Dampak-Dampak Tidak Terpenuhinya Hak-Hak Anak

51

BAB III KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 1990 TENTANG

PENGESAHAN KONVENSI HAK ANAK A. Latar Belakang Lahirnya Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak Sebagai perjanjian multilateral yang mengatur kepentingan umum masyarakat internasional dan bersifat terbuka, telah disahkan pada sidang Umum PBB tanggal 20 November 1989 Convention on the Rights of the Child guna mengatur secara khusus hak-hak anak yang bersifat asasi. Konvensi yang berisikan 54 pasal tentang hak-hak anak ,diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 pada tanggal 25 Agustus 1990 dan dinyatakan berlaku sejak 5 Oktober 1990. 1 Secara filosofis, Konvensi hak anak berakar dari perubahan yang terjadi di dunia pada abad 19 ketika anak masih dipandang sebagai hak milik, anak masih dianggap sebagai urusan keluarga, komunitas lokal dan jauh dari urusan negara. kesadaran terhadap kehidupan dan nasib dunia anak-anak muncul setelah seorang aktifis perempuan berkebangsaan inggris bernama Eglantyne Jebb berkampanye kepada semua pihak agar memperhatikan nasib anak-anak yang menderita akibat perang dunia pertama. Sebagai langkah awal, Jebb mendirikan 1 Masyithah Umar, Hak Asasi Manusia tentang penghapusan diskriminasi terhadap anak dan perempuan; dalam majalah Khazanah, Banjarmasin: IAIN Antasari, Vol. I, No. 06, 2002, h. 650 52 Save the Children International Union 1920, tiga tahun kemudian diikuti dengan penyusunan deklarasi hak anak. Pada 26 September 1926 liga bangsa-bangsa sebagai organisasi internasional multifungsi, turut serta menyediakan sarana bagi perlindungan anak secara internasional. Hal itu dibuktikan dengan mengadopsi Deklarasi Hak Anak yang disusun oleh Save The Children International Union yang terdiri atas 5 prinsip. 2 Karena diadopsi di Jenewa, maka deklarasi itu dikenal sebagai deklarasi Jenewa. Lima prinsip tersebut adalah: 1 anak harus diberi alat yang berguna bagi perkembangan fisik dan mental mereka; 2 anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak yang terbelakang harus ditolong, anak yang anak yang nakal harus dididik kembali dan anak yatim piatu harus mendapatkan perhatian secara baik; 3 bila timbul bencana maka anak harus diselamatkan terlebihg dahulu; 5 anak harus dibesarkan dengan kesadaran bahwa bakat-bakat mereka sepenuhnya harus ditujukan demi melayani manusia. Deklarasi Jenewa sangat berarti sebagai awal dari munculnya instrumen yang mengikat secara yuridis. Tetapi karena liga bangsa-bangsa kemudian ambruk, maka untuk sementara upaya-upaya yang lebih konkrit terhenti dan baru muncul kembali pada 1946 dengan diprakarsai oleh PBB dengan membentuk tim komisi sosial yang bertugas untuk mengadopsi rancangan deklarasi tentang hak 2 Chandra Gautama, Konvensi Hak Anak, Jakarta, Lembaga Studi Pers dan Pembangunan LSPP, 2000, h. 13. 53 anak dan mengajukan kepada komisi hak asasi manusia untuk diteliti dan diperbaiki, selanjutnya diajukan hasilnya ke Majelis Umum PBB. Majelis Umum PBB kemudian memproklamirkan sebagai Deklarasi Hak Anak pada 20 November 1959. Pada tahun 1950-an, perhatian dunia untuk memenuhi hak anak sangat tinggi dan masyarakat pun memiliki kesadaran penuh bahwa kepentingan anak tidak sama dengan kepentingan pengasuhnya. Oleh karena itu, deklarasi hak anak 1959 muatannya lebih kaya dibandingkan Deklarasi Jenewa. Anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa serta sebagai sumber daya manusia di masa depan yang merupakan modal bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan sustainable development. Berangkat dari pemikiran tersebut, kepentingan yang utama untuk tumbuh dan berkembang dalam kehidupan anak harus memperoleh prioritas yang sangat tinggi. Sayangnya, tidak semua anak mempunyai kesempatan yang sama dalam merealisasikan harapan dan aspirasinya. Banyak diantara mereka yang beresiko tinggi untuk tidak tumbuh dan berkembang secara sehat, mendapatkan pendidikan yang terbaik, karena keluarga yang miskin, orang tua bermasalah, diperlakukan salah, ditinggal orang tua, sehingga tidak dapat menikmati hidup secara layak. Setelah 12 tahun, Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak, tepatnya pada tanggal 25 Agustus 1990 melalui Keppres R.I. No. 36 tahun 1990. 54 Indonesia belum mempunyai kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak yang berorientasi pada Konvensi Hak-hak Anak. Berbagai konflik komunal di sebagian wilayah Indonesia disertai instabilitas di bidang politik dan pemerintahan telah memperberat upaya-upaya peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak di Indonesia. Keadaan yang serba krisis dan kritis ini, telah mendesak pemerintah untuk menyelesaikan banyak prioritas-prioritas lain seperti politik, pemulihan ekonomi dan keamanan, ketimbang upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak di Indonesia. Akibatnya, berbagai permasalahan anak muncul ke permukaan karena jaminan negara terhadap pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial dan perlindungan anak tidak maksimal. Hal ini, juga terlihat pada alokasi anggaran untuk sektor pendidikan rata-rata hanya 6 persen, kesehatan hanya 3,9 persen dan berapa besarnya anggaran teralokasi untuk kebutuhan perlindungan anak tidak diketahui secara jelas. Akibatnya, sistem pelayanan pendidikan dan kesehatan selama ini belum dapat menggunakan sistem akses universal Education for All dan Health for All, melainkan berdasarkan sistem target sesuai anggaran yang tersedia narrow targeting. Kondisi tersebut di atas, juga menyebabkan pembangunan kesejahteraan dan perlindungan anak terdesak dari rumusan GBHN tahun 1999, yang sebelumnya tercantum dalam rumusan bidang tersendiri pada GBHN tahun 1997.