Pengertian Hak-Hak Anak TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ANAK

17 20 November 1989 dan di Indonesia disahkan dengan Keputusan Presiden RI Nomor: 36 Tahun 1990 LNRI Tahun 1990 Nomor 57 tanggal 25 Agustus 1990. Berbagai batas umur seperti diuraikan di atas, nampak ada kesamaan antara negara-negara yakni disebut anak apabila batas minimal berumur 7 tahun dan batas maksimal 18 tahun, walaupun demikian ada juga negara yang mematok usia anak terendah 6 tahun dan tertinggi 20 tahun, seperti Iran dan Srilangka. Perbedaan ini dapat saja terjadi karena adanya perbedaan pandangan yang disebabkan oleh kondisi sosial budaya masyarakat dari negara tersebut. Di Indonesia ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang anak, misalnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan berbagai peraturan lain yang berkaitan dengan masalah anak. Menurut Pasal 1 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 adalah sebagai berikut: Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 delapan tahun tetapi belum mencapai umur 18 delapan belas tahun dan belum pernah kawin. Anak nakal adalah: a. Anak yang melakukan tindak pidana, b. Anak yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. 18 Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut: Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 delapan belas tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya. Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dirumuskan sebagai berikut: “Anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Dengan demikian apabila ditinjau dari berbagai pengertian di atas, anak diartikan sebagai orang yang belum dewasa, orang yang belum berusia 18 tahun dan belum menikah termasuk yang masih dalam kandungan.

B. Jenis-Jenis Anak dan Hak-Haknya

1. Jenis-jenis anak

Berdasarkan tata bahasa menjelaskan bahwa anak adalah keturunan kedua sebagai hasil dari hubungan antara pria dan wanita. Kata “anak” dipakai secara umum baik untuk manusia maupun binatang bahkan tumbuh- tumbuhan. Dalam bahasa arab terdapat bermacam kata yang digunakan untuk arti “anak”. Umpamanya kata “walad” artinya secara umum adalah “anak” tetapi dipakai untuk anak yang dilahirkan oleh manusia atau binatang yang bersangkutan. Disamping itu kata “ibnun” yang artinya “anak” juga, hanya ada perbedaan pemakaian keduanya. Kata yang terakhir ini dipakai dalam arti 19 yang luas yakni dipakai untuk anak kandung, anak angkat, anak susu, anak pungut, anak tiri dan lainnya. 5 Masing-masing anak ini mendapat perhatian khas dalam Islam yang menetukan statusnya baik didalam keturunan, kewarisan, maupun dalam pandangan masyarakat. Adapun penjelasan dari masing-masing jenis anak tersebut adalah sebagai berikut: a. Anak Kandung Anak kandung berarti anak sendiri yakni anak yang dilahirkan dari seorang ibu dari suaminya yang sah berdasarakan perkawinan yang mempunyai syarat. 6 Anak kandung mempunyai kedudukan tertentu terhadap keluarga, orang tua yang berkewajiban atas nafkah hidup, pendidikan, pengawasan dalam ibadah dan budi pekerti anak dalam kehidupan sampai dewasa, anak harus dapat bediri sendiri. Sekiranya masih sekolah lagi, maka ia dibiayai oleh ibu bapaknya sampai selesai pendidikannya. Disamping itu sang anak mendapatkan warisan dari ibu bapaknya. b. Anak Susu Anak susu berarti sesorang anak yang menetek dari seorang wanita tertentu. 7 Hal ini sudah menjadi satu kebiasaan yang dilakukan, bahkan Rasulullah SAW sendiri disusui oleh ibu susu. 5 Dr. Fuad Mohd. Fachruddin, Masalah Anak Dalam Islam: Anak Kandung, Anak Tiri, Anak Angkat dan Anak Zina Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1991, Cet. II, hlm. 24-26. 6 Dr. Fuad Mohd. Fachruddin, Masalah Anak Dalam Islam, hlm. 35. 20 c. Anak Angkat Anak angkat ialah seorang anak dari seorang ibu dan bapak yang diambiloleh manusia lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri. 8 d. Anak Pungut Anak pungut adalah anak yng didapatkan dimanapun dan dipelihara untuk menjauhkannya dari kesengsaraan dan kehancuran pribadinya. 9 Kebanyakan mereka berkeliaran dijalan raya, dikolong jembatan dan tempat-tempat yang menjadi sarang penyakit moral. Kebanyakan anak-anak ini tidak mengetahui ibu bapaknya mereka dan dari mana asal mereka. Anak pungut sebenarnya adalah cabang dari anak angkat. Anak angkat mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi daripada anak pungut. Anak pungut tidak mempunyai kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan anak angkat, ia hanya dapat pemeliharaan dari orang yang memungutnya. Kata “dipungut” sudah merupakan perbedaan, “dipungut” berarti sesuatu yang tidak berarti atau yang kurang artinya. Sedangkan “diangkat” berarti ditinggikan dari keadaan dimana ia berada. e. Anak Tiri 7 Dr. Fuad Mohd. Fachruddin, Masalah Anak Dalam Islam, hlm. 59. 8 Dr. Fuad Mohd. Fachruddin, Masalah Anak Dalam Islam, hlm. 47. 9 Dr. Fuad Mohd. Fachruddin, Masalah Anak Dalam Islam, hlm. 68. 21 Anak tiri adalah anak suami atau istri dari perkawinan dengan orang lain. Anak yang dibawa serta dalam perkawinan baru, maka ia menjadi anak tiri bagi sang suami atau sang istri. f. Anak Zina Anak zina adalah anak yang dilahirkan oleh ibunya dari hubungan yang tidak sah. 10 Maka “zina” itu berarti bergaul antara pria dan wanita tidak menurut ajaran Islam.Kalau anak zina yang timbul dari perkawinan yang tidak sah antara pria adan wanita, hal ini berarti bahwa pergaulan itu tidak dapat terjadi antara siapa saja baik antara adik-kakak, ayah-anak, ibu-anak maupun dengan yang lain. Anak ini adalah manusia biasa dan normal serta ia memiliki hak hidupnya yang sama dengan manusia lain, hanya ia kehilangan hak lainnya seperti hak warisan, sebab ia tidak mempunyai bapak yang sah. Dalam Islam juga dibedakan antara anak yang masih kecil ghairu baligh dan anak yang sudah baligh. Anak yang masih kecil ada yang mumayiz dan ada yang belum mumayiz belum bisa membedakan yang hak dan batil. 11 Adapun tanda-tanda kebalighan seseorang dapat ditentukan dengan umur dan tanda-tanda tertentu seperti telah keluar mani, haid, dan lain- 10 Fathurrahman Djamil, Pengakuan Anak Luar Nikah dan Akibat Hukumnya, dalam Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary, Problematika Hnkum Islam Komtemporer, Buku Pertama, Jakarta: Firdaus, 2002, hlm. 129. 11 A. Rahman Ritonga, dkk, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, Cet. I, Jil. I, hlm. 112.