1.7. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU, Laboratorium Balai Pengujian dan Identifikasi Barang – Bea
Cukai Belawan, Laboratorium Perusahaan Industri Karet Tanjung Morawa.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitosan
Kitin merupakan polisakarida rantai linier dengan rumus β 1-4 2-asetamida-2- deoksi-D-glucopyranosa Muzzarelli, 1977 dan kitin sebagai prekursor kitosan
pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh orang Prancis bernama Henri Braconnot sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan pada
tahun 1820 Rismana, 2002. Kitin tersebar luas di alam dan dijumpai sebagai bahan pembentuk kerangka luar eksoskleton kelompok hewan krustacea, insekta, moluska,
dan dinding sel jamur tertentu dan ditaksir dihasilkan di alam sekitar 10
9
hingga 10
10
ton pertahunnya Kumar, 2000.
Kitosan adalah produk deasetilasi kitin oleh deasetilasi alkali heterogen dengan menggunakan larutan NaOH yang konsentrasinya pekat Hwang dan Shin, 2001, atau
reaksi enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase Rismana, 2001. Kitosan adalah polimer alami dengan struktur molekul yang menyerupai selulosa serat pada
sayur-sayuran dan buah-buahan bedanya terletak pada gugus rantai C-2 di mana gugus hidroksi OH pada C-2 digantikan oleh amina NH
2
Hardjito, 2006. Kitosan ditemukan oleh C. Rouget pada tahun 1959. Kitosan memiliki rumus
umum C
6
H
11
NO
4 n
atau disebut dengan β {1-4-2-Amino-2-Deoksi--D-
Universitas Sumatera Utara
glucopyranosa}. Perbedaan kandungan amina adalah sebagai patokan untuk menentukan apakah polimer ini dapat dibentuk menjadi kitin atau kitosan. Dimana
kitosan mengandung gugus amina lebih besar dari 60, sebaliknya kitin mengandung amina lebih kecil dari 60 Robert, 1978.
CH
2
OH CH
2
OH H
OH H OH H
H NHCOCH
3
H NHCOCH
3
n
Gambar 2.1 Struktur Kitin
CH
2
OH CH
2
OH H
OH H OH H
H NH
2
H NH
2
n
Gambar 2.2 Struktur Kitosan
Isolasi kitin dari limbah udang dilakukan secara bertahap. Tahap awal dimulai dengan pemisahan protein dengan larutan basa, demineralisasi, pemutihan bleancing
dengan aseton dan natrium hipoklorit. Sedangkan untuk transformasi kitin menjadi kitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi, pencucian,
pengeringan dan penepungan hingga menjadi kitosan bubuk Widodo, dkk., 2006.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1. Sifat – Sifat Kitin dan Kitosan
Kitin merupakan senyawa yang stabil terhadap pereaksi kimia. Kitin bersifat hidrofobik, tidak dapat larut dalam air, alkohol, asam anorganik encer, alkali encer
dan pekat dan hampir semua pelarut-pelarut organik Sirait, 2002. Kitin merupakan zat padat yang tidak berbentuk amorphous dan bersifat polikationik Widodo, dkk.,
2006. Kitin dapat larut dalam asam klorida, asam sulfat dan asam posfat pekat, dalam larutan Dimetilasetamida-LiCl dan asam formiat 98-100 Robert, 1978.
Multiguna kitosan tidak terlepas dari sifat alaminya. Sifat alami tersebut dapat dibagi menjadi dua besar yaitu sifat kimia dan biologi.
Sifat-sifat biologi kitosan antara lain: 1.
Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, mudah diuraikan oleh mikroba
biodegradable 2.
Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif 3.
Mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan tulang 4.
Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol 5.
Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat Rismana, 2002.
Kitosan dengan bentuk amino bebas tidak selalu larut dalam air pada pH lebih dari 6,5 sehingga memerlukan asam untuk melarutkannya Sirait, 2002, kitosan
berwarna putih atau kuning, dan berbentuk kristal Poerwadi, 2006, kitosan bermuatan positif dengan nilai pKa sekitar 6,3-7,3 sehingga banyak dimanfaatkan
dalam berbagai keperluan Hendri, dkk., 2008, kitosan juga tidak dapat larut dalam larutan basa kuat, asam sulfat, dalam beberapa pelarut organik seperti alkohol, aseton,
dimetil formamida dan dimetilsulfoksida, sedikit larut dalam HCl dan HNO
3
. Berat molekul kitosan adalah sekitar 1,2 x 10
6
, bergantung pada degradasi yang terjadi selama proses deasetilasi Nuraida, 2004. Kitosan dapat larut dalam asam formiat,
asam asetat, asam sitrat dan menurut Peniston dalam 20 asam sitrat juga dapat larut. Asam organik lainnya juga tidak dapat melarutkan kitosan Muzzarelli, 1977.
Universitas Sumatera Utara
Kitosan dibedakan dari kitin oleh kelarutannya dalam larutan asam encer. Kitosan bermuatan positif karena kelompok amina pada pH asam, yang besarannya
tergantung pada tingkat deasetilasi, dan dengan demikian kitosan diklasifikasikan sebagai polielektrolit kationik, sedangkan polisakarida yang lain memberikan muatan
netral ataupun anionik Hwang dan Shin, 2001.
Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan gel, pasta, membran, dan serat yang sangat
bermanfaat dalam aplikasinya Rismana, 2002.
2.1.2. Analisa Karakteristik Kitosan
Karakteristik kitosan yang paling sering dianalisa adalah viskositas, derajat deasetilasi, berat molekul, pH, residu protein, kadar air, kadar abu, kandungan lemak,
kadar logam berat, warna dan lain-lain yang bersangkutan dengan tujuan penggunaannya Sirait, 2002. Berat molekul kitosan dapat mempengaruhi membran
kitosan, ukuran kristal dan sifat morfologi daripada filim pembalutnya. Kristalinitas membran meningkat dengan menurunnya dalam berat molekul kitosan Lubis, 2006.
Menurut Protan 1987, berat molekul kitosan dapat dibedakan berdasarkan viskositas larutannya. Adapun berat molekul kitosan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Pembagian Berat Molekul Kitosan Berdasarkan Viskositas Larutan Viskositas cps
Berat Molekul
Universitas Sumatera Utara
0 – 399 Rendah
400 – 799 Menengah
800 – 1600 Tinggi
Protan, 1987 Berdasarkan kategori di atas, telah dilaporkan bahwa derajat deasetilasi kitosan antara
73-87 didapati viskositas tinggi yaitu sekitar 1650 cps. Kitosan didapati mudah terhidrolisis dengan dipengaruhi suhu sehingga penggunaan kitosan sebaiknya pada
saat diperlukan.
2.1.3. Kegunaan Kitosan
Dalam industri pangan, kitin dan kitosan bermanfaat sebagai pengawet dan penstabil warna produk. Beberapa contoh aplikasi kitin dan kitosan dalam bidang nustrisi
suplemen dan sumber serat, pangan flavor, pembentuk tekstur, emulsifier, penjernih minuman, medis mengobati luka, contact lens, membran untuk dialisis darah,
antitumor, kesehatan kulit dan rambut, lingkungan dan pertanian penjernih air, menyimpan benih, fertilizer dan fungisida dan lain- lain seperti proses finishing
kertas, menyerap warna pada produk cat Hidayat, 2007.
Tabel 2.2 Penggunaan Kitin dan Kitosan
Penggunaan Fungsi
Universitas Sumatera Utara
Penjernihan -
Limbah industri pangan -
Industri sari buah -
Pengolahan wine dan Minuman beralkohol
- Penjernihan air minum
- Penjernihan kolam renang
- Penjernihan zat warna
- Penjernihan tanin
Koagulasiflokulan Flokulan pektinprotein
Flokulan proteinmikroba
Koagulasi Flokulan mikroba
Pembentuk kompleks Pembentuk kompleks
Pengambilan Protein Mengendapkan bahan protein
Detoksifikasi Limbah Industri Membentuk senyawaan kompleks
dengan logam dan bahan kimia berbahaya
Biomedis Menurunkan kadar kolesterol
Bioteknologi Mempercepat penyembuhan luka
Imobilisasi enzim Industri Tekstil
Meningkatkan ketahanan warna Kosmetik
Substantive rambut dan kulit Fotografi
Melindungi filim dari kerusakan Pertanian
Bersifat sebagai fungistatik Robert,1978.
2.1.3.1. Industri Tekstil
Universitas Sumatera Utara
Serat tenun dapat dibuat dari kitin dengan cara membuat suspense kitin dalam asam formiat, kemudian ditambahkan triklor asam asetat dan segera dibekukan pada
suhu 20
o
C selama 24 jam. Jika larutan ini dipintal dan dimasukkan kedalam etil asetat maka akan terbentuk serat tenun yang potensial untuk industri tekstil. Pada kerajinan
batik, pasta kitosan dapat menggantikan “malam” wax sebagai media pembantikan.
2.1.3.2. Bidang Fotografi
Jika kitin dilarutkan dalam larutan Dimetilasetamida-LiCl, maka dari larutan ini dapat dibuat film untuk berbagai kegunaan. Pada industri film untuk fotografi,
penambahan tembaga kitosan dapat memperbaiki mutu film yaitu meningkatkan fotosensitivitasnya
2.1.3.3. Bidang KedokteranKesehatan
Kitin dan turunannya karboksimetil kitin, hidroksietil kitin dan etil kitin dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan benang operasi. Benang operasi ini
mempunyai keunggulan dapat diurai dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak bersifat toksik, dapat disterilisasi dan dapat disimpan dalam jangka waktu lama.
Kitin dan kitosan dapat digunakan sebagai bahan pempercepat penyembuhan luka bakar, lebih baik dari yang terbuat dari tulang rawan. Selain itu juga sebagai
Universitas Sumatera Utara
bahan pembuatan garam-garam glukosamin yang mempunyai banyak manfaat di bidang kedokteran.
Glukosamin terasetilasi merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin sendiri bersifat toksik terhadap sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar
kolesterol darah dan kolesterol liver. Karena kitin tidak dapat dicerna dalam pencernaan, maka ia berfungsi sebagai dietary fiber yang berguna melancarkan
pembuangan sisa-sisa pencernaan.
2.1.3.4. Industri Fungisida
Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulur pertumbuhan mikrobia
mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu, kitosan juga dapat disemprotkan pada tanaman tomat dan dapat menghilangkan virus Tobacco mozaik.
2.1.3.5. Industri Kosmetik
Kini telah dikembangkan produk baru shampoo kering mengandung kitin yang disuspensi dalam alkohol. Termasuk pembuatan lotion dan shampoo cair yang
mengandung 0,5-0,6 garam kitosan. Shampo ini mempunyai kelebihan dapat meningkatkan kekuatan dan berkilaunya rambut, karena adanya interaksi antara
polimer tersebut dengan protein rambut.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.6. Industri Pengolahan Pangan
Karena sifat kitin dan kitosan yang dapat mengikat air dan lemak, maka keduanya dapat digunakan sebagai media pewarnaan makanan. Mikrokristalin kitin
jika ditambahkan pada adonan akan dapat meningkatkan pengembangan volume roti tawar yang dihasilkan. Selain itu juga sebagai pengental dan pembentuk emulsi lebih
baik daripada mikrokristalin selulosa. Pada pemananasan tinggi kitin akan menghasilkan pyrazine yang potensial sebagai zat penambah cita rasa.
Karena sifat yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol, maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran dan
ekstrak kopi. Bahkan terakhir diketahui sebagai penjernih jus appel lebih baik daripada penggunaan bentonit dan gelatin. Kitin dan kitosan tidak beracun sehingga
tidak berbahaya bagi kesehatan manusia.
2.1.3.7. Penanganan Limbah
Karena sifat polikationiknya, kitosan dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal dalam penanganan limbah terutama limbah berprotein yang kemudian
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada penanganan limbah cair, kitosan sebagai chelating agent yang dapat menyerap logam beracun seperti mercuri, timah,
tembaga, pluranium dan uranium dalam perairan dan untuk mengikat zat warna tekstil dalam air limbah Krissetiana, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Spektrofotometri FT-IR Fourier Trasform Infra Red
Spektrofotometri infra-merah adalah sangat penting dalam kimia modern, terutama dalam bidang kimia organik. Ia merupakan alat rutin dalam penemuan gugus
fungsional, pengenalan senyawa, dan analisa campuran. Kebanyakan gugus, seperti C- H, O-H, C=N, dan C=N, menyebabkan pita absorpsi infra-merah, yang berbeda hanya
sedikit dari satu molekul ke yang lain tergantung pada substituen yang lain Day dan Underwood,1990.
Pancaran infra-merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro.
Bagi kimiawan organik, sebagian besar kegunaannya terbatas di antara 4000 cm
-1
dan 666 cm
-1
2,5 – 15,0 µ m. Akhir-akhir ini muncul perhatian pada daerah infra-merah dekat, 14.290 – 4000 cm
-1
0,7 – 2,5 µm dan daerah infra-merah jauh, 700 – 200 cm
-1
14,3 – 50 µm Silverstein, dkk., 1986.
Spektrofotometri infra-merah juga digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis kuantitatif, seperti analisa
kuantitatif pencemaran udara, misalnya karbon monoksida dalam udara dengan teknik non-dispersive Khopkar, 2003.
Pada dasarnya Spektrofotometri FT-IR Fourier Trasform Infra Red adalah sama dengan spektrofotometri IR dispersi, yang membedakannya adalah
pengembangan pada sistim optiknya sebelum berkas sinar infra-merah melewati contoh.
Cara Kerja Alat Spektrofotometer FTIR
Sistim optik Spektrofotometer FT-IR seperti pada gambar dibawah ini dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian
Universitas Sumatera Utara
radiasi infra-merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak M dan jarak cermin yang diam F. Perbedaan jarak tempuh radiasi
tersebut adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai retardasi δ . Hubungan antara
intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferogram. Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas
bekerjanya interferometer disebut sebagai sistim optik Fourier Transform Infra Red.
Gambar 2.3 Cara Kerja Spektrofotometer FT-IR Pada sistim optik FT-IR digunakan radiasi LASER Light Amplification by
Stimulated Emmission of Radiation yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra-merah yang
diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik.
Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FT-IR adalah TGS Tetra Glycerine Sulphate atau MCT Mercury Cadmium Telluride. Detektor MCT lebih
banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih
sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra-merah
http:id.wikipedia.orgwikiSpektrofotometer_FTIR
Universitas Sumatera Utara
2.3. Penentuan Berat Molekul dengan Metode Viskositas