Persepsi masyarakat Lebaksiu-Tegal terhadap kafa'ah dalam perkawinan

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT LEBAKSIU – TEGAL

TERHADAP KAFA’AH DALAM PERKAWINAN

Disusun Oleh:

SUTIKNO NIM: 205044100582

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2011 M/1432 H


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

ب

ا

ا ا

ا ِ ُ َ ْاَ

ِ

ا

َٔ َ!ِ" #ُ$ُ% َ َ" َ&

ٕا ِ(ِ)َ ْ*!ِ" !ْ َ+ْ,

-اَ#ْ.

ّ1 اَو

ّ3 اَو ُة 5

َّ َ6$َ7 ُم5

- ِ

ّ َ ُ9

ّا ن ٍ

ِ

ٓء َ> ئَ ُ@ِْ" ْي

َ

-‚

ٰا َ6$َ7َو

ّا ِ(+ْ َ,َو ِ(ِ

ِ

ًةَ ِDْEَ9 ِ ا َ ِ9 اْ#ُ - َ ْF

ِو

-اَ#ْGر

ֽ

ّ9 ا

ُ ْ*َ"

׃

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Ilahi Robby, Sholawat dan salam senantiasa tercurah ke haribaan junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan taufik dan hidayahnya, serta nikmat sehat, iman dan islam. Allah SWT telah menciptakan manusia beraneka ragam, disertai dengan kelengkapan akal pikiran sehingga menjadi manusia yang kreatif, inovatif, dan mampu memahami serta mengamalkan normafnorma ajaran Islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : ” PERSEPSI MASYARAKAT LEBAKSIU – TEGAL TERHADAP KAFA’AH DALAM PERKAWINAN”

Alhamdullilah dalam penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan banyak terima kasih terutama orang tua tercinta, ibunda, beserta kakak dan kepada isteri dan anakfanak yang telah memberikan motivasi, nasehat dan kontribusi sehingga dapat selesainya pendidikan Sf1 di UIN Jakarta. Semoga Allah swt memberikan balasan dan rIzki yang tiada hentinya kepda kita semua.

Tak lupa pula, penulis mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan kepada pihakfpihak yang telah memberikan motivasi dalam penulisan skrisi ini, terutama kepada:


(5)

1. Prof. Dr. M. Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

2. Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA, selaku Ketua Kordinasi Teknis AlfAkhwal AlfSyaksiyah

3. Drs. H. Ahmad Yani, MA, yang telah memberikan bimbingan kepada penulis secara intensif dan efektif sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Seluruh dosen Jurusan fakultas syari’ah umumnya dan khususnya dosen jurusan

SAS atas bimbingannya hingga penulis mampu membuat dan menyelesaikan skripsi ini.

5. Pihak perpustakaan Syaria’ah dan Hukum, yang telah memberikah fasilitas serta kemudahan pada penulis untuk mengadakan studi perpustakaan. Dan temanf teman yang memberikan semangat kepada penulis.

6. Dr. Halimah Ismail, selaku dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang selalu memberikan Didikkan yang matang sehingga tidak terkira sampai penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepala Desa Lebaksiu dan para karyawanfkaryawati yang telah memberikan data masyarakat lebaksiu untuk melengkapi skripsi ini.

8. Ibunda tercinta Tuti Sukarti dan kakakfkakakku yang telah memberikan nasehat dan motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Yang tersayang isteri dan anakfanak, Nita Rochman, Nino Yoga Pratama dan Safwatul Hadi yang telah memberikan inspirasi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.


(6)

10. H. Abdul Aziz Kamaluddin, MA, selaku pimpinan KUA kecamatan cilandak yang telah memberikan semangat dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

11. Temanfteman semua yang telah membantu penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt, mudahfmudahan apa yang telah penulis selesaikan dan penulis lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan ridho dari Allah Swt dan semoga skripsi ini dapat menjadi pedoman dan manfaat. Amin

Jakarta: 20 Juni 2011 M_______ 18 Rajab 1432 H


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI ……….. iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………...6

C. Tujuan Penelitian………..7

D. Metode Penelitian……….7

E. Sistematika Pembahasan……….11

BAB II KERANGKA TEORI A. Kafa’ah dalam perkawinan……….13

1. Dasar Hukum………20

2. Urgensi Kafa‘ah………....24

B. Persepsi Tentang Kafa’ah...……….31

BAB III GAMBARAN UMUM DESA LEBAKSIU KECAMATAN. LEBAKSIU KAB. TEGAL A. Letak Geografis………..43


(8)

C. Kondisi Sosial Masyarakat Desa LebaksiufTegal………...48

1.Sarana Ibadah………...48

2. Sarana Pendidikan ………...49

3. Sarana Sosial ………..50

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden………....51

B. Pemahaman Masyarakat Desa Lebaksiu Tentang Kafa’ah………....54

C. Persepsi Masyarakat Desa Lebaksiu Tentang Pengaruh Kafa’ah...59

D. Analisis Hasil Penelitian………...65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...69

B. Saran...70

DAFTAR PUSTAKA ...72 LAMPIRAN & LAMPIRAN


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan suatu cara yang diciptakan Allah SAW untuk mendapatkan kebahagiaan. Dalam hal ini, Nikah juga merupakan suatu perjanjian perikatan seorang lakiflaki dengan seorang perempuan. Perjanjian disini bukan sembarang perjanjian seperti perjanjian jual beli atau sewa menyewa, tapi merupakan perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara seorang lakiflaki dan perempuan.

Kebahagian hidup merupakan salah satu citafcita bagi semua orang dalam kehidupannya, baik kebahagian karena keberhasilan menjalankan tugas dan kewajibannya maupun keberhasilan dalam menghindari suatu penderitaan.

Perkawinan sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan lakiflaki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan.Sebuah perkawinan dapat menentramkan jiwa, meredam emosi, menutup pasangan dari segala yang dilarang Allah, mendapatkan kasih sayang suami isteri yang dihalalkan oleh Allah. Sementara tujuan lainnya perkawinan yaitu untuk mengembangkan keturunan, dan untuk menjaga ikatan kekeluargaan, serta


(10)

mempererat ikatan kasih sayang sesama mereka. Karena keluarga yang diikat dengan cinta kasih adalah keluarga yang kokoh dan bahagia.1

Perkawinan merupakan kegiatan alamiah yang dilakukan oleh umat manusia untuk tetap melestarikan keturunannya. Agama Islam menganjurkan perkawinan, sedangkan arti perkawinan itu sendiri adalah suatu ikatan lahir dan batin antara dua orang, lakiflaki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga yang dilangsungkan menurut ajaran syari’at Islam.

Islam diibaratkan sebagai ikatan yang sangat kuat, bagaikan ikan dengan airnya, dan bagaikan beton bertulang yang sanggup menahan getaran gempa. Kalau kita amati, pada awalnya mereka yang melakukan pernikahan tidak saling mengenal dan kadang kala mereka mendapatkan pasangan yang berjauhan. Akan tetapi tatkala memasuki perkawinan, mereka begitu menyatu dalam keharmonisan, bersatu dalam menghadapi tantangan dalam mengarungi bahtera kehidupan.

Untuk mencapai kebahagian, ketenangan dan kasih sayang dalam suatu rumah tangga, diperlukan adanyan keserasian atau keseimbangan antara kedua belah pihak calon suami dan isteri tersebut. Keserasian dan keseimbangan tersebut dalam hukum pernikahan Islam dikenal dengan istilah Menurut Sayyid Sabiq kafa’ah dalam penikahan berarti sederajat, sama dan sebanding. Maksudnya adalah lakiflaki sebanding dengan calon isterinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak serta


(11)

kekayaannya. Tidaklah diragukan lagi jika kedudukan antara lakiflaki dan perempuan sebanding, merupakan factor kebahagiaan hidup suami isteri dan menjamin keselamatan lakiflaki dan perempuan dari kegagalan dan kegoncangan rumah tangga2.\

Hubungan perkawinan merupakan salah satu aspek hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, Juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan lainnya. Karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama, maka didalamnya adanya tujuan dan maksud mengharapkan keridhaan Allah SWT.3

Perkawinan merupakan suatu ketentuan Allah didalam menjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum, menyeluruh, berlaku tanpa terkecuali baik bagi manusia, hewan dan tumbuhftumbuhan.

4

Sedangkan Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,

2 Sayyid Sabiq, (Bandung, PT. Alma’arif, 1981), Cet. I, hal. 36 3 Sulaiman Rasjid, (Bandung, PT.Sinar Baru Algesindo, 1994), Cet.27, hal.375 4 Abd. Qadir Jaelani, ,(Surabaya, Bina Ilmu, 1995), hal.41


(12)

sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga yang

sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga.5

Tujuan keseimbangan dalam perkawinan ini memang sama dengan tujuan perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Untuk itu suami isteri perlu adanya rasa saling membantu dan saling melengkapi agar masingfmasing dapat mengembangkan kepribadiannya, membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material. Sejalan dengan berkembangnya zaman sekarang ini, nampaknya masih banyak dari kalangan masyarakat kita yang terus menerus mementingkan materi dalam menempuh perkawinan, mereka lupa bahwa ada aspek lain yang tidak dapat, dihargai dengan nilai materi. Akan tetapi karena pada umumnya, mereka hanya memandang pada aspek yang nyata saja dalam kehidupan ini, maka akhirnya mereka lupa akan makna dan tujuan perkawinan itu.

Dalam menentukan pilihan terhadap calon istri atau suami, Islam telah Menganjurkan agar kesetaraan antara calon suami dan calon istri hendaknya dipenuhi oleh kedua belah pihak yang setara kedudukannya ditengah masyarakat, seperti dalam segi ekonomi, intelektual, pendidikan, dan lainnya. Hal ini harus


(13)

diperhatikan dari sejak awal demi menjaga masa depan perkawinan kedua belah pihak.6

Untuk dapat terbina dan terciptanya suatu rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, Islam menganjurkan agar adanya kafa’ah atau keseimbangan antara calon suami dan calon istri. Tetapi hal ini bukanlah merupakan suatu yang mutlaq, melainkan suatu hal yang harus diperhatikan guna tercapainya tujuan pernikahan yang bahagia dan abadi. Karena pada prinsipnya Islam memandang sama kedudukan umat manusia dengan manusia lainnya.

Kafa’ah itu sendiri mempunyai arti kesamaan, serasi, seimbang, dan lainnya. Kalau dalam artian luas yaitu keserasian antara calon suami dan calon istri, baik itu dalam agama, akhlak, kedudukan, keturunan, pendidikan dan lainnya. Namun, meskipun konsep kafa’ah ini bukanlah merupakan suatu hal yang dapat menjamin kebahagiaan keluarga, tetapi pada umumnya masyarakat mempunyai persepsi.

Jika salah satu anggotanya akan melangsungkan perkawinan, maka sudah menjadi keharusan pula pasangan yang akan dijadikan calon mempelainya itu harus mempunyai kriteriafkriteria yang telah ditetapkan jauh sebelum akad pernikahan dilaksanakan. Masyarakat beranggapan bahwa suatu rumah tangga akan mencapai kebahagiaan apabila kriteriafkriteria tersebut ada dan dimiliki

6 Syaikh Adil Fathi Abdullah,

! (Jakarta, Pustaka Kamil, 2004),


(14)

setidaknya oleh orang tua calon pasangannya dan lebih baik lagi bila dimiliki oleh pasangan yang nantinya mendampingi kehidupan dari salah satu bagian anggota keluarganya.

Berdasarkan pengamatan sementara, bahwasanya di Desa Lebaksiu Kabupaten Tegal mengutamakan faktor kafa’ah sebagai pertimbangan utama untuk melangsungkan pernikahan dengan tujuan untuk mencapai keharmonisan rumah tangga, namun kenyataannya tidak semua masyarakat menjalankannya. Factor kafa’ah sebagai pertimbangan utama untuk melangsungkan proses pernikahan akan tetapi ada juga yang berakhir dengan perceraian.

Untuk lebih jelas mengetahui bagaimana masyarakat Desa Lebaksiu Kabupaten Tegal tentang pemahaman kafa’ah dalam perkawinan dan persepsi masyarakat tentang pengaruh dari kafa’ah itu sendiri dalam melaksanakan pernikahan. Karena itu sangat penting untuk dikaji sebagai pedoman.

Maka penulis akan menguraikan pembahasan mengenai kafa’ah tersebut dalam skripsi berjudul “PERSEPSI MASYARAKAT LEBAKSIU – TEGAL TERHADAP KAFA’AH DALAM PERKAWINAN”

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Kafa’ah dalam perkawinan meliputi adanya factor keturunan, kekayaan, kecantikannya, dan factor agama. Karena permasalahan kafa’ah sangat luas, maka dengan penelitian ini dibatasi pada beberapa masalah tentang kafa’ah dalam perkawinan di Desa LebaksiufTegal.


(15)

Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman masyarakat Lebaksiu di Desa Lebaksiu Kec. Lebaksiu Kab.Tegal tentang kafa’ah dalam perkawinan?

2. Bagaimana persepsi masyarakat lebaksiu di Desa Lebaksiu Kec. Lebaksiu Kab. Tegal terhadap pengaruh kafa’ah dalam perkawinan?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan masalah yang dirumuskan di atas, maka tujuan penulisan

skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat Desa Lebaksiu Kecamatan Lebaksiu kab.Tegal tentang kafa’ah

2. Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat desa lebaksiu kec. Lebaksiu Kab. Tegal terhadap pengaruh kafa’ah dalam perkawinan.

D. Metode Penelitian

1. "

Dalam penelitian ini diaplikasikan metode penelitian empiris. Dilihat dari sudut pandang sumber datanya, penelitian ini merupakan penelitian lapangan ( # ). Dilihat dari sudut pandang sifat data yang dihimpun,


(16)

penelitian ini merupakan kualitatif.7 Pendekatan kualitatif bermanfaat untuk memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat agar semakin jelas. Dilihat dari tujuan yang hendak dicapai, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.8 Dilihat dari sisi adanya penerapan teknik sampling, penelitian ini merupakan penelitian survai. Dimana penelitian survai merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan $ % &

sebagai alat pengumpul data yang pokok.

' (

Ada dua jenis data yang dihimpun dalam penelitian ini, yaitu data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung bersumber dari responden penelitiannya, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi perpustakaan yang bertujuan untuk memperkuat data. Dan diihimpun dengan teknik $ % &

3 " ) & "%)

a. Sampel

Sampel dalam penelitian, sebagian dari populasi yang digunakan dalam penelitian berhubung jumlah polulasi tersebut terlalu banyak, maka pengambilan sampel menggunakan teknik sampling acakan yang sederhana (Simple Random Sampling).

7

% " * + % , Marsi Singarimbun dan Sofian effendi. Rev. ed. Jakarta:

LP3ES, 1989, hal. 9f11

8 J, Supranto,


(17)

Hal ini sampel yang gunakan dengan menyebarkan % &

sebanyak 100 % & terhadap responden yang akan diteliti, namun

jumlah yang tersebut ternyata 90 questionary yang bias digunakan untuk sampel. Karena hal ini masih adanya data yang kurang lengkap dari para responden.

Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah masyarakat Desa Lebaksiu Kecamatan Lebaksiu yang belum menikah maupun sudah menikah berusia antara 17 s/d 50 tahun sesuai dengan daftar nama yang diperoleh dari kantor desa dan jumlah kepala keluarga yang ada.

$ % & disebarkan kepada 100 orang responden. $ % &

memuat 20 (dua puluh) item pertanyaan (lihat lampiran), yang terdiri atas 9 (Sembilan) item pertanyaan tentang identitas asalfusul responden, 5 (lima) item yang merupakan masalah perkawinan dan 15 (lima belas) item pertanyaan yang merupakan indikator responden terhadap pemahaman dan persepsi kafa’ah dalam perkawinan.

b. Populasi

Subyek populasi yang digunakan sebagai penelitian ini yaitu masyarakat Desa Lebaksiu Kecamatan Lebaksiu Tegal yang setiap rukun warga digunakan sebagai penelitian Angket yang telah dibuat oleh penulis.

- ! " ) (

Data yang diperlukan dalam skripsi ini dikumpulkan dari sumbernya dengan teknik :


(18)

a. Angket (Questionary) : Yaitu serangkaian pernyataan secara tertulis yang disertai dengan kemungkinanfkemungkinan jawaban yang dipilih oleh responden tentang kafa’ah dalam perkawinan.

b. Inteview : Yaitu pengumpulan data dengan menggunakan Tanya jawab yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Teknik ini merupakan teknik untuk memperoleh data demografis untuk mengetahui lebih jauh pemahaman masyarakat desa lebaksiu kab. Tegal tentang pentingnya kafa’ah dalam perkawinan.

c. Dokumentair : Dengan teknik ini penulis dapat memperoreh data, dokumen, serta keterangfketerangan tertulis lainnya yang dapat mendukung keontetikan hasil interview, angket, dan juga sebagai rujukan permasalahan yang akan dibahas.

5. ! (

Data yang telah diolah diatas akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, sebagai berikut :

a. Deskriptif : Yaitu menggambarkan apa adanya. Maksudnya menggambarkan apa adanya hasil penelitian yang berkaitan dengan pentingnya kafa’ah dalam perkawinan.

b. Kualitatif : Digunakan untuk mengetahui sejauh mana pentingnya kafa’ah dalam perkawinan, yang diperoleh dari sumbernya, baik secara lisan maupun tertulis, kemudian disusun secara sistematis untuk mendapatkan gambaran yang jelas.


(19)

6. ! "

Adapun teknik penulisan skripsi ini menggunakan atau berpedoman

kepada buku “" % " ) & , .

& , & '// .”

E. Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini dibagi kedalam lima bab pembahasan, dan setiap babnya dibagi menjadi beberapa sub bab dengan perincian sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini dikemukakan Latar belakang masalah, Pembatasan dan

Perumusan masalah, tujuan Penelitian, Metode Penelitian, serta Sistematika Pembahasan.

BAB II KERANGKA TEORI

Berisi tentang Teori Kafa’ah dalam perkawinan diantaranya Dasar

hukum, urgensi kafa’ah, Serta Teori Persepsi terhadap kafa’ah dalam perkawinan.

BAB III GAMBARAN UMUM DESA LEBAKSIU KEC. LEBKASIU KAB. TEGAL

Berisi tentang Letak Geografis, Struktur Pemerintahan, Sarana Ibadah, Sarana Pendidikan, dan Sarana Sosial.


(20)

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai Karakteristik responden, Pemahaman masyarakat desa lebaksiu tentang kafa’ah, Persepsi terhadap pengaruh kafa’ah, Analisis hasil penelitian.

BAB V PENUTUP


(21)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Kafa’ah dalam perkawinan

Menurut etimologi (bahasa) kafa’ah berasal dari bahasa arab, yaitu

ء Dآ

atau

ŒDآ

f

ء#D

آ

#Dآ

artinya: yang sama, semacam, sepadan. Jadi kafa’ah atau Kufu’ itu artinya adalah sepadan, sejodoh, seimbang, sederajat.9

Sayyid Sabiq mengemukakan dalam buku Fiqh Sunnahnya bahwa yang dimaksud dengan kufu’ dalam hukum perkawinan Islam ialah sama, sederajat, sepadan atau sebanding. Lakiflaki sebanding dengan calon isterinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dengan akhlak serta kekayaan.10

Sedangkan pengertian kufu‘ menurut istilah hukum Islam, yaitu“keseimbangan dan keserasian antara calon isteri den calon suami sehingga masingfmasing calon tidak merasa berat untuk melakukan perkawinan“, atau lakif laki sepadan dengan calon isterinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan.11

9 Mahmud Yunus,

% , (Jakarta, PT. Nidakarya Agung, 1989), hal.378

10 Sayyid Sabiq,

0 , (Bandung, PT. Alma’arifm 1981), Cet. I, hal.36


(22)

Kafa’ah itu sendiri merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu fiqh, dan hal ini biasanya berlaku dalam perkawinan. Sedangkan maksud kafa’ah dalam perkawinan adalah keserasian antara calon suami dan calon isteri, sehingga pihakf pihak yang berkepentingan tidak keberatan terhadap perkawinan itu.12

Riwayat At Tirmidzi dari Abu Hurairah. Rasulullah saw, bersabda:

ل % Ž F ه 6"ا 7

:

$ و ( $7 ا 6$, ا # ر ل %

:

اذ

‘ ا ’“. ا

(”$.و (!F د ن#G – 9

،

ّو˜

Ž#>

.

و ضرšا 6 ›!) ‘–ا #$*D– šا

œF 7 د 3

)

9 ) ا Žاور

ى

(

٤ ا 13

& 1

( , 1 2 13 )

% & & & ) 4

) ) 5 ) & 6

& # & 6 &

3 7 5 & ! 0 8

Dalam hadist ini, titahnya ditunjukan kepada para wali agar mereka mengawinkan perempuanfperempuan yang dikawininya kepada lakiflaki peminangnya yang beragama, amanah dan berakhlak. Jika mereka tidak mau mengawinkan dengan lakiflaki yang berakhlak luhur, tetapi memilih lakiflaki yang tinggi keturunannya, berkedudukan dan harta, berarti akan mengakibatkan fitnah dan kerusakan tak ada hentinya bagi lakiflaki tersebut.

12 Kamal Muktar,

4 , ! " 5 , (Jakarta, Bulan Bintang,

1974), hal.69

13 Drs. H. Moh. Zuhri Dipl.Tapl,

! 0 ', (Semarang, CV. Asy syifa, 1992), hal.


(23)

Kafa’ah itu sendiri bukan menjadi syarat bagi pernikahan tetapi jika tidak dengan keridhaan masingfmasing, yang lain boleh membatalkan pernikahan itu dengan alasan tidak sekufu’(sederajat atau sepadan).14

Hasbullah Bakry menjelaskan bahwa pengertian kafa’ah ialah di antara calon suami dengan calon isterinya setidakftidaknya dalam tiga perkara yaitu agama (samfsama Islam), harta (samafsama berharta), dan kedudukan dalam masyarakat (samafsama merdeka).15

Kafa’ah juga menurut istilah dikemukakan oleh Alhamdani yang mengartikan bahwa kafa’ah sebagai penyesuaian keadaan antara si suami dengan perempuannya, sama kedudukannya. Suami seimbang dengan kedudukannya dengan isterinya di masyarakat, sama baik akhlaknya dan kekayaannya.16

Kafa’ah menurut istilah juga dikemukakan oleh M. Ali Hasan yang mengartikan kafa’ah sebagai kesetaraan yang perlu dimiliki oleh calon suami dan isteri, agar dihasilkan keserasian hubungan suami isteri secara mantap dalam menghindari celaan di dalam masalahfmasalah tertentu.17

Dari pengertian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian kafa’ah secara umum adalah keserasian atau kesetaraan antara calon suami

14 Sulaiman Rasyid, , (Bandung, Sinar Baru Alghesinde, 1997), Cet. 31, hal.390 15 Hasbullah Bakry,

" % % , (Jakarta, UI PREES, 1998), hal.159

16 H.S.A Al Hamdani, , (Jakarta, Pustaka Amani, 2002), hal. 15 17 M Ali Hasan,

" % , ) 9 ! ( , (Jakarta, Prenada Media,


(24)

dengan calon isterinya yang akan melangsungkan perkawinan dari semua aspek, baik itu aspek agama, kekayaan, pendidikan ataupun status sosial, atau juga dari aspek kecantikan.

Oleh karena itu, hendaknya pihakfpihak yang mempunyai hak sekufu itu menyatakan pendapatnya tentang calon mempelai keduanya. Sebaliknya, persetujuan tentang sekufu ini oleh pihakfpihak yang terkait berhak dicatat, sehingga dapat dijadikan alat bukti, seandainya ada pihak yang akan menggugat nanti.18

Kafa’ah dalam perkawinan hanya di perlakukan bagi lakiflaki bukan perempuan, artinya orang lakiflakilah yang disyaratkan agar sekufu dengan perempuan yang akan dikawininya, setingkat dengan perempuan dan si perempuan tidak disyaratkan harus sepadan dengan lakiflakinya.19

Dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasul memberi pedoman dalam memilih pasangan yaitu :

ّ! ا 7 ة F ه ¡" ا 7

ّ6+

ل % *$,

¢"ر£ ةأ ا ¥‘!–

:

، @

و

ا تا " D§ ، @!F و ، @ >و ، @+3

ّ

كا F ©" – F

)

ث

18 Kamal Muktar,

4 , ! " 5 , (Jakarta, Bulan Bintang,

1974), hal. 75


(25)

$39و ىر «+ ا ةور ¥,

(

ا ٢

20 Artinya:

Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah bersabda :“Wanita dinikahi karena empat hal:

& & # &

& 7 & ) 8 ) 5 & ) 7 4 & 8 7Hadist shahih Riwayat

Bukhari dan Muslim8

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sekufu, sederajat, seimbang dalam perkawinan antara lakiflaki dan perempuan. Ada beberapa faktor di dalamnya diantaranya :

Pada dasarnya masalah keturunan bukan lagi hal yang perlu diperdebatkan lagi karena yang demikian itu tidak lagi menjadi halangan pada zaman sekarang ini, namun perlu diketahui sekufu dalam keturunan sudah ada sejak dahulu.

Riwayat Abu Daud, Rasulullah saw bersabda:

ل % $ و ( $7 ا 6$, 6+! ا نا (!7 ا ضر F ه "ا 7

:

Œ!" F

‘-او !ه "ا# ‘-ا›G "

9 - ن آو ( اا#

)

دواد #"ا Žاور

(.

21 ٢٢

& 1

( , & 5 1

:2 9 9 & ,

20 Zainuddin Hamidy,

9 , -, (Jakarta, Widjaya, 1992), hal. 10

21 Ustadz Bey Arifin,


(26)

) ) ) " , % 3 7 5 & ( 8

Dari keterangan diatas terlihat masih berlaku sifat keturunan dalam kufu pada perkawinan, untuk itu jangan salah paham bahwa Rasul mengajarkan boleh membanggakan keturunan, tetapi ini adalah hanya sebagai pernyataan saja atau khabariyah dan bukan untuk membanggakan atau bertafakhar atas orang lain, karena Rasul atau Islam melarang seperti itu.

Budak tidak sekufu dengan wanita merdeka, dan begitu pula lakiflaki yang dimerdekakan dengan wanita yang sejak mula merdeka, dan pula siapa yang dahulu orang tuanya budak dengan orang yang tidak pernah dari budak, tidak pula salah satu seorang saja dari bapakfbapaknya budak, sebabnya adalah karena wanita merdeka jadi tercela bila berada pada tangan seorang lakiflaki budak atau dibawah yang orang tuanya jadi budak.22

Untuk itu wanita yang merdeka sejak semula atau dimerdekakan seorang wanita yang tidak pernah terkena perbudakan, atau orang tuanya atau kerabat yang lebih dekat kepadanya tidak pernah terkena kebudakan adalah tidak biasa diimbangi oleh orang yang tidak seperti itu, dalam arti hubungan dengan darah kebudakan tersebut.

c. 9


(27)

Kafa’ah berdasarkan keislaman ini pada dasarnya digunakan oleh selain arab, sedangkan arab bangga dengan nasab atau keturunan merdeka, mereka tidak berbangga dengan keislaman nenek moyang mereka.

Sedangkan orangforang selain arab yaitu orang 5 dan 6

mereka akan bangga dengan keIslaman leluhur mereka. Demikianlah apabila seorang perempuan mempunyai ayah dan kakek yang Islam tidak sekufu dengan orang yang punya ayah dan kakek bukan Islam. Seorang yang hanya mempunyai satu

Orang tua Islam sekufu dengan orang yang hanya mempunyai satu orang tua yang Islam. Sebab perceraian dapat dituntut oleh ayahnya atau kakeknya, hak menuntut cerai itu tidak akan berpindah kepada selain ayah dan kakek. Abu Yusuf berpendapat bahwa seorang yang mempunyai ayah muslim sekufu dengan perempuan yang mempunyai leluhur muslim, karena mereka cukup dikenal dengan menyebutkan nama ayah atau kakeknya.

Jadi maksud pengertian diatas sudah jelas bahwa orang Islam yang kawin dengan orang yang bukan Islam dianggap tidak sekufu, yakni tidak sepadan.

&

Ulama Syafi’iyah berbeda pendapat dalam menetapkan kekayaan sebagai ukuran dari kafa’ah, sebagian menganggapnya sebagai ukuran dalam kafa’ah. Mereka mengatakan pula sebabnya ialah karena nafkah dari rumah


(28)

tangga dari suami yang fakir tidak sama dengan nafkah dari yang kaya. Pendapat ini dikuatkan oleh ulama Hanafiyah yang mengatakan tentang kekayaan sebagai ukuran kafa’ah, artinya yang dianggap sekufu ialah seorang lakiflaki harus dianggap sanggup membayar mas kawin dan uang belanja sehingga apabila tidak sanggup membayar mas kawin dan nafkah atau salah satunya maka dianggap tidak sekufu’.23

Dari Abi Yusuf, bahwa ia menilai kufu’ itu dari kesanggupan memberikan nafkah bukan mahar. Karena dalam urusan mahar biasanya orang sering mengadafada. Dan seorang lakiflaki dianggap mampu memberikan nafkah dengan melihat kekayaan ayahnya. Tentang harta, jadi ukuran kufu’ juga menjadi ukuran pendapat Ahmad. Karena kalau perempuan yang kaya bila berada ditangan suami yang melarat akan mengalami bahaya. Sebab suami menjadi susah dalam memenuhi nafkahnya dan jaminan anakf anaknya.24

! # #

Imam syafi’i berbendapat tidak cacatnya seseorang sebagai ukuran kafa’ah, orang cacat yang memungkinkan seorang isteri menuntut fasakh, dianggap tidak sekufu dengan orang yang tidak cacat, meskipun cacatnya

23 H.S.A Al Hamdani, , (Jakarta, Pustaka Amani, 2002), hal. 22 24 Sayyid Sabiq,

0 , (Bandung, PT. Alma’arif, 1981), Cet, hal. 48

24 24

24 24


(29)

tidak menyebabkan fasakh, tetapi sekiranya yang akan membuat orang tidak senang mendekatinya, seperti buta, cacat itu menyebabkan orangnya tidak sekufu, berbeda pendapat dengan Hanafiyah dan Hanabilah mereka tidak menganggap bersih dari cacat sebagai ukuran kafa’ah dalam perkawinan.

Jadi perempuan mempunyai hak untuk menolaknya. Karena resikonya tentu dirasakan oleh siperempuan, bagi wali perempuan boleh mencegah untuk kawin dengan lakiflaki bule, gila, tanganya buntung atau kehilangan jari jemarinya.

1. Dasar Hukum

Mengenai efisiensi konsep kafa’ah dalam perkawinan, menimbulkan pengkalsifikasian pendapat para fuqaha dalam dua kelompok, perbedaan pendapat berkaitan dengan bagaimana hukum kafa’ah Dan apakah merupakan syarat syahnya perkawinan atau tidak, Sehingga apakah kafa’ah perlu diperhatikan atau tidak.

" ) ) pendapat yang dipelopori oleh alfTsauri, alfHasan alf

Bashri dan alfKarkhy. Kafa’ah bukan merupakan syarat keabsahan sebuah pernikahan, artinya syarat yang tidak mutlak didalam menjalankan kafa’ah dalam perkawinan dan bukan pula syarat luzumnya. Sebuah pernikahan yang dilangsungkan oleh suami dan isteri yang tidak sekufu’ adalah sah dan luzum (mengikat dan tidak peluang khiyar).


(30)

Dasar hukum yang mereka gunakan adalah : Kitab Alf Qur’an surah Al Hujarat ayat 13 :

َF

¯F

! اَ@

نِا س

َ$َ.

ِّ9 ْ ُ‘َ!ْ”

ْ

ذ

و ٍ َآَ

و ً"ْ#ُ*ُ± ْ ُ‘َ!ْ$َ*َ>َو 6ْ-ا

َٓ+َ%

ۗ اْ#ُ َر َ*َ)ِ َلِء

ۗ ْ ُآ َ”ْ–َأ ا َ ْ!ِ7 ْ ُ‘َ9َ ْآََأ نا

نِا

ٌ ِْ+َ. ٌَْ$َ7 َ ا

)

تا - ا

:

١٣

(

Artinya:

“ Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang lakiflaki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsafbangsa dan bersukufsuku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha mengetahui, Maha Teliti“ (Al Hujarat : 13)

Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia pada dasarnya adalah sama dan nilai kemanusiaan juga sama serta tidak ada deskiminisasi suku bangsa, geografis dan tradisi. Akan tetapi yang membedakan adalah tingkat ketaqwaan (agama) kepada Allah.

" ) Jumhur Fuqaha (empat madzhab Figh) menyatakan

bahwa kafa’ah merupakan syarat luzum sebuah pernikahan, bukan syarat sahnya suatu perkawinan.

Dari Abdullah Ibnu Buraidah, Rasulullah saw bersabda :

ل % ( "ا 7ة F " " 7

.

ء >

ّ! ا 6 ا ة ) ت

ّ6+

( $7 ا 6$, ا

ل % ()3 3. Œ" ¢ ( .ا "ا Œ!>وز Œ"ا نا © ” $ و

:

¸*-

© ” @ ا 9šا

:


(31)

ٔšا 6 ا ¹

ٔšا 9 ء "

ٔŒ± 9

)

(> 9 "ا Žاور

(

٢٦ 25

& 1

:( 9 ) & 1 %

) 5 < 1 & & 5

& & ) &

& < 5 & &

) & ( 1 & 6 & ) ! )

& & ) 5 5

) ) ) 3 (Riwayat Ibnu Majah dengan

perawinya yang shahih). Alasan Rasio

Pernikahan harus didasarkan pada kemaslahatan bersama suami dan isteri. Untuk mencapai kemaslahatan itu tidak mudah. Banyak hal yang harus dilakukan, diantaranya suami isteri harus sekufu’. Akal sehat siapapun akan membenarkan asumsi ini.

Menurut Jumhur, syarat kafa’ah menjadi gugur dengan ridhanya para pihak yang berhak. Selanjutnya, mereka berpendapat bahwa syarat kafa’ah hanya diberlakukan terhadap lakiflaki saja. Tidak di berlakukan terhadap perempuan. Artinya perempuan yang kaya, perempuan yang keturunan bengsawan, atau perempuan yang shalih harus menikah dengan lakiflaki yang sekufu dengannya. Jika ia menikah dengan lakiflaki miskin, lakiflaki yang bukan keturunan bangsawan atau lakflaki yang fasak, maka wali berhak mengajukan gugatan agar

25 Al Ustadz H. Abdullah Shonhaji dkk,

6 ', (Semarang, CV. Asy


(32)

penikahannya itu di fasakkan menurut Hanifah dan tidak diizinkan ayah terhadap anak gadisnya menjadi gugur, menurut Syafi,iyah. Berbeda denganlakiflaki. Lakif laki yang kaya, lakiflaki yang keturunannya bangsawan atau lakiflaki yang shalih dengan perempuan yang miskin, perempuan yang bukan keturunan bangsawan atau perempuan yang fasiq, namun demikian, jika dipahami secara substansi kafa’ah sebagai langkah awal untuk menciptakan keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah semestinya dengan standar alfdin dan alfhal diberlakukan terhadap lakiflaki dan perempuan.

Hal ini yang di isyaratkan oleh alfQur’an surah AlfNur ayat 26 :

ِۚ©َ¼ ِ+َ«ْ$ِ َِنُ#¼ ِ+َ«ْاَو َ ِ¼ ِ+َ«ْ$ِ ُ©َ¼ ِ+َ«ْا

َن#ُ+ِّ“ اَو َ ِ+ِّ“$ِ ُ©َ+ِّ“ اَو

ِۚ©َ+ِّ“$ِ

) ...

ر#! ا

:

٢٦

(

Artinya:

:" ) 4) ) & 6 4 & 6 4 &

6 ) ) & 6 ) ) 4) ) &

4 & 4 & ) ) 4) )

& =37 4 1 '>8

Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa arti kafa’ah dalam sebuah perkawinan adalah keserasian calon suami dan isteri, seperti dalam hal kedudukannya, sebanding dalam masyarakat(status sosial) ataupun dalam hal agama, dan juga hartanya. Dari pengertian diatas dapat dijadikan dasar, bahwa pentingnya kafa’ah dalam sebuah perkawinan adalah :

1. Agar tidak menyesal dikemudian hari


(33)

3. Untuk mencapai keberhasilan dalam hal berumah tangga.

2. Urgensi Kafa’ah

Perkawinan mempunyai tujuan yang sangat mulia, tak hanya sekedar untuk memuaskan nafsu saja, akan tetapi ada halfhal mulia dibalik itu.

? . &

Pada tulisan terdahulu kami sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jejang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

' . &

Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang

telah menurunkan dan meninabobokan martabat yang luhur, Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan, serta untuk memelihara pandangan mata dan menjaga kehormatan diri sebagaimana dinyatakan hadist Rasulullah saw diriwayatkan oleh bukhari muslim dari Abdullah bin Mas’ud. Rasulullah bersada :


(34)

ّ!آ ل % ا +7 7

ّ! ا ¢9

ّ6+

*$,

.

*$, ا ل سر ! ”

،

ّ- جو˜) $ ةء + ا ع “) ا 9 ب +À ا À*9 F

ّœÁا (

ّ1 " ( $* ¢“)3F 9و ج D$ 1 او 1+$

ّ- م#

ء >و ( (

)

Žاور

$39ور «+

(

٢٧

26

& 1

( & 0 5 1 ) :

, ) ) @ ) & ) 5 @

" 5 ) %

) & ) 5 ) ) )

& : 7 5 & 9 8

; &

Dalam AlfQur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Talaq (perceraian), Jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batasfbatas Allah, yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk(kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batasfbatas Allah.

Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah wajib. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka

26 H. Zainuddin Hamidy,


(35)

ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, yaitu: harus Kafa'ah dan shalihah.

% )

Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putrafputrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu' (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.

Menurut Islam, Kafa'ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa'ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya. Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada AlfQur'an dan Sunnah Nabi yang Shahih.


(36)

A

Orang yang mau nikah harus memilih wanita shalihah dan wanita harus memilih lakiflaki yang shalih. Menurut AlfQur'an Surah anf Nisa Ayat: 34 Wanita yang shalihah adalah :

ّ َِا

َ% ُل َ>

#

ّ!ِا َ6$َ7 َنْ#ُ9 ا

َٓ3

َ َ ِ " ِء

Ä

ٍْ*َ" َ6$َ7 ْ ُ@َÄْ*َ" ا َ¸

و œ

َِٓ "

ۗ ِْ @ِ اَ#ْ9َا ْ ِ9 اْ#ُ”َDْ-َا

Ä َ

ٰ% ُ©َ ِ$

ٰ)ِ!

ٰ ُ©

ٰÅِD

ۗ ا َÆِDَ َِ " ِ’َْEْ$ِ ٌ©

اَو

ْŒِ)

ُهَزْ#ُÀُ- َنْ ُ# ََ«–

ُه ْ#ُÅَِ*

ُ-ْهاَو

ُهْوُ

ِ¢ِ> َÄَ ْ ا 6ِ

ُهْ#ُ" ِْGاَو

ۚ

ِ@َْ$َ7 اْ#ُEْ+َ– َÇَ ْ ُ‘َ!ْ*َÈَا ْنَِ

َۗ 5ِْ+َ

نِا

Éِ$َ7 َنَ آ ا

ً ِْ+َآ

ا

)

ء 3! ا Ž

:

٣٤

(

& 1

: < 4 7 8 ) ) ) 7 8

7 4 8 &

7" ) 8 7 4 8

& " ) & & )

6 6

" ) 4) ) & 5 & 0

) )

7) 6 8 7 ) 8 ) ! ) 6

6 # 4#

& & 3 7 4 1 ;-8

Yang terdapat dalam AlfQur’an Surah AlfAhzab ayat:33 diantara cirif ciri wanita yang Shalihah adalah:

Ta'at kepada Allah, Ta'at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah, Tidak berduafduaan dengan lakiflaki yang bukan


(37)

mahram, Ta'at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta'at kepada suami dan baik dengan tetangganya maupun dengan lain sebagainya.

Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak [banyak keturunannya] dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.

- . )

Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadah sedekah.

ٌDiriwayatkan An Nasa’iy dari Abdulah Ibnu Yazid AlfAnshori bercerita dari Abu Mas’ud r.a dari Rasulullah,dan Rasulullah saw bersabda:

ّير 1-šا F˜F " ا +7

،

F

ٽ

39 6"ا 7

ّ! ا 7 د#*

ّ6+

ّ6$,

ا

ّ$ و ( $7

ل %

،

اذ

ّ ا ÍD-ا

›% , ( ©- آ @+3) F#هو ($ه ا 6$7 ¸>

)

¡F 3! ا Žاور

(

٢٨

27

& 1

A 0 % #

5 1 9 % )

& ) ) &

) & :(Riwayat An Nasa‘iy).

27 Ustadz Bey Arifin,


(38)

B . # A

Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam. dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan

bertaqwa kepada Allah.

Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak 'Lembaga Pendidikan Islam', tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anakfanak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anakfanaknya ke jalan yang benar.

Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuanftujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam

Pola pikir bahwa cinta itu buta sama sekali tidak bersifat universal, malahan cenderung mengarah pada kontrasepsi yang keliru. Keyakinan bahwa cinta dan perkawinan itu berjalan seiring seperti kuda dengan keretanya logika inipun tentunya perlu dipertanyakan ulang karena cinta dan perkawinan


(39)

adalah dua buah model pengalaman manusia. Yang dinamakan dengan perkawinan adalah konsep sakral dari sebuah kontak (ijab Qobul) secara syah yang dilakukan oleh pasangan lelaki dan perempuan sesuai tata nilai hukum yang berlaku, baik hukum positif maupun hukum religius. Jadi jelas pernikahan/perkawinan merupakan sesuatu yang sakral suci dalam kehidupan manusia. Pemilihan jodohfmenurut agamafharus melewati suatu aturan dan berbagai pertimbangan, pertimbangan cinta bukanlah sesuatu yang harus diprioritaskan.

Dalam perkawinan para ahli mngakui beberapa syarat yang harus dipenuhi lebih dahulu () ) walaupun berbeda antar pendapat. Akan

tetepi secara umum semua kriteria itu di tunjukkan untuk menentukan calon jodoh yang cocok untuk masa depannya. Konsep kesepadanan ( C ) akan

melibatkan kriteriafkriteria yang lain dalam sebuah koridor yang cukup konpleks. Kriteria itu antara lain kesederajatan sosial ( % &),

Kesederajatan agama ( &), kesederajatan ekonomi (D#% % # &), kesederajatan profesi ( % &), kesederajatan pendidikan

(D # % &).28

Permasalahan tentang kesepadanan (kafa'ah) dalam perkawinan memang merupakan problema utama dalam proses pemilihan calon jodoh. Untuk itu konsepsi kafa'ah dalam perkawinan harus menjadi telaah yang cukup serius bagi para calon pasangan. Berkaitan dengan itu ada 2 teori yang


(40)

menarik untuk di kaji. Pertama, sesuai dengan teori Homogami (perkawinan yang sepadan), "Seseorang cenderung menikah dengan orang lain yang berada dalam kondisi sosial seperti mereka sendiri." Tapi di segi yang lain menentukan perkawinan dalam perkawinan, "bukanlah sematafmata masalah persamaan. Barangkali lebih luas dari itu, lantaran persamaan sosial mungkin disertai dengan perbedaanfperbedaan kejiwaan. Kedua, teori Heterogami (perkawinan antara dua orang yang memiliki kondisi yang berbeda). Mereka menganggap bahwa perkawinan adalah suatu persekutuan yang saling melengkapi , karenanya dalam masalah perkawinan "setiap orang cenderung memilih jodoh yang cocok. Hingga mereka bisa saling berjanji untuk mendapatkan manfaat dan kepuasan yang maksimal."

B. Teori Persepsi Tentang Kafa’ah dalam Perkawianan

Segolongan ulama berpendapat bahwa soal kufu’ perlu diperhatikan, tetapi yang menjadi ukuran kufu’ ialah sikap hidup yang lurus dan sopan, bukan dengan ukuran keturunan, pekerjaan, kekayaan, dan lain sebagainya. Jadi lelaki yang saleh walaupun keturunannya rendah berhak kawin dengan wanita yang berderajat tinggi. Lakiflaki yang mempunyai kebesaran apapun berhak kawin dengan wanita yang mempunyai kebesaran dan kemashuran, lakiflaki fakir berhak dengan wanita kaya raya, dengan syarat bahwa pihak lelakinya adalah seorang muslim yamg menjauhkan dirinya dari mintafminta dan tak seorangpun walinya yang menghalangi atau menuntut pembatalan. Jika lakiflaki yang tak sama


(41)

derajatnya itu dapat menikah dengan perempuan tadi dan walinya yang meng akadkan serta pihak perempuannya rela tetapi kalau lelakinya bukan dari golongan orang yang berbudi luhur dan jujur dalam hidupnya dia tidak kufu’ bagi perempuan yang shaleh jika dikawinkan oleh bapaknya dengan lelaki yang fasik, kalau perempuannya masih gadis dan dipaksa oleh orang tuanya, maka ia berhak untuk menuntut pembatalan.29

Untuk mengetahui bagaimana pandangan Para ulama mazdhab tentang masalah ini. Sebagai berikut :

1. Mazhab Imam Syafi’i

Menurut Imam syafi‘i mempertimbangkan empat perkara dalam menentukan jodoh antara lakiflaki dan perempuan antara lain:

1. Suku 2. Agama 3. Merdeka 4. Status sosial

Manusia itu ada dua bagian bangsa Arab dan bukan bangsa Arab ( 6 ) bangsa arab masih dibagi dua macam: suku Quraisy dan suku yang

bukan Quraisy

Perempuan suku Quraisy hanya sederajat dengan lakiflaki suku Quraisy dan tidak saederajat dengan suku yang bukan Quraisy. Perempuan Arab yang

29 Sayyid Sabiq,


(42)

bukan suku Quraisy sederajat dengan lakiflaki yang bukan suku Quraisy dan tidak sederajat bangsa bukan Arab ( 6 ).

Identitas“agama“ dalam memilih jodoh, menurut syafi’i, bukan sematafmata harus pemeluk agama Islam melainkan kadar ketaqwaan dalam mengamalkan ajaran yang disyari’atkan agama Islam. Kadar ketaqwaan dapat diukur dengan sebarapa ketaatan kepada Allah SWT didalam menjalankan perintah Alla dan Rasulnya. Karena itu, perempuan yang baik dan taat dalam menjalankan perintah agama tidak sejodoh lakiflaki yang fasik, yang suka main judi, mabuk, zina, dan sebagainya. Dan perempuan fasik memang sejodoh dengan lakiflaki fasik juga.30

Mengenai sekufu’ dari segi kemerdekaaan dapat dijelaskan bahwa seorang budak lakiflaki tidak sekufu’ dengan seorang perempuan merdeka. Budak lakflaki yang sudah merdeka tidak sekufu’ dengan perempuan yang merdeka dari asal. Lakiflaki Kufu’ dengan perempuan yang merdeka dari asal. Lakiflaki yang salah seorang neneknya pernah menjadi budak tidak sekufu’ dengan perempuan yang neneknya tak pernah ada yang jadi budak. Sebab perempuan merdeka bila kawin dengan lakiflaki budak dianggap tercela.

30 M. Asmawi,

( " # " , (Yogyakarta, Darussalam, 2004),


(43)

Begitu pula bila dikawin oleh lakiflaki yang salah seorang neneknya pernah menjadi budak.31

Adapun penilaian bahwa suatu pekerjaan dianggap mulia atau tidaknya tergantung kepada kebiasaan masyarakat setempat. Sebab ada kalanya pekerjaan tidak terhormat disuatu tempat atau masa yang lain.

Mereka yang menganggap ukuran kufu’ berdasarkan pekerjaan adalah berdasarkan suatu hadist yaitu dari Ibnu Umar r.a Rasulullah bersabda:

ل % $ و ( $7 ا 6$, 6+! ا نا (!7 ا ضر ة F ه 6"ا 7

:

›9 - ن آا#@ او (‘-او، !ه "ا# ‘-ا (G " Œ!" F

)

Žاور

ا

دواد#"

(

٣٢ 32

rtinya:

:( , 5 1:2 9

9 & , ) )

) " , % : (Riwayat

Daud)

Ahmad bin Hambal pernah ditanya tentang hadist ini. Mengapa tuan menggunakan hadist ini padahal tuan melemahkannya? Jawabannya “Begitulah kebiasaan yang berjalan“ di dalam kitab “AlfMughni“ dikatakan bahwa hadist ini datang berdasarkan kebiasaan masyarakat. Karena orang yang mempunyai pekerjaan atau mata pencarian terhormat, menganggap sebagai suatu kekurangan jika anak perempuan mereka dijodohkan dengan

31 Sayyid Sabiq,

0 (Bandung, PT. Alma’arif, 1981), Cet, hal. 45f46

32 Ustdz Bey Arifin,


(44)

lakiflaki yang pekerjaan kasar, seperti tukang bekam, penyamak kulit, tukang sapu, dan kuli. Karena kebiasaan masyarakat memandang pekerjaan tersebut memang demikian, sehingga seolahfolah hal ini menunjukan nasabnya yang kurang. Demikian pendapat Syfi’i, Muhammad Abi Yusuf dan Mazdhab Hanafi, Ahmad dan Abu Hanifah dalam satu riwayat. 33

Mereka berkata pula bahwa kemampuan lakiflaki fakir dalam membelanjakan isterinya adalah dibawah ukuran lakiflaki kaya. Sebagian lainnya berpendapat bahwa kekayaan itu tidak dapat dijadikan ukuran kufu’ karena kekayaan itu sifatnya timbul tenggelam, dan bagi perempuan yang berbudi luhur tidaklah mementingkan kekayaan.

Argumentasi tersebut dipertegas kembali oleh Asmawi dalam

bukunya yang berjudul ) # ) yang

menyatakan bahwa unsur kakayaan, menurut golongan Syafe’i tidak dimasukkan kedalam katagori sekufu’ dalam perjodohan, maka perempuan yang kaya raya sejodoh dengan lakiflaki miskin.34

2. Madzhab Imam Hambali

Mengenai kafa’ah ini Imam Hambali hampir sama pandangannya dengan pendapat Imam Syafi’i hanya menurut Imam Hambali kafa’ah ini

33 Sayyid Sabiq,

0 , (Bandung, PT. Alma’arif, 1981), Cet, I, hal. 47

34 M. Asmawi,

( " # " (Yogyakarta, Darussalam, 2004),


(45)

hanya ditambah dengan kekayaan. Untuk lebih jelasnya mengenai Imam Hambali ini M. Asmawi menjelaskan bahwa dalam madzhab Hambali perjodohan atau Sekufu’an itu diantaranya :

1. Suku bangsa 2. Agama 3. Merdeka 4. Status sosial 5. Kekayaan

Perincian dari pendapat dari Imam Hambali ini dijelaskan kembali oleh H.S.A. Alhamdani yang menyatakan bahwa dari segi keturunan orang arab adalah sekufu’ bagi bangsa arab, Quraisy adalah sekufu’ bagi Quraisy lainnya. Orang arab biasa tidak sekufu’ dengan orangforang Quraisy.35

Kemerdekaan menurut Imam Hambali seorang budak tidak pandang sekufu’dengan orang merdeka, demikian pula orang yang pernah menjadi budak tidak sekufu’ dengan perempuan yang ayahnya belum pernah menjadi budak. Karena orang yang merdeka akan merasa terhina apabila hidup bersama seorang budak atau orang yang pernah menjadi budak atau anak bekas budak.

Kriteria agama pada dasarnya digunakan bagi selain dengan orang arab. Sedang orang arab kafa’ahnyatidak diukur dengan keislamannya sebab


(46)

mereka bangga dengan nasab atau keturunan mereka tidak akan berbangga dengan kefIslaman nenek moyang mereka.

Sedangkan selain orang arab yaitu orang Mawali dan A’jam mereka akan bangga dengan kefIslaman leluhur mereka. Seorang yang hanya mempunyai seorang tua yang Islam sekufu’ dengan orang yang hanya mempunyai satu orang Islam, sebab perceraian dapat dituntut oleh ayahnya atau dengan kakeknya, hak menuntut hak cerai itu tidak akan berpindah kepada selain ayah dan kakeknya.

Tentang status sosial, apabila seorang perempuan berasal dari kalangan orangforang yang mempunyai kerja tetap dan terhormat tidak dianggap sekufu’ dengan seorang yang rendah penghasilannya, apabila penghasilannya hampir sama dari usaha yang sama dianggap tidak berbeda. Adanya disuatu daerah ukuran tingkat tinggi dan rendahnya usaha adalah ada dengan mengikuti adat. Dan pada suatu masa di pandang terhormat tetapi di tempat dan di waktu lain mungkin di pandang hina.

Lebih jelasnya pembahasan yang berhubungan tentang kekayaaan dalam masalah kafa’ah ini Imam Hambali mengemukakan bahwa orang miskin akan menyusahkan isterinya dalam memberi belanja dan membahagiakan anakfanaknya. Karena orang yang disebut fakir menurut sedikit atau benyaknya kekayaan yang ia miliki seperti terhormatnya seseorang itu karena lebih terpandang dan terhormat nenek moyangnya. 3. Madzhab Imam Hanafi


(47)

Madzhab Hanafi kafa’ah dalam pernikahan itu sebagaimana yang telah dijelaskan oleh M. Asmawi adalah dengan memperhatikan sebagai berikut: 1. Suku bangsa

2. Islam 3. Status sosial 4. Merdeka 5. Agama 6. Kaya

Masalah jodoh yang sekufu’ atau yang setingkat yang berkaitan dengan kriteria suku bangsa dan status sosial antara pendapat Hanafi dan Syafi’i adalah sama(tidak terdapat perbedaan). Sedangkan kriteria yang menyangkut kekayaan, pendapat Hanafi sama dengan Hambali.

Yang terdapat sedikit perbedaan adalah kriteria yang menyangkut dengan masakah Islam, merdeka dan agama, lakiflaki muslim dan ayahnya non muslim, menurut Hanafi, tidak sejodoh dengan perempuan muslimah yang ayahnya juga muslim.

Tentang ke Islaman tidaklah merupakan norma sekufu bagi selain orang arab, sedang orang kafa’ahnya tidak diukur dari keIslamannya, dan juga mereka tidak bangga dengan keIslaman nenek moyang mereka karena mayoritas dari mereka sendiri adalah orang Islam. Sedang orangforang selain orang arab yaitu orang mawali dan orang A’jam, mereka bangga dengan keislaman leluhur mereka. Demikian apabila seorang perempuan mempunyai


(48)

ayah dan kakek yang Islam tidak sekufu dengan orang yang punya ayah dan kakek dari bukan orang Islam.

Masalah ketaatan terhadap ajaran agama, pendapat Hanafi sama dengan Syafi’i hanya terdapat sedikit perbedaan. Hanafi berpendapat bahwa perempuan yang shalih dalam menjalankan perintah agama tetapi ayahnya fasik, kemudian si ayah menikahkan anaknya dengan lakiflaki fasik maka pernikahan yang dilangsungkan tetap sah. Karena antara ayah dan menantu samafsama fasik.

Kriteria fasik menurut Hanafi ada dua kategori yaitu:

1. Orang yang suka mengerjakan perbuatan dosafdosa besar secara terangf terangan.

2. Orang yang suka mengerjakan perbuatan dosa namun sembunyifsembunyi, tetapi perbuatan itu diberitahukan kepada temanftemannya. Maka pemuda itu tidak sejodoh dengan permpuan yang rajin melaksanakan sholat.36

Demikianlah pendapat madzhab Hanafi dan orang yang sependapat dengannya tentang kafa’ah dalam perkawinan, dimana beliau menentukan ada enam aspek yang dapat dijadikan ukuran dalam menentukan sekufu’ atau tidaknya calon suami dan calon isteri.

4. Madzhab Imam Maliki

36 M. Asmawi,

( " # " , (Yogyakarta, Darussalam, 2004),


(49)

Menurut Imam Maliki mengenai kriteria kufu’ dalam perkawinan adalah sebagaimana yang dikutip oleh M. Asmawi hanya dua perkara yaitu: 1. Agama

2. Sehat jasmani

Kriteria agama yang diajukan Maliki sama dengan pendapat Syafi’i dan Hambali. Dalam usaha kriteria memilih jodoh, Maliki hanya menambah harus samafsama sehat jasmaninya. Perempuan yang soleh tidak sederajat dengan lakiflaki yang fasikm begitu pula perempuan yang selamat dari cacat tidak sederajat dengan lakiflaki yang bercacat, seperti gila, sakit lepra, TBC, dan sebagainya.

Adapun kekayaan, kebangsaan, status sosial dan kemerdekaan, tidak termasuk katagori yang harus dimasukkan dalam memilih jodoh. Kriteria yang disodorkan Maliki sangat fleksibel dan tidak ada kesan diskriminasi.

Jadi, lakiflaki yang berkebangsaan Indonesia sejodoh dengan perempuan dari bangsa Arab baik suku Quraisy maupun bukan, lakiflaki keturunan“darah biru“ sejodoh dengan perempuan dengan anak petani, perempuan eropa sejodoh dengan lakiflaki suku madura, dan sebagainya.37

Ulama Malikiyah mengakui adanya kafa’ah, tetapi menurut mereka kafa’ah hanya bersifat istaqamah dan budi pekerti saja. Kafa’ah bukan karena

37 M. Asmawi,

( " # " (Yogyakarta, Darussalam, 2004),

hal. 152f153


(50)

nasab dan keturunan, bukan perusahaan atau kekayaannya. Seorang lakiflaki shaleh yang tidak bernasab boleh kawin dengan perempuan yang bernasab, pengusaha kecil boleh kawin dengan pengusaha besar, orang hina boleh saja kawin dengan orang yang terhormat, seorang lakiflaki miskin boleh kawin dengan orang kaya raya, asalkan muslimah. Seorang wali tidak boleh menolaknya dan tidak berhak memintakan cerai meskipun lakiflakinya tidak sama kedudukannya dengan kedudukan wali yang menikahkan, apabila perkawinannya dilaksanakan dengan persetujuan si perempuan apabila pihak lakiflaki jelek akhlaknya ia tidak sekufu’ dengan wanita yang shalih , perempauan berhak menuntut fasakh apabila ia gadis dan dipaksa untuk menikah dengan lakiflaki yang fasik.

Ulama Malikiyah juga beralasan dengan firman Allah :

وِ َآ َذ ْ ِ9 ْ ُ‘َ!ََْ”ََ$َ. ُ-ا ُس َ! ا َ@¯FاَF

َر َ*َ)ِ َ¸ِ- َ+َ%َو َ"#ُ*ُ± ْ ُآ َ!ْ$َ*َ> َ6¼ْ-أ

نِإ اْ#ُ

ّنِا ْ ُآ َ”ْ–أ ا َ ْ!ِ7 ْ ُ‘َ9 َ ْآأ

ٌ ِْ+َ. ٌِْ$َ7 ا

)

تا

ا

:

١٣

(

Artinya:

:2 6 6 4

) ) 6 4 4

& % & & 5 :7 4, 6 ?;8

Pendapat Maliki ini sangat sesuai dengan perkembangan zaman dimana era globalisasi ini komunikasi antara umat manusia sangat dekat dan mudah dijangkau dengan menggunakan kecanggihan teknologi yang semakin


(51)

hari semakin modern. Juga, sekatfsekat dunia sudah tidak membedakan adanya ras untuk mengadakan suatu kerjasama yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Demikian juga, dalam hal pernikahan tidak terbatas pada status ekonomi, tetesan darah biru, kaya, miskin, bahkan bisa antar dunia38.

Persepsi tentang kafa’ah didalam perkawinan pada masyarakat Desa Lebaksiu sangatlah perlu diperhatikan didalam menentukan pilihan bagi seorang anak didiknya, sehingga didalam rumah tangganya mendapatkan kebahagiaan, ketentraman dan menjadi keluarga yang diridhoi oleh Allah SWT.

Dari pandangan madzhab tersebut diatas, bahwa masyarakat Desa Lebaksiu tidak menyamping madzhab lain dan masih menganut aliran pada madzhab yang kini masih diyakini dan dijalankan diIndonesia yaitu madzhab Syafe‘i dan sedangkan madzhab Maliki dalam hal ini masih sependapat dengan madzhab Syafe’i yang mengikutkan aspek agama dalam perkawinan, namun hal tersebut masyarakat berpegang pada madzhab Syafe’i.


(52)

BAB III

GAMBARAN UMUM DESA LEBAKSIU KECAMATAN

LEBAKSIU KABUPATEN TEGAL

A. Letak Geografis Desa Lebaksiu

Desa Lebaksiu merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah kecamatan Lebaksiu kabupaten Tegal. Desa yang memiliki 294.985 Ha ini, terletak 1 km dari pusat pemerintahan kecamatan Lebaksiu, dan 6 km dari ibu kota kabupaten Tegal. Penduduk desa lebaksiu lor 5.347 jiwa, terdiri dari lakiflaki 2.509 jiwa, perempuan 2.838 jiwa, dengan jumlah KK 1.269 (keadaan tahun 2008). Desa lebaksiu adalah daerah pemukiman yang komposisi perumahannya sudah diatur dan sudah di lengkapi dengan berbagai fasilitas sarana dan prasarana. Batas wilayah Desa Lebaksiu Kecamatan Lebaksiu adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Perbatasan Desa Kajen dan Desa Dokuhlo (Kecamatan Lebaksiu

b. Sebelah Timur : Perbatasan Desa Dermasuci dan Desa Pangkah (Kecamatan Pangkah)

c. Sebelan Selatan : Perbatasan Desa Lebaksiu Kidul dan Desa Danawarih (Kecamatan Lebaksiu)


(53)

d. Sebelah Barat : Desa Yamansari, Desa Lebagkowah dan Desa Kesuben (semuanya terletak di wilayah kecamatan lebaksiu)

B. Struktur Pemerintahan

Pemerintahan kantor desa Lebaksiu dipimpin oleh seorang kepala desa yang di pilih langsung oleh masyarakat lebaksiu yakni Drs. M. Husein dibantu oleh 7 Perangkat desa serta dibantu 8 kepala rukun warga (RW).

Jumlah aparat pemerintahan Desa sebanyak 8 orang, terdiri dari : 1 orang sekretaris desa (carik) yang saat ini dalam masa purna bakti, 6 karyawan karyawati. Masingfmasing menangani tugas yang diberikan oleh kepala desa, di dalam struktur yang ada di pemerintahan desa lebaksiu terdiri beberapa kasi dalam pelayanan masyarakat. Di antaranya:

1. Kasi Kesra

Setiap warga yang telah melahirkan diharapkan melaporkan nya ke kantor desa guna memudahkan pendataan dan pembuatan akta kelahiran.

Setiap warga desa lebaksiu atau sanak keluarga yang meninggal untuk segera melaporkannya ke kantor desa guna memudahkan pendataan.


(54)

c. Bantuan

Bentuk bantuan yang ada pada kantor desa lebaksiu berupa bantuan yang berhububgan dengan warga baik berasal dari pemerintah maupun dari lainnya.

2. Kasi Pemerintahan

"

Dalam pengurusan tanah di desa lebaksiu, pemerintah desa berperan dalam menangani pengukuran tanah baik yang jual beli maupun sengketa, dan pengukuran ulang atas pengajuan warga masyarakat serta suratfsurat yang berhubungan dengan tanah.

)

Dalam sistem adminitrasi data kependudukan pemerintahan desa lebaksiu cukup baik dan tertib. Dapat dilihat dari aktivitas para perangkat desa dalam menangani masyarakat. Hal ini terbukti dari ketertiban pelayanan kepada masyarakat, seperti dalam pengurusan suratfsurat.

Dalam pelayanan masyarakat , pemerintah desa menekankan kepada warga masyarakat untuk membawa surat pengantar dari Rt/Rw bila berhubungan ke kantor desa.

# " + 5

Rukun tangga dan Rukun warga sangat berfungsi membantu kantor desa dalam meningkatan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah desa selalu mengadakan pembinaan untuk kepentingan warga masyarakat.


(55)

3. Kasi Pembangunan

Pembangunan di lingkungan pemerintahan desa lebaksiu sangat bergantung pada anggaan pembangunan yang di salurkan oleh pemerintah untuk pembangunan desa.

4. Kasi Trantib

Keamanan yang diterapkan oleh pemerintah desa lebaksiu untuk dapat mengamankan ketertiban di lingkungan desa dan rukun warga diharuskan bergilir dalam keamanan lingkungan desa

5. Kaur Umum

Pelayanan pada kaur umum menangani suratfsurat masuk dan suratf surat keluar.

6. Kaur Keuangan

Keuangan desa atau bendahara desa menangani masuk dan keluarnya kas serta anggaran desa yang berasal dari pelayanan masyarakat maupun pemerintah.


(56)

Tabel 3.1

Jumlah Dusun, RW dan RT

No Dusun Rukun Tangga Rukun Warga

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Watu kumpul Kauman

Karang Moncol I Karang Moncol II Karang Moncol III Krajan II Krajan I Kademangan 4 2 3 3 3 3 4 4 1 2 3 4 5 6 7 8

Jumlah 27 8

Sumber data : % ( <

C. Kondisi Sosial Masyarakat Desa Lebaksiu & Tegal 1. Sarana ibadah

Desa Lebaksiu mayoritas beragama Islam dan selain agama Islam bisa dihitung, sehingga tempatftempat ibadah selain agama Islam tidak ada. Sedangkan golongan yang ada di Desa lebaksiu yaitu NU dan Muhamadiyah, tetapi masyarakat menitik beratkan kepada kerukunan hidup antar umat beragama. Untuk mendukung terlaksananya ibadah, maka tersedia tempat ibadah yang masingfmasing Rw terdapat musholla dan fasilitas lainya.

Disamping itu sarana ibadah sering sekali digunakan untuk kegiatan kegamaan dalam masyarakat desa Lebaksiu dengan mengadakan atau


(57)

memeperingati hari besar agama Islam yang diadakan pada masingfmasing lingkungan rukun tangga dan tingkat rukun warga.

Tabel 3.2

Jumlah Sarana Peribadatan

No Sarana Peribadatan Jumlah 1.

2.

Masjid Musholla

2 13 Sumber Data: % ( <

2. Sarana Pendidikan

Fasilitas pendidikan di Desa Lebaksiu, Khususnya pendidikan dasar cukup memadai. Ada pula jenjang sekolah untuk anakfanak di bawah umur yang ada di Desa Lebaksiu. Adapun sarana pendidikan yang ada diantaranya :

Tabel 3.3 Jumlah Sarana Pendidikan

No SD/MI SMP/MTS SMA/ALIYAH Keterangan

Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta

1 3 & 1 1 & 1

Sumber Data : % ( <

Dari hasil data yang diperoleh di kantor desa, di ketahui bahwa disamping pendidikan formal, Desa lebaksiu juga terdapat pendidikan non formal yaitu :

3 Lembaga kursus computer 1 Lembaga kursus Menjahit 1 Pendidikan Pondok pesantren


(58)

3. Sarana Sosial

Dari hasil laporan, bahwa dalam meningkatkan pengetahuan dan kehidupan masyarakat terutama dalam hal kesehatan. Pada bidang kesehatan telah dilaksanakan halfhal sebagai berikut :

a. Mengadakan kegiatan kerja bakti dalam rangka meningkatkan kesehatan lingkungan yang dilakukan setiap minggunya oleh kantor desa lebaksiu. b. Mengadakan POSYANDU untuk meningkatkan gizi dan pemeliharaan

kesehatan anak, yang dilaksanakan oleh tiapftiap RW dengan satu bulan sekali.

c. kegiatan PKK di kantor desa Lebaksiu di adakan pertemuan ibufibu PKK minggu pertama tiap bulan.. Menyalurkan bantuan dari pemerintah yang di berikan kepada masyarakat desa lebaksiu khususnya keluarga miskin. Seperti raskin, bantuan langsung tunai, dan lainnya yang berhububgan dengan masyarakat.

Dari keterangan tersebut, jelas bahwa pada umumnya masyarakat Desa Lebaksiu berperan aktif dalam bidang kemasyarakatan, ini terbukti dengan adanya penyuluhan yang diadakan oleh puskesmas dan juga masyarakat desa lebaksiu sendiri.


(59)

BAB IV

DESKRIPSI DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Responden Masyarakat Desa Lebaksiu

Pada sub bagian ini penulis mencoba mendeskripsikan karakteristik responden dari beberapa anasir sebagai berikut : Berdasarkan usia, jenjang pendidikan, status perkawinan yang berdasarkan kafa’ah, dan pekerjaan. Penyajian dan uraian identitas responden diharapkan dapat memberikan gambaran yang cukup jelas tentang karakter responden dan kaitannya dengan masalahf masalah dan tujuan penelitian. Berikut tabelftabel tentang responden:

Tabel 4.1

Responden Menurut Usia

Keterangan: ( % * )

Tabel di atas dapat diketahui, bahwa usia 17 s/d 25 tahun sebanyak 35 responden dengan persentase 38.9 %, sementara usia 26 s/d 35 tahun sebanyak 22 responden dengan persentase 24.5 %, usia 36 s/d 50 tahun sebanyak 17 responden dengan persentase 18.9 % dan usia 50 tahun ke atas sebanyak 12

No Usia Frekvensi Persentase

1. 2. 3. 4.

17 s/d 25 tahun 26 s/d 35 tahun 36 s/d 50 tahun 50 tahun keatas

35 22 17 16

38.9 24.5 18.9 17.7


(60)

responden dengan persentase 17.7 %. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden berusia 17 s/d 25 tahun.

Tabel 4.2

Responden menurut Jenis Kelamin

Keterangan:( % * )

Responden yang mengisi angket terdiri dari lakiflaki dan perempuan. Lakiflaki terdiri dari 52 responden dengan persentase 57.7 %, sedangkan perempuan terdiri dari 38 responden dengan persentase 42.3 %. Dari data diatas menjelaskan bahwayang mengisi data angket yang lebih banyak lakflaki. Hal ini dikarenakan lebih banyak responden yang tinggal di rumah.

Tabel 4.3

Responden Menurut Jenjang Pendidikan Terakhir

No Jenis Pendidikan Umum Agama Frekvensi Persentase % 1. 2. 3. 4. SD SMP/MTs SMA/MA Diploma 9 14 19 9 8 9 16 7 17 23 35 15 18.9 25.5 38.9 16.7

Total 51 40 90 100

Keterangan: ( % * )

Tabel 4.3 Menunjukkan bahwa mayoritas responden lulusan pendidikan sekolah menengah atas (SMA) dengan persentase 38.7 %, sedangkan responden

No Jenis kelamin Frekvensi Persentase % 1. 2. Lakiflaki Perempuan 52 38 57.7 42.3


(61)

yang mnyelesaikan pendiddikan diploma dengan persentase 16.7 % dan responden dalam pendidikan nya di dominasi oleh pendidikan umum yaitu 38.9 % . Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan umum lebih di minati oleh masyarakat desa lebaksiu.

Tabel 4.4

Responden Menurut Status Perkawinan

Keterangan: ( % * )

Dari tabel 4.4 terlihat bahwa responden dengan persentase 54.4 % berstatus menikah, sedangkan yang belum menikah dengan persentase 45.6 %. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat desa lebaksiu sudah menikah.

Tabel 4.4

Responden Menurut Pekerjaan

No Keterangan Frekvensi Persentase % 1.

2. 3. 4. 5.

Pembantu rumah tangga Kary.Swasta

Pegawai Negeri Pensiunan

Pedg. Kecil dan menengah

16 21 17 14 22 17.7 23.4 18.9 15.5 24.5

Total 90 100

Keterangan: ( % * )

Berdasarkan pekerjaan responden, ternyata responden lebih banyak sebagai pedagang. Kecil dan menengah dengan persentase 24.5 %, persentase

No Status Pernikahan Frekvensi Persentase % 1. 2. Nikah Belum Nikah 49 41 54.4 45.6


(62)

23.4 % adalah responden sebagai pekerja swasta, sementara itu jumlah responden yang bekerja di sektor formal (pegawai negeri) hanya 18.9 %. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat desa lebaksiu mayoritas sebagai pedagang kecil dan menengah.

B. Pemahaman Masyarakat Desa Lebaksiu Tentang Kafa’ah

Setelah penulis melakukan penelitian melalui angket ($ % &)

dengan beberapa masyarakat baik orang tua, tokoh agama dan pemuda, Penulis mencoba memaparkan pendapat masyarakat tersebut.

Dalam penelitian tersebut diatas, masyarakat Desa Lebaksiu dengan status pendidikannya diatas ratafrata dalam hal tentang pemahaman dalam perkawinan cukup dipahami. Oleh karena itu masyarakat Desa Lebaksiu dengan pemahamannya selalu menentukan pilihan didalam memilih pasangan calon suami maupun calon isteri dengan konsep E , sehingga setiap keluarga pada

masyarakat Desa Lebaksiu merasakan kehidupan rumah tangganya menjadi semakin tenang, juga ketentraman dalam keluarga dan masyarakat. Berikut dataf data penelitian yang telah diolah dari hasil lapangan:


(63)

Tabel 4.5

Informasi tentang pengertian kafa‘ah

No. Alternatif Jawaban Frekvensi Persentase % 1. 2. 3. 4. Keluarga(kerabat) Tokoh agama(ulama) Teman Buku 23 25 22 20 25,5 27,7 24,5 22,3 Total 90 100

Keterangan: ( % * )

Data tabel 4.5 bahwa tokoh agama (ulama) dengan persentase 27,7 %, keluarga adalah dengan persentase 25,5 %, dengan persentase 24,5 % adalah teman sedangkan buku dengan persentase 22,3 % digunakan sebagai informasi penunjang. Berdasarkan dari data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar informasi yang diketahui oleh masyarakat desa lebaksiu melalui para tokoh agama dan keluarga (kerabat).

Tabel 4.6

Bagaimana Seharusnya Pernikahan Dijalankan

No. Alternatif Jawaban Frekvensi Persentase % 1.

2. 3.

Cukup mengikuti hukum Islam Harus sesuai dengan hukum negara Sesuai hukum Islam dan negara

25 22 43 27,8 24,5 47.7

Total 90 100

Keterangan1 ( % * )

Tabel diatas merupakan 47,7 % responden yang menyatakan bahwa suatu pernikahan harus mengikuti dua ketentuan hukum, hukum Islam dan hukum


(1)

seimbang atau sebanding, maka sangat berpengaruh pada perkawinan anaknya terutama keluarga dengan tingkat kedudukan sosialnya tinggi.

Pada dasarnya hal tersebut tidak menjadi persoalan dalam perkawinan, menjadi persoalan hanya pada masyarakat pengetahuannya kurang memahami tentang hal perkawinan. Dalam kehidupan masyarakat masalah tersebut tidak mereka praktekkan namun pada kehidupan nyata dan ini menunjukan masyarakat desa lebaksiu mampu untuk melaksanakan perkawinan yang sesuai syari’at Islam.

Perkawinan selalu diharapkan oleh semua masyarakat desa lebaksiu yang senantiasa menjalankan kehidupan agamis dengan tuntunannya. Hal ini berpengaruh pada kehidupan keluarga didalam mengarungi mahligai rumah tangga yang selalu mengharapkan kebahagiaan.

Dalam masyarakat Desa Lebaksiu masih menggunakan madzhab Syafe’I yang mana dalam menyikapi tentang keseimbangan dalam perkawinan selalu pendapatnya. Persepsi masyarakat desa Lebaksiu mengenai pengaruh

didalam menjalankan perkawinan menunjukan bahwa masyarakat desa lebaksiu melakukan pernikahan bertujuan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT dan agar dilancarkannya perkawinan rumah tangga sampai akhir khayat.

Sesuatu hal apalagi dalam sebuah perkawinan tentunya terdapat pengaruh yang terjadi akibat persoalan yang menyangkut hubungan suami isteri dalam satu keluarga. Ini bahkan akan menjadi pengaruh yang bisa membuat perkawinan itu cerai berai pada kehidupan keluarganya dan berujung dengan hak suami dan hak isteri.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pernyataan yang telah penulis paparkan serta mengacu kepada jawaban perumusan masalah, maka dapat disimpulkan:

1. Pemahaman masyarakat desa lebaksiu kecamatan lebaksiu kabupaten tegal tentang kafa’ah adalah hal yang perlu diperhatikan, bahkan sebagian anggota masyarakat ada yang mengharuskan sekufu’, adapun hal ini disebabkan karena ada anggapan bahwa kafa’ah adalah faktor yang sangat menentukan guna mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia. Didalam menghadapi tantangan hidup, mahligai rumah tangga haruslah ada kesamaan pandangan antara calon suami isteri, pandangan yang sama bermula pada persamaan agama, keturunan,harta dan persamaan latar belakang. Masyarakat desa lebaksiu dengan pemahamannya tersebut akan menjadi suatu Persamaan agama yang nantinya menjadi pedoman didalam masyarakat untuk menempuh hidup berumah tangga yang damai dan sentosa.

Respon masyarakat cukup tinggi dalam memahami maupun menjalankan kafa’ah didalam perkawinan, terbukti masyarakat menunjukkan dengan adanya pemahaman ini masyarakat antusiasnya sangat tinggi didalam menentukan pasangan yang akan dijadikan pendamping hidup, yang paling


(3)

utama para orang tua yang selalu mengkhawatirkan anak didiknya dalam memilih pendamping.

2. Persepsi masyarakat desa lebaksiu tentang pengaruh kafa’ah didalam perkawinan menunjukan bahwa masyarakat desa lebaksiu masih khawatir dalam memilih pasangan untuk pendamping hidup dan akan mengarungi rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warohmah. Anggapan yang ada pada masyarakat dalam menentukan calon suami dan calon isteri tidaklah serta merta dengan mudah mendapatkan pasangannya untuk dijadikan bakal hidup, bahkan masyarakat mengharapkan adanya keseimbangan calon suami calon isteri dalam menjalankan kehidupan rumah tangga yang diharapkan. Kekhawatiran tersebut nantinya tidak menjadi momok bagi orang tua dalam menikahkan anaknya.

Dengan adanya pengaruh kafa’ah yang timbul dalam pernikahan, anggapan tentang hal tersebut masyarakat langsung merespon dan memahami betapa pentingnya pengaruh tersebut. Adanya keinginan dan persepsi yang kuat, maka masyarakat desa lebaksiu senatiasa menjaga tradisi perkawinan yang berdasarkan kafa’ah sehingga hal itu harus dijalankan masyarakat dengan pemahaman yang telah ditanamkan oleh para orang tua terdahulu.

B. Saran

1. Kepada umat Islam pada umumnya dan khususnya kepada masyarakat desa lebaksiu hendaknya dalam melaksanakan perkawinan tidak keluar dari jalur


(4)

hukum yang ditetapkan oleh syari’at. Perbedaan dalam segi harta, keturunan, dan lainnya, bukanlah masalah dalam perkawinan asalkan jangan berbeda aqidah. Karena Islam tidak mengatur perkawinan beda agama dan Islam sangat erat dengan normafnorma agama yang selalu menjadi pintu utama dalam menjaga agar tidak terjadi penyimpangan dalam syari’at Islam.

2. Kepada umat Islam Pada umumnya dan kepada masyarakat desa lebaksiu pada khususnya hendaknya memandang masalah kafa’ah didalam Òarim perkawinan Islam, harus mengetahui aspek dan norma yang terpenting pada pendapat fuqaha.

3. Hendaknya kepada calon suami isteri mengetahui benar bahwa yang berhubungan dengan hal suatu perkawinan, juga mengenai hakekat, tujuan serta hikmah perkawinan, itu akan tercapai suatu keluarga sakinah,mawaddah, dan warahmah yang diridhoi Allah SWT.

4. Saya berharap agar para remaja yang akan memilih pasangan untuk dijadikan pendamping hidup, sekiranya dapat memilih dan mencari yang sekufu’ sehingga dalam perkawinan dapat terwujud rumah tangga yang bahagia, kekal sampai akhir hayat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

AlfQur’anul Karim

AlfHamdani, H.S.A, , Jakarta, Pustaka Amani, 2002

Abdillah, Syaikh Abdil Fathi, dan ! , Jakarta, Pustaka

Kamil, 2004

As’ad, Aliy, , Menara Kudus, 1979

Azharuddin Latif, Ahmad, Dkk, " Jakarta Pusat Studi Wanita, 2005

Asmawi, M, ( " # dan ) , Darussalam, Yogyakarta,

2004

Bakry, Abdullah, " % di % , Jakarta, UI PREES, 1998

Bey, Arifin, Ustadz, Dkk, ( ;, Semarang, Asy Ayifa, 1993

Bey, Arifin, Ustadz, Dkk, & ;, Semarang, Asy Syifa, 1993

Departeman Agama Republik Indonesia, 4$ dan 6 &


(6)

Ghazaly, Abd Rahman, , Bogor, Kencana, 2003

Hasan, M. Ali, " % , ) 9 ! ( , Jakarta, Prenada Media, 2003

Hamidy, Zainuddin, H 9 -, Jakarta, Widjaya, 1992

Jaelani, Abd Qadir, , Surabaya, Bina Ilmu, 1995

Muktar, Kamal, 4 , ! " 5 , Jakarta, Bulan

Bintang, 1974

Rasjid, Sulaiman, , Bandung, PT. Sinar Baru Algesinda, 1994

Soemiyati, Ny, , " 5 dan . 4 " 5 7Jakarta,

Sabiq, Sayyid, ! 6 0 , Bandung, PT. Alma’arif, 1981

Yusuf, Mahmud, % , Jakarta, PT. Nidakarya, Agung, 1989

Shonhaji, Abdullah, H, Dkk, Al Ustadz, 6 'Semarang, Asy Syifa,

1992