Faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator (kasus pnpm mandiri di kota bandar lampung)
YUDI SAPUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(2)
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Komunikasi Partisipatif Fasilitator, (Kasus PNPM Mandiri di Kota Bandar Lampung) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2011
Yudi Saputra NIM I352080131
(3)
Facilitators (A case study on PNPM Urban Economic Project in Bandar Lampung)1
The objectives of this research were : to observe participatory communication behavior of PNPM’ facilitator ; to analyze the relationship among facilitator charachteristics and their participatory behavior ; to analyze the relationship of role facilitator toward their participatory communication behavior in PNPM’ goup promoting in Bandar Lampung. Population of sample was facilitator in Bandar Lampung. Sample were chosen from the whole facilitator, amounted 38 facilitators. Result of study indicated that the characteristics of facilitator influencing their participatory communication behavior. And also the role influencing their participatory communication behavior. From those variabels, the experience did not relate to giving acces, and informal education also did not relate to problem solving dialog.
Under the supervision of SARWITITI SARWOPRASODJO. and RICHARD W E LUMINTANG.
Key words: Facilitator participatory communication behavior, role of facilitator, characteristics of facilitator.
(4)
Komunikasi Partisipatif Fasilitator (Kasus PNPM Mandiri di Kota Bandar Lampung) Dibimbing oleh SARWITITI SARWOPRASODJO dan RICHARD W.E. LUMINTANG.
Masalah kemiskinan khususnya di wilayah perkotaan merupakan permasalahan yang sangat mendesak dan perlu segera ditangani karena kemiskinan merupakan indikator pengembangan ekonomi. Kemiskinan disebabkan karena seorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Pemerintah menyadari bahwa pola pembangunan yang dilakukan selama ini bersifat sentralistik dan top down. Artinya tidak menghasilkan kemandirian terhadap masyarakat dalam menyelesaikan kemiskinannya. Pendekatan komunikasi yang terjadi dalam program-program pemberdayaan selama ini dirasakan bersifat searah, dimana tidak ada mekanisme untuk memberikan umpan balik dari masyarakat, sehingga tidak menimbulkan partisipasi aktif berdasarkan kesadaran. PNPM Mandiri merupakan bentuk program yang tengah diupayakan menjadi program percontohan dalam hal proses dan sasaran kegiatannya. Program ini hakekatnya ialah pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat dalam pembangunan daerahnya. Keberhasilan sebuah program pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat akan ditentukan oleh komunikasi yang partisipatif. Adanya komunikasi yang partisipatif memungkinkan anggota komunitas penerima program memiliki rasa tanggung jawab untuk keberlanjutan memberdayakan diri dan masyarakatnya serta dapat menggali potensi dan kreativitas masyarakat melalui sarana diskusi dan dialog. Dalam proses ini peran seorang fasilitator sebagai pemimpin sangat menentukan apakah partisipasi masyarakat berjalan dengan baik atau sebaliknya. Perilaku komunikasi partisipatif untuk meningkatkan dan menciptakan partisipasi aktif kelompok binaan sangat berpengaruh, karena fasilitator merupakan komunikator yang dimiliki pemerintah sebagai penghubung terhadap kelompok binaan. Dengan memiliki fasilitator yang baik maka diharapakan akan menciptakan komunikasi partisipatif dengan kelompok binaan. Oleh karena itu yang menjadi tujuan penelitian ini adalah, (1) mendeskripsikan karakteristik, peran dan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator (2) menganalisis hubungan karakteristik fasilitator dengan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator, (3) menganalisis hubungan peran fasilitator dengan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator di PNPM Mandiri di kota Bandar Lampung.
Penelitian ini merupakan penelitian kuntitatif dengan metode survei. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan bertempat di Kota Bandar Lampung. Penentuan populasi dan penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara
Stratified Random Sampling. Diperoleh 38 responden dari tiga kecamatan di kota Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif yaitu
menggunakan tabulasi silang daninferensia yaitu menggunakan uji korelasi rank Spearman. Analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antar peubah (analisis korelasi) adalah dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman. Data
(5)
Masyarakat Mandiri di Kota Bandar Lampung berjalan sesuai dengan sasaran, dimana telah terbentuknya lembaga keswadayaan masyarakat, tersedianya perencanaan jangka menengah (PJM) Pronangkis sebagai wadah aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin di perkotaan, terbentuknya Forum LKM tingkat kecamatan dan kota, serta terwujudnya kontribusi pendanaan dari pemerintah kota untuk kebutuhan pembangunan masyarakat miskin. Keberhasilan PNPM mandiri Perkotaan ini terlihat berhasilnya menyediakan dan perbaikan sarana lingkungan pemukiman, menyediakan sumberdaya keuangan melalui dana bergulir dan kredit mikro di kelompok masyarakat miskin. Keberhasilan program ini dikarenakan berjalannya strategi yang diterapkan, yaitu 1). Mengembankan lembaga kepemimpinan masyarakat yang mengakar, representatif dan dipercaya di mana anggotanya dipilih secara langsung. 2). Mengembankan program pembangunan jangka menengah (PJM) dan rencana tahunan sebagai media dialog, 3). Aktif berpartisipasi dalam musrenbang (musyawarah rencana pembangunan) di tingkat kelurahan dan kecamatan, untuk mengitegrasikan PJM (pembangunan jangka menengah) ke dalam rencana pembagunan jangka menengah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa karakteristik fasilitator seperti pengalaman, pengetahuan nonteknis, pengetahuan teknis, dan pendidikan nonformal memiliki korelasi terhadap Perilaku komnikasi partisipatif fasilitator. Dalam program ini, peran fasilitator juga memiliki korelasi terhadap perilaku komunikasi partisipatif fasilitator.
Kesimpulan penelitian ini adalah, jumlah terbesar peran fasilitator, yaitu untuk peran fasilitatif berada pada tingkatan sedang. Jumlah terbesar karakteristik fasilitator yaitu untuk pengetahuan non teknis berada pada tingkatan sedang, pendidikan nonformal dan pengetahuan teknis berada pada tingkatan tinggi, namun pengalaman berada pada tingkatan rendah. Pada perilaku komunikasi partisipatif, seluruh jumlah terbesar fasilitator untuk pemberian akses, dialog penyelesaian tugas kelompok, dialog pemeliharaan kelompok, dan refleksi aksi berada pada tingkatan yang tinggi. Karakteristik fasilitator yang meliputi pengalaman, pengetahuan nonteknis, pengetahuan teknis, dan pendidikan nonformal memiliki hubungan terhadap perilaku komunikasi partisipatif fasilitator. Peran fasilitatif fasilitator juga memiliki hubngan terhadap perilaku komunikasi partisipatif fasilitator.
(6)
©Hak Cipta milik IPB 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip Hak Cipta sebagian atau seluruh tesis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau tesis tulis
(7)
YUDI SAPUTRA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(8)
(9)
Nama : Yudi Saputra NRP : I352080131
Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS
Ketua Anggota
Ir. Richard W. E. Lumintang, MSEA
Diketahui
Koordinator Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS
Tanggal Ujian: 19 Mei 2011 Tanggal Lulus:
(10)
tesis yang berjudul: Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Komunikasi Partisipatif Fasilitatator ( Kasus PNPM Mandiri di Kota Bandar Lampung)
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Sarwititi, MS, selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir, Richard W. E. Lumintang, MSEA, sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing, mendidik dan mengarahkan penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.
Pada kesempatan ini juga, penulis tidak akan pernah lupa menyampaikan terima kasih kepada Ayahanda Iswandi Rachman dan Ibunda Yunani serta adik-adikku yang aku cintai. Beliaulah yang selalu hadir dalam memberikan kekuatan, dukungan , motivasi, nasehat selama penulis berjuang dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Trimakasih Ayah, terimaksih Ibu, terimakasih adikku sungguh penulis merasakan kekuatan dari doa-doa sucimu. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih untuk sahabat, seluruh keluarga besar dan seseorang wanita yang aku sayangi atas do’a, dukungan serta bantuan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan.
Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada bapak Ria Choldi yang telah bersedia menerima dan meluangkan waktunya untuk penulis di rumahnya selama penelitian ini dilakukan. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Nila yang telah banyak membantu dalam memandu penulis selama berinteraksi dengan fasilitator baik di luar maupun di waktu pertemuan kelompok binaan PNPM Mandiri.
Selama proses penelitian dan penulisan tesis ini, tidak sedikit hambatan rintangan yang dihadapi penulis, dan penulis meyakini bahwa tidak ada gading yang tak retak, tidak ada karya tulis yang sempurna, tidak ada lembaran putih yang tidak berbecak, tidak ada manusia yang sempurna. Untuk itu penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukkan, saran dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini.
Terakhir penulis ucapkan semoga tesis ini bermanfaat bagi pembangunan pertanian Indonesia dan semoga dapat dijadikan rujukan bagi pengembangan ilmu komunikasi.
Bogor, Mei 2011.
(11)
dan Yunani. Anak berdarahkan Lampung - Jawa merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar hingga Sekolah Menengah Umum di Bandung, dan melanjutkan pendidikan Strata 1 di Institut Pertanian Bogor tahun 2004 jurusan Ilmu Produksi Ternak.
Penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan Strata 2 di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Sekolah pascasarjana IPB pada tahun 2008.
(12)
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang Penelitian ... 1
Perumusan Masalah ... 4
Tujuan Penelitian ... 5
Kegunaan Penelitian... 5
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
Komunikasi Partisipatif ... 7
Kepemimpinan ... 8
Perilaku Komunikasi ... 8
Peran Fungsional Dalam Kelompok ... 10
Komunikasi Pembangunan dan Pemberdayaan ... 12
Karakteristik Individu ... 12
Penelitian Terdahulu Tentang Perilaku Komunikasi ... 13
Fasilitator ... 22
Pengertian Partisipasi ... 22
PNPM Perkotaan ... 24
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 30
Kerangka Pemikiran ... 30
Hipotesis ... 32
METODE PENELITIAN ... 33
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
Desain Penelitian ... 33
Populasi dan Sampel ... 33
Data dan Instrumentasi ... 34
Definisi Operasional... 35
Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 39
Metode Analisis Data ... 42
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44
Profil PNPM Mandiri Perkotaan Bandar Lampung ... 48
Karakteristik Fasilitator ... 53
Peran Fasilitator ... 56
Perilaku Komunikasi Partisipatif Fasilitator ... 56
Hubungan Karakteristik Fasilitator terhadap Perilaku - Partisipatif Fasilitator ... 60
(13)
KESIMPULAN DAN SARAN ... 78
Kesimpulan ... 78
Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
(14)
1. Hubungan Karakteristik dengan perilaku komunikasi ... 12
2. Hubungan Karakteristik dengan Gaya Pemimpin ... 15
3 Populasi dan Sampel ... 33
4. Koefisien Cronbach alhpa hasil uji coba kuesioner ... 40
5. Luas Wilayah Kota Bandar Lampung ... 45
6. Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Kota Bandar Lampung ... 46
7. Data Jumlah Penyandang Masalah Sosial di Kota Bandar Lampung ... 47
8. Data jumlah distribusi tenaga kerja di Bandar Lampung ... 48
9. Tingkatan dan porsentase karakteristik fasilitator PNPM Mandiri di Kota Bandar Lampung ... 53
10. Tingkatan dan porsentase peran fasilitatif fasilitator PNPM Mandiri ... 56
11. Tingkatan dan porsentase perilaku komunikasi partisipatif Fasilitator PNPM Mandiri ... 60
12. Jumlah porsentase fasilitator menurut pengalaman dan perilaku ko- unikasi partisipatif fasilitator ... 59
13. Koefisien korelasi antara pengalaman dan perilaku komunikasi- Partisipatif fasilitator ... 61
14. Koefisien korelasi pengalaman dan variabel perilaku komunikasi- Partisipatif fasilitator ... 62
15. Jumlah persentase fasilitator menurut pengetahuan nonteknis dan- Perilaku komunikasi partisipatif ... 62
16. Koefisien korelasi antara pengetahuan nonteknis faslitator dan pe- rilaku komunikasi partisipatif fasilitator... 64
17. Koefisien korelasi pengetahuan nonteknis fasilitator dan variabel- Perilaku komunikasi partisipatif fasilitator... 65
18. Jumlah porsentase menurut pengetahuan teknis dan perilaku komu- nikasi Partisipatif fasilitator ... 67
19. Koefisien korelasi antara pengetahuan teknis fasilitator dan perilaku Komunikasi partisipatif fasilitator ... 67
(15)
21. Jumlah porsentase pendidikan nonformal dan perilaku komunikasi
Partisipatif fasilitator ... 71 22. Koefisien korelasi antara pendidikan nonformal dan perilaku komu-
nikasi Partisipatif fasilitator ... 71 23. Koefisien korelasi pendidikan nonformal fasilitator dan variabel pe-
Perilaku komunikasi partisipatif fasilitator... 72 24. Jumlah porsentase peran fasilitatif dan perilaku komunikasi parti-
sipatif fasilitator ... 74 25. Koefisien korelasi antara peran fasilitatif fasilitator dan perilaku
Komunikasi partisipatif fasilitator ... 75 26. Koefisien korelasi peran fasilitatif dan variabel perilaku komunikasi
Partisipatif fasilitator ... 76
(16)
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif... 31 2. Realisasi pembuatan infrastruktur program PNPM Mandiri ... 51
(17)
1. Peta Lokasi Penelitian ... 84 2. Kueisioner Penelitian ... 85 3. Uji validitas dan reliabilitas ... 96 4. Uji Korelasi Spearman variabel karakteristik dan peran dengan
Variabel perilaku komunikasi partisipatif fasilitator... 100 5. Uji Korelasi Spearman variabel karakteristik dan peran dengan
(18)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah kemiskinan khususnya di wilayah perkotaan merupakan permasalahan yang sangat mendesak dan perlu segera ditangani karena
kemiskinan merupakan indikator pengembangan ekonomi. Kemiskinan
disebabkan karena seorang atau sekelompok tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Selain itu kemiskinan juga bersifat multidimensi, bukan hanya masalah rendahnya pendapatan tetapi juga menyangkut tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat, yaitu hak sosial budaya, ekonomi dan politik. Untuk mengurangi kemiskinan maka infrastruktur ekonomi harus ditingkatkan secara maksimal.
Hasil penelitian Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF) menyimpulkan jumlah orang miskin akan mencapai 40 juta (16,82%) tahun 2009. Angka ini menunjukkan peningkatan sekitar 5 juta bila dibandingkan dengan hasil dari Biro Pusat Statistik (BPS) survei Maret 2008, yang mengungkapkan angka kemiskinan di Indonesia mencapai 34.96 juta (15,42%).
Pemerintah menyadari bahwa pola pembangunan yang dilakukan selama ini bersifat sentralistik dan top dow. Artinya tidak menghasilkan kemandirian terhadap masyarakat dalam menyelesaiakan kemiskinannya. Berkaitan dengan itu maka pemikiran tentang reformasi sistem pemerintahan tradisional (government)
menjadi sistem kepemerintahan yang baik (good governance) perlu dilakukan.
Prinsip mendasar yang melandasi perbedaan antara kepemerintahan yang baik (good governance) dengan pola pemerintahan tradisional (government) terletak pada peranan pemerintah dan peran masyarakat termasuk swasta, semakin ditingkatkan dan terbuka aksesnya dalam pembangunan dan pemberdayaan (Sedarmayanti 2004:39). Terdapat pelajaran berharga dan (mungkin) sebagai penyadaran bagi para penyelenggara Negara, bahwa kebijakan dalam melakukan pembangunan yang menempatkan warga miskin sebagai obyek pembangunan perlu dikoreksi.
(19)
Respon terhadap pendekatan pembangunan tersebut, berkembanglah diskusi tentang civil society di kalangan perguruan tinggi maupun organisasi non pemerintah. Diskursus tentang civil society ini menyadarkan para penyelenggara negara untuk menemukan pendekatan baru dalam kebijakan pembangunan yang berpihak pada rakyat. Terkait dengan wacana tersebut bekembang pula pemikiran, bahwa untuk mewujudkan bangsa yang demokratis, harus dimulai dari lapisan mayarakat paling bawah, yaitu khususnya masyarakat miskin.
Pendekatan komunikasi yang terjadi dalam program-program pemberdayaan selama ini dirasakan bersifat searah, dimana tidak ada mekanisme untuk memberikan umpan balik dari masyarakat, sehingga tidak menimbulkan partisipasi aktif berdasarkan kesadaran. Menurut Hernando Gonzales dalam Jahi (1998), istilah partisipasi sekarang dianggap lebih sesuai dalam pendekatan komunikasi karena orang-orang yang terlibat dalam komunikasi, keduanya mengirim dan menerima pesan-pesan meskipun dalam derajat yang berbeda. Masyarakat seringkali hanya dijadikan sebagai objek bukan subyek dalam pembangunan. Masyarakat diwajibkan terhimpun dalam kelompok yang dibentuk dan dikontrol oleh pemerintah, sehingga kelompok sulit sekali mandiri karena pengelolaannya harus mengikuti petunjuk pemerintah.
PNPM Mandiri merupakan bentuk program yang tengah diupayakan menjadi program percontohan dalam hal proses dan sasaran kegiatannya. Program ini hakekatnya ialah pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat dalam pembangunan daerahnya. Dengan program tersebut diharapkan pola pembangunan bertumpu pada masyarakat secara langsung dan menjadi aktor utama bukan sebagai penonton atau pembantu, sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam setiap proses pembangunan daerah perkotaan. Hadirnya PNPM Mandiri dapat meningkatkan kerja sama pemerintah dan masyarakat, sehingga dengan adanya program ini bisa membangun keswadayaan masyarakat dan individu dalam kelompok binaan.
Hasil penelitian Solihin (2005) menyebutkan bahwa pada aspek ekonomi terjadi peningkatan modal dan pendapatan masyarakat sebesar 60 persen, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Hal yang kontras justru terjadi
(20)
pada penelitian Muchtar (2007), membuktikan bahwa tidak terjadi proses pemberdayaan dalam implementasi P2KP ( sekarang PNPM Pekotaan).
Keberhasilan sebuah program pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat akan ditentukan oleh komunikasi yang partisipatif. Adanya komunikasi yang partisipatif memungkinkan anggota komunitas penerima program memiliki rasa tanggung jawab untuk keberlanjutan memberdayakan diri dan masyarakatnya serta dapat menggali potensi dan kreativitas masyarakat
melalui sarana diskusi dan dialog. ( Suparja et al.2003), dengan komunikasi
partispatif diharapkan adanya paritsipasi, potensi masyarakat dapat tergali. Pendeknya, dengan pendekatan komunikasi partisipatif diharapkan dapat berkembangnya aktivitas yang berotientasi pada kompetensi dan tanggung jawab sosial sebagai anggota komunitas itu sendiri.
Proses – proses komunikasi dalam PNPM Perkotaan dapat teramati dalam
event komunikasi di setiap kegiatannya. Dalam proses ini peran seorang fasilitator sebagai pemimpin sangat menentukan, apakah partisipasi masyarakat berjalan dengan baik atau sebaliknya. Perilaku komunikasi partisipatif untuk meningkatkan dan menciptakan partisipasi aktif kelompok binaan sangat berpengaruh, karena fasilitator merupakan komunikator yang dimiliki pemerintah sebagai penghubung terhadap kelompok binaan. Dengan memiliki fasilitator yang baik maka diharapakan akan menciptakan komunikasi partisipatif dengan kelompok binaan.
Penelitian - penelitian tentang perilaku komunikasi partisipatif terhadap komunikator, dalam hal ini ialah fasilitator tidak pernah dilakukan. Adapun penelitian yang melihat perilaku komunikasi partisipatif, ialah melalui pendekatan kepemimpinan, salah satunya yaitu penelitian tentang karakteristik dan perilaku komunikasi tokoh masyarakat yang dilakukan oleh Kaherun (2005). Dalam penelitian tersebut variabel pendapatan dan pengetahuan berpengaruh nyata terhadap partisipasi sosial dan perilaku komunikasi horizontal. Penelitian yang dilakukan oleh Sandjaja (1990) pun hanya melihat hubungan antara karateristik dengan gaya kepemimpinan dalam aktivitas komunikasi, dimana hasil penelitian tersebut menghasilkan variabel karateristik pemimpin yang terdiri dari pendidikan
(21)
formal, pendidikan nonformal berpengaruh nyata terhadap aktivitas komunikasi ke atas.
Dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis memutuskan untuk melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Komunikasi Partisipatif Fasilitator ( Studi Kasus PNPM (Pembangunan sektor ekonomi) Mandiri di Kota Bandar Lampung).
Perumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang penelitian di atas yaitu, aspek partisipasi masyarakat khususnya dalam kelompok binaan sangat penting ,karena berpengaruh terhadap keberhasilan PNPM Mandiri perkotaan. Melalui perilaku komunikasi partisipatif yang baik oleh fasilitator, diharapkan program ini tidak menjadi alat penyaluran informasi dari pemerintah saja, tetapi diharapkan dapat menjadi sarana diskusi dan dialog, sehingga kelompok binaan mengenali masalah-masalah mereka dan sekaligus mencari pemecahannya.
Kelompok binaan yang mendapatkan bantuan PNPM Perkotaan sebagai subyek yang berpengetahuan memperoleh kesadaran tentang realita sosio budaya mereka dan kapasitas untuk melakukan perubahan didalam situasi dan lingkungan sendiri. Pengetahuan dan pengalaman mereka dalam menanggapi situasi lingkungannya berguna sebagai dasar pengambilan keputusan. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berusaha menjawab beberapa pertanyaan antara lain :
1. Bagaimana karakteristik, peran dan perilaku komunikasi partisipatif
fasilitator di dalam kelompok binaan PNPM Mandiri di kota Bandar Lampung ?
2. Bagaimana hubungan karakteristik fasilitator dengan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator dalam kelompok binaan PNPM Mandiri di kota Bandar Lampung?
3. Bagaimana hubungan peran fasilitator dengan perilaku komunikasi
partisipatif fasilitator dalam kelompok binaan PNPM perkotaan di kota Bandar Lampung?
(22)
Tujuan Penelitian
Kajian partisipasi masyarakat dalam PNPM Mandiri perkotaan dibutuhkan terutama dalam hal dampak perubahan sosial dan ekonomi masyarakat baik dengan adanya perubahan perilaku yang sejalan atau mungkin bertentangan sehingga dapat diketahui strategi program selanjutnya. Berkaitan dengan perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan karakteristik, peran dan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator
2. Menganalisis hubungan karakteristik fasilitator dengan perilaku
komunikasi partisipatif fasilitator dalam kelompok
3. Menganalisis hubungan peran fasilitator dengan perilaku komunikasi
partisipatif fasilitator dalam kelompok binaan Kegunaan Penelitian
1. Diharapkan akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi pemerintah
daerah, penyuluh dan pihak-pihak terkait lainnya dalam PNPM Mandiri perkotaan, sebagai masukan alternatif pendekatan komunikasi pemerintah kepada masyarakat dalam merancanakan, melaksanakan, mengevaluasi program-program pembangunan masyarakat.
2. Sebagai referensi pembanding dan konsep dalam kepentingan akademik
(23)
(24)
BAB I
TINJAUAN TEORI
Komunikasi Partisipatif
Komunikasi partisipatif dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang memberikan kebebasan, hak dan akses yang sama dalam memberikan pandangan, perasaan, keinginan, pengalaman dan menyampaikan informasi ke masyarakat untuk menyelesaikan sebuah masalah (Bordenave 1972 diacu dalam White 1995).
Dialog adalah komunikasi transaksional dimana pengirim (sender) dan penerima (receiver) pesan saling berinteraksi dalam suatu periode waktu tertentu hingga sampai pada makna-makna yang saling berbagi. Esensi dari dialog adalah mengenal dan menghormati pembicara lain atau suara lain, sebagai subjek yang otonom, tidak lagi hanya sebagai objek komunikasi. Dalam dialog setiap orang memiliki hak yang sama untuk bicara atau untuk didengar dan mengharap bahwa suaranya tidak akan ditekan oleh orang lain atau disatukan dengan suara orang lain.
Tufte (2009) mengungkapkan bahwa fokus dari komunikasi partisipasi adalah dialog, suara, media didik, aksi-refleksi. Dialog merupakan suatu prinsip komunikasi partisipasi, dalam dialog dimana peserta akan mengungkapkan usulan dengan prinsip aksi-refleksi-aksi dan komunikasi horizontal. Dalam dialog proses yang terjadi diawali dengan definisi program dimana terjadi kesenjangan informasi. Tipe masalah yang terjadi dapat berupa sosial dan ekonomi masyarakat atau isu kemiskinan dan ketidakadilan. Strategi komunikasi yang dikembangkan adalah merangkum isu yang general sehingga memperoleh gambaran yang terjadi dan dapat merangkum solusi yang ada.
Suara yang sifatnya central bagi komunikasi dialogis adalah kesadaran yang terdapat dalam setiap hubungan manusia. Perhatian Freire adalah pergeseran dalam kekuasaan, menyuarakan kelompok marjinal, waktu dan ruang untuk mengartikulasikan keprihatinan mereka, mengidentifikasi masalah, merumuskan solusi, dan bertindak. Peran media dalam proses komunikasi patisipatif memiliki kepedulian yang sama. Mendukung dan memperkuat media masyarakat dapat memastikan kelompok yang paling terpinggirkan memiliki panggung untuk
(25)
menyuarakan keprihatinan mereka, terlibat dalam debat publik dan memecahkan masalah.
Media merupakan akses penting membuka ruang komunikasi dan dialog, media ini membuka akses sebagai langkah dalam penilaian komunikasi partisipatif, namun yang sering tidak dibuat eksplisit dalam pendekatan komunikasi partisipatif adalah peran penting dari akses media, peliputan dan pemakaian di seluruh dunia, jadi komunikasi partisipatif juga menyangkut suara dalam lingkup publik yang dimediasi. Strategi yang lebih partisipatif menekankan media yang memungkinkan lebih banyak dialog, seperti media berbasis masyarakat, dimana media sebagai saluran komunikasi.
Aksi refleksi dan aksi merupakan suatu penegasan yang dilakukan oleh masyarakat setelah melakukan dialog dan menghasilkan konsensus bersama. Sehingga dilakukanlah proses pemberdayaan yang didasarkan pada masalah yang ada. Dari aksi-aksi tersebut menjawab rumusan masalah yang terjadi pada masyarakat. Hal pokok dari komunikasi partisipasi adalah kesadaran mengungkapkan masalah serta komitmen dalam melaksanakannya, sehingga timbul suatu perasaan bersama terhadap masalah yang ada dan pemecahan yang sama. Isu kepemimpinan menjadi perhatian dalam menghubungkan masyarakat, sehingga fungsi kepemimpinan adalah menyamakan masalah yang dirasakan, dimana masalah yang diangkat adalah masalah bersama yang menjadi perhatian. Beltran (1979) menyebut ini adalah komunikasi horizontal dimana fokus dari komunikasi partisipasi membawa kepada suara yang sama dimana berbeda dengan model komunikasi yang berorientasi pada difusi dan efek.
Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi manusia dan alat-alat lainnya dalam suatu organisasi (Siagian 1980). Karyadi (1978) menjelaskan kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu sarana, instrumen, atau alat untuk membuat orang-orang mau bekerja dan berupaya mencapai tujuan bersama dalam sebuah organisasi. Slamet (1978) mengemukakan, bahwa kepemimpinan adalah fungsi yang harus dilaksanakan dalam suatu organisasi, sebab kepemimpinan itulah yang setiap kali mengambil keputusan tentang hal-hal yang harus dilakukan.
(26)
Slamet (1978) menjelaskan bahwa kebutuhan pokok akan kepemimpinan itu bersumber dari motivasi dan pengarahan perilaku orang-orang dalam organisasinya, sehingga organisasi itu benar-benar dapat mempunyai tujuan bersama yang dapat memuaskan anggota-anggotanya yang benar-benar dapat mempunyai tujuan. Kartono (2001) melalui teori kepemimpinannya, adalah sifat-sifat yang diperlukan oleh seorang pemimpin yaitu pemimpin tersebut mengetahui tugas-tugas pokok dan fungsinya, serta etika profesi yang diperlukan untuk memimpin kelompoknya.
Mangunharjana (1976) mengemukakan bahwa kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kepribadiannya, dengan menyesuaikan kepada situasi yang dihadapi. Situasi ini terbagi atas tiga lapisan, yaitu (1) tugas, pekerjaan atau masalah yang harus dihadapi, (2) orang yang dipimpin, (3) keadaan yang mempengaruhi pekerjaan serta orang-orang yang harus melaksanakannya. Lapisan tersbut menjelaskan bahwa pemimpin harus mengenal dirinya, kelompok orang-orang yang dipimpinnya, serta sifat pekerjaan yang harus diselesaikan, hal ini berarti bahwa seorang pemimpin yang harus berperan sebagai pembinan kelompok yang ia pimpin, dapat menciptakan cara-cara untuk membangkitkan semangat kerja atau dapat membantu orang-orang yang dipimpinnya untuk memahami apa yang harus dikerjakan dan dicapai.
Seseorang akan diakui dan dinilai sebagai pemimpin dari masyarakatnya apabila lebih maju dibandingkan dengan anggota lainnya, apabila dapat merumuskan perasaan, pemikiran, kecemasan dan harapan masyarakat atau kelompok yang dipimpin. Pemimpin harus mampu mengkomunikasikan dan menterjemahkan pesan-pesan pembangunan yang harus dipahami oleh masyarakat atau kelompok yang dipimpin sehingga komunikasi berjalan efektif.
Perilaku Komunikasi
Gold dan Kolb (1964) menjelaskan perilaku komunikasi merupakan tindakan atau respon dalam lingkungan dan situasi komunikasi yang ada, seperti berpikir, berpengetahuan dan berwawasan, berperasaan dan bertindak atau melakukan tindakan yang dianut oleh seseorang, keluarga atau masyarakat dalam mencari dan meyebarkan informasi.
(27)
Perilaku komunikasi adalah segala aktivitas yang bertujuan untuk mencari dan memperoleh informasi dari berbagai sumber serta untuk menyebarluaskan informasi kepada pihak manapun yang memerlukan (Gold dan Kolb 1964 diacu dalam Ichwanudin 1998). Perilaku komunikasi pada dasarnya berorientasi pada tujuan dalam arti perilaku seseorang pada umumnya dimotivasi dengan keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu.
Rogers (1993) menyatakan bahwa perilaku komunikasi merupakan suatu kebiasaan dari individu atau kelompok di dalam menerima dan mencari informasi yang diindikasikan dengan adanya partisipasi, hubungan dengan sisitem sosial, kekosmopolitan, hubungan dengan agen perubahan, keterdedahan dengan media, keaktifan dalam mencari informasi, pengetahuan mengenai hal-hal yang baru dalam inovasi.
Peran Fungsional dalam komunikasi kelompok
Menurut Benne dan Sheat (1947) diacu dalam Goldberg dan Larson (2006) menganalisis keikutsertaan anggota kelompok yang mencakup peran-peran fungsional yang ditampilkan oleh anggota kelompok selama melangsungkan diskusi kelompok, tujuan ini untuk menitikberatkan perhatian pada ciri- ciri pembawaan dan kualitas yang dianggap selalu ada pada pimpinan formal atau yang diangkat. Sistem pengamatan ini adalah suatu sistem yang intelektif. Pengamatan terhadap partisipasi anggota menghasilkan suatu daftar peran yang disusun dalam tiga kategori yaitu 1) peran tugas kelompok.
Peran ini berhubungan dengan tugas kelompok yang sedang dikerjakan oleh kelompok, dimana didalamnya terdapat variabel-variabel yang menjadi dasar sebagai peran tugas kelompok yaitu:
a. Pencetus-penyumbang, mengusulkan ide-ide baru pada kelompok, dimana
hal-hal baru yang diusulkan berbentuk saran-saran tentang tujuan kelompok, saran untuk pemecahan masalah yang dihadapi kelompok, dapat berupa prosedur – prosedur baru.
b. Pencari informasi ialah kegiatan menanyakan kejelasan dari saran-saran yang diajukan (khususnya kebenaran mengenai fakta), serta menanyakan fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi kelompok.
(28)
c. Pencari pendapat ialah kegiatan yang tidak semata-semata menanyakan fakta dari suatu masalah, tapi menanyakan juga penjelasan dari nilai-nilai yang berhubungan dengan apa yang sedang dikerjakan kelompok.
d. Pemberi informasi ialah kegiatan yang memberikan fakta-fakta yang dapat
dipercaya atau menghubungkan pengalaman pribadinya secara tepat pada masalah yang sedang dihadapi.
e. Pemberi pendapat ialah kegiatan, menanyakan keyakinan atau pendapatnya
secara tepat tentang sebuah saran yang diberikan. Penekanannya pada usulan mengenai apa yang seharusnya menjadi pandangan kelompok tentang nilai yang tepat.
f. Pengulas ialah kegiatan yang menguraikan saran-saran yang telah di alami,
yang menyajikan suatu pemikiran tentang saran-saran yang pernah diajukan sebelumnya dan mencoba mendiskusikan bagaimana suatu idea atau saran akan terwujud bila dianut kelompok.
g. Koordinator ialah kegiatan menjelaskan atau menunjukan hubungan antara
pendapat dan saran-saran, atau mencoba mengkoordinir kegiatan anggota kelompok.
h. Pengarah ialah kegiatan menjelaskan posisi kelompok berdasarkan tujuannya dengan cara merangkum apa yang telah dilakukan menunjukan titik penyimpangan dari arah atau tujuan yang semula telah disetujui oleh kelompok.
i. Pengkritik dan penilai ialah kegiatan yang mengingatkan bahwa tercapainya
tujan kelompok harus didasarkan dengan standart tertentu, oleh sebab itu bisa menanyakan tentang masalah kepraktisan, dari suatau saran kelompok.
j. Penggerak ialah kegiatan yang menggerakan kelompok untuk bertindak atau
mengambil keputusan yang berusaha merangsang atau memberi semangat kepada kelompok.
Peranan pembentukan dan pemeliharaan kelompok, merupakan sejumlah tingkah laku yang mempengaruhi cara kerja kelompok dan yang membentuk dan memelihara suatu sikap dalam kelompok,variabel-variabel dalam peran ini yaitu:
(29)
a. Pendorong ialah kegiatan yang menyetujui dan menerima sumbangan orang lain. Sikapnya terhadap anggota lain dia menunjukan kehangatan dan solidaritas, menunjukan mengerti dan menerima pendapat serta saran kelompok.
b. Pencipta keserasian, bergurau atau memberi lelucon-lelucon.
c. Pengkompromi ialah kegiatan yang menunjukan kompromi dengan mengakui
kesalahannya karena bersikap teguh ingin tetap memelihara keharmonisan atau mencoba menyesuaikan diri dengan kelompok.
d. Penjaga gawang ialah kegiatan yang mencoba agar saluran komunikasi tetap
terbuka dengan cara mengajak atau mendukung partisipasi orang lain.
Penetap standar ialah kegiatan yang menetapkan standart bagi kelompok dalam usaha mencapai apa yang dikerjakan atau menerapkan pedoman-pedoman
kelompok.
Komunikasi Pembangunan dan Pemberdayaan
Melkote (2002) membagi komunikasi menjadi dua yaitu, paradigm dominan dan paradigm alternative (Pemberdayaan). Paradigma alternative atau pemberdayaan melihat perlunya memasukan masalah kesamaan, pemeliharaan lingkungan dan perlindungan budaya asli dala konsep pembanguan. Pendekatan pemberdayaan banyak digunakan dalam pengorganisasian, pendidikan dan psikologi komunitas. Jan Servaes menghubungkan pemberdayaan dengan partisipasi dalam pengambilan keputusan secara kolektif pada semua tingkat sosial sehingga masyarakat dapat mengontrol dampak dari keputusan tersebut.
Melkote dan Steves (2001) mengatakan bahwa pemberdayaan adalah konsep inti dari pengorganisasian, dimana pemberdayaan adalah suatu proses individu atau organisasi memperoleh konterol dan menguasainya melalui kondisi ekonomi dan sosial.
Karateristik Individu
Muhajir (1983) melalui pendekatan ciri-ciri pribadi atau karakteristik individu, orang berasumsi bahwa keberhasilan seorang pemimpin berhubungan erat dengan dimiliki atau tidaknya pribadi tertentu seperti, intelegensia, sifat dominan, percaya diri dan sebagainya. Gibson et al (1982) berpendapat, bahwa
(30)
ciri kepribadian cenderung berhubungan erat dengan efektivitas pemimpin.
Menurut Gibson et al (1982), mendefinisikan ciri-ciri pribadi sebagai
kecenderungan yang dapat diduga, mengarahkan perilaku individu dengan cara yang konsisten dan khas, selanjutnya mengemukakan bahwa kepribadian adalah serangkaian ciri yang relatif mantab, kecenderungan dan perangai yang sebagian besar dibentuk oleh faktor keturunan dan faktor-faktor sosial, kebudayaan dan lingkungan menentukan persamaan dan perbedaan dalam perilaku.
Bettinghaus (1973) menjelaskan, dalam hubungan dengan perilaku komunikasi, ada beberapa variabel karakteristik sosial ekonomi yang berhubungan dengan perilaku komunikasi antara lain karakteristik demografi seperti: umur, pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan pendapatan.
Crow dan Crow (1984) menjelaskan kepribadian adalah kesatuan organisasi, seluruh isi sifat-sifat dari seseorang individu yang dinyatakan dalam bentuk yang berbeda dengan yang lain. Gibson et al (1982), berkesimpulan bahwa terdapat hubungan ciri-ciri fisik dengan perilaku pemimpin dan terdapat pendapat yang saling bertentangan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa terdapat dua faktor pokok yang menentukan pembentukan kepribadian atau ciri-ciri pribadi seseorang, yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan, berupa lingkungan sosial, kebudayaan, keluarga, pendidikan dan sebagainya.
Penelitian Terdahulu tentang Karakteristik dan Perilaku Komunikasi Tokoh Masyarakat
Penelitian Khaerun (2005) yang melihat pengaruh karakteristik tokoh masyarakat terhadap perilaku komunikasi dalam penataan lembaga adat di Aceh, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hubungan antara karakteristik dengan perilaku komunikasi Tokoh Masyarakat Perilaku Karakter Vertikal ke atas(Y1) Vertikal ke bawah (Y2)
Horizontal(Y3) Kontak
media(Y4)
Partisipasi sosial(Y5)
Usia (X1) Nyata (-) Tidak
nyata
Tidak nyata Tidak
nyata
Tidak nyata
Pendidikan(X2) Nyata Nyata Tidak nyata Tidak
Nyata
Tidak nyata
(31)
Luas garapan (X3)
Tidak nyata
Nyata Nyata Tidak
Nyata Tidak Nyata Pengalaman (X4) Tidak nyata
Nyata Nyata Tidak
nyata Tidak Nyata Pendapatan (X5) Tidak Nyata Tidak nyata
Nyata Tidak
Nyata Nyata Pengetahuan (X6) Tidak Nyata
Nyata Nyata Tidak
nyata
Nyata Sumber : Khaerun (2005)
Pada Tabel 1 dapat dilihat usia berhubungan negatif dengan perilaku komunikasi vertikal ke atas, hubungan ini mengindikasikan bahwa tokoh masyarakat pada usia kurang produktif justru memiliki kecenderungan aktivitas komunikasi vertikal ke atas yang semakin tinggi. Tokoh masyarakat yang kurang produktif lebih aktif berkomunikasi vertikal ke atas dengan harapan mendapatkan intensif dari pemerintah daerah setempat sebagai salah satu bentuk penataan lembaga adat, sedangkan tokoh masyarakat yang berusia produktif justru memiliki aktivitas komunikasi vertikal ke atas yang lebih rendah, hal ini disebabkan pada musim tanam mereka lebih banyak beraktivitas mengolah lahan yang dimiliki. Usia tidak berhubungan dengan perilaku komunikasi horizontal, kontak media dan partisipasi dikarenakan tokoh masyarakat yang berada pada usia tua lebih mementingkan mendapatkan pendapatan sehingga mempengaruhi tokoh masyarakat tersebut hanya untuk melakukan komunikasi vertikal ke atas.
Pendidikan berhubungan nyata dengan perilaku komunikasi vertikal ke atas, hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh tokoh masyarakat maka semakin aktif komunikasi vertikal ke atas yang dilakukan. Pendidikan juga berhubungan nyata terhadap perilaku komunikasi vertikal ke bawah, hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh tokoh maka semakin tinggi aktivitas komunikasi vertikal ke bawah, dalam hal ini dengan masyarakat petani karena tokoh dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki loyalitas yang lebih tinggi kepada masyarakat dalam hal membagi pengetahuan yang dimilikinya. Pendidikan tidak berhubungan terhadap perilaku komunikasi horizontal, karena seluruh tokoh masyarakat memiliki pendidikan dan pengalaman yang sama sehingga jarang untuk melakukan kegiatan komunikasi horizontal sesama tokoh masyarakat.
(32)
Luas garapan berhubungan nyata terhadap perilaku komunikasi vertikal ke bawah. Seorang tokoh dengan lahan yang lebih luas akan cenderung lebih banyak berkomunikasi secara vertikal ke bawah dengan masyarakat petani daripada tokoh dengan lahan yang sempit, hal ini dikarenakan dengan semakin luas lahan yang dimiliki, seorang tokoh cenderung memerlukan bantuan dari masyarakat petani dalam mengolah lahan yang dimilikinya. Luas lahan garapan juga berhubungan nyata terhadap perilaku komunikasi horizontal, semakin luasnya lahan yang dimiliki seorang tokoh maka intensitas sesama tokoh maka intensitas komunikasi sesama tokoh juga semakin tinggi, karena dengan semakin luas lahan yang dimiliki memerlukan koordinasi dengan sesama tokoh masyarakat mengenai pembagian dan pelaksanaan kegiatan penataan adat, sehingga secara tidak langsung luas lahan garapan tidak berhubungan terhadap komunikasi vertikal keatas maupun kontak media.
Pengalaman yang berkaitan dengan penataan lembaga adat berhubungan dengan perilaku komunikasi vertikal ke bawah, hal ini berarti semakin banyak pengetahuan yang berkaitan dengan penataan lembaga adat yang dimiliki seorang tokoh, maka semakin tinggi pula aktivitas komunikasi dengan masyarakat petani. Keadaan ini mengindikasikan adanya kebutuhan saling berbagi pengetahuan yang dimiliki seorang tokoh masyarakat mengenai penataan lembaga adat kepada masyarakat petani dan sebaliknya. Pengalaman juga berhubungan dengan perilaku komunikasi secara horizontal, hal ini berarti semakin banyak pengetahuan yang berkaitan dengan penataan lembaga adat akan meningkatkan intensitas komunikasi secara horizontal dengan sesama tokoh masyarakat karena adanya keinginan untuk berbagi pengetahuan dan informasi dengan sesama tokoh masyarakat terutama yang berkenaan dengan pertanian dan pengairan.
Pendapatan berhubungan nyata terhadap perilaku komunikasi horizontal. Semakin tinggi pendapatan seorang tokoh maka semakin tinggi pula intensitas komunikasi dengan sesama tokoh masyarakat, hal ini dikarenakan seorang tokoh masyarakat akan saling berusaha berbagi informasi dan berdiskusi dengan sesama tokoh terutama dalam hal pembagian waktu pengolahan lahan pada aktivitas penataan lembaga adat. Tingginya tingkat pendapatan dari seorang tokoh maka akan meningkatkan keinginan untuk memperluas lahan sawah yang dimilikinya
(33)
dengan membeli lahan persawahan yang baru, dimana dalam pembelian lahan yang baru harus mendapatkan ijin dari tokoh masyarakat lainya, hal ini yang memunculkan intensitas komunikasi horizontal antara sesama tokoh masyarakat. Pendapatan juga berhubungan nyata terhadap perilaku komunikasi partisipasi sosial, semakin tinggi pendapatan tokoh maka akan semakin tinggi pula partisipasi sosial yang dilakukan kepada masyarakat, hal ini berhubungan dengan sumber daya yang dimilikinya. Seorang tokoh masyarakat yang memiliki sumber pendapatan tinggi akan cenderung memiliki sumber daya yang lebih untuk membantu terlaksananya kegiatan-kegiatan di dalam masyarakat terutama yang berkaitan dengan sumber dana.
Pengetahuan berhubungan nyata terhadap perilaku komunikasi vertikal ke bawah karena seorang tokoh dengan pengetahuan lebih tentang penataan lembaga adat cenderung memiliki loyalitas yang lebih tinggi kepada masyarakat terutama dalam membagi pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan juga berhubungan nyata dengan partisipasi sosial, semakin banyak pengetahuan yang berkaitan dengan penataan lembaga adat yang dimiliki seorang tokoh maka akan semakin tinggi pula partisipasinya di dalam masyarakat, hal ini berhubungan keinginan untuk berbagi pengetahuan dan informasi yang dimiliki untuk ikut serta menyukseskan kegiatan bersama, terutama yang berhubungan dengan kegiatan di bidang pertanian.
Seluruh karakteristik tokoh meliputi usia, pendidikan, pendapatan, luas lahan garapan, pengetahuan yang berhubungan dengan penataan lembaga adat tidak berhubungan nyata terhadap perilaku komunikasi kontak dengan media, hal ini disebabkan oleh masih kurangnya akses tokoh masyarakat terhadap media masa maupun elektronik, dimana proses penataan lembaga adat belum dipublikasikan melalui media.
Hasil penelitian Sandjaja (1990) yang bertujuan melihat hubungan karakterisitk dan gaya kepemimpinan ketua KUD dalam aktivitas komunikasi organisasi
Tabel 2 . Hubungan antara karakteristik dengan gaya komunikasi pemimpin. Aktivitas komunikasi & gaya
Karakter
Ke atas Ke bawah
Demokratis / Otoriter Demokratis / Otoriter
Umur Tidak nyata Tidak nyata
(34)
Pendidikan non formal Nyata Tidak nyata
Pekerjaan utama Nyata Nyata
Pendapatan Tidak Nyata Tidak nyata
Sifat pemimpin Tidak Nyata Tidak nyata
Pengalaman memimpin Tidak Nyata Tidak nyata
Sumber : Sandjaja (1990)
Pada Tabel 2 terlihat, umur dengan gaya kepemimpinan responden dalam aktivitas komunikasi ke atasan maupun ke bawahan tidak menunjukan hubungan nyata. Pada umumnya umur seorang pemimpin tidak mempengaruhi gaya kepemimpinannya karena cenderung otoriter atau demokratis dapat saja dianut pemimpin berumur muda atau tua.
Pendidikan formal memperlihatkan adanya hubungan nyata antara peubah pendidikan formal dan gaya kepemimpinan ketua KUD dengan aktivitas komunikasi ke atasan, hal ini menunjukan ada pengaruh pendidikan formal pada gaya kepemimpinan seorang, semakin tinggi pendidikan seorang tambah terbuka kesempatan untuk komunikasi ke atasan, hal ini disebabkan mereka lebih sadar hak demokrasi banyak dibahas dalam ilmu pengetahuan yang mereka telah pelajari, tetapi sebaliknya pendidikan formal dan gaya kepemimpinan tidak berhubungan nyata terhadap aktivitas komunikasi ke bawahan, hal ini disebabkan sifat pemimpin yang walaupun berpendidikan formal tinggi dan demokratis tetapi bertindak sebagai pemimpin yang otoriter, sehingga dia tidak menyadari bahwa walaupun dia menghendaki kerjasama dengan bawahan, tetapi selalu mengeluarkan instruksi dan perintah satu arah.
Pendidikan non formal dan gaya kepemimpinan menunjukan hubungan nyata dengan aktivitas komunikasi ke bawahan mapun ke atasan, karena pendidikan non formal yang semuanya berhubungan dengan koperasi terutama KUD, mempengaruhi ketua KUD sehingga cenderung dengan gaya kepemimpinan yang demokratis, hal ini dimungkinkan karena adanya pendidikan non formal berupa manajemen dan administrasi perkoperasian yang banyak menekankan demokrasi dalam organisasi.
Pekerjaan utama memperlihatkan adanya hubungan nyata antara peubah pekerjaan utama dan gaya kepemimpinan dengan aktivitas komunikasi ke atasan maupun ke bawahan. Kecenderungan ketua KUD yang bekerja di bidang pertanian lebih demokratis, karena situasi daerah setempat umumnya ketua KUD
(35)
di daerah tersebut bisa bekerja sama serta sering bermusyawarah dalam memecahkan bermacam-macam persoalan, hal ini lebih mendorong gaya kepemimpinan yang demokratis. Ketua KUD yang bukan petani umumnya kurang bermusyawarah, lebih banyak memutuskan sendiri permasalahan yang cenderung mendorong gaya pemimpin yang otoriter.
Pendapatan dan gaya kepemimpinan tidak berhubungan nyata terhadap aktivitas komunikasi keatasan maupun ke bawahan. Pendapatan memang bisa mempengaruhi seorang untuk dipilih menjadi pemimpin di desa, tetapi belum tentu bisa merubah gaya pemimpin dari cenderung demokratis menjadi otoriter atau sebaliknya dengan aktivitas komunikasi ke atasan maupun ke bawahan.
Sifat kepemimpinan dan gaya kepemimpinan ketua KUD tidak berhubungan nyata terhadap aktivitas komunikasi ke atasan maupun ke bawahan. Hubungan yang tidak nyata ini disebabkan karena gaya kepemimpinan seorang tidak terpengaruh baik memimpin satu organisasi atau lebih. Kecenderungan otoriter atau demokratis dalam aktivitas komunikasi tidak terpengaruh terhadap sifat kepemimpinan, kecuali situasi lain yang mengehendaki.
Pengalaman dan gaya kepemimpinan tidak menunjukan hubungan yang nyata terhadap aktivitas komunikasi ke atasan maupun ke bawahan. Hubungan yang tidak nyata ini diduga karena pengalaman ketua KUD walaupun lama, tetapi selama masa kepemimpinan mereka tidak bertambah pendidikan formal maupun informal sehingga yang tadinya seorang ketua KUD dengan kecenderungan demokratis tetap saja cenderung demokratis dalam aktivitas komunikasinya.
Penelitian Khaerun (2005) karakteristik usia hanya berhubungan dengan aktivitas komunikasi ke atas, karena dengan melakukan aktivitas komunikasi ke atas dengan harapan mendapatkan intensif dari pemerintah daerah setempat dalam penataan lembaga adat. Hasil penelitian Sandjaja (1990) menjelaskan karakteristik usia dan gaya kepemimpinan tidak mempengaruhi perilaku komunikasi ke atasan maupun kebawahan dengan gaya kepemimpinan otoriter maupun demokratis, karena sifat otoriter maupun demokratis bisa saja di anut oleh seorang yang berumur tua dan muda. Dalam penelitian ini, peneliti juga tidak menempatkan usia sebagai variabel yang mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif fasilitator, karena usia yang tua belum tentu bisa menciptakan perilaku
(36)
komunikasi partisipatif dimana didalamnya memberikan kebebasan, hak dan akses yang sama dalam mencari informasi dan menyebarkan informasi untuk menyelesaikan sebuah masalah dalam kelompok, begitupun sebaliknya dengan umur muda, karena dengan bertambahnya umur seorang belum tentu memiliki pengalaman dalam memimpin yang mengedepankan partisipasi kelompok untuk menggapai tujuan bersama.
Penelitian khaerun (2005) menjelaskan pendidikan mempunyai hubungan nyata dengan aktivitas komunikasi ke atasan maupun ke bawahan, begitu juga dengan hasil penelitian Sandjaja (1990) menjelaskan bahwa karakteristik pendidikan dan gaya kepemimpinan berhubungan nyata dengan aktivitas komunikasi ke atas, hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin terbuka kesempatan melakukan aktivitas komunikasi ke atas dan semakin tinggi pendidikan juga akan semakin memiliki loyalitas membagi pengetahuan ke bawahan. Hasil penelitian Khaerun (2005) dan Sandjaja (1990) mengemukakan bahwa pendidikan memiliki hubungan nyata, dikarenakan respondennya memiliki tingkat pendidikan yang beragam mulai dari SLTP sampai Perguruan tinggi. Dalam penelitian ini, peneliti tidak menempatkan karateristik pendidikan sebagai variabel yang mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif fasilitator, karena reponden yang menjadi fasilitator memiliki pendidikan yang seragam yaitu fasilitator yang lulus dari perguruan tinggi strata 1, peneliti beralasan bahwa dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi seseorang sudah pernah belajar dan menyadari arti sebuah hak demokrasi dalam sebuah interaksi komunikasi.
Dalam penelitian Khaerun (2005) karakteristik pengalaman seorang tokoh memiliki hubungan nyata dengan aktivitas komunikasi ke bawah, artinya semakin banyak pengalaman seorang tokoh yang berkaitan dengan penataan lembaga adat maka akan semakin tinggi untuk melakukan komunikasi dengan petani. Pengalaman juga berhubungan dengan aktivitas komunikasi horizontal, artinya semakin banyak pengalaman maka semakin tinggi interaksi sesama tokoh masyarakat untuk berbagi pengetahuan dan informasi. Sandjaja (1990) mengemukakan karakteristik pengalaman dan gaya kepemimpinan tidak berhubungan dengan aktivitas komunikasi ke atasan maupun ke bawahan, dikarenakan walaupun semakin tinggi pengalaman seorang tetapi tidak pernah
(37)
bertambah pendidikan formal maupun non formal yang berkaitan dengan perkoperasian maka yang tadinya cenderung demokratis akan terus demokratis atau sebaliknya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel karakteristik pengalaman fasilitator yang diduga akan mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif fasilitator, karena peneliti menduga, pengalaman yang dimiliki fasilitator sebelumnya dalam memimpin kelompok untuk menciptakan partisipasi, memberikan hak, dan kebebasan yang sama dalam memberi serta menyebarkan informasi dan pengalaman memimpin kelompok yang mengedepankan partisipasi akan mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif fasilitator dalam kelompok binaan khususnya dalam program PNPM Mandiri.
Pengalaman
Pengalaman merupakan salah satu cara kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu tertentu. Secara psikologis seluruh pemikiran manusia dan perilaku ditentukan oleh pengalaman indera. Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku tetapi dikarenakan oleh penyebab masa lalu (Rakhmat 2001). Pengalaman juga bisa dikatakan sebagai guru yang tidak berwujud, tokoh masyarakat atau pemimpin dalam sebuah kelompok pertanian akan lebih profesional dalam mengelola kelompoknya karena memiliki pengalaman, hal ini sejalan dengan penelitian Sulastini (1990) yang menyatakan karakteristik individu pemimpin penggerak kelompok kesejahteraan keluarga khususnya pengalaman berpengaruh nyata dalam perilaku komunikasi dalam hal memeilihara intensitas komunikasi anggota kelompok.
Hasil penelitian Khaerun (2005) karateristik pendapatan hanya mempengaruhi aktivitas komuniksi horizontal, dalam penelitian tersebut mempunyai alasan semakin tinggi pendapatan seorang akan semakin tinggi keinginan memiliki atau membeli lahan baru, dimana prosesnya melalui sesama tokoh masyarakat lain untuk bertransaksi. Hasil penelitian Sandjaja (1990) juga tidak mempunyai hubungan nyata terhadap aktivitas komunikasi ke atasan maupun ke bawahan. Dalam penelitian ini, juga tidak menggunakan variabel pendapatan sebagai faktor yang mempengaruhi aktivitas komunikasi partisipatif, karena pendapatan bagi seluruh responden fasilitator seragam, walaupun pendapatan tinggi atau rendah yang dimiliki fasilitator tersebut tetapi tidak
(38)
mempunyai pengalaman dan pengetahuan dibidang memimpin dengan menciptakan komunikasi partisipasi dalam kelompok maka tidak akan mempengaruhi aktivitas komunikasi partisipatif dalam kelompok yang dibinanya.
Hasil penelitian Khaerun (2005) karateristik pengetahuan mempunyai hubungan nyata terhadap aktivitas komunikasi vertikal ke bawah dan horizontal, karena seseorang dengan memiliki pengetahuan lebih tentang penataan adat akan cenderung loyalitas untuk membagi pengetahuannya terhadap kelompoknya untuk mensukseskan kegiatan bersama. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel pengetahuan fasilitator yang dapat mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif, hal ini peneliti menduga bahwa seorang fasilitator yang memiliki pengetahuan sebelumnya tentang tugas dan peran serta aktivitas komunikasi dengan menciptakan partisipasi untuk mensukseskan kegiatan bersama kelompok binaan akan mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif fasilitator dalam memimpin kelompoknya.
Hasil penelitian Sandjaja (1990) karakterisitk pendidikan non formal dan gaya kepemimpinan berhubungan nyata dengan aktivitas komunikasi ke atasan maupun ke bawahan, hal ini dikarenakan seorang pemimpin yang pernah mengikuti pelatihan mengenai manajemen koperasi akan mempengaruhi aktivitas komunikasi untuk membagi menerapkan pengalamannya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel pendidikan non formal sebagai variabel yang diduga dapat mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif fasilitator, alasan peneliti adalah karena responden fasilitator beragam dalam hal pernah mendapatkan pelatihan-pelatihan tentang tugas-tugas fasilitator, bagaimana menciptakan partisipasi aktif bersama kelompok binaan dalam rangka mensukseskan kegiatan bersama, maka semakin banyak pelatihan yang pernah diikuti sebelumnya oleh fasilitator tentang bagaimana tugas dan peran fasilitator dalam menciptakan partisipasi kelompok binaan, maka akan mempengaruhi perilaku komunikasi partisipasif fasilitator dalam kelompok binaan PNPM mandiri.
(39)
Fasilitator
Prinsip dasar dari kegiatan pendampingan adalah egaliter atau kesederajatan kedudukan, dengan demikian hubungan yang terjalin antara fasilitator sebagai pemimpin dalam komunitas (masyarakat) adalah berupa kemitraan (partnership). Artinya adalah duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Pendampingan komunitas adalah proses saling hubungan dalam bentuk ikatan pertemanan atau perkawanan antara fasilitator dengan komunitas, melalui dialog kritis dan pendidikan berkelanjutan, dalam rangka menggali dan mengelola sumber daya, memecahkan persoalan kehidupan secara bersama-sama serta mendorong tumbuhnya keberanian komunitas untuk mengungkapkan realitas yang meminggirkan dan melakukan aksi untuk merombaknya.
Fasilitator sebagai komunikator dan pemimpin dalam kelompok binaannya, harus memiliki kemampuan yang baik, mampu mengkomunikasikan dan menterjemahkan pesan-pesan pembangunan yang menjadi target utama serta mengetahui peran dan tugasnya dalam memimpin kelompoknya. Fasilitator dituntut untuk dapat merumuskan perasaan, pemikiran, kecemasan dan harapan kelompoknya.
Ife (1995) menjelaskan seorang fasilitator sebagi seorang pemimpin dalam pengembangan kelompok masyarakat memiliki peran, salah satunya yaitu:
1. Peran Fasilitatif
Dalam proses fasilitatif, peranan yang dapat dilakukan oleh fasilitator antara lain: (a) membantu anggota komunitas agar mereka berpartisipasi dalam program pengembangan masyarakat, dengan memberikan inspirasi, semangat, rangsangan, inisiatif, energi dan motivasi sehingga mampu bertindak, (b) mendengar dan memahami aspirasi anggota komunitas, bersikap netral, mampu mencari jalan keluar dan mampu bernegosiasi, (c) memberikan dukungan kepada orang-orang yang terlibat dalam struktur dan kegiatan komunitas, (d) memanfaatkan sumberdaya dan keahlian yang ada dalam komunitas
Pengertian Partisipasi
Partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka berkontribusi kepada tujuan dan
(40)
Menurut Bryant dan White (Ndraha 1990:102) membagi partisipasi atas dua macam yaitu: (1) partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan, dinamakan partisipasi horizontal, (2) partisipasi yang dilakukan oleh bawahan dan atasan, antara klien dan patron atau antara masyarakat dengan pemerintah, diberi nama partisipasi vertikal. Pada sisi lain, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik seperti pemberian suara dalam pemilihan, kampanye dan sebagainya, dikenal sebagai partisipasi dalam proses politik. Keterlibatan dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, disebut partisipasi dalam proses administratif.
Menurut Asngari (2003) makna partisipasi terdiri dari enam tipe yaitu: (1) partisipasi dalam pengambilan keputusan, (2) partisipasi dalam pengawasan, (3) partisipasi mendapatkan manfaat dan penghargaan, (4) partisipasi sebagai proses pemberdayaan (empowerment), (5) partisipasi bermakna kerja kemitraan (partnership).
Menurut Asngari (2008), berdasarkan area-area pembangunan maka partisipasi dapat dikelompokkan dalam dua pilahan yaitu: (1) partisipasi sebagai suatu alat, dimaksudkan untuk menciptakan teknik atau metoda untuk mengiplemantasikan partisipasi dalam praktek pembangunan, (2) partisipasi sebagai tujuan, dimaknai sebagai pemberdayaan masyarakat sesuai kemampuan mereka, untuk secara bersama mengambil bagian atas pembangunan mereka sendiri.
Partisipasi masyarakat sering diberi makna sebagai keterlibatan seorang secara sukarela tanpa tekanan yang jauh dari pemerintah. Terdapat faktor yang mendorong kerelaan seorang untuk terlibat, yaitu bisa karena kepentingan bersama karena mempunyai tujuan yang sama dan karena ingin melakukan perubahan bersama walaupun tujuan berbeda. Syarat berpartisipasi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu adanya kesempatan, adanya kemampuan, dan kemauan untuk berpartisipasi (Slamet 2003).
Uphoff (1979) menjelaskan partisipasi dibagi menjadi empat jenis, yaitu dimulai dari partisipasi dalam pembuatan keputusan, partisipasi dalam penerapan keputusan, partisipasi dalam pencapaian hasil serta partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam mengambil keputusan adalah partisipasi dengan memberikan
(41)
kesempatan kepada masyarakat untuk mengemukakan pendapat dan aspirasinya untuk menilai sesuatu perencanaan kegiatan, dimana masyarakat diberi kesempatan untuk menimbang suatu keputusan yang akan diambil. Partisipasi dalam penerapan keputusan adalah partisipasi dengan mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan operasional berdasarkan perencanaan yang telah disepakati bersama. Partisipasi dalam pencapaian hasil pembangunan adalah partisipasi masyarakat dalam menggunakan hasil pembangunan yang telah dilaksanakan. Partsipasi dalam mengevaluasi dan mengawasi kegiatan pembangunan adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk keikutsertaan menilai serta mengawasi kegiatan pembangunan dalam memelihara hasil pembangunan.
PNPM-Mandiri Perkotaan
PNPM Mandiri pada hekekatnya adalah gerakan dan program nasional yang dituangkan dalam kerangka kebijakan yang menjadi acuan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat bertujuan menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, untuk menyelesaikan berbagai persoalan pembangunan yang dihadapinya dengan baik dan benar. PNPM Mandiri membutuhkan harmonisasi kebijakan yang berbasis pemberdayaan masyarakat melalui perbaikan pemilihan sasaran baik wilayah maupun masyarakat penerima manfaat, prinsip dasar, strategi, pendekatan, indikator, serta berbagai mekanisme dan prosedur yang diperlukan untuk mengefektifkan penanggulangan kemiskinan dan mempercepat tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mulai tahun 2007 pemerintah mencanangkan PNPM mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri perdesaan (PNPM MPd), PNPM Mandiri perkotaan (PNPM MPk), serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal.
Program penanggulangan kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini sangat stratergis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepimpinan masyarakat yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial masyarakat
(42)
di masa mendatang. Lembaga kepemimpinan masyarakat yang mengakar, representatif dan dipercaya tersebut (secara generik disebut badan keswadayaan masyarakat atau disingkat BKM) dibentuk melalui kesadaran kritis masyarakat untuk menggali kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan nilai kemasyarakatan sebagai pondasi modal sosial.
Tiap BKM bersama masyarakat telah menyusun perencanaan jangka menengah program penaggulangan kemiskinan (yang kemudian lebih dikenal sebagai PJM Pronangkis) secara partisipatif, sebagai prakarsa masyarakat untuk menaggulangi kemiskinan kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Atas fasilitasi pemerintah dan prakarsa masyarakat, BKM-BKM ini mulai menjamin kemitraan dengan berbagi instansi pemerintah dan kelompok. Sejak pelaksanaan P2KP-1 hingga pelaksaan P2KP- 3 saat ini telah terbentuk sekitar 6.405 BKM yang tersebar di 1.125 kecamatan di 235 kota / kabupaten, telah memunculkan lebih dari 291.000 relawan-relawan, serta telah mencakup 18,9 juta orang pemanfaat.
Mempertimbangkan perkembangan positif P2KP tersebut, mulai tahun 2007 telah dirintis untuk mengadopsi P2KP menjadi bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, oleh sebab itu mulai tahun tersebut PNPM Mandiri P2KP diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan
indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pencapian sasaran Millenium
Development Goal (MDGs) sehingga tercapai pengurangan penduduk miskin sebesar 50 % di tahun 2015. Tahun 2008 secara penuh P2KP menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri perkotaan (PNPM Mandiri perkotaan).
Sasaran PNPM Mandiri Perkotaan
Sasaran PNPM Mandiri perkotaan ialah (1) terbangunnya lembaga keswadayaan masyarakat (LKM) yang dipercaya, aspiratif, representatif dan akuntible untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat, (2) tersedianya perencanaan jangka menengah (PJM) Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuainya dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan pemukiman
(43)
yang sehat, serasi berjati diri dan berkelanjutan, (3) terbangun forum LKM tingkat kecamatan dan kota / kabupaten.(4) terwujudnya kontribusi pendanaan dari pemerintah kota / kabupaten dalam PNPM Mandiri perkotaan sesuai dengan kapasitas fiscal daerah.
Strategi Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan
Secara umum PNPM Mandiri Perkotaan mengadopsi strategi dasar dan strategi operasional yang telah ditetapkan dalam pedoman umum PNPM Mandiri. Sedangkan strategi khusus yang digunakan ialah.
1. Mengembangkan lembaga kepemimpinan masyarakat yang mengakar,
representative dan dipercaya di mana anggotanya dipilih secara langsung, bebas dan rahasia, tanpa kampanye dan pencalonan oleh penduduk dewasa. Lembaga kepemimpinan ini berfungsi sebagai majelis amanah yang akan memimpin masyarakat dalam melakukan tindakan kolektif penaggulangan kemiskinan yang disebut LKM.
2. Mengembangkan program pembangunan jangka menengah dan rencana
tahunan dalam rangka penaggulangan kemiskinan sebagai media dialog dan kerjasama dengan berbagai pihak yang peduli dengan penanggulangan kemiskinan.
3. Aktif berpartisipasi dalam musrenbang kelurahan dan kecamatan untuk
mengintegrasikan PJM Pronangkis ke dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)
4. Peningkatan kapasitas pemerintah untuk mampu bersinergi dengan
masyarakat dan para pemangku kepentingan setempat dalam penaggulangan kemiskinan.
Organisasi Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan
Di tingkat Kota/Kabupaten dikoordinasikan langsung oleh Walikota/Bupati setempat melalui Bapeda Kota/Kabupaten dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM (TKPP). Pemkot/Kab dibantu oleh Satker Kota / Kabupaten yang diangkat Menteri PU atas usulan Bupati / Walokota. TKPKD kota / kabupaten dalam PNPM Mandiri Perkotaan berperan mengkoordinasikan TKPP dari berbagai program penanggulangan kemiskinan.Dalam Pelaksanaan dan pengendalian kegiatan ditingkat Kota / Kabupaten akan dilakukan oleh
(44)
Koordinator kota (Korkot), yang dibantu beberapa asisiten Korkot di bidang manajemen keuangan, teknik/infrastruktur, management data dan penataan ruang.
(45)
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Kerangka Pemikiran
Perilaku komunikasi adalah segala aktivitas yang bertujuan untuk mencari dan memperoleh sesuatu informasi dari berbagai sumber dan untuk menyebarluaskan kepada pihak manapun yang memerlukannya (Gould dan kolb 1964). Roger (1993) perilaku komunikasi merupakan suatu kebiasaan dari individu atau sekelompok di dalam menerima dan menyampaikan informasi yang diindikasikan dengan adanya partisipasi, dan keaktifan mencari informasi.
Komunikasi partisipatif dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang memberikan kebebasan dan akses yang sama dalam memberikan pandangan, keinginan, pengalaman dan menyampaikan informasi ke masyarakat untuk menyelesaikan sebuah masalah bersama (Bordenave 1972 diacu dalam White 1995). Bordenave (1972) memberikan konsep dialog yang merupakan sebuah interaksi yang saling menghargai dan menghormati. Tufte (2009) menyatakan salah satu konsep dari komunikasi partisipatif ialah dialog didalam kelompok atau sesama partisipan komunikasi, yang di dalamnya saling mengungkapkan pesan-pesan dengan prinsip refleksi – aksi. Refleksi aksi dalam penelitian ini, ialah yang dimunculkan dalam interaksi bersama untuk mengenal kondisi sosial dan lingkungannya, serta dapat mengidentifikasi faktor – faktor penyebab kemiskinan.
Berdasarksn teori perilaku komunikasi dan komunikasi partisipatif, membangun sebuah sintesa dalam kerangka pemikiran tentang perilaku komunikasi partisipatif. Pengertian perilaku komunikasi partisipatif ialah sebuah perilaku interaksi komunikasi yang memberikan akses dan hak yang sama kepada kelompok interaksi dengan menciptakan rasa saling menghargai, menghormati serta berdasarkan prinsip refleksi – aksi untuk memberikan pandangan, perasaan, keinginan menyebarkan dan mencari informasi dalam menyelesaikan sebuah masalah bersama dalam bentuk dialog.
Fasilitator dalam kelompok binaan berperan menciptakan hubungan interaksi di dalam dialog yang setara dengan kelompok untuk mensukseskan tujuan bersama. Fasilitator sebagai pemimpin juga harus mampu merumuskan pemikiran, perasaan, dan harapan yang sama terhadap kelompok binaannya sebagai dasar mensukseskan tujuan bersama kelompok. Rasa saling menghargai
(46)
dan menghormati tercipta jika di dalam dialog tersebut terdapat peran fungsional yang dijalankan untuk memelihara dan membina kelompok (Benne dan Sheat 1947 diacu dalam Goldberg dan Larson 1996). Peran tersebut yaitu : (1) pendorong, 2) pencipta kerasian, (3) pengkompromi.
Dialog juga bertujuan menyelesaikan permasalahan besama, yaitu menitikberatkan kepada tugas – tugas kelompok, hal ini dapat terlihat dari peran fungsional tugas kelompok. Peran tersebut berupa (1) penyumbang, (2) pencari informasi, (3) pencari pendapat, (4) pemberi informasi, (5) pemberi pendapat, (6) pengarah, (7) penilai, (8) penggerak ( Goldberg dan larson,1996).
Dengan mengetahui apa arti perilaku komunikasi, komunikasi partisipatif, pemimpin dalam hal ini fasilitator serta peran fasilitator dalam meningkatkan dan menciptakan partisipasi aktif kelompok binaan, maka dibatasi variabel perilaku komunikasi partisipatif fasilitator yaitu : a) pemberian akses kepada kelompok masyarakat miskin, b) dialog pemeliharaan kelompok c) dialog penyelesaian tugas kelompok, d) refleksi aksi. Hal ini dikarenakan fasilitator merupakan komunikator sebagai saluran komunikasi yang dimiliki pemerintah sebagai penghubung dan pemimpin terhadap masyarakat atau kelompok binaan.
Peranan kepemimpinan sangat penting dalam usaha mencapai tujuan suatu organisasinya atau terhadap yang dipimpinnya. Kartono (2001) menjelaskan dalam teori kepemimpinan yaitu, seorang pemimpin mempunyai sifat-sifat untuk mengetahui tugas-tugas pokok dan fungsi, serta etika profesi yang diperlukan di kelompoknya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ife (1995) berpendapat, bahwa fasilitator sebagai pemimpin dalam kelompok binaannya harus memiliki peran sebagai fasilitatif.
Menurut Gibson et al (1982) mendefinisikan cirri-ciri pribadi sebagai kecenderungan yang dapat diduga, mengarahkan perilaku individu, dalam hal ini ialah fasilitator dengan cara yang konsisten, selanjutnya mengemukakan bahwa kepribadian adalah serangkaian ciri yang relatif mantap, kecenderungan dan perangai yang sebagian besar dibentuk oleh faktor keturunan dan faktor – faktor sosial, kebudayaan dan lingkungan menentukan persamaan dan perbedaan dalam perilaku. Bettinghaus (1973) mengatakan dalam hubungan dengan perilaku komunikasi, ada beberapa variabel karakteristik sosial ekonomi yang berhubungan
(47)
dengan perilaku komunikasi antara lain karakteristik sosial ekonomi yang berhubungan dengan perilaku komunikasi antara lain karakterisitk demographi seperti : umur, pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan pendapatan.
Penelitian ini, hanya membatasi variabel karakterisitik fasilitator dengan (a) pengetahuan teknis dan nonteknis fasilitator, (b) pengalaman menjadi fasilitator, (c) pendidikan nonformal. Variabel pengetahuan mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif dibangun berdasarkan asumsi, yaitu seorang yang mempunyai pengetahuan lebih tentang tugas dan peran, serta aktivitas komunikasi binaan akan mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif fasilitator dalam memimpin kelompoknya. Artinya dalam tindakan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator yang menciptakan hak demokrasi dan memberikan kebebasan, hak serta akses yang sama dengan kelompok untuk menyelesaikan sebuah masalah bersama, dipengaruhi seberapa tinggi pengetahuan yang dimiliki fasilitator, maka mereka akan mengerti dan terbuka untuk memberikan hak demokrasi dan memberikan hak serta akses yang sama dalam menyelesaikan sebuah masalah kelompoknya.
Variabel pengalaman mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif. Hal ini berdasarkan teori, yaitu pengalaman merupakan salah satu kepemilikan pengetahuan yang dialami dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Rakhmat (2001) menjelaskan secara psikologi seluruh pemikiran manusia dan perilaku ditentukan oleh pengalaman indera.
Dalam penelitian ini, pengalaman sebagai seorang fasilitator atau memimpin dalam melakukan kegiatan komunikasi menciptakan partisipasi sebagai wujud demokrasi dengan memberikan hak, kebebasan yang sama sebelumnya berpengaruh terhadap perilaku komunikasi partisipatif. Hal ini karena semakin banyak pengalaman dan semakin lama seorang menjabat sebagai pemimpin, maka semakin banyak pemahaman dan modal dasar melakukan kegiatan komunikasi dalam menciptakan hak, kebebasan dan akses yang sama dengan kelompok binaan untuk menyelesaikan masalah pada program PNPM selanjutnya.
Pendidikan nonformal melalui pelatihan yang pernah diikuti fasilitator, variabel ini digunakan dengan asumsi yaitu semakin banyak pelatihan yang
(48)
pernah diikuti sebelumnya oleh fasilitator tentang bagaimana tugas dan fungsi fasilitator dalam menciptakan partisipasi kelompok binaan, maka akan mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif dalam kelompok binaan PNPM Perkotaan.
Oleh karena itu, dapat dikemukakan kerangka konseptual penelitian seperti di gambar 1, berikut :
Peubah Bebas
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian,Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Komunikasi Partisipatif Fasilitator
Karakteristik Fasilitator (X1) 1.Pengalaman (X1.1)
2.Pengetahuan Non Teknis faskel(X 1.2) 3.Pengetahuan teknis faskel (X1.3)
4. Pendidikan non formal / pendidikan das ar (X 1.3) 5. Pendidikan non
formal / pendidikan
Perilaku Komunikasi partisipatif Fasilitator (Y1)
1 Pemberian akses (Y 1.1)
2 Dialog (Y 1.2)
3.Refleksi – aksi (Y 1.3)
Peran fasilitator binaan (X2) 1.Peran fasilitif Variabel Bebas
(49)
Hipotesis
Hipotesis yang mungkin dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Hipotesis pertama
H
:
1: Terdapat hubungan antara karakteristik fasilitator dengan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator
Hipotesis Kedua H
:
2: Terdapat hubungan antara peran fasilitator dengan perilaku komunikasi
(50)
BAB III
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan Agustus 2010. Penelitian ini di Ibu Kota Provinsi Lampung.
Desain Penelitian
Penelitian ini dirancang dalam bentuk survei. Data dianalisis korelasional untuk melihat hubungan antara peubah-peubah yang diamati. Penelitian ini berusaha mengidentifikasi variabel bebas, dan variabel terikat, serta keterkaitan antara beberapa variabel tersebut. Variabel bebas terdiri karakteristik, dan peran fasilitator serta variabel terikat terdiri perilaku komunikasi partisipatif fasilitator
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari unit-unit analisis yang memiliki ciri-ciri yang akan diduga (Krisyantono 2007 : 144). Populasi dalam penelitian ini adalah fasilitator dalam kelompok binaan di kota Bandar Lampung yang terkait langsung dengan program pemberdayaan masyarakat PNPM Mandiri. Penarikan sampel dilakukan secara Stratified Random Sampling (Krisyantono 2007 : 152). Untuk membagi daerah-daerah yang mempunyai pendapatan ekonomi tinggi, sedang dan rendah. Pembagian populasi diawali dengan diperoleh kecamatan berdasarkan peringkat pendapatan ekonomi diseluruh kecamatan. Pembagian itu diperoleh 1) Tanjung Karang Timur yang mempunyai tingkat pendapatan ekonomi tinggi, 2) Tanjung Karang Pusat yang mempunyai tingkat pendapatan sedang, 3) Sukarame yang mempunyai tingkat pendapatan rendah. Untuk memperoleh kelurahan di dalam satu kecamatan maka dalam masing-masing satu daerah kecamatan yang sudah ditetapkan, dibagi berdasarkan tingkat pendapatan ekonomi tinggi, sedang dan rendah, hasilnya yaitu 1) Tajung Karang Timut terdiri dari Rawa Laut, Jaya Baya, Sawah Lama, 2) Tanjung Karang Pusat terdiri dari Gotong Royong, Gunung Sari, Durian Payung, 3) Sukarame terdiri dari Way Halim, Gunung Sulah,Harapan Jaya. Setiap satu kelurahan terdapat lima
(51)
populasi fasilitator yang membina satu kelompok, maka jumlah keseluruhan populasi terdapat 45 fasilitator dalam Sembilan kelompok binaan di Sembilan kecamatan.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil secara representatif untuk mewakil populasi yang bersangkutan (Sugiyono 2008:81). Pada penelitian
ini, metode penarikan sampel yang digunakan adalah Stratified Random
Sampling dengan tahapan pengambilan sampel sebagai berikut :
1 Populasi dalam penelitian ini adalah fasilitator dalam kelompok binaan
disetiap daerah, yang terlebih dahulu daerah tersebut melewati proses stratifikasi sesuai strata berdasarkan tingkat ekonomi. Hal ini dimaksudkan agar terdapat homogenisasi populasi.
2 Dari jumlah fasilitator dalam kelompok binaan di daerah yang sudah
distratifikasi, dilakukan randomisasi guna memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota fasilitator kelompok binaan.
3 Sampel yang diambil dalam penelitian ini, sebanyak 36 sampel fasilitator. Tabel 3. Jumlah Populasi dan Sampel Fasilitator dalam Kelompok Binaan
No. Kecamatan Kelurahan fasilitator sampel
1 Tanjung Karang Timur 1.Rawa Laut
2. Jaga Baya 3.Sawah Lama 5 5 5 4 4 4
2 Tanjung Karang Pusat 1.Gotong Royong
2.Gunung Sari 3.Durian Payung 5 5 5 4 4 4
3 Sukarame 1.Way Halim
2.Gunung Sulah 3.Harapan Jaya 5 5 5 4 4 4
JUMLAH 45 36
Data dan Instrumentasi Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpul diperoleh dari proses wawancara langsung kepada kelompok binaan yang terlibat dalam kegiatan PNPM dengan alat bantu kuesioner, sedangkan data sekunder yang akan dikumpulkan berupa data-data
(52)
yang relevan dengan penelitian ini, meliputi : Keadaan penduduk, mata pencaharian penduduk dan keadaan geografis.
Instrumentasi
Data digali dan diperoleh lewat responden dengan alat bantu kuesioner dan wawancara, yang di dalamnya berisi pertanyaan atau pernyataan yang berhubungan dengan peubah-peubah yang diamati dalam penelitian. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan dan pernyataan mengenai karakteristik fasilitator yang mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif di antaranya adalah mengenai karakteristik fasilitator yaitu Pengalaman menjadi fasilitator sebelumnya, pengetahuan, pendidikan nonformal. Bagian kedua berisi pertanyaan mengenai peran fasilitator yang mempengaruhi komunikasi partisipatif di antaranya adalah peran fasilitatif. Bagian ketiga berisi pernyataan mengenai perilaku komunikasi partisipatif fasilitator.
Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel dalam penelitian, dengan kata lain adalah terbentuknya persamaan persepsi terhadap konsep dan konstruk, serta dapat dilakukan pengukuran dengan jelas terhadap peubah-peubah yang di teliti. Definisi operasional dan pengukuran terhadap masing-masing variabel penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
A. Faktor internal fasilitator.
a. Pengalaman menjadi fasilitator, adalah lamanya pengalaman seseorang
menjadi fasilitator atau pendamping sebelum program PNPM Mandiri yang menciptakan partisipasi dalam sebuah kelompok kegiatan. Pengalaman ini diukur dengan skala rasio yaitu dengan melihat berapa tahun pernah menjadi fasilitator atau pemimpin program pemberdayaan sebelumnya.
b. Pengetahuan nonteknis, ialah pengetahuan tentang pengembangan kapasitas
diri, atau di luar hal teknis dalam menciptakan perilaku komunikasi partisipatif untuk mensukseskan kegiatan bersama kelompok binaan. Pengetahuan ini diukur menggunakan skala rasio dengan melihat frekuensi fasilitator untuk membaca literatur-literatur yang berkaitan pengembangan kapasitas fasilitator setiap minggunya .
(53)
c. Pengetahuan teknis, pengetahuan yang dimiliki fasilitator ialah merupakan pengetahuan dan kemampuan fasilitator kelompok dalam menguasai hal-hal teknis seperti pembuatan surat, proposal, kemampuan dalam pendataan keuangan, serta penyusunan kegiatan pembangunan infrastruktur atau yang berkaitan dengan administrasi kegiatan kelompok binaan. Pengetahuan ini diukur menggunakan skala rasio dengan melihat frekuensi fasilitator untuk membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan teknis setiap minggunya sebelum maupun saat adanya program PNPM Mandiri.
d. Pendidikan nonformal, ialah jumlah dan frekuensi pelatihan yang pernah
diikuti oleh fasilitator Pendidikan nonformal ini di ukur dengan skala rasio yaitu dengan melihat jumlah lamanya fasilitator mengikuti pelatihan-pelatihan tersebut.
B. Peran fasilitator.
a. Peran fasilitatif, adalah frekuensi keterlibatan fasilitator ikut serta membantu kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan dengan memberikan inspirasi, semangat dan rangsangan sehingga kelompok binaan mampu bertindak. Peran fasilitatif dalam memasilitasi kegiatan 1) refelksi kemiskinan, yaitu pada kegiatan penyelenggaraan serangkaian refleksi kemiskinan di tingkat RT, 2) kegiatan pembentukan kelompok swadaya masyarakat yaitu pada kegiatan pemberian pelatihan kepada tim relawan kelompok miskin dalam pembentukan dan pengembangan KSM, 3) kegiatan pembentukan dan pelaksanaan rembug kesiapan masyarakat (RKM). Tingkat kegiatan ini akan diukur dengan skala ordinal yaitu Selalu dengan skor 4, sering dengan skor3, kadang-kadang 2, tidak pernah dengan skor 1, dalam memfasilitasi kelompok masyarakat miskin kegiatan tersebut.
C. Perilaku Komunikasi Partisipatif Fasilitator.
a. Pemberian akses kepada kelompok miskin, yaitu mengundang serta memberi
kesempatan kepada kelompok masyarakat miskin secara bersama-sama untuk berpartisipasi (melakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) dalam sebuah kegiatan penanggulangan kemiskinan didaerah mereka. Pemberian akses kepada kelompok masyarakat miskin dalam kegiatan 1) FGD refleksi
(1)
Lampiran 3. Uji reliabilitas dan validitas
1.
Pemberian Akses
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.803 7
2.
Dialog Penyelesaian Masalah
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.956 35
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
akses1 20.4211 8.358 .439 .799
akses2 21.0000 7.189 .544 .776
akses3 20.8684 6.658 .630 .759
akses4 21.2632 6.902 .357 .830
akses5 20.4474 7.713 .729 .768
akses6 20.9211 5.913 .786 .723
(2)
97
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
3.5526 .64504 38
dialog2 3.5526 .50390 38
dialog3 3.4737 .68721 38
akses4 3.2895 .69391 38
akses5 3.6053 .71809 38
akses6
3.6842 .57447 38
akses7 3.2105 .87481 38
VAR00008 3.3421 .62715 38
VAR00009 3.5263 .64669 38
VAR00010 3.6316 .54132 38
VAR00011 3.6053 .49536 38
VAR00012 3.3684 .75053 38
VAR00013 3.5263 .64669 38
VAR00014 3.6053 .49536 38
VAR00015 3.5000 .55750 38
VAR00016 3.3684 .71361 38
VAR00017 3.4211 .75808 38
VAR00018 3.3947 .67941 38
VAR00019 3.5263 .68721 38
VAR00020 3.2105 .66405 38
VAR00021 3.1053 .86335 38
VAR00022 3.5263 .64669 38
VAR00023 3.4737 .68721 38
VAR00024 3.5263 .50601 38
VAR00025 3.2632 .72351 38
VAR00026 3.3947 .63839 38
VAR00027 2.8158 .89610 38
VAR00028 3.3421 .74530 38
VAR00029 3.2105 .84335 38
(3)
3.
Dialog pemeliharaan Kelompok
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.787 7
4.
Refleksi aksi
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.835 5
VAR00031 3.5000 .50671 38
VAR00032
3.7632 .54198 38
VAR00033 3.4211 .88932 38
VAR00034 3.6579 .58246 38
VAR00035 3.4211 .97625 38
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
dialokb 19.9474 12.646 .622 .746
dialogb 19.7368 13.875 .651 .761
dialog 19.8684 13.739 .359 .785
dialog 20.0789 13.534 .466 .770
dialog 20.6579 10.123 .520 .779
dialog 20.1842 12.100 .570 .749
(4)
99
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
rfeleksi 13.7895 4.495 .754 .767
refleksi 13.5526 5.876 .603 .813
refleksi 13.8421 4.947 .730 .774
refleksi 14.0263 4.999 .587 .823
refleksi 13.9474 6.321 .597 .822
5.
Peran Fsilitator
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.655 2
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
peranfasiltor 3.4474 .578 .501
(5)
pengalaman
pengetahuann onteknis
pengetahuante
knis pendidikannon peranfaskel akses dialogI dialogii refleksi Spearman's
rho
pengalaman Correlation Coefficient 1.000 -.024 .086 .027 -.020 .286 .364* .380* .399*
Sig. (2-tailed) . .885 .608 .873 .903 .082 .025 .019 .013
N 38 38 38 38 38 38 38 38 38
pengetahuannontekni s
Correlation Coefficient -.024 1.000 .046 .264 .102 .355*
.304 .334*
.324*
Sig. (2-tailed) .885 . .782 .109 .543 .029 .063 .041 .047
N 38 38 38 38 38 38 38 38 38
pengetahuanteknis Correlation Coefficient .086 .046 1.000 .220 .395*
.334*
.382*
.452**
.494**
Sig. (2-tailed) .608 .782 . .185 .014 .041 .018 .004 .002
N 38 38 38 38 38 38 38 38 38
pendidikannon Correlation Coefficient .027 .264 .220 1.000 .429**
.377*
.383*
.394*
.352*
Sig. (2-tailed) .873 .109 .185 . .007 .020 .018 .014 .030
N 38 38 38 38 38 38 38 38 38
peranfaskel Correlation Coefficient -.020 .102 .395* .429** 1.000 .337* .386* .454** .349*
Sig. (2-tailed) .903 .543 .014 .007 . .038 .017 .004 .032
N 38 38 38 38 38 38 38 38 38
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
(6)
Lampiran 5. Uji korelasi variabel karakteristik dan peran fasilitator terhadap komunikasi partisipatif fasilitator
Y
Spearman's rho pengalaman Correlation Coefficient .367*
Sig. (2-tailed) .024
N 38
pengetahuannonteknis Correlation Coefficient .330*
Sig. (2-tailed) .043
N 38
pengetahuantaknis Correlation Coefficient .431**
Sig. (2-tailed) .007
N 38
pendidikannonformal Correlation Coefficient .383*
Sig. (2-tailed) .018
N 38
peranfaskel Correlation Coefficient .407*
Sig. (2-tailed) .011
N 38