serta memperhatikan semua uraian-uraian tentang hal tersebut
yang termuat dalam turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 12 September 2011 No. 314Pdt.G2011PN-Mdn, yang amarnya
berbunyi “menyatakan permohonan hak pengelolaan yang diajukan oleh
Pemerintah Kota Medan, tertanggal 15 Februari 2004 dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 20PKM2004, tidak berkekuatan
hukum.”
81
Setelah putusan tersebut dikeluarkan maka pengembang Mall Centre Point Medan mengajukan permohonan kepada Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan
Kota Medan untuk memohonkan Surat Izin Mendirikan Bangunan yang baru dengan alas hak berupa putusan pengadilan, namun permohonan ini ditolak
dikarenakan dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012
Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan mengenai syarat pemberian izin tidak tercantum bahwa putusan pengadilan merupakan alas hak yang benar dalam
memohonkan izin mendirikan bangunan. Kemudian pengembang Mall Centre Point Medan mengajukan
permohonan uji materil atas peraturan tersebut kepada Mahkamah Agung, dan dalam amar putusannya Mahkamah Agung menerima permohonan uji materil
peraturan tersebut dan menyatakan bahwa memerintahkan kepada Walikota Medan untuk mencabut Pasal 2 ayat 1 huruf a angka 3 Peraturan Walikota
Medan No. 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, dan
menggantinya dengan menambahkan satu persyaratan lagi dalam Pasal 2 ayat 1 huruf a angka 3 Peraturan Walikota Medan No. 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk
Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang
81
Point 9 Amar Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 314Pdt.G2011PN-Mdn
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, sehingga menjadi tertulis dan terbaca surat- surat kepemilikan tanah antara lain:
82
a. Foto copy sertifikat tanah yang dilegalisasi oleh Badan Pertanahan Nasional.
b. Foto copy akta kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh Camat yang
dilegalisasi oleh Camat bagi tanah yang belum bersertifikat. c.
Foto copy akta kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh Notaris yang dilegalisasi oleh Notaris.
d. Foto copy kepemilikan atas tanah berdasarkan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap dan telah dilegalisasi pengadilan. e.
Surat tidak silang sengketa untuk keperluan mengurus IMB yang dikeluarkan oleh Lurah bagi surat tanah yang belum bersertifikat, dan rekomendasi dari
bank bagi surat tanah yang sedang di agunkan. Berdasarkan putusan pengadilan inilah pengembang Mall Centre Point
Medan memohonkan izin mendirikan bangunan kepada Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan, dengan dimohonkannya dan dilengkapinya syarat
mendirikan bangunan, maka secara hukum pendirian Mall Centre Point Medan memiliki alas hak pendirian bangunan yang sah menurut undang-undang.
E. Kekuatan Hukum Atas Izin Mendirikan Bangunan Beralaskan Hak