PENDAHULUAN Dalam bab ini dikemukakan Latar belakang masalah, Pembatasan dan KERANGKA TEORI Berisi tentang Teori Kafa’ah dalam perkawinan diantaranya Dasar

BAB II KERANGKA TEORI

A. Kafa’ah dalam perkawinan

Menurut etimologi bahasa kafa’ah berasal dari bahasa arab, yaitu ء Dآ atau Dآ آ ءD f ŒDآ artinya: yang sama, semacam, sepadan. Jadi kafa’ah atau Kufu’ itu artinya adalah sepadan, sejodoh, seimbang, sederajat. 9 Sayyid Sabiq mengemukakan dalam buku Fiqh Sunnahnya bahwa yang dimaksud dengan kufu’ dalam hukum perkawinan Islam ialah sama, sederajat, sepadan atau sebanding. Lakiflaki sebanding dengan calon isterinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dengan akhlak serta kekayaan. 10 Sedangkan pengertian kufu‘ menurut istilah hukum Islam, yaitu“keseimbangan dan keserasian antara calon isteri den calon suami sehingga masingfmasing calon tidak merasa berat untuk melakukan perkawinan“, atau lakif laki sepadan dengan calon isterinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan. 11 9 Mahmud Yunus, , Jakarta, PT. Nidakarya Agung, 1989, hal.378 10 Sayyid Sabiq, 0 , Bandung, PT. Alma’arifm 1981, Cet. I, hal.36 11 Abd Rahman Ghazaly, , Bogor, Kencana, 2003, hal.96 Kafa’ah itu sendiri merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu fiqh, dan hal ini biasanya berlaku dalam perkawinan. Sedangkan maksud kafa’ah dalam perkawinan adalah keserasian antara calon suami dan calon isteri, sehingga pihakf pihak yang berkepentingan tidak keberatan terhadap perkawinan itu. 12 Riwayat At Tirmidzi dari Abu Hurairah. Rasulullah saw, bersabda: ل Ž F ه 6ا 7 : و 7 ا 6, ا ر ل : اذ ‘ ا ’“. ا ”.و F د نG – 9 ، ّو˜ Ž . و ضرšا 6 › ‘–ا D– šا œF 7 د 3 9 ا Žاور ى ٤ ا 13 1 , 1 2 13 4 5 6 6 3 7 5 0 8 Dalam hadist ini, titahnya ditunjukan kepada para wali agar mereka mengawinkan perempuanfperempuan yang dikawininya kepada lakiflaki peminangnya yang beragama, amanah dan berakhlak. Jika mereka tidak mau mengawinkan dengan lakiflaki yang berakhlak luhur, tetapi memilih lakiflaki yang tinggi keturunannya, berkedudukan dan harta, berarti akan mengakibatkan fitnah dan kerusakan tak ada hentinya bagi lakiflaki tersebut. 12 Kamal Muktar, 4 , 5 , Jakarta, Bulan Bintang, 1974, hal.69 13 Drs. H. Moh. Zuhri Dipl.Tapl, , Semarang, CV. Asy syifa, 1992, hal. 409