Hubungan antara pengetahuan teknis terhadap perilaku komunikasi partisipatif fasilitator.

tetapi juga harus memiliki kemampuan teknis. Dalam kegiatan PNPM selalu melibatkan hal-hal teknis, seperti pembuatan surat, proposal, kemampuan dalam pendataan keuangan, serta penyusunan kegiatan pembangunan infrastruktur atau yang berkaitan dengan administrasi kegiatan kelompok binaan. Untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel pengetahuan teknis terhadap variabel perilaku komunikasi partisipatif, dilakukan pengujian melalui tabulasi silang pada tabel 18. Tabel 18. Jumlah persentase fasilitator menurut pengetahuan teknis dan perilaku komunikasi partisipatif Perilaku Komunikasi Partisipatif Pengetahuan teknis Rendah Tinggi Rendah 61.6 18.8 Tinggi 38.4 81.2 Jumlah 100 100 Berdasarkan tabel 18, menunjukan bahwa sebesar 61.6 persen responden faskel yang memiliki pengetahuan teknis rendah, memiliki perilaku komunikasi partisipatif rendah, dan sebesar 81.2 responden faskel yang memiliki pengetahuan teknis tinggi memiliki perilaku komunikasi yang tinggi. Berdasarkan angka tersebut, dapat dikatakan, semakin tinggi pengetahuan teknis yang dimiliki fasilitator, maka memiliki kecenderungan semakin tinggi perilaku komunikasi partisipatifnya, sebaliknya semakin rendah pengetahuan teknis fasilitator, memiliki kecenderungan semakin rendah perilaku komunikasi partispatifnya. Untuk mengetahui tingkat hubungan antara variabel pengetahuan teknis terhadap variabel perilaku komunikasi partisipatif, dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil uji analisis tersebut, tersaji pada tabel 19. Tabel 19. Koefisien korelasi r antara pengetahuan teknis dan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator Karakterisrik fasilitator Perilaku komunikasi partisipatif fasilitator Pengetahuan teknis r Sig 0.431 0.007 Keterangan: sangat nyata pada α = 0,01 Berdasarkan tabel 19, dapat dikatakan variabel pengetahuan teknis dan variabel perilaku komunikasi partisipatif berhubungan sangat nyata positif dengan nilai signifikansi sebesar 0.007 pada alpha 1. Hubungan sangat nyata positif ini menjelaskan semakin tinggi pengetahuan non teknis fasilitator, memiliki kecenderungan semakin tinggi perilaku komunikasi partisipatif fasilitator sebaliknya semakin rendah pengetahuan teknis fasilitator, memiliki kecenderungan semakin rendah perilaku komunikasi partisipatifnya. Hubungan sangat nyata tersebut, dikarenakan fasilitator memiliki pengetahuan teknis yang berkaitan dengan perilaku komunikasi partisipatif. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui mempelajari dan bertukar informasi yang berkaitan dengan kemampuan teknis seperti literatur teknis, pembuatan format proposal, pembuatan surat undangan, pembuatan brosur, literatur format administrasi, serta format penyusuanan anggaran pembangunan infrastrukur. Dengan pengetahuan tersebut dapat dengan diterapkan dalam kelompok pada PNPM Mandiri. Apabila dianalisis lebih lanjut hubungan antara variabel pengetahuan teknis dengan variabel pemberian akses, dialog penyelesaian tugas kelompok, dialog pemeliharaan kelompok dan refleksi aksi, didapatkan hasil yang tersaji pada tabel 20. Tabel 20. Koefisien korelasi r antara pengetahuan teknis dan perilaku variabel komunikasi partisipatif fasilitator Karakteristik fasilitator Perilaku Komunikasi Partisipatif Failitator Pemberian akses Dialog menyelesaikan tugas kelompok Dialog pemeliharan kelompok Refleksi aksi Pengetahuan teknis r Sig r Sig r Sig r Sig 0.334 0.041 0.344 0.043 0.452 0.004 0.494 0.002 Keterangan: nyata pada α = 0,05. sangat nyata pada α = 0,01 Berdasarkan hasil analisis statistik pada tabel 20, dapat dikatakan variabel pengetahuan teknis berhubungan nyata positif terhadap proses pemberian akses terhadap kelompok binaan, dengan nilai signifikansi sebesar 0.041 pada alpha 5. Hubungan nyata positif menjelaskan, semakin tinggi pengetahuan teknis fasilitator maka memiliki kecenderungan proses pemberian akses semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya semakin rendah pengetahuan teknis fasilitator, maka memiliki kecenderungan semakin rendah proses pemberian akses. Hubungan nyata ini tersebut dikarenakan, fasilitator memiliki kemampuan teknis yang diterapkan dalam proses pemberian akses kelompok. Berdasarkan data yang didapatkan, pengetahuan tersebut diperoleh melalui membaca literatur teknis dan bertukar informasi sesama fasilitator. Dengan pengetahuan tersebut dapat dengan mudah diterapkan dalam kelompok binaannya, hal ini terlihat fasilitator menyiapkan agenda-agenda persiapan kegiatan kelompok swadaya masyarakat, menyiapkan undangan dan brosur dalam sosialisasi pemetaan swadaya masyarakat. Berdasarkan tabel 20, dapat dikatakan variabel pengetahuan teknis berhubungan nyata positif terhadap proses dialog menyelesaikan tugas kelompok binaan dengan nilai signifikansi sebesar 0.043 pada alpha 5. Hubungan nyata positif memberikan arti, bahwa semakin tinggi pengetahuan teknis fasilitator memiliki kecenderungan proses dialog menyelesaikan tugas kelompok semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah pengetahuan teknis fasilitator memiliki kecenderungan proses dialog menyelesaikan tugas semakin rendah. Hubungan nyata positif ini dikarenakan setiap dialog menyelesaikan tugas atau permasalahan kelompok selalu membutuhkan kemampuan teknis. Fasilitator yang memiliki kemampuan teknis akan mempermudah menyelesaikan tugas kelompoknya. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, proses teknis diperlukan dalam menyelesaikan tugas dalam kegiatan kelompok, seperti menjelaskan siklus pembutan rencana kerja tindak lanjut, memberikan metoda baru untuk identifikasi masalah, dan pembuatan catatan evaluasi dari proses rapat mingguan. Apabila dikaji berdasarkan tabel 20, dapat dikatakan sudah memiliki bukti variabel pengetahuan teknis berhubungan sangat nyata positif terhadap proses dialog pemeliharaan kelompok binaan dengan nilai signifikansi sebesar 0.004 pada alpha1. Hubungan sangat nyata positif memberikan arti semakin tinggi pengetahuan teknis fasilitator, memiliki kecenderungan semakin tinggi proses dialog memelihara kelompok, sebaliknya semakin rendah pengetahuan teknis fasilitator. Memiliki kecenderungan semakin rendah proses dialog dalam memlihara kelompok. Hubungan sangat nyata positif tersebut, dikarenakan fasilitator memiliki pengetahuan teknis dalam proses pemeliharaan kelompok. Berdasarkan data yang didapatkan, pengetahuan tersebut diperoleh melalui membaca literatur atau pedoman-pedoman teknis. Dengan pengetahuan tersebut dapat dengan mudah diterapkan dalam kelompok pada PNPM Mandiri, hal ini terlihat fasilitator menyiapkan hal teknis seperti permainan-permainan dari kertas, serta membuat buku untuk mencatat ide-ide yang diberikan anggota kelompok. Pada tabel 20 menunjukan variabel pengetahuan teknis berhubungan sangat nyata positif terhadap proses refleksi aksi dengan nilai signifikansi sebesar 0.002 pada alpha 1. Hal ini dapat diartikan semakin tinggi pengetahuan teknis yang dimiliki fasilitator, memiliki kecenderungan semakin tinggi proses refleksi aksi, sebaliknya semakin rendah pengetahuan teknis yang dimiliki fasilitator, memiliki kecenderungan semakin rendah proses refleksi aksi. Hubungan nyata positif ini dikarenakan, pengetahuan teknis yang dimiliki fasilitator dibutuhkan dalam kegiatan refleksi aksi. Pengetahuan teknis yang dimiliki fasilitator diperoleh melalui membaca dan mempelajari literatur-literatur maupun saling bertukar informasi yang berkaitan dengan kemampuan teknis. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, fasilitator melakukan kegiatan teknis dalam refleksi aksi, seperti membuat format untuk pengidentifikasian faktor kemiskinan, pembuatan format rencana tindak lanjut setelah kegiatan refelksi aksi selesai dilakukan.

4. Hubungan antara pendidikan nonformal terhadap perilaku komunikasi partisipatif fasilitator

Dalam pembahasan ini variabel yang merupakan bagian dari perilaku komunikasi partisipatif ialah pemberian akses, dialog penyelesaian tugas kelompok, dialog pemeliharaan kelompok, dan refleksi aksi, sedangkan variabel yang merupakan bagian dari karakteristik fasilitator ialah pendidikan nonformal. Untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel pengalaman terhadap variabel perilaku komunikasi partisipatif, dilakukan pengujian melalui tabulasi silang pada tabel 21. Tabel 21. Jumlah persentase fasilitator menurut pengetahuan teknis dan perilaku komunikasi partisipatif. Perilaku Komunikasi Partisipatif Pengetahuan teknis Rendah Tinggi Rendah 63.3 26.1 Tinggi 36.4 73.9 Jumlah 100 100 Berdasarkan tabel 21, menunjukan bahwa sebesar 63.3 persen fasilitator yang memiliki pendidikan nonformal rendah, memiliki perilaku komunikasi partisipatif rendah, dan sebesar 73.9 fasilitator yang memiliki pendidikan nonformal tinggi memiliki perilaku komunikasi yang tinggi. Berdasarkan angka tersebut dapat dikatakan semakin tinnggi pendidikan nonformal fasilitator, memiliki kecenderungan semakin tinggi perilaku komunikasi partisipatifnya, sebaliknya semakin rendah pendidikan nonformal fasilitator, memiliki kecenderungan semakin rendah perilaku komunikasi partispatifnya. Untuk melihat hubungan antara variabel pengetahuan teknis terhadap perilaku komunikasi partisipatif tersebut, dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil uji analisis tersebut, tersaji pada tabel 22. Tabel 22. Koefisien korelasi r antara pendidikan nonformal dan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator Karakteristik fasilitator Perilaku komunikasi partisipatif fasilitator Pendidikan nonformal r Sig 0.383 0.018 Keterangan: nyata pada α = 0,05 Berdasarkan hasil analisis statistik pada tabel 22, dapat dikatakan memiliki cukup bukti variabel pendidikan nonformal berhubungan nyata positif terhadap perilaku komunikasi partisipatif dengan nilai signifikansi sebesar 0.018 pada alpha 5. Hubungan nyata positif ini menjelaskan bahwa, semakin tinggi pendidikan nonformal fasilitator, memiliki kecenderungan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah pendidikan nonformal fasilitator, memiliki kecenderungan perilaku komunikasi partisipatif semakin rendah. Hubungan nyata positif ini, dikarenakan fasilitator memiliki kemampuan dalam menciptakan perilaku komunikasi partisipatif, yang diperoleh melalui