Pengaruh gender kompleksitas tugas, dan kompetensi auditor terhadap audit judgment : studi empiris pada kantor akuntan publik di jakarta

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menjadi lelaki atau perempuan memang bukanlah pilihan, itu sudah menjadi satu paket yang diberikan Tuhan termasuk sifat dan karakteristik seseorang. Sejauh mana sifat dan karakter ini mampu mempengaruhi cara kerja seseorang. Profesi auditor, khususnya internal auditor atau lebih sering dikenal dengan sebutan Satuan Pengawas Internal (SPI) saat ini didominasi oleh kaum adam. Komposisi antara lelaki dan perempuan yang berprofesi menjadi auditor sangat jauh bedanya. Memang profesi ini sama sekali tidak bersinggungan dengan persoalan gender, karena kompetensi yang dibutuhkan untuk profesi ini pun tidak ada kaitannya dengan gender. Meskipun demikian fakta dan data yang ada, keberadaan perempuan dalam profesi ini sangat minim sekali. Menurut data Asosiasi Auditor Internal (AAI), komposisi auditor perempuan yang tergabung dalam dalam AAI hanya memenuhi porsi 12 persen saja (Majalah Auditor, 2008:28).

Memang menjadi seorang auditor bukanlah sebuah pilihan. Di beberapa kasus, banyak orang yang berprofesi sebagai auditor karena berdasarkan penunjukkan oleh direksi sehingga sulit untuk mengetahui mengapa para perempuan mau berprofesi sebagai auditor. Namun demikian profesi auditor


(2)

tidak menutup kemungkinan diri terhadap kehadiran para perempuan di profesi ini. Terbukti, walaupun dari segi kuantitas jumlah mereka tidak bisa dipandang sebelah mata. Tidak sedikit para perempuan yang berprofesi sebagai auditor menempati posisi puncak dalam departemennya. Sebut saja Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ), Bank DKI, SPI (Satuan Pengawas Internal) dipimpin oleh seorang perempuan (Majalah Auditor, 2008:28).

Banyak pertimbangan mengapa manajemen lebih memilih perempuan untuk menduduki posisi internal audit. Menurut psikolog Tika Bisono dalam majalah Auditor (2008), secara psikis perempuan yang berprofesi sebagai auditor memang diuntungkan oleh sifat dasar keperempuanannya. Biasanya perempuan lebih teliti terutama untuk hal yang berkaitan dengan uang sehingga unsur ketelitiannya lebih tinggi dan betah berlama-lama ketika menyelesaikan suatu pekerjaan. Siapa pun yang menjalani profesi ini, apakah itu lelaki atau perempuan haruslah seorang manusia unggul yang memiliki intelektualitas, emosi, mental, dan kepribadian serba unggul. Hal ini dikarenakan tugas yang diemban oleh para internal auditor sangat berat tetapi mulia. Seorang auditor harus mampu memberi keteladanan bagi karyawan lain.

Memang tidak mudah menjadi seorang auditor karena di satu sisi seorang auditor harus mampu mengawal kepentingan perusahaan dan di sisi lain harus bisa melindungi kepentingan para stakeholder yang notabenennya berada di luar manajemen. Dalam sebuah kasus berdasarkan penuturan seorang manajer HRD (Human Resourch Development) sebuah produsen sepatu pada tahun


(3)

2004 yang dikutip dalam majalah Auditor (2008) pernah ada salah seorang internal auditor wanita yang mengundurkan diri dari pekerjaannya. Auditor tersebut tidak menceritakan alasan sebenarnya mengapa ia mengundurkan diri. Namun sekitar dua bulan kemudian manajer tersebut bertemu kembali dengan mantan auditor tersebut. Auditor menceritakan bahwa sebulan sebelum mengundurkan diri, ia mendapat ancaman telepon dari rekan kerjanya karena sebelumnya ia pernah melaporkan adanya penyimpangan di bagian pembelian dan penjualan. Inilah yang pada akhirnya membentuk sebuah opini dan image bahwa auditor perempuan ini menyebalkan, seakan-akan interpersonal skill yang dimilikinya jelek sekali.

Tentu image seperti itu harus bisa diubah dan menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh para auditor. Bagaimanapun juga seorang auditor adalah karyawan yang notabenenya adalah orang bayaran dan statusnya sama seperti karyawan lainnya. Seorang auditor harus bisa menjadi mitra bagi divisi lain di tempatnya bekerja. Menjadi seorang auditor bukanlah pentakhbisan diri seseorang menjadi superpower person. Tidak mudah memang untuk bisa berlaku rendah hati pada saat punya kekuasan. Siapa pun juga ketika dirinya merasa sebagai pengawas di atas angin secara naluriah aura yang muncul adalah merasa superior. Perasaan seperti itu harus dilawan dan disinilah letak kepemimpinan seseorang (Majalah Auditor, 2008).

Salah satu jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik adalah audit atas laporan keuangan sebuah entitas dengan memberikan opini atau pendapatnya atas laporan keuangan tersebut yang didasarkan pada Standar Akuntansi


(4)

Keuangan (SAK). Opini tersebut menunjukkan kualitas atas laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan. Kualitas jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik diatur dan dikendalikan melalui berbagai standar yang diterbitkan oleh organisasi profesi tersebut yang bernama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dengan adanya beberapa standar kualitas yang dihasilkan akan menghasilkan keputusan ekonomi dan non ekonomi yang mendukung pada kemajuan ekonomi. Begitu pula, kemajuan ekonomi mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga menimbulkan persaingan bisnis yang cukup tajam umtuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun terkadang untuk mencapai tujuan itu, segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika bisnis itu sendiri, termasuk profesi akuntansi.

Akuntan adalah suatu profesi yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan audit terhadap laporan keuangan sebuah entitas dan memberikan opini atau pendapat terhadap saldo akun dalam laporan keuangan apakah telah disajikan secara wajar sesuai dengan standar akuntansi keuangan atau prinsip akuntansi yang telah berlaku umum, dan standar atau prinsip tersebut diterapkan secara konsisten. Badan audit research ternama telah mendemonstrasikan bahwa sejumlah faktor level individu terbukti berpengaruh terhadap keputusan seorang auditor. Untuk melaksanakan tugas tersebut sering dibutuhkan judgment. Dari beberapa hasil penelitian dalam bidang audit menunjukkan bahwa ada berbagai variasi faktor individual yang


(5)

mempengaruhi judgment dalam melaksanakan review selama proses pelaksanaan audit (Solomon dan shields,1995 dalam Zulaikha, 2006), dan pengaruh faktor individual ini berubah-ubah sesuai dengan kompleksitas tugas (Tan and Kao, 1999 dan Libby, 1995 dalam Zulaikha, 2006).

Seorang auditor dalam melakukan tugasnya membuat audit judgment dipengaruhi oleh banyak faktor, baik bersifat teknis maupun non teknis. Aspek perilaku individu, sebagai salah satu faktor yang banyak mempengaruhi pembuatan audit judgment, sekarang ini semakin banyak menerima perhatian dari para praktisi akuntansi ataupun dari akademisi. Namun demikian meningkatnya perhatian tersebut tidak diimbangi dengan pertumbuhan penelitian di bidang akuntansi perilaku dimana dalam banyak penelitian tidak menjadi fokus utama (Meyer, 2001 dalam Jamilah dkk, 2007).

Perjuangan kesetaraan gender adalah terkait dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang disebabkan oleh diskriminasi struktural dan kelembagaan. Perbedaan hakiki yang menyangkut jenis kelamin tidak dapat di ganggu gugat (misalnya secara biologis wanita mengandung), perbedaan peran gender dapat diubah karena bertumpu pada faktor-faktor sosial dan sejarah. Bidang akuntan publik yang terkait dengan banyak disiplin ilmu sosial tentunya akan sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut (Trianingsih, 2004).

Gender diduga menjadi salah satu faktor level individu yang turut mempengaruhi audit judgment seiring dengan terjadinya perubahan pada


(6)

kompleksitas tugas. Temuan riset literatur psikologis kognitif dan pemasaran juga menyebutkan bahwa wanita diduga lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi saat adanya kompleksitas tugas dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan pria. Ruegger dan King (1992) dalam Jamilah dkk (2007) menyatakan wanita umumnya memiliki tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi daripada pria. Masih dalam literatur tersebut juga dinyatakan bukti bahwa laki-laki relatif kurang mendalam dalam menganalisis inti dari suatu keputusan. Namun pengaruh gender terhadap pemrosesan informasi dan judgment belum banyak teruji dalam konteks penugasan audit sebagai auditor. Dalam penugasan tersebut, variasi kompleksitas audit dapat terjadi dalam berbagai akun, jumlah atau besarnya saldo akun.

Meyers-Levy (1986) dalam Jamilah dkk (2007) mengembangkan sebuah theoretical framework untuk menjelaskan pemrosesan informasi oleh laki-laki dan perempuan. Kerangka teoritis ini mereka sebut “selectivity hypothesis”. Perbedaan yang didasarkan pada isu gender dalam pemrosesan informasi dan pembuatan keputusan didasarkan atas pendekatan yang berbeda yaitu bahwa laki-laki dan perempuan menggunakan pemrosesan inti informasi dalam memecahkan masalah dan membuat inti keputusan. Laki-laki pada umumnya dalam menyelesaikan masalah tidak menggunakan semua informasi yang tersedia, dan mereka juga tidak memproses informasi secara menyeluruh, sehingga dikatakan bahwa laki-laki cenderung melakukan pemrosesan informasi secara terbatas. Sedangkan perempuan dipandang sebagai pemroses


(7)

informasi lebih detail, yang melakukan proses informasi pada sebagian besar inti informasi untuk pembuatan keputusan atau judgment.

Kerangka teoritis ini kemudian digunakan untuk beberapa kajian misalnya dalam auditing. O’Donel dan Jhonson (1999) dalam Zulaikha (2006) melakukan studi apakah ada perbedaan usaha pemrosesan informasi dalam suatu perencanaan prosedur analitis pada sebuah penugasan audit dapat dikaitkan dengan isu gender. Mereka menemukan bukti empiris bahwa ada ketidak konsistenan hasil adanya pengaruh gender pada proses perencanaan prosedur analitis. Perempuan lebih memberikan usaha pemrosesan lebih intens daripada laki-laki dalam hal laporan keuangan yang konsisten dengan informasi tentang bisnis klien. Namun ketika terjadi perubahan fluktuasi kompleksitas tugas dalam kasus eksperimen, maka terjadi sebaliknya dimana perempuan menjadi kurang usahanya dalam pemrosesan informasi.

Dengan semakin meluasnya arus emansipasi, telah melahirkan kecenderungan makin meluasnya kesempatan wanita dalam berbagai bidang profesi, khususnya profesi seorang akuntan yang sebenarnya secara realita tidak dapat dipungkiri lebih didomonasi oleh kaum wanita. Terutama dalam praktik akuntansi publik, dimana jumlah kaum wanita belakangan ini yang memasuki profesi sebagai akuntan publik telah meningkat secara drastis (Trapp et al, 1998 dalam Murtanto dan Andryani, 2005). Jika sebelumnya profesi akuntan publik lebih didominasi pria maka sekarang ini peran wanita telah mengalami peningkatan. Perusahaan harus menciptakan jalur karier bagi kaum wanita yang tidak ingin bersaing dengan dengan kaum pria untuk posisi


(8)

yang paling puncak dan yang ingin masuk dan keluar sebagai pekerja dalam suatu organisasi (Schwatz, 1992 dalam Murtanto dan Andryani, 2005).

Pengujian pengaruh sejumlah faktor terhadap kompleksitas tugas juga bersifat penting karena kecenderungan bahwa tugas melakukan audit adalah tugas yang banyak menghadapi persoalan kompleks. Bonner (1994) dalam Zulaikha (2006) mengemukakan ada tiga alasan yang cukup mendasar mengapa pengujian terhadap kompleksitas tugas untuk sebuah situasi audit perlu dilakukan. Pertama, kompleksitas tugas ini diduga berpengaruh signifikan terhadap kinerja seorang auditor. Kedua, sarana dan teknik pembutan keputusan dan latihan tertentu diduga telah dikondisikan sedemikian rupa ketika para peneliti memahami keganjilan pada kompleksitas tugas audit. Ketiga, pemahaman terhadap kompleksitas dari sebuah tugas dapat membantu tim manajemen audit perusahaan menemukan solusi terbaik bagi staf audit dan tugas audit.

Ashton (1991) dalam Jamilah dkk (2007) menunjukkan bahwa dalam literatur psikologi, pengetahuan spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan kompetensi. Ashton juga menjelaskan bahwa ukuran kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain di selain pengalaman. Selain itu, penelitian yang dilakukan Bonner (1994) dalam Zulaikha (2006) menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas dapat meningkatkan kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam


(9)

penetapan risiko analitis. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung pada kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor (Hogarth, 1992) dalam Jamilah dkk (2007). Komponen keahlian sendiri terdiri atas beberapa macam. Tan dan Libby (1997) dalam Mayangsari (2003) mengatakan bahwa keahlian audit terdiri atas tacit managerial dan pengetahuan khusus. Hasil-hasil penelitian lain seperti Shanteau dan Mohammadi (1992) dalam Mayangsari (2003), Bonner dan Lewis (1990) dalam Mayangsari (2003), serta Mohammadi, Searfoss dan Sheanteau (1992) dalam Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa faktor pengetahuan kognitif merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengarui keahlian audit. Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa komponen ciri-ciri psikologis dan pengetahuan merupakan komponen yang memiliki nilai tinggi dalam model kompetensi.

Penelitian yang dilakukan oleh Zulaikha (2006) membuktikan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perempuan masih mendominasi peran domestik, dan peran ganda perempuan tidak berpengaruh signifikan dalam pembuatan judgment. Kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap keakuratan judgment

Penelitian ini merupakan gabungan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zulaikha (2006) dan Jamilah dkk (2007). Variabel dalam penelitian ini meliputi gender, kompleksitas tugas, kompetensi auditor, dan audit judgment yang beberapa diantaranya diadopsi dari penelitian mereka. Perbedaan dari penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini penulis


(10)

merubah salah satu variabel dalam penelitian Zulaikha (2006) yaitu variabel pengalaman dan penelitian Jamilah dkk (2007) yaitu variabel tekanan ketaatan dengan variabel kompetensi auditor. Maka dari itu penulis mencoba menggunakan variabel-variabel tersebut dalam penelitian ini.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merumuskan judul penelitian sebagai berikut: “Pengaruh Gender, Kompleksitas Tugas, dan Kompetensi Auditor Terhadap Audit Judgment (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apakah gender, kompleksitas tugas, dan kompetensi auditor berpengaruh signifikan terhadap audit judgment?

2. Berapa besar variabel gender, kompleksitas tugas, dan kompetensi auditor mampu menjelaskan variabel audit judgment?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian


(11)

a. Untuk menganalisis pengaruh variabel gender, kompleksitas tugas, dan kompetensi auditor terhadap audit judgment

b. Untuk menganalisis besarnya variabel gender, kompleksitas tugas, dan kompetensi auditor mampu menjelaskan variabel audit judgment

2. Manfaat Penelitian

Tujuan lain dari dibuatnya penelitian ini adalah untuk memberikan manfaat terhadap :

a. Kantor Akuntan Publik

Memberikan tambahan gambaran tentang dinamika yang terjadi di dalam Kantor Akuntan Publik khususnya auditor dalam membuat audit judgment. Serta tidak adanya perbedaan kemampuan kognitif model pemrosesan informasi individual dalam membuat judgment dalam penugasan audit antara auditor laki-laki dan auditor perempuan. Memberikan tambahan bukti empiris pada literatur akuntansi, khususnya mengenai pengaruh gender, kompleksitas tugas, dan kompetensi auditor terhadap auditor berkaitan dengan audit judgment.

b. Bagi Peneliti/ Akademisi

Manfaat bagi peneliti adalah agar peneliti dapat membandingkan teori yang terdapat di bangku kuliah serta menambah wawasan tentang ilmu


(12)

audit. Manfaat lainnya adalah untuk membantu siapa saja yang ingin mengetahui dan memperdalam tentang audit dan dapat digunakan sebagai pengetahuan serta bahan pertimbangan untuk peneliti berikutnya.

c. Bagi masyarakat

Manfaat bagi masayarakat umum atau pihak yang tidak terkait langsung adalah adanya harapan dari hasil penelitian ini untuk dapat dijadikan referensi dan dapat digunakan sebagai dokumentasi ilmiah yang berguna untuk pengembangan ilmu dan teknologi.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Audit


(14)

Arens (2003:15) mendefinisikan auditing adalah pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Definisi audit yang sangat terkenal adalah yang berasal dari ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) dalam Halim (2001:1) yang mendefinisikan auditing sebagai:

“Suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti audit secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan”.

Definisi tersebut dapat diuraikan menjadi 7 elemen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan audit, yaitu:

1) Proses yang sistematis

Auditing merupakan rangkaian proses dan prosedur yang bersifat logis, terstruktur,dan teroganisir.


(15)

Hal ini berarti bahwa proses sistematik yang dilakukan tersebut merupakan proses untuk menghimpun bukti-bukti yang mendasari asersi-asersi yang dibuat oleh individu maupun entitas. Auditor kemudian mengevaluasi bukti-bukti yang diperoleh tersebut. Baik saat penghimpunan maupun pengevaluasian bukti, auditor harus obyektif. Obyektif berarti mengungkapkan fakta apa adanya yang senyatanya, tidak bias atau tidak memihak dan tidak berprasangka buruk terhadap individu atau entitas yang membuat representasi tersebut.

3) Aseresi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi

Asersi merupakan suatu pernyataan atau suatu rangkaian pernyataan secara keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas pernyataan tersebut. Untuk audit laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan manajemen melalui laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Asersi-asersi meliputi informasi yang terkandung dalam laporan keuangan, laporan operasi internal, dan laporan biaya maupun pendapatan berbagai pusat pertanggungjawaban pada suatu perusahaan. Jadi, asersi atau pernyataan tentang tindakan dan kejadian ekonomi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran, dan penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang.


(16)

4) Menentukan tingkat kesesuaian (degree of correspondence)

Hal ini berarti penghimpunan dan pengevaluasian bukti-bukti dimaksudkan untuk menentukan dekat tidaknya atau sesuai tidaknya asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk kuantitatif maupun kualitatif. Bentuk kuantitatif contohnya prosentase pencapaian penjualan bila dibandingkan dengan penjualan yang dianggarkan. Bentuk kualitatif contohnya kewajaran laporan keuangan.

5) Kriteria yang ditentukan

Kriteria yang ditentukan merupakan standar-standar pengukur untuk mempertimbangkan (judgment) asersi-assersi atau representasi-representasi. Kriteria tersebut dapat berupa prisip akuntansi yang berlaku umum atau Standar Akuntansi Keuangan, aturan-aturan spesifik yang ditentukan oleh badan legislatif atau pihak lainnya, anggaran atau ukuran lain kinerja manajemen

6) Menyampaikan hasil-hasilnya

Hal ini berarti hasil-hasil audit dikomunikasikan melalui laporan tertulis yang mengindikasikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi dan kriteria yang telah ditentukan. Komunikasi hasil audit


(17)

tersebut dapat memperkuat ataupun memperlemah kredibilitas atau representasi atau pernyataan yang dibuat.

7) Para pemakai yang berkepentingan

Para pemakai yang berkepentingan merupakan para pengambil keputusan yang menggunakan dan mengandalkan temuan-temuan yang diinformasikan melalui laporan audit, dan laporan lainnya. Para pemakai tersebut meliputi investor maupun calon investor di pasar modal, pemegang saham, kreditor maupun calon kreditor, badan pemerintahan, manajemen, dan publik pada umumnya.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan pengertian audit adalah suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti objektif tentang suatu asersi yang bertujuan untuk mencapai derajat kesesuaian dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.

b. Jenis-jenis Audit

Ada beberapa jenis audit yang dikemukakan oleh Arens, et all (2006: 14-15) dalam Enjel (2006) yaitu: operational audits, financial statetment audits, dan compliance audits.


(18)

Pemeriksaan operasional adalah suatu tinjauan terhadap setiap bagian prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektifitas kegiatan entitas tersebut.

2) Financial statement audits (Audit laporan keuanagan)

Pemeriksaan keuangan merupakan pemeriksaan atas laporan keuangan suatu organisasi atau perusahaan secara keseluruhan merupakan informasi terukur yang akan diverifikasi telah disajikan sesuai dengan kriteria tertentu yang dalam hal ini adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum, dengan tujuan memberikan pendapat wajar atas kewajaran penyajian laporan keuangan.

3) Compliance audits (Audit kepatuhan)

Pemeriksaan ketaatan merupakan proses pemeriksaan yang mempertimbangkan apakah klien telah mengikuti atas suatu prosedur atau peraturan tertulis yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang yang memiliki otoritas yang lebih tinggi.

c. Jenis-jenis Auditor

Menurut Arens, et all (2006: 15-16) dalam Bony Enjel (2006) terdapat empat jenis auditor yang umum dikenal dalam masyarakat, yaitu: certified accountant public firms, general accounting office auditors, internal revenue agent, and internal auditors.


(19)

Akuntan publik disebut juga auditor eksternal atau auditor independen untuk membedakannya dengan auditor internal.

2) General accounting office auditors (Akuntan pemerintah)

Dilaksanakan oleh auditor pemerintah sebagai karyawan pemerintah. Audit ini mencakup audit laporan keuangan, audit kepatuhan, audit operasional.

Aktifitas yang dilakukan auditor pemerintah (Rahayu dan Suhayati, 2010:14) adalah sebagai berikut:

a) Audit keuangan (Financial Audits) yang terdiri atas audit laporan keuangan dan audit atas hal-hal yang berkaitan dengan keuangan.

b) Audit Kinerja (Performance Audits) yang terdiri atas program pemerintah dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

3) Internal revenue agent (Akuntan pajak)

Akuntan mempunyai tanggung jawab terhadap pelaksanaan pada pembayaran pajak oleh wajib pajak. Lingkup pengerjaannya adalah memeriksa apakah wajib pajak telah benar memberikan pajaknya sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku.


(20)

Auditor internal adalah bertanggung jawab pada manajemen perusahaan. Tinjauannya adalah audit terhadap setiap berbagai prosedur-prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektifitas kegiatan.

Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka auditor internal harus berbeda di luar fungsi lini suatu organisasi, kedudukannya independen dari auditee. Auditor internal wajib memberikan informasi bagi manajemen pengambil keputusan yang berkaitan yang berkaitan dengan operasional perusahaan, sehingga memerlukan informasi dari manajemen. Informasi dari auditor internal banyak dimanfaatkan bagi pihak ekstern karena indenpendensinya terbatas (tidak independen bagi pihak ekstern). Hal ini membedakan auditor internal dan akuntan publik (Rahayu dan Suhayati, 2010:14).

d. Jenis-jenis Pendapat Auditor

Sukrisno Agoes (2004:49-52) ada lima jenis pendapat yang dapat diberikan oleh auditor, yaitu :

1) Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion)

Jika auditor telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar auditing yang ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, seperti terdapat dalam standar profesional akuntan publik, dan telah


(21)

mengumpulkan bahan-bahan pembuktian (audit evidence) yang cukup untuk mendukung opininya, serta tidak menemukan adanya kesalahan material atas penyimpangan pendapat wajar tanpa pengecualian. Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas suatu entitas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2) Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan tambahan Bahasa Penjelasan yang Ditambahkan dalam Laporan Audit Bentuk Baku

Pendapat ini diberikan jika terdapat suatu keadan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor. Kondisi atau keadaan yang memerlukan bahasa penjelasan tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Pendapat wajar sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.

b) Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan


(22)

disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

c) Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.

d) Di antara dua periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya.

e) Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan audit atas laporan keuangan komparatif.

f) Data keuangan kuartala tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun tdak disajikan atau tidak di review.

g) Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan keraguan yang besar apakah informasi tambahan


(23)

tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut.

h) Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan yang diaudit secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.

3) Pendapat Wajar dengan Pengecualian (qualified opinion)

Kondisi tertentu mungkin memerlukan pendapat wajar dengan pengecualian. Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi laporan keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pendapat ini dinyatakan bilamana:

a) Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat.

b) Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.


(24)

c) Jika auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian, ia harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan dalam satu atau lebih paragraf terpisah yang dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Ia juga harus mencantumkan bahasa pengecualian yang sesuai dan merujuk ke paragraf penjelasan di dalam paragraf pendapat. Pendapat wajar dengan pengecualian harus berisi kata kecuali atau pengecualian dalam suatu frasa seperti kecuali untuk atau dengan pengecualian untuk.

4) Pendapat Tidak Wajar (adverse opinion)

Suatu pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pendapat ini dinyatakan bila, menurut pertimbangan auditor, laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

5) Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion atau no opinion)


(25)

Suatu pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Auditor dapat tidak menyatakan suatu pendapat bilamana ia tidak dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Jika auditor menyatakan semua alasan subtantif yang mendukung pernyataannya tersebut.

2. Gender

Kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan istilah “jender”. Jender diartikan sebagai “interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan”.

Menurut Epstein (1990) dalam Berliyanti (2002) terdapat variasi yang signifikan dari orang-orang diantaranya gender, mendapat perhatian dari pimpinan dalam bisnis. Perbedaan gender memiliki implikasi tidak hanya untuk orang-orang dalam bisnis tetapi untuk pendidik, pekerja, dan manajer dalam berbagai disiplin ilmu.

Gillian (1992) dalam Berliyanti (2002) seorang psikologis dari Howard mengembangkan gender socialization theory yang menjelaskan


(26)

perbedaan antara pria dan wanita adalah pria cenderung lebih mempertimbangkan pandangan-pandangan dalam keadilan, peraturan-peraturan dan hak-hak individual, sedangkan wanita lebih mengarah pada pandangan tentang hubungan-hubungan, perhatian, dan menaruh belas kasihan.

Gender menurut Umar (1999:45) dalam Atutik dan Hamzah (http://downloads.ziddu.com) adalah suatu konsep yang di gunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi budaya. Pengertian tersebut sejalan dengan kesimpulan yang diambil oleh Astutik dan Hamzah yang mendefinisikan gender sebagai pembagian peran serta tanggung jawab, baik laki-laki maupun perempuan, yang di tetapkan secara sosial maupun kultural. Dalam masyarakat patriarki, pandangan hidup yang berlaku bersifat seksis, jenis kelamin perempuan ditempatkan dalam posisi subordinat atau bawahan. Sementara jenis kelamin laki-laki sebagai superordinat atau menduduki posisi dominan, sehingga pengaruh pada isu gender itu sendiri pada akhirnya melahirkan stereo typing (pelabelan) yaitu perempuan merupakan makhluk lemah, emosional, dan bertanggung jawab pada peran domestik saja.

Parmer dan Kandamsih (1997) dalam Nurasnida (2008) menjelaskan pandangan gender dapat diklasifikasikan dalam dua stereotype, yaitu:


(27)

Dihubungkan dengan pandangan umum bahwa pria lebih berorientasi pada pekerjaan objektif, independen, agresif, dan pada umumnya mempunyai kemampuan lebih dibandingkan wanita dalam pertanggung jawaban manajerial. Wanita di pihak lain dipandang lebih pasif, lembut, orientasi pada pertimbangan, lebih sensitif, dan lebih rendah posisinya pada pertanggung jawaban dalam organisasi dibandingkan dengan pria

b) Manajerial stereotype

Memberikan pengertian manajer yang sukses sebagai seseorang yang memiliki sikap perilaku, dan temperamen yang umumnya lebih dimiliki pria dibandingkan wanita.

Stereotype merupakan proses pengelompokan individu kedalam suatu kelompok, dan pemberian atribut karakteristik pada individu berdasarkan kelompok.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.

Pengambilan keputusan harus didukung oleh informasi yang memadai. Kaum pria dalam pengolahan informasi tersebut biasanya tidak menggunakan seluruh informai yang tersedia sehingga keputusan yang


(28)

diambil kurang komprehensif. Lain halnya dengan wanita, mereka dalam mengolah informasi cenderung lebih teliti dengan menggunakan informasi yang lebih lengkap dan mengevaluasi kembali informasi tersebut dan tidak gampang menyerah. Laki-laki pada umumnya juga tidak memproses informasi secara menyeluruh, sehingga dikatakan bahwa laki-laki cenderung melakukan proses informasi secara terbatas. Sedangkan perempuan dipandang sebagai pemroses informasi lebih detail yang melakukan proses informasi pada sebagian besar inti informasi untuk pembuatan judgment (Meyer dan Levy, 1986 dalam Zulaikha, 2006). Kaum wanita relatif lebih efisien dibandingkan dengan kaum pria selagi mendapat akses informasi. Selain itu, kaum wanita juga memiliki daya ingat yang lebih tajam terhadap suatu informasi baru dibandingkan dengan kaum pria dan demikian halnya dalam mengolah informasi yang sedikit menjadi lebih tajam. Argumen ini didukung oleh hasil penelitian dari Gillian (1982), dan Cohen, et al (1999) dalam Jamilah dkk (2007).

3. Kompleksitas Tugas

Tingkat kesulitan tugas dan struktur tugas merupakan dua aspek penyusun dari kompleksitas tugas. Tingkat sulitnya tugas selalu dikaitkan dengan banyaknya informasi tentang tugas tersebut, sementara struktur adalah terkait dengan kejelasan informasi (information clarity). Menurut Bonner (1994) dalam Jamilah dkk (2007) , proses pengolahan informasi terdiri dari tiga tahapan, yaitu: input, proses, output. Pada tahap input dan proses, kompleksitas tugas meningkat seiring bertambahnya faktor cues.


(29)

Terdapat perbedaan antara pengertian banyaknya cues yang diadakan (number of cues available) dengan banyaknya cues yang terolah (number of cues processed). Banyaknya cues yang ada, seorang decision maker harus berusaha melakukan pemilahan terhadap cues-cues tersebut (meliputi upaya penyeleksian dan pertimbangan-pertimbangan) dan kemudian mengintegrasikannya ke dalam suatu judgment (pendapat). Keputusan bisa diberikan segera bila banyak cues yang diamati tidak meninggalkan batas-batas kemampuan dari seorang decision maker (Chung dan Monroe, 2001 dalam Jamilah dkk, 2007).

Hasil penelitian Chung dan Monroe (2001) dalam Jamilah dkk (2007) mengatakan bahwa kompleksitas tugas yang tinggi berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor. Abdolmohammadi dan Wright (1986) dalam Jamilah dkk (2007) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan judgment yang diambil auditor pada kompleksitas tugas tinggi dan kompleksitas tugas rendah. Stuart (2001) dalam Jamilah dkk (2007) mengatakan bahwa kompleksitas tugas berpengaruh terhadap audit judgment jika perusahaan audit tidak terstruktur. Cheng, dkk (2003) dalam Jamilah dkk (2007) mengatakan bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keputusan. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk menguji konsistensi tersebut.

Wood (1980) dalam Murdisar dan Nelly (2007) menyebutkan kompleksitas tugas dapat dilihat dalam 2 aspek, yaitu:


(30)

a) Kompleksitas komponen, yaitu mengacu pada jumlah informasi yang harus diproses dan tahapan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Suatu pekerjaan dianggap semakin rumit jika informasi yang harus diproses dan tahap-tahap yang harus dilakukan semakin banyak.

b) Kompleksitas koordinatif yang mengacu pada jumlah koordinasi (hubungan antara satu bagian dengan bagian lain) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Suatu pekerjaan dianggap semakin rumit ketika pekerjaan tersebut memiliki keterkaitan dari pekerjaan yang lainnya atau pekerjaan yang akan dilaksanakan tersebut terkait dengan pekerjaan yang sebelumnya dan sesudahmya.

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Murdisar dan Nelly (2007) menunjukkan ketika kompleksitas tugas rendah, akuntabilitas akan mempengaruhi kualitas kerja auditor. Namun ketika kompleksitas tugas tinggi, akuntabilitas tidak berpengaruh pada kualitas pekerjaan auditor. Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang dimiliki seseorang untuk mempertanggung jawabkan sesuatu yang telah mereka kerjakan kepada lingkungan atau orang lain.

4. Kompetensi Auditor

Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary (1983) dalam Lastanti (2005) mendefinisikan keahlian adalah ketrampilan dari seorang ahli. Ahli didefinisikan seseorang yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu atau


(31)

pengetahuan yang tinggi dalam subjek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Trottre (1986) dalam Lastanti (2005) mendefinisikan ahli adalah orang yang dengan ketrampilannya mengerjakan pekerjaan secara cepat, mudah, intuisi, dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.

Hayes-Roth dkk (1983) dalam Murtanto dan Gudono (1999) mendefinisikan keahlian sebagai keberadaan dari pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu, pemahaman terhadap masalah yang timbul dalam lingkungan tersebut, dan ketrampilan untuk memecahkan permasalahan terebut.

Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) dalam Alim dkk (2007) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Susanto (2000) dalam Alim dkk (2007) definisi tentang kompetensi yang sering dipakai adalah karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Definisi kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman (Mayangsari, 2003).


(32)

Adapun kompetensi menurut De Angelo (1981) dalam Elfarani (2007) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor individual, audit tim dan Kantor Akuntan Publik (KAP). Masing-masing sudut pandang akan dibahas lebih mendetail berikut ini:

a. Kompetensi Auditor Individual.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor, antara lain pengetahuan dan pengalaman. Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan khusus) dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi dan industri klien. Selain itu diperlukan juga pengalaman dalam melakukan audit. Seperti yang dikemukakan oleh Libby dan Frederick (1990) dalam Elfarani (2007) bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan sehingga keputusan yang diambil bisa lebih baik.

b. Kompetensi Audit Tim.

Standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika pekerjaan menggunakan asisten maka harus disupervisi dengan semestinya. Dalam suatu penugasan, satu tim audit biasanya terdiri dari auditor yunior, auditor senior, manajer dan partner. Tim audit ini dipandang sebagai faktor yang lebih menentukan kualitas audit (Wooten, 2003 dalam Elfarani, 2007). Kerjasama yang baik antar anggota tim, profesionalime, persistensi, skeptisisme, proses kendali mutu yang kuat, pengalaman dengan klien, dan pengalaman industri


(33)

yang baik akan menghasilkan tim audit yang berkualitas tinggi. Selain itu, adanya perhatian dari partner dan manajer pada penugasan ditemukan memiliki kaitan dengan kualitas audit.

c. Kompetensi dari Sudut Pandang KAP.

Besaran KAP menurut Deis & Giroux (1992) dalam Elfarani (2007) diukur dari jumlah klien dan persentase dari audit fee dalam usaha mempertahankan kliennya untuk tidak berpindah pada KAP yang lain.

Menurut I Gusti Agung Rai (2008:63) terdapat tiga macam kompetensi auditor kinerja , yaitu mutu personal, pengetahuan umum, dan kehlian khusus.

1) Mutu personal

Dalam menjalankan tugasnya, seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik, seperti:

a) Rasa ingin tahu (inquisitive) b) Berpikiran luas (broad minded) c) Mampu menangani ketidakpastian

d) Mampu menerima bahwa tidak ada solusi yang mudah e) Menyadari bahwa beberapa temuan dapat bersifat subjektif f) Mampu bekerja sama dengan tim

2) Pengetahuan umum

Seorang auditor harus memiliki pengetahuan umum untuk memahami entitas yang akan diaudit dan membantu pelaksanaan audit. Pengetahuan dasar ini meliputi kemampuan untuk melakukan review


(34)

analitis (analytical review), pengetahuan teori organisasi untuk memahami suatu organisasi, pengetahuan auditing, dan pengetahuan tentang sektor publik. Pengetahuan akuntansi mungkin akan membantu dalam mengolah angka dan data, namun karena audit kinerja tidak memfokuskan pada laporan keuangan maka pengetahuan akuntansi bukanlah syarat utama dalam melakukan audit kinerja.

3) Keahlian khusus

Keahlian khusus yang harus dimiliki antara lain keahlian untuk melakukan wawancara, kemampuan membaca cepat, statistik, ketrampilan menggunakan komputer (minimal mampu mengoperasikan word processing dan spread sheet), serta mampu menulis dan mempresentsikan laporan dengan baik.

5. Audit Judgment

Hogarth (1992) dalam Jamilah dkk (2007) mengartikan judgment sebagai proses kognitif yang merupakan perilaku pemilihan keputusan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kognitif berhubungan dengan kondisi yang artinya: (1) kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran dan perasaan) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri, (2) proses, pengenalan, dan penafsiran lingkungan oleh seseorang, (3) hasil pemerolehan keuntungan.

Judgment merupakan suatu proses yang terus menerus dalam perolehan informasi (termasuk umpan balik dari tindakan sebelumnya), pilihan untuk bertindak atau tidak bertindak, penerimaan informasi lebih


(35)

lanjut. Proses judgment tergantung pada kedatangan informasi sebagai suatu proses unfolds. Kedatangan informasi bukan hanya mempengaruhi pilihan, tetapi juga mempengaruhi cara pilihan tersebut dibuat. Setiap langkah, di dalam proses incremental judgment jika informasi terus menerus datang, akan muncul pertimbangan baru dan keputusan/pilihan baru. Sebagai gambaran, akuntan publik mempunyai tiga sumber informasi yang potensial untuk membuat suatu pilihan: (1) teknik manual, (2) referensi yang lebih detail dan (3) teknik keahlian. Berdasarkan proses informasi dari ketiga sumber tersebut, akuntan mungkin akan melihat sumber yang pertama, bergantung pada keadaan perlu tidaknya diperluas dengan sumber informasi kedua, atau dengan sumber informasi yang ketiga, tetapi jarang memakai keduanya (Gibbin, 1984) dalam Jamilah dkk (2007).

Judgment akuntan profesional dapat dirusak oleh konflik kepentingan. Terdapat dua konflik kepentingan, yaitu real conflict dan latent conflict. Real conflict adalah konflik yang mempunyai pengaruh pada masalah judgment yang ada, sedangkan latent conflict adalah konflik yang bisa mempengaruhi judgment di masa mendatang.

Dalam pelaksanaan prosedur audit yang mendetail, auditor membuat berbagai pertimbangan (judgment) yang mempengaruhi dokumentasi bukti dan keputusan pendapat auditor (Taylor, 2000) dalam Jamilah dkk (2007). Kenyataan ini membuat auditor harus mengenali resiko-resiko dan tingkat materialitas suatu saldo akun yang telah


(36)

ditetapkan pada saat perencanaan audit. Persoalannya adalah bagaimana auditor mengkomunikasikan masalah tersebut dengan para stafnya, terlebih bila diakui subyektifitas dan pemahaman atas suatu resiko sangat tinggi. Judgment dari audit akan dijumpai pada setiap tahap-tahap audit. Pada tahap perencanaan audit, judgment digunakan untuk menetapkan prosedur-prosedur yang akan dilaksanakan. Hal ini dikarenakan judgment pada tahap awal audit ditentukan berdasarkan pertimbangan pada tingkat materialitas yang diramalkan. Dalam kaitannya dengan laporan keuangan, judgment yang diputuskan oleh auditor akan berpengaruh pada opini seorang auditor mengenai kewajaran laporan keuangan. Tetapi, opini auditor tersebut tidak semata-mata hanya didasarkan atas materialitas tidaknya bukti audit. Ada berbagai faktor-faktor pembentuk opini dari seorang auditor mengenai wajar atau tidaknya suatu laporan keuangan kliennya, yaitu keandalan sistem pengendalian intern klien, kesesuaian pencatatan transaksi akuntansi dengan prinsip akuntansi berterima umum, ada tidaknya pembatasan audit yang dilakukan oleh klien, konsistensi pencatatan transaksi akuntansi.

Pertimbangan auditor (auditor judgment) sangat tergantung pada persepsi mengenai suatu situasi. Judgment yang merupakan dasar dari sikap professional adalah hasil dari beberapa faktor seperti pendidikan, budaya, dan sebagainya, tetapi yang paling signifikan dan tampak mengendalikan semua unsur seperti pengalaman adalah perasaan auditor dalam menghadapi situasi dengan mengingat keberhasilan dari situasi


(37)

sebelumnya. Judgment adalah perilaku yang paling berpengaruh dalam mempersepsikan situasi, dimana faktor utama yang mempengaruhinya adalah materialitas dan apa yang kita yakini sebagai kebenaran (Siegel dan Marconi, 1989 dalam Arum, 2008).

Boynton (2002) dalam Mulyani (2008) auditor harus menggunakan kemahiran profesionalnya dalam pelaksanaan audit dan pembuatan laporan audit dengan cermat dan seksama. Pentingnya pertimbangan (judgment) dalam proses pengauditan merupakan sesuatu hal yang melekat pada setiap tahap pengauditan. Audit judgment adalah kebijakan auditor dalam menentukan pendapat mengenai hasil auditnya yang mengacu pada pembentukkan suatu pendapat atau perkiraan mengenai suatu objek, peristiwa, status, atau jenis peristiwa lainnya. Dalam Mulyani (2008) disebutkan adanya faktor-faktor fundamental audit judgment, yaitu:

a) Pengalaman

Dalam menganalisis audit judgment, pengalaman merupakan komponen audit expertise yang penting. Pengalaman merupakan suatu faktor yang sangat vital yang dapat mempengaruhi judgment yang kompleks. Penelitian menginvestigasikan pengaruh kompleksitas tugas atau audit judgment dalam berbagai tingkatan pengalaman. Mereka menemukan bahwa pertimbangan auditor tidak berpengalaman mempunyai tingkat populasi kesalahan yang signifikan lebih besar dibandingkan auditor berpengalaman (Abdolmuhammadi dan Wring, 1987, Butt 1988 dalam Mulyani, 2008).


(38)

Tubbs (1992) dalam Mulyani (2008) mengatakan ketika auditor menjadi lebih berpengalaman jika:

1) Auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan

2) Auditor memiliki jalan pengertian yang lebih sedikit mengenai kekeliruan

3) Auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan yang tidak lazim

4) Hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan seperti departemen tempat terjadi kekeliruan dan pelanggaran tujuan pengendalian internal menjadi relatif lebih menonjol.

b) Pengetahuan

Auditor harus memiliki baik pengetahuan yang bersifat umum maupun yang khusus dan pengetahuan area auditing, akuntansi dan klien, juga harus mengetahui karakteristik klien yang akan di auditnya karena masing-masing perusahaan berbeda-beda. Pengetahuan khusus tentang suatu industri akan membawa dampak positif terhadap hasil kerja auditor (Djaddang dan Parmono, 2002 dalam Mulyani, 2008). Komponen pengetahuan (knowledge component), merupakan komponen penting dalam suatu keahlian. Komponen pengetahuan meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur,dan pengalaman. Pengalaman dalam beberapa literatur auditing sering digunakan sebagai surrogate dari pengetahuan, sebab pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberi kemajuan bagi pengetahuan (Kanfer dan Stanner,1989 dalam Mulyani, 2008).


(39)

Menurut Brown dan stanner (1983) dalam Murdisar dan Nelly (2007) perbedaan pengetahuan di antara auditor akan berpengaruh terhadap cara auditor menyelesaikan sebuah pekerjaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang auditor akan bisa menyelesaikan sebuah pekerjaan secara efektif jika didukung dengan pengetahuan yang dimilikinya. Kesalahan diartikan dengan seberapa banyak perbedaan (deviasi) antara kebijakan-kebijakan perusahaan tentang pencatatan akuntansi dengan kriteria yang telah distandarkan.

Dalam mendeteksi sebuah kesalahan, seorang auditor harus didukung dengan pengetahuan tentang apa dan bagaimana kesalahan tersebut terjadi (Tubbs, 1992 dalam Mulyani, 2008). Secara umum seorang auditor harus memiliki pengetahuan-pengetahuan mengenai general auditing, fungsional area, computer auditing, accounting issuu, specific industry, general world knowledge (pengetahuan umum), dan problem solving knowledge (Bedard dan Michelene, 1993 dalam Murdisar dan Nelly, 2007).

B. Penelitian Sebelumnya

Sekar Mayangsari (2003) meneliti tentang pengaruh keahlian audit dan independensi terhadap pendapat audit: sebuah kuasieksperimen. Hasil penelitiannya adalah pendapat auditor yang ahli dan independen berbeda dengan auditor yang hanya memiliki salah satu karakter atau sama sekali tidak mempunyai karakter tersebut. Hasil penelitian lain menunjukkan adanya


(40)

interaksi antara keahlian audit dengan jenis informasi yang digunakan berpengaruh terhadap pendapat audit. Faktor independensi lebih jelas berpengaruh terhadap pendapat audit.

Zulaikha (2006) meneliti tentang pengaruh interaksi gender, kompleksitas tugas, dan pengalaman auditor terhadap audit judgment. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perempuan masih mendominasi peran domestik, dan peran ganda perempuan tidak berpengaruh signifikan dalam pembuatan judgment. Kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap keakuratan judgment. Pengalaman sebagai auditor berpengaruh langsung terhadap audit judgment.

Siti Jamilah, Zaenal Fanani, dan Grahita Chandrarin (2007) meneliti tentang pengaruh gender, tekanan ketaatan, dan kompleksitas tugas terhadap audit judgment. Hasil peneltiannya menunjukkan pertama, gender tidak berpengaruh terhadap audit judgment. Kondisi ini menunjukkan bahwa perbedaan gender antara auditor pria dan wanita dengan perbedaan karakter dan sifat yang melekat pada individu masing-masing tidak berpengaruh terhadap judgment yang akan diambilnya. Kedua, tekanan ketaatan berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan ketaatan yaitu perintah dari atasan dan keinginan klien untuk menyimpang dari standar profesional akan cenderung mentaati perintah tersebut walaupun perintah tersebut tidak tepat dan bertentangan dengan standar profesional. Ketiga, kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment artinya para auditor mengetahui dengan


(41)

jelas atas tugas apa yang akan dilakukannya, tidak mengalami kesulitan dalam melakukan tugas dan dapat melakukan tugasnya dengan baik.

Cecilia Engko dan Gudono (2007) meneliti tentang pengaruh kompleksitas tugas dan locus of control terhadap hubungan antara gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja auditor. Hasil penelitiannya adalah hipotesis satu tidak mendukung kompleksitas tugas tidak dapat memoderasi hubungan antara gaya kepemimpinan direktif dan kepuasan kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kompleksitas tugas maka gaya kepemimpinan yang direktif akan menurunkan kepuasan kerja auditor yunior. Hipotesis dua mendukung perilaku pemimpinan dipengaruhi oleh kompleksitas tugas dan tidak dan tidak terpengaruh terhadap kepuasan kerja auditor. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin rendah kompleksitas tugas maka gaya kepemimpinan suportif akan meningkatkan kepuasan kerja auditor. Hipotesis tiga tidak mendukung bahwa auditor yunior yang memiliki locus of control eksternal akan meningkatkan hubungan antara gaya kepemimpinan direktif dan kepuasan kerja. Hipotesis empat tidak mendukung auditor yunior yang memiliki locus of control internal akan meningkatkan hubungan antara gaya kepemimpinan suportif dan kepuasan kerja.

Zuraidah Mohd Sanusi, Takiah Mohd Iskandar, dan June M.L Poon (2007) meneliti tentang pengaruh orientasi tujuan dan kompleksitas tugas dalam penilaian audit judgment. Hasil penelitiannya adalah kompleksitas tugas secara negatif berhubungan dengan penilaian audit kinerja menunjukkan bahwa penilaian auditor lebih baik pada tugas-tugas yang sederhana.


(42)

Enggar Diah Puspa Arum (2008) meneliti tentang pengaruh persuasi atas preferensi klien dan pengalaman audit terhadap pertimbangan auditor dalam mengevaluasi bukti audit. Hasil penelitiannya adalah menunjukkan bahwa persuasi atas klien berpengaruh positif terhadap pertimbangan (judgment) auditor dalam mengevakuasi bukti audit. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa secara simultan persuasi atas preferensi klien dan pengalaman audit berpengaruh nyata (signifikan) terhadap pertimbangan (judgment) auditor dalam mengevaluasi bukti audit.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul dan

Peneliti

Variabel Metodologi Hasil

Pengaruh keahlian audit dan independensi terhadap pendapat audit: sebuah kuasieksperimen Sekar Mayangsari (2003) Independen : Keahlian audit dan independensi

Dependen : Pendapat audit

Eksperimen • independensi

lebih jelas berpengaruh

terhadap pendapat audit • interaksi antara

keahlian audit dengan jenis informasi yang digunakan berpengaruh terhadap pendapat audit Pengaruh Interaksi Gender, Kompleksitas Tugas dan Pengalaman Auditor terhadap Audit Judgment Independen : Interaksi gender, kompleksitas tugas, dan pengalaman auditor

Kuasi eksperimen • peran ganda perempuan tidak berpengaruh signifikan terhadap akuratnya informasi dalam pembuatan judgment • Kompleksitas


(43)

Zulaikha (2006) Dependen : Audit judgment tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap keakuratan judgment • pengalaman sebagai auditor berpengaruh langsung terhadap judgment Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan dan Kompleksitas Tugas terhadap Audit Judgment Siti Jamilah, Zaenal Fanani, dan Grahita Chandrarin (2007) Independen : Gender, tekanan ketaatan, dan kompleksitas tugas Dependen : Audit judgment

Regeresi berganda •Gender berpengaruh terhadap audit judgment

•tekanan ketaatan berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment •kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment

Pengaruh kompleksitas tugas dan locus of control terhadap hubungan antara gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja auditor

Cecilia Engko dan Gudono (2007)

Independen : Kompleksitas tugas dan locus of control Dependen : Hubungan antara gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja auditor Non probability sampling •kompleksitas tugas tidak dapat mempengaruhi hubungan antara gaya kepemimpinan direktif dan kepuasan kerja •perilaku pemimpinan dipengaruhi oleh kompleksitas tugas dan tidak terpengaruh terhadap

kepuasan kerja auditor

•auditor yunior yang memiliki


(44)

locus of control eksternal akan meningkatkan hubungan antara gaya kepemimpinan direktif dan kepuasan kerja

• auditor yunior yang memiliki locus of control internal akan meningkatkan hubungan antara gaya kepemimpinan suportif dan kepuasa kerja Pengaruh orientasi tujuan dan kompleksitas tugas dalam penilaian audit judgment Zuraidah Mohd Sanusi, Takiah Mohd Iskandar, dan June M.L Poon (2007) Independen: Orientasi tujuan dan kompleksitas tugas Dependen: Penilaian Audit judgment

Analisi regresi Kompleksitas

tugas secara negatif berhubungan dengan penilaian audit kinerja Pengaruh persuasi atas preferensi klien dan pengalaman audit terhadap pertimbangan auditor dalam mengevaluasi bukti audit Enggar Diah Puspa Arum Independen : Persuasi atas preferensi klien dan pengalaman audit Dependen : Pertimbanagn auditor dalam

Regresi berganda •persuasi atas preferensi klien berpengaruh positif terhadap pertimbangan (judgment)

• secara simultan persuasi atas referensi klien dan pengalaman audit berpengaruh nyata terhadap pertimbangan


(45)

(2008) mengevakuasi bukti audit

(judgment) auditor

C. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kerangka teori yang telah di kemukakan, maka kerangka berfikir penelitian ini sebagai berikut :

Gender (X1)

Kompleksitas Tugas (X2)

Kompetensi Auditor (X3)

Audit Judgment (Y)

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

D. Hipotesis


(46)

Ha1 = Gender berpengaruh signifikan terhadap Audit Judgment

Ha2 = Kompleksitas Tugas berpengaruh signifikan terhadap Audit Judgment

Ha3 = Kompetensi auditor berpengaruh signifikan terhadap Audit Judgment

Ha4 = Gender, Kompleksitas Tugas, dan Kompetensi Auditor secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Audit Judgment

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Tempat yang digunakan sebagai penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa adanya pengaruh gender, kompleksitas tugas, dan kompetensi auditor terhadap audit judgment.

B. Metode Pemilihan Sampel

Menurut Indriantoro dan Soepomo (2002:115) populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu. Penelitian ini mengambil objek pada auditor-auditor yang terdapat


(47)

pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di DKI Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Convenience Sampling (pemilihan sampel berdasarkan data yang mudah diperoleh peneliti) yaitu dengan cara memilih auditor-auditor berdasarkan data yang diperoleh.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan sebagai berikut :

1. Data Primer (Primary data)

Untuk mendukung penelitian ini dan memperoleh data yang dibutuhkan, maka jenis data yang digunakan adalah data primer. Data primer yang dikumpulkan melalui metode survey dengan menggunakan kuesioner yang dibuat oleh penulis. Kuesioner ini diperoleh dari beberapa sumber referensi, yang kemudian akan dimodifikasi dalam bentuk pertanyaan. Bobot penilaian atau angka hasil kuesioner dalam penelitian ini sesuai dengan yang digambarkan dalam skala likert (Likert Scale). Skala likert menggunakan lima angka penilaian yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak


(48)

Pasti, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Kuesioner ini selanjutnya dikirimkan kepada para karyawan atau staff di KAP yang ada di Jakarta. Pengiriman kuesioner ini dilakukan secara langsung, yaitu dengan mengirimkan langsung kepada kantor yang bersangkutan (Indriantoro dan Soepomo, 2002).

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Penulis menggunakan riset kepustakaan dimana dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca, dan memahami buku, literatur, artikel, jurnal, dan data dari internet.

D. Metode Analisis

1. Uji Kualitas Data

Data-data yang akan digunakan dalam penelitian ini harus terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana penelitian ini dapat diteruskan dan layak untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

a. Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. “suatu kuesioner


(49)

dikatakan reliabel atau handal jika jawaban dari responden terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu” (Ghozali, 2005:41).

Pengujian reliabilitas yang digunakan adalah One Shot atau

pengukuran sekali saja, yang mana pengukuran hanya sekali saja dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur konstruk tertentu menunjukan tingkat reliabilitas yang

digunakan adalah teknik Cronbach Alpha yaitu pengujian yang paling

umum digunakan. “suatu variabel dikatakan reliabel jika menunjukan

nilai Cronbach Alpha lebih besar dari pada 0,60’ menurut pendapat

Nunnally (1967) dalam Ghozali (2005:42).

b. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan di ukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2005:45). Pengujian ini memastikan bahwa masing-masing item pertanyaan dalam kuesioner akan

terklasifikasi pada variabel-variabel yang telah ditentukan (construct

validity).

Uji validitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Setelah itu tentukan hipotesis Ho: skor butir pertanyaan berkorelasi positif


(50)

dengan total skor konstruk dan Ha: skor butir pertanyaan tidak berkorelasi positif dengan total skor konstruk. Setelah menentukan hipotesis Ho: dan Ha, kemudian uji dengan membandingkan r hitung

(tabel corrected item-total correlation) dengan r tabel (tabel Product

Moment dengan signifikansi 0,05) untuk degree of freedom (df) = n-2. Suatu kuesioner dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel (Ghazali, 2005:45).

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert, skala

lima tingkatan yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, kondisi, dan persepsi tentang fenomena sosial. Dalam penelitian ini pengukurannya akan digolongkan ke dalam lima kategori yaitu sangat tidak setuju (STS) dengan skor nilai 1 (satu), tidak setuju (TS) dengan skor nilai 2 (dua), Netral (N) dengan skor nilai 3 (tiga), Setuju (S) dengan skor nilai 4 (empat), dan Sangat setuju (ST) dengan skor 5 (lima).

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk megetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau paling tidak mendekati normal. Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.


(51)

Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Jika data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal dan menngikuti arah garis diagonal, maka menunjukkan pola distribusi normal yang mengindikasikan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data (titik) menyebar menjauh dari garis diagonal, maka tidak menunjukkan pola distribusi normal yang mengindikasikan bahwa model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2005:10).

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen, jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas didalam model regresi adalah sebagai berikut apabila nilai tolerance kurang dari 0,10 atau sama dengan nilai Varance Inflation Factor (VIF) lebih dari 10, maka dapat menunjukan adanya multikolonieritas dan begitu pula sebaliknya (Ghozali,2005:92)

c. Uji Heteroskedasitas

Uji Heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terdapat persamaan atau perbedaan varian yang dapat


(52)

dilihat dari model t grafik scarterplot. Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

1) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan sibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005:15).

3. Uji Hipotesis

Pada penelitian ini penulis menggunakan dua variabel independen dan satu variabel dependen. Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah metode regresi berganda (multiple regression), yaitu regresi yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, yang digunakan untuk menguji Ha1, Ha2, Ha3 dan Ha4 dengan pendekatan interaksi yang

bertujuan untuk memenuhi ekspektasi penelitian mengenai pengaruh gender, kompleksitas tugas, dan kompetensi auditor terhadap audit judgment. Persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ε


(53)

Y : audit judgment

a : konstanta

b1b2b3 : koefisien regresi

X1 : gender

X2 : kompleksitas tugas

X3 : kompetensi auditor

ε : error

Untuk membuktikan kebenaran uji hipotesis, digunakan uji statistik terhadap output yang dihasilkan oleh model Regresi Berganda, uji statistik meliputi:

a. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Dalam output SPSS, koefisien determinasi terletak pada table Model Summaryb dan tertulis Adjusted R Square.

Nilai R2 sebesar 1, berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Jika nilai R2 berkisar


(54)

antara 0 sampai dengan 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi variabel dependen (Ghozali, 2005:45).

b. Uji Regresi Secara Simultan (Uji F)

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independen secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen. Hasil uji F pada output SPSS dapat dilihat pada table ANOVA.

Untuk mengetahui variabel-variabel independen secara simultan mempengaruhi variabel dependen, dilakukan dengan membandingkan p-value pada kolom Sig. Dengan tingkat signifikasi yang digunakan sebesar 0,05. Jika p-value lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak, sebaliknya jika p-value lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima (Nugroho, 2005:53).

c. Uji Regresi Secara Parsial (Uji t)

Uji t dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Hasil uji t ini pada output SPSS dapat dilihat pada table Coefficientsa.

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen, dilakukan dengan membandingkan p-value pada kolom Sig. Masing-masing


(55)

variabel independen dengan tingkat signifikan yang digunakan 0,05. Jika p-value lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Sebaliknya jika p-value lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima (Nugroho, 2005:55).

E. Operasional Variabel Penelitian

Operasional variabel adalah bagaimana menemukan dan mengukur variabel-variabel tersebut dilapangan dengan merumuskan secara singkat dan jelas, serta tidak menimbulkan berbagai tafsiran. Pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala likert. Kemudian jawaban yang didapat akan dibuat skor tertinggi bernilai 5 (lima) dan terendah 1 (satu). Untuk jawabannya yaitu sangat tidak setuju (STS) = skor 1, tidak setuju (TS) = skor 2, tidak pasti (TP) = skor 3, setuju (S) = skor 4, dan sangat setuju (SS) = skor 5.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu:

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel bebas dan mempengaruhi variabel lain (dependen). Variabel independen dalam penelitian ini adalah gender, kompleksitas tugas, dan kompetensi auditor.


(56)

gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati. Gender merupakan variabel independen yang dibedakan menjadi dua kategori yaitu pria dan wanita. Gender merupakan variabel dummy dimana 1=pria dan 0=wanita.

b) Kompleksitas tugas

Tingkat kesulitan tugas dan struktur tugas merupakan dua aspek penyusun dari kompleksitas tugas. Tingkat sulitnya tugas selalu dikaitkan dengan banyaknya informasi tentang tugas tersebut, sementara struktur adalah terkait dengan kejelasan informasi (information clarity).

c) Kompetensi auditor

Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) dalam Alim dkk (2007). Kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. 2. Variabel Dependen

Variable dependen adalah variabel tidak bebas atau yang dipengaruhi variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah audit judgment. Judgment digunakan untuk menetapkan prosedur-prosedur yang akan dilaksanakan. Hal ini dikarenakan judgment pada tahap awal audit ditentukan berdasarkan pertimbangan pada tingkat materialitas yang


(57)

diramalkan. Dalam kaitannya dengan laporan keuangan, judgment yang diputuskan oleh auditor akan berpengaruh pada opini seorang auditor mengenai kewajaran laporan keuangan.

Tabel 3.1 Operasional Varibel

Variabel Sub Variabel Indikator Skala

Gender (X1)

Perbedaan auditor laki-laki dan perempuan dalam pengolahan informasi

Gender merupakan variabel dummy dimana 1=pria dan 0=wanita. Nomi nal

1. Kompleksitas komponen a. Kurangnya pemahama n terhadap tugas b. Tidak adanya informasi yang dibutuhka n c. Tanggung jawab dalam penugasan audit d. Alat bantu

dalam menyelesa ikan tugas Komplek sitas Tugas

(X2)

Wood (1980) dalam Murdisar dan Nelly (2007)

2. Kompleksitas koordinatif a. Job descriptio n (deskripsi jabatan) Interv al


(58)

b.Supervisi dan review dari atasan c. Keterbatas an waktu dalam menyelesa ikan tugas

1. Mutu personal a.Rasa ingin

tahu (inquisitive ) b.Berpikiran luas (broad minded) c.Mampu menangani ketidakpast ian d.Mampu menerima bahwa tidak ada solusi yang mudah e.Menyadari bahwa beberapa temuan dapat bersifat subjektif f. Mampu bekerja dengan tim Kompete nsi Auditor

(X3)

I Gusti Agung Rai (2008)

2. Pengetahuan umum a.Kemampu

an untuk melakukan review analitis (analytical review) b.Pengetahu an teori organisasi Interv al


(59)

untukmem ahami suatu organisasi c.Memiliki pengetahu an tentang auditing d.Memiliki pengetahu an tentang sektor publik

3. Keahlian khusus a.Auditor

memiliki keahlian untuk melakukan wawancara b.Auditor memiliki kemampua n membaca cepat c.Auditor memiliki keahlian dalam bidang statistik d.Auditor memiliki ketrampila n dalam mengguna kan komputer Auditor mampu menulis dan mempresenta sikan laporan dengan baik Audit Judgment 1. engalaman a. Memiliki pelatihan Interv al


(60)

teknis b.Memudah kan mendeteks i adanya kesalahan dalam audit c. Membuat judgment yang baik d.Membuat sadar terhadap akan lebih banyak kekeliruan (Y) dalam Desi Mulyani (2008) 2. engetahuan a.Memiliki pengetahu an tentang metode audit b.Memiliki pengetahu an tentang teknik audit c.Memiliki pengetahu an tentang prosedur audit d.Memiliki pengetahu an tentang standar audit e.Lebih cermat dalam mendeteks i kekeliruan f. Lebih ahli

dalam pengungka


(61)

pan kekeliruan BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Responden

Objek penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdapat di wilayah Jakarta dan yang menjadi subjek penelitian adalah akuntan publik. Pada dasarnya penulis menganalisis faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kualitas audit di KAP tersebut. Penyebaran kuesioner dimulai dari awal bulan Mei 2010 dan pengumpulannya sampai dengan akhir bulan Mei 2010, dalam penyebaran kuesioner peneliti mendatangi langsung Kantor Akuntan Publik. Jumlah kuesioner yang disebarkan adalah sebanyak 60 eksemplar, dengan jumlah pengembalian sebanyak 43 eksemplar, jadi respons rate pada penelitian ini adalah 71,67% dan sisanya 28,33% atau sekitar 17 eksemplar. Dari 43 eksemplar kuesioner yang dikembalikan semua kuesioner dapat diolah untuk penelitian. Pengiriman dan pengembalian kuesioner ditampilkan dalam tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1

Total Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner

Keterangan Frekuensi Presentase

Jumlah kuesioner yang dikirim Jumlah kuesioner yang tidak kembali Jumlah kuesioner yang kembali

60 17 43

100% 28,33% 71,67%


(62)

Jumlah kuesiner yang tidak dapat digunakan Jumlah kuesioner yang dapat digunakan

0 43

0 71,67% Sumber: Data yang Diolah 2010

Responden dari penelitian ini, dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri karakteristiknya. Gambaran mengenai karakteristik dari setiap responden yang ada di ukur berdasarkan nama KAP, usia, pendidikan terakhir, jenis kelamin, jabatan dan lamanya menduduki jabatan di KAP yang terdapat di Jakarta.

Nama-nama Kantor Akuntan Publik yang dijadikan tempat penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2

Data Distribusi Sampel Penelitian

No. Nama KAP Wilayah Kuesioner

dikirim

Kursioner dikembalikan 1. Sofwan & Rekan Jakarta Selatan 12 12 2. Usman & Rekan Jakarta Selatan 5 5 3. Krisnawan &

Rekan

Jakarta Selatan 11 11

4. Ishak,

Saleh,Soewondo & Rekan

Jakarta Selatan 1 1

5. Abdi Ichjar BAP & Rekan

Jakarta Selatan 10 10

6. Junaedi, Chairul, Labib, Subyakto & Rekan

Jakarta Selatan 10 0


(63)

8. Riza Wahono & Rekan

Jakarta Barat 7 7

Sumber: Data yang Diolah 2010

B. Karakteristik Responden

Subjek penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja di KAP yang terdapat di Jakarta. Demografi responden dalam penelitian ini disajikan secara lengkap dalam tabel 4.3

Tabel 4.3 Demografi Responden

Deskripsi Jumlah Presentase

Jumlah Kuesioner 43 100%

Usia 19-30 tahun 31-40 tahun >40 tahun 35 8 0 81,3% 18,7% 0 Jenis Kelamin Pria Wanita 21 22 48,8% 51,2% Pendidikan Terakhir D3 S1 S2 S3 4 36 3 0 9,30% 83,7% 7% 0


(64)

Jabatan Junior Auditor Senior Aditor Supervisor Manajer Patrner 28 8 5 0 2 65,1% 18,60% 11,62% 0 4,68% Lama Jabatan < 3 tahun

3-5 tahun > 5 tahun

32 10 1 74,41% 23,25% 2,34% Sumber: Hasil Kuesioner

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa usia responden yang paling banyak adalah antara 19-30 tahun sebanyak 35 orang (81,3%), kemudian yang berumur 31-40 tahun sebanyak 8 orang (18,7%). Hal ini disebabkan karena menurut peneliti usia yang paling muda biasanya diperintahkan untuk melakukan hal-hal non teknis sepeti mengisi kuesioner ini oleh karyawan yang usianya jauh diatas mereka, karena mungkin sebagian dari mereka yang usianya lebih tua menganggap bahwa hal tersebut dapat menggangu pekerjaan.

Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat bahwa responden wanita yaitu sebanyak 22 (51,2%), sedangkan responden laki-laki sebanyak 21 orang (48,8%). Artinya, sebagian besar responden yang mengisi kuesioner adalah perempuan.

Responden berdasarkan jenjang pendidikan terakhir yaitu yang memilki pendidikan terakhir D3 sebanyak 4 orang (9,30%), responden yang memilki pendidikan teakhir S1 sebanyak 36 (83,7%), responden yang memiliki pendidikan terakhir S2 sebanyak 3 orang (7%), dan tidak ada satu pun responden yang memiliki pendidikan terakhir S3. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena untuk menjadi seorang akuntan publik biasanya Kantor


(65)

Akuntan Publik memberikan persyaratan minimal lulus S1, sehingga yang melamar sebagai auditor kebanyakan adalah sarjana.

Jumlah responden berdasarkan jabatan dapat dilihat pada tabel bahwa responden yang memiliki jabatan sebagai auditor junior sebanyak 28 orang (65,1%), responden yang memilki jabatan sebagai supervisor sebanyak 5 orang (11,62%), dan responden yang memiliki jabatan sebagai partner sebanyak 2 orang (4,68%). Sedangkan responden yang memiliki jabatan sebagai senior auditor sebanyak 8 orang (18,60%), hal ini karena menurut peneliti responden yang menjabat sebagai senior auditor lebih matang dalam melakukan sesuatu dan pengalaman yang mereka milki sudah cukup banyak sehingga untuk melakukan hal-hal non teknis seperti mengisi kuesioner ini mereka lebih paham dan mengerti.

C. Hasil Uji Kualitas Data 1. Reliabilitas

Uji reliabilitas ini dilakukan untuk menguji konsistensi jawaban dari responden melalui pertanyaan yang diberikan. Hasil dari pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah instrumen penelitian yang dipakai dapat digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dapat dikatakan reliable atau handal jika jawaban responden terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.


(66)

Dalam pengujian reliabilitas ini, peneliti menggunakan metode statistik Cronbach Alpha dengan signifikansi yang digunakan sebesar 0,60 dimana jika nilai Cronbach Alpha dari suatu variabel lebih besar dari 0,60 maka butir pertanyaan yang diajukan dalam pengukuran instrumen tersebut memiliki reliabilitas yang memadai. Sebaliknya, jika nilai Cronbach Alpha dari suatu variabel lebih kecil dari 0,60 maka butir pertanyaan tersebut tidak realible. (Ghozali, 2005:42).

Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Jumlah Butir

Pertanyaan

Cronbach Alpha

Kompleksitas Tugas 7 0,752

Kompetensi Auditor 15 0,846

Audit Judgment 10 0,855

Sumber: Data yang Diolah, 2010

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa instrumen untuk setiap variabel penelitian adalah reliabel, karena α hitung > 0,60. Pada variabel gender memiliki α hitung 0,869 > 0,60. Variabel kompleksitas tugas memiliki α hitung 0,752 > 0,60. Variabel kompetensi auditor memiliki α hitung 0,846 > 0,60. Dan variabel audit judgment memilki α hitung 0,855 > 0,60. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa instrument penelitian ini akan menghasilkan data yang sama walaupun digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama.


(67)

2. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah item-item yang ada di dalam kuesioner mampu mengukur peubah yang didapatkan dalam penelitian ini (Ghozali, 2005: 45). Maksudnya untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner dilihat jika pertanyaan dalam kuesioner tersebut mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi antar skor butir pertanyaan Setelah itu tentukan hipotesis H0: dengan total skor

konstruk atau variabel. skor butir pertanyaan berkorelasi positif dengan total skor konstruk dan Ha: skor butir pertanyaan tidak berkorelasi positif dengan total skor konstruk. Setelah menentukan hipotesis H0 dan Ha,

kemudian uji dengan membandingkan r hitung (tabel corrected item-total correlation) dengan r tabel (tabel Product Moment dengan signifikansi 0,05) untuk degree of freedom (df) = n-2, dimana “n” adalah jumlah sampel penelitian sebanyak 43 responden sehingga diperoleh nilai (df) = 43-2 atau nilai df dari 41 adalah 0,254. Suatu kuesioner dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel (Ghozali, 2001:45). Hasil pengujian validitas ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.5

Uji Validitas Variabel Kompleksitas Tugas

Pertanyaan Variabel r hitung r tabel Kesimpulan Butir 1 Kompleksitas Tugas 0,532 0,254 Valid

Butir 2 Kompleksitas Tugas 0,451 0,254 Valid

Butir 3 Kompleksitas Tugas 0,529 0,254 Valid

Butir 4 Kompleksitas Tugas 0,336 0,254 Valid

Butir 5 Kompleksitas Tugas 0,498 0,254 Valid


(68)

Butir 7 Kompleksitas Tugas 0,492 0,254 Valid Sumber: Data yang Diolah, 2010

Tabel 4.5 diatas menjelaskan bahwa variabel kompleksitas tugas mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan, karena nilai kolerasi semua item diatas r tabel yaitu > 0,254. Jadi dapat disimpulkan bahwa masing-masing item pertanyaan dapat disertakan dalam penelitian berikutnya.

Tabel 4.6

Uji Validitas Variabel Kompetensi Auditor

Pertanyan Variabel r hitung r tabel Kesimpulan Butir 1 Kompetensi Auditor 0,559 0,254 Valid Butir 2 Kompetensi Auditor 0,526 0,254 Valid

Butir 3 Kompetensi Auditor 0,389 0,254 Valid Butir 4 Kompetensi Auditor 0,114 0,254 Tidak Valid Butir 5 Kompetensi Auditor 0,288 0,254 Valid Butir 6 Kompetensi Auditor 0,502 0,254 Valid Butir 7 Kompetensi Auditor 0,605 0,254 Valid Butir 8 Kompetensi Auditor 0,431 0,254 Valid Butir 9 Kompetensi Auditor 0,475 0,254 Valid Butir 10 Kompetensi Auditor 0,552 0,254 Valid Butir 11 Kompetensi Auditor 0,508 0,254 Valid


(69)

Butir 12 Kompetensi Auditor 0,435 0,254 Valid Butir 13 Kompetensi Auditor 0,575 0,254 Valid Butir 14 Kompetensi Auditor 0,438 0,254 Valid Butir 15 Kompetensi Auditor 0,313 0,254 Valid

Sumber: Data yang Diolah, 2010

Tabel 4.6 diatas menjelaskan variabel kompetensi auditor terdiri dari 15 item pertanyaan, dari 15 item tersebut terdapat item yang tidak valid yaitu item ke-4 dengan r hitung < 0,254, sehingga harus dikeluarkan dan tidak diikutsertakan dalam pengujian data selanjutnya. Adapun hasil pertanyaan yang tidak valid kemungkinan disebabkan oleh kesibukan responden dan waktu. Pengujian dilakukan kembali berdasarkan item pertanyaan 4 yang sudah dikeluarkan. Hasil pengujian berdasarkan pertanyaan yang sudah dikeluarkan yaitu item pertanyaan 4 dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7

Uji Validitas Variabel Kompetensi Auditor Setelah Item 4 Dikeluarkan

Pertanyan Variabel r hitung r tabel Kesimpulan Butir 1 Kompetensi Auditor 0,581 0,254 Valid Butir 2 Kompetensi Auditor 0,574 0,254 Valid

Butir 3 Kompetensi Auditor 0,377 0,254 Valid Butir 4 Kompetensi Auditor 0,227 0,254 Tidak Valid Butir 5 Kompetensi Auditor 0,501 0,254 Valid Butir 6 Kompetensi Auditor 0,640 0,254 Valid


(1)

Kompleksitas Tugas (X2)

No. Pernyataan/ Pertanyaan SS S TP TS STS

1. Auditor kurang memahami dari setiap tugas yang dikerjakan selama ini

2. Tidak adanya informasi yang tersedia yang dibutuhkan oleh auditor dalam penugasan audit 3. Auditor mengetahui tanggung jawabnya dalam

penugasan audit

4. Alat bantu dalam menyelesaikan tugas sangat mempengaruhi kinerja auditor

5. Deskripsi jabatan menunjukkan apa yang harus dikerjakan dalam setiap penugasan audit

6. Supervisi dan review dari atasan sangat mempengaruhi kejelasan mengenai tugas auditor 7. Auditor di beri waktu sedikit untuk mengerjakan

apa yang diharapkan dari pekerjaan auditor

Kompetensi Auditor (X3)

No. Pernyataan/ Pertanyaan SS S TP TS STS

1. Auditor memiliki rasa ingin tahu (inquisitive) yang tinggi

2. Auditor harus berpikiran luas (broad minded) 3. Auditor mampu menangani ketidakpastian

4. Auditor mampu menerima bahwa tidak ada solusi yang mudah

5. Auditor menyadari bahwa beberapa temuan dapat bersifat subjektif

6. Auditor mampu bekerja sama dengan tim

7. Auditor memiliki kemampuan untuk melakukan review analitis (analytical review)

8. Auditor memiliki pengetahuan teori organisasi untuk memahami suatu organisasi

9. Auditor memiliki pengetahuan tentang auditing 10. Auditor memiliki pengetahuan tentang sektor

public


(2)

wawancara

12. Auditor memiliki kemampuan membaca cepat 13. Auditor memiliki keahlian dalam bidang statistik 14. Auditor memiliki ketrampilan dalam

menggunakan computer

15. Auditor mampu menulis dan mempresentasikan laporan dengan baik

Audit Judgment (Y)

No. Pernyataan/ Pertanyaan SS S TP TS STS

1. Auditor yang berpengalaman adalah auditor yang memiliki pelatihan teknis yang banyak

2. Dengan pengalaman yang dimiliki, maka memudahkan auditor untuk mendeteksi adanya kesalahan dalam audit

3. Dengan pengalaman yang dimiliki, maka memudahkan auditor dalam membuat judgment

yang baik

4. Dengan pengalaman yang dimiliki, maka memudahkan auditor untuk membuat sadar terhadap akan lebih banyak kekeliruan

5. Dalam pelaksanaan audit, auditor harus memiliki pengetahuan tentang metode audit

6. Dalam pelaksanaan audit, auditor harus memiliki pengetahuan tentang teknik audit

7. Dalam pelaksanaan audit, auditor harus memiliki pengetahuan tentang prosedur audit

8. Dalam pelaksanaan audit, auditor harus memiliki pengetahuan tentang standar audit

9. Auditor yang memiliki banyak pengetahuan tentang kekeliruan, maka akan lebih cermat dalam mendeteksi kekeliruan audit

10. Auditor yang memiliki banyak pengetahuan tentang kekeliruan, maka akan lebih ahli dalam pengungkapan kekeliruan audit


(3)

Hasil Uji Asumsi Klasik dan Hipotesis

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 .699(a) .488 .449 2.85218

a Predictors: (Constant), Kompetensi Auditor, Gender, Kompleksitas Tugas

b Dependent Variable: Audit Judgment

ANOVA(b) Mode

l

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 302.738 3 100.913 12.405 .000(a) Residual 317.262 39 8.135

Total 620.000 42 a Predictors: (Constant), Kompetensi Auditor, Gender, Kompleksitas Tugas b Dependent Variable: Audit Judgment


(4)

Regression Standardized Residual

2 1

0 -1

-2 -3

Frequency

10 8 6 4 2 0

Histogram

Dependent Variable: AuditJudgment

Mean =-6.84E-16 Std. Dev. =0.964


(5)

Regression Standardized Predicted Value

3 2

1 0

-1 -2

Regression St

udenti

z

ed

Residual

2 1 0 -1 -2 -3

Scatterplot


(6)

Usia Responden Jenis Kelamin Jenjang Pendidikan Jabatan Lama Bekerja Responden 19-30 Th 31-40 Th > 40 Th Laki-Laki Perempuan D3 S1 S2 S3 Patner Rekan Supervisor SA JA < 3 Th 3-5 Th > 5 Th

1 1 1 1 1 1

2 1 1 1 1 1

3 1 1 1 1 1

4 1 1 1 1 1

5 1 1 1 1 1

6 1 1 1 1 1

7 1 1 1 1 1

8 1 1 1 1 1

9 1 1 1 1 1

10 1 1 1 1 1

11 1 1 1 1 1

12 1 1 1 1 1

13 1 1 1 1 1

14 1 1 1 1 1

15 1 1 1 1 1

16 1 1 1 1 1

17 1 1 1 1 1

18 1 1 1 1 1

19 1 1 1 1 1

20 1 1 1 1 1

21 1 1 1 1 1

22 1 1 1 1 1

23 1 1 1 1 1

24 1 1 1 1 1

25 1 1 1 1 1

26 1 1 1 1 1

27 1 1 1 1 1

28 1 1 1 1 1

29 1 1 1 1 1

30 1 1 1 1 1

31 1 1 1 1 1

32 1 1 1 1 1

33 1 1 1 1 1

34 1 1 1 1 1

35 1 1 1 1 1

36 1 1 1 1 1

37 1 1 1 1 1

38 1 1 1 1 1

39 1 1 1 1 1

40 1 1 1 1 1

41 1 1 1 1 1

42 1 1 1 1 1

43 1 1 1 1 1

44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89

Total 35 8 0 21 22 4 36 3 0 0 2 5 8 28 32 10 1


Dokumen yang terkait

PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT (STUDI EMPIRIS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI YOGYAKARTA)

0 4 60

PENGARUH GENDER, KOMPLEKSITAS TUGAS, TEKANAN KETAATAN, DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP Pengaruh Gender, Kompleksitas Tugas, Tekanan Ketaatan, Dan Pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Audit ( Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta dan D

0 2 15

PENGARUH GENDER, KOMPLEKSITAS TUGAS, TEKANAN KETAATAN, DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP Pengaruh Gender, Kompleksitas Tugas, Tekanan Ketaatan, Dan Pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Audit ( Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta dan D

1 7 14

PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, KOMPLEKSITAS TUGAS, DAN PENGALAMAN AUDITOR Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, Kompleksitas Tugas, Dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment ( Study Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Semarang ).

0 2 15

PENDAHULUAN Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, Kompleksitas Tugas, Dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment ( Study Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Semarang ).

0 1 9

PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, KOMPLEKSITAS TUGAS, DAN PENGALAMAN AUDITOR Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, Kompleksitas Tugas, Dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment ( Study Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Semarang ).

0 1 14

PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, KOMPLEKSITAS TUGAS, PENGALAMAN AUDITOR DAN PENGETAHUAN AUDITOR Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, Kompleksitas Tugas, Pengalaman Auditor Dan Pengetahuan Auditor Terhadap Audit Judgment (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan

1 1 17

SKRIPSI PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT (Studi Empiris Pada Auditor di Kantor Akuntan Publik Surakarta dan Yogyakarta).

0 0 15

PENDAHULUAN PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT (Studi Empiris Pada Auditor di Kantor Akuntan Publik Surakarta dan Yogyakarta).

0 0 6

PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, KOMPLEKSITAS TUGAS, DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP AUDIT Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, Kompleksitas Tugas, Dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Surakarta Dan

0 0 16