BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Auditor adalah pihak yang diyakini berperan sebagai pengontrol dan penjaga kepentingan publik dibidang yang terkait dengan keuangan. Auditor bertanggung
jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material
baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Sebagai seorang ahli, auditor harus memiliki kemampuan yang memadai tentang teknik-teknik audit dan
memahami kriteria yang digunakan. Hal ini dapat diperoleh melalui pendidikan baik secara formal maupun informal, serta pengalaman dalam melakukan audit
Huakanala dan Shinneke, 2004 Seorang auditor juga dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan
berpengalaman dalam bidang industri yang digeluti kliennya. Pelaksanaan tugas pemeriksaan seorang auditor setidaknya harus memperhatikan tujuh elemen, yaitu
proses yang sistematik, mengumpulkan dan mengevaluasi bukti secara objektif, asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi, menentukan tingkat
kesesuaian, kriteria yang ditentukan, menyampaikan hasil-hasilnya, dan para pemakai yang berkepentingan. Ketujuh elemen tersebut, dapat dikatakan bahwa
dalam melaksanakan tugasnya seorang auditor harus mengumpulkan serta mengevaluasi bukti-bukti yang akan digunakan untuk mendukung judgment yang
diberikannya.Djaddang dan Parmono, 2002
1
Sebagai pihak profesional, selain berpegang teguh pada standar profesionalnya, auditor juga dituntut untuk berpegang teguh pada kode etik
pemeriksaan dalam mengemban tanggung jawab profesinya. Tanggung jawab profesinya bukan hanya berhenti pada penyampaian laporan kepada klien pihak
manajemen. Tetapi juga pertanggung jawaban terhadap isi pernyataan yang telah ditanda-tanganinya. Untuk itu auditor akan sangat berhati-hati sekali dalam
melaksanakan tugas audit serta menetapkan judgment yang akan diberikannya.
Huakanala dan Shinneke, 2004
Hasil akhir sebuah audit adalah pernyataan pendapat berupa asersi dengan sebenarnya dan pendapat wajar pada berbagai bentuk perusahaan. Opini biasanya
sangat kritis dalam memberikan informasi tentang bagaimana asersi dibuat. Secara umum diharapkan oleh user laporan keuangan, bahwa auditor telah dilatih
dengan sungguh-sungguh sebelum menyatakan pendapatanya. Djaddang dan Parmono, 2002
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 1 mengenai “Penyajian Laporan Keuangan”, paragraf 02, menyatakan :
“Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar penggunaan
laporan. Laporan keuangan untuk tujuan umum termasuk juga laporan keuangan yang disajikan terpisah atau yang disajikan dalam dokumen publik lainnya
seperti laporan tahunan, atau prospektus. Pernyataan ini berlaku pula untuk laporan keuangan konsolidasi”.
Lalu Paragraf 05 menyatakan: “Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan
informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka
membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggung jawaban
stewardship manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercaya kepada mereka”.
Manajemen perusahaan bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan perusahaan. Agar laporan keuangan menjadi lebih reliable dan
kredibel manajemen memerlukan jasa pihak ketiga dalam hal ini adalah auditor
Huakanala dan Shinneke, 2004 Dalam Standar Auditing Seksi 110, mengenai “Tanggung Jawab dan Fungsi
Auditor Independen” Paragraf 02 menyatakan : “Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit
untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material
terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi,
baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan”.
Dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan maka auditor harus mengumpulkan serta mengevaluasi bukti-bukti yang digunakan
untuk mendukung pemberian pendapat atas laporan keuangan auditan. Dari bukti- bukti yang dikumpulkan ini harus cukup memadai untuk menyakinkan auditor
dalam menyatakan pendapat opini Standar pekerjaan lapangan yang ketiga menyatakan :
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit harus sah dan relevan keabsahan
sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut. Bukti eksternal yang diperoleh dari pihak independent di luar perusahaan dianggap
lebih kuat, dalam arti dapat lebih diandalkan atau dipercaya keabsahaanya daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri bukti intern Sukrisno
Agoes, 2007. Dalam melakukan audit biasanya auditor tidak memeriksa keseluruhan
transaksi dan bukti-bukti yang terdapat pada perusahaan. Karena bila keseluruhan diperiksa akan membutuhkan waktu yang lama dan memakan biaya yang besar.
Sebagai gantinya mereka melakukan pemeriksaan secara sampling, yaitu pemeriksaan atas pos-pos dalam laporan keuangan yang besarnya kurang dari
100. Dengan kata lain, pemeriksaan secara sampling adalah pemeriksaan atas sebagian dari populasi Huakanala dan Shinneke, 2004.
Sampling merupakan prosedur yang umum digunakan oleh auditor dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif. Sebagai contoh, auditor
menemukan 2 kesalahan atas faktur penjualan seandainya ia melakukan inspeksi atas seluruh faktur penjualan. Misalnya, ada 100 buah faktur penjualan sebagai
sampel dari suatu populasi. Sampel tersebut dapat dikatakan sebagai sampel yang representatif apabila auditor menemukan dua buah faktur yang mengandung
kesalahan. Di samping itu, sampel harus mengandung stabilitas yang dimaksudkan disini adalah jumlah sampel ditambah, maka hasilnya harus sama,
dan tidak berubah. Pada kenyataanya, auditor tidak akan dapat mengetahui apakah sampel yang diambilnya merupakan sampel yang representatif, meskipun ia telah
selesai melaksanakan seluruh pengujian. Auditor maksimal hanya dapat meningkatkan kualitas pengambilan sampel menjadi mendekati kualitas sampel
yang representatif. Hal tersebut dapat dilaksanakan auditor dengan cara
merancang dan melakukan seleksi sampel, dan mengevaluasi hasil sampel secara cermat dan teliti sebagai sampel. Abdul Halim, 2008:255
Abdul Halim 2008:259 lebih lanjut menyatakan, ada dua pendekatan umum dalam sampling audit yang dapat dipilih auditor untuk memperoleh bukti audit
kompeten yang cukup. Kedua pendekatan tersebut adalah : Pertama, sampling statistik. Kedua, sampling non statistik. Kedua pendekatan tersebut apabila
diterapkan sebagaimana mestinya akan menghasilkan bukti audit yang cukup. Untuk melaksanakan tugas tersebut auditor membutuhkan judgment dalam
pemeriksaanya. Standar Profesional Akuntan Publik SPAP pada seksi 341 menyatakan bahwa audit judgment atas kemampuan kesatuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya harus berdasarkan pada ada tidaknya kesangsian dalam diri auditor itu sendiri terhadap kemampuan suatu kesatuan
usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode satu tahun sejak tanggal laporan keuangan auditan.
Jamilah dkk 2007 menyatakan bahwa seorang auditor dalam melakukan tugasnya membuat audit judgment dipengaruhi oleh banyak faktor yang meliputi
faktor gender, tekanan ketaatan dan kompleksitas tugas. Sedangkan menurut Djajang dan Parmono 2002 dipengaruhi oleh faktor pengalaman, pengetahuan,
kompleksitas tugas. Cara pandang auditor dalam menanggapi informasi berhubungan dengan
tanggung jawab dan risiko audit yang akan dihadapi oleh auditor sehubungan dengan judgment yang dibuatnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
auditor dalam menanggapi dan mengevaluasi informasi ini antara lain meliputi
faktor pengetahuan, perilaku auditor dalam memperoleh dan mengevaluasi informasi, serta kompleksitas tugas dalam melakukan pemeriksaan. Jamilah dkk,
2007 Auditor sebagai pelaksana dari jasa atestasi tentu saja memiliki risiko terhadap
kegagalan audit audit failure dalam mendeteksi salah saji dari suatu asersi. Auditor bukanlah sesosok sempurna yang dapat menemukan kesalahan saji
dengan tingkat akurasi 100. Auditor bekerja dengan batasan-batasan tertentu yang membuat pekerjaanya tidak dapat mendeteksi salah saji dengan keakuratan
100. Huakanala dan Shinneke, 2004 Standar pekerjaan lapangan kedua dan ketiga mengindikasikan pengakuan
adanya suatu ketidakpastian dalam audit. Ketidakpastian yang melekat dalam audit sering disebut sebagai risiko audit. Risiko audit terdiri atas risiko bawaan,
risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Dengan menggunakan pertimbangan professional, auditor menilai berbagai faktor untuk menentukan risiko bawaaan
dan risiko pengendalian, dan melakukan pengujian subtantif untuk membatasi risiko deteksi. Pengujian pengendalian baru dilaksanakan apabila terjadi
penentuan risiko pengendalian pada tingkat yang lebih rendah daripada tingkat maksimum. Abdul Halim, 2008:256-257.
Untuk menghindari atau meminimalkan suatu risiko audit, menurut stadar auditing seksi 312 mengenai “risiko dan materialitas dalam pelaksanaan audit”
maka auditor diharuskan untuk mempertimbangkan dua hal sebagai berikut: Pertama
perencanaan audit dan Kedua melakukan evaluasi akhir apakah secara
keseluruhan penyajian laporan keuangan telah dilakukan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Surya Raharja 2005 menguji mengenai penerapan metode sampling audit dan
faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode sampling audit oleh auditor BPK. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan sampling audit diantaranya
persepsi penggunaan metode sampling statistik, risiko audit, time pressure, dan pengalaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang mempengaruhi secara
signifikan terhadap penggunaan metode sampling audit adalah persepsi terhadap metode sampling statistik. Sedangkan time pressure, pengalaman dan risiko audit
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penggunaan metode sampling audit. Perbedaan penelitian ini terdapat pada beberapa hal. Pertama, penelitian ini
berfokus pada auditor judgment yang diambil dari penelitian Djajang dan Parmono 2002, yang terdiri dari beberapa faktor diantaranya pengalaman,
pengetahuan, dan kompleksitas tugas. Kedua, perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terletak pada sampel penelitian,
sampel penelitian terdahulu adalah auditor BPK yang tersebar di 7 tujuh kantor perwakilan BPK di seluruh Indonesia. Sampel penelitian ini adalah auditor yang
bekerja di Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Jakarta. Ketiga, pengujian analisis statistik penelitian sebelumnya menggunakan regresi logistik,
karena variabel dependenya variabel dummy. Sedangkan penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda.
Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba untuk menelitinya dalam bentuk
skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Auditor Judgment dan Risiko Audit Terhadap Audit Sampling.”
B. Perumusan Masalah