Peran Fasilitatif TINJAUAN TEORI

Menurut Bryant dan White Ndraha 1990:102 membagi partisipasi atas dua macam yaitu: 1 partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan, dinamakan partisipasi horizontal, 2 partisipasi yang dilakukan oleh bawahan dan atasan, antara klien dan patron atau antara masyarakat dengan pemerintah, diberi nama partisipasi vertikal. Pada sisi lain, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik seperti pemberian suara dalam pemilihan, kampanye dan sebagainya, dikenal sebagai partisipasi dalam proses politik. Keterlibatan dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, disebut partisipasi dalam proses administratif. Menurut Asngari 2003 makna partisipasi terdiri dari enam tipe yaitu: 1 partisipasi dalam pengambilan keputusan, 2 partisipasi dalam pengawasan, 3 partisipasi mendapatkan manfaat dan penghargaan, 4 partisipasi sebagai proses pemberdayaan empowerment, 5 partisipasi bermakna kerja kemitraan partnership. Menurut Asngari 2008, berdasarkan area-area pembangunan maka partisipasi dapat dikelompokkan dalam dua pilahan yaitu: 1 partisipasi sebagai suatu alat, dimaksudkan untuk menciptakan teknik atau metoda untuk mengiplemantasikan partisipasi dalam praktek pembangunan, 2 partisipasi sebagai tujuan, dimaknai sebagai pemberdayaan masyarakat sesuai kemampuan mereka, untuk secara bersama mengambil bagian atas pembangunan mereka sendiri. Partisipasi masyarakat sering diberi makna sebagai keterlibatan seorang secara sukarela tanpa tekanan yang jauh dari pemerintah. Terdapat faktor yang mendorong kerelaan seorang untuk terlibat, yaitu bisa karena kepentingan bersama karena mempunyai tujuan yang sama dan karena ingin melakukan perubahan bersama walaupun tujuan berbeda. Syarat berpartisipasi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu adanya kesempatan, adanya kemampuan, dan kemauan untuk berpartisipasi Slamet 2003. Uphoff 1979 menjelaskan partisipasi dibagi menjadi empat jenis, yaitu dimulai dari partisipasi dalam pembuatan keputusan, partisipasi dalam penerapan keputusan, partisipasi dalam pencapaian hasil serta partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam mengambil keputusan adalah partisipasi dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengemukakan pendapat dan aspirasinya untuk menilai sesuatu perencanaan kegiatan, dimana masyarakat diberi kesempatan untuk menimbang suatu keputusan yang akan diambil. Partisipasi dalam penerapan keputusan adalah partisipasi dengan mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan operasional berdasarkan perencanaan yang telah disepakati bersama. Partisipasi dalam pencapaian hasil pembangunan adalah partisipasi masyarakat dalam menggunakan hasil pembangunan yang telah dilaksanakan. Partsipasi dalam mengevaluasi dan mengawasi kegiatan pembangunan adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk keikutsertaan menilai serta mengawasi kegiatan pembangunan dalam memelihara hasil pembangunan. PNPM-Mandiri Perkotaan PNPM Mandiri pada hekekatnya adalah gerakan dan program nasional yang dituangkan dalam kerangka kebijakan yang menjadi acuan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat bertujuan menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, untuk menyelesaikan berbagai persoalan pembangunan yang dihadapinya dengan baik dan benar. PNPM Mandiri membutuhkan harmonisasi kebijakan yang berbasis pemberdayaan masyarakat melalui perbaikan pemilihan sasaran baik wilayah maupun masyarakat penerima manfaat, prinsip dasar, strategi, pendekatan, indikator, serta berbagai mekanisme dan prosedur yang diperlukan untuk mengefektifkan penanggulangan kemiskinan dan mempercepat tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mulai tahun 2007 pemerintah mencanangkan PNPM mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri perdesaan PNPM MPd, PNPM Mandiri perkotaan PNPM MPk, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. Program penanggulangan kemiskinan di Perkotaan P2KP dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini sangat stratergis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepimpinan masyarakat yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial masyarakat di masa mendatang. Lembaga kepemimpinan masyarakat yang mengakar, representatif dan dipercaya tersebut secara generik disebut badan keswadayaan masyarakat atau disingkat BKM dibentuk melalui kesadaran kritis masyarakat untuk menggali kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan nilai kemasyarakatan sebagai pondasi modal sosial. Tiap BKM bersama masyarakat telah menyusun perencanaan jangka menengah program penaggulangan kemiskinan yang kemudian lebih dikenal sebagai PJM Pronangkis secara partisipatif, sebagai prakarsa masyarakat untuk menaggulangi kemiskinan kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Atas fasilitasi pemerintah dan prakarsa masyarakat, BKM-BKM ini mulai menjamin kemitraan dengan berbagi instansi pemerintah dan kelompok. Sejak pelaksanaan P2KP-1 hingga pelaksaan P2KP- 3 saat ini telah terbentuk sekitar 6.405 BKM yang tersebar di 1.125 kecamatan di 235 kota kabupaten, telah memunculkan lebih dari 291.000 relawan-relawan, serta telah mencakup 18,9 juta orang pemanfaat. Mempertimbangkan perkembangan positif P2KP tersebut, mulai tahun 2007 telah dirintis untuk mengadopsi P2KP menjadi bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri, oleh sebab itu mulai tahun tersebut PNPM Mandiri P2KP diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan indeks Pembangunan Manusia IPM dan pencapian sasaran Millenium Development Goal MDGs sehingga tercapai pengurangan penduduk miskin sebesar 50 di tahun 2015. Tahun 2008 secara penuh P2KP menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri perkotaan PNPM Mandiri perkotaan. Sasaran PNPM Mandiri Perkotaan Sasaran PNPM Mandiri perkotaan ialah 1 terbangunnya lembaga keswadayaan masyarakat LKM yang dipercaya, aspiratif, representatif dan akuntible untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat, 2 tersedianya perencanaan jangka menengah PJM Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuainya dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan pemukiman yang sehat, serasi berjati diri dan berkelanjutan, 3 terbangun forum LKM tingkat kecamatan dan kota kabupaten.4 terwujudnya kontribusi pendanaan dari pemerintah kota kabupaten dalam PNPM Mandiri perkotaan sesuai dengan kapasitas fiscal daerah. Strategi Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Secara umum PNPM Mandiri Perkotaan mengadopsi strategi dasar dan strategi operasional yang telah ditetapkan dalam pedoman umum PNPM Mandiri. Sedangkan strategi khusus yang digunakan ialah. 1. Mengembangkan lembaga kepemimpinan masyarakat yang mengakar, representative dan dipercaya di mana anggotanya dipilih secara langsung, bebas dan rahasia, tanpa kampanye dan pencalonan oleh penduduk dewasa. Lembaga kepemimpinan ini berfungsi sebagai majelis amanah yang akan memimpin masyarakat dalam melakukan tindakan kolektif penaggulangan kemiskinan yang disebut LKM. 2. Mengembangkan program pembangunan jangka menengah dan rencana tahunan dalam rangka penaggulangan kemiskinan sebagai media dialog dan kerjasama dengan berbagai pihak yang peduli dengan penanggulangan kemiskinan. 3. Aktif berpartisipasi dalam musrenbang kelurahan dan kecamatan untuk mengintegrasikan PJM Pronangkis ke dalam RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah 4. Peningkatan kapasitas pemerintah untuk mampu bersinergi dengan masyarakat dan para pemangku kepentingan setempat dalam penaggulangan kemiskinan. Organisasi Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Di tingkat KotaKabupaten dikoordinasikan langsung oleh WalikotaBupati setempat melalui Bapeda KotaKabupaten dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM TKPP. PemkotKab dibantu oleh Satker Kota Kabupaten yang diangkat Menteri PU atas usulan Bupati Walokota. TKPKD kota kabupaten dalam PNPM Mandiri Perkotaan berperan mengkoordinasikan TKPP dari berbagai program penanggulangan kemiskinan.Dalam Pelaksanaan dan pengendalian kegiatan ditingkat Kota Kabupaten akan dilakukan oleh Koordinator kota Korkot, yang dibantu beberapa asisiten Korkot di bidang manajemen keuangan, teknikinfrastruktur, management data dan penataan ruang. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Perilaku komunikasi adalah segala aktivitas yang bertujuan untuk mencari dan memperoleh sesuatu informasi dari berbagai sumber dan untuk menyebarluaskan kepada pihak manapun yang memerlukannya Gould dan kolb 1964. Roger 1993 perilaku komunikasi merupakan suatu kebiasaan dari individu atau sekelompok di dalam menerima dan menyampaikan informasi yang diindikasikan dengan adanya partisipasi, dan keaktifan mencari informasi. Komunikasi partisipatif dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang memberikan kebebasan dan akses yang sama dalam memberikan pandangan, keinginan, pengalaman dan menyampaikan informasi ke masyarakat untuk menyelesaikan sebuah masalah bersama Bordenave 1972 diacu dalam White 1995. Bordenave 1972 memberikan konsep dialog yang merupakan sebuah interaksi yang saling menghargai dan menghormati. Tufte 2009 menyatakan salah satu konsep dari komunikasi partisipatif ialah dialog didalam kelompok atau sesama partisipan komunikasi, yang di dalamnya saling mengungkapkan pesan- pesan dengan prinsip refleksi – aksi. Refleksi aksi dalam penelitian ini, ialah yang dimunculkan dalam interaksi bersama untuk mengenal kondisi sosial dan lingkungannya, serta dapat mengidentifikasi faktor – faktor penyebab kemiskinan. Berdasarksn teori perilaku komunikasi dan komunikasi partisipatif, membangun sebuah sintesa dalam kerangka pemikiran tentang perilaku komunikasi partisipatif. Pengertian perilaku komunikasi partisipatif ialah sebuah perilaku interaksi komunikasi yang memberikan akses dan hak yang sama kepada kelompok interaksi dengan menciptakan rasa saling menghargai, menghormati serta berdasarkan prinsip refleksi – aksi untuk memberikan pandangan, perasaan, keinginan menyebarkan dan mencari informasi dalam menyelesaikan sebuah masalah bersama dalam bentuk dialog. Fasilitator dalam kelompok binaan berperan menciptakan hubungan interaksi di dalam dialog yang setara dengan kelompok untuk mensukseskan tujuan bersama. Fasilitator sebagai pemimpin juga harus mampu merumuskan pemikiran, perasaan, dan harapan yang sama terhadap kelompok binaannya sebagai dasar mensukseskan tujuan bersama kelompok. Rasa saling menghargai dan menghormati tercipta jika di dalam dialog tersebut terdapat peran fungsional yang dijalankan untuk memelihara dan membina kelompok Benne dan Sheat 1947 diacu dalam Goldberg dan Larson 1996. Peran tersebut yaitu : 1 pendorong, 2 pencipta kerasian, 3 pengkompromi. Dialog juga bertujuan menyelesaikan permasalahan besama, yaitu menitikberatkan kepada tugas – tugas kelompok, hal ini dapat terlihat dari peran fungsional tugas kelompok. Peran tersebut berupa 1 penyumbang, 2 pencari informasi, 3 pencari pendapat, 4 pemberi informasi, 5 pemberi pendapat, 6 pengarah, 7 penilai, 8 penggerak Goldberg dan larson,1996. Dengan mengetahui apa arti perilaku komunikasi, komunikasi partisipatif, pemimpin dalam hal ini fasilitator serta peran fasilitator dalam meningkatkan dan menciptakan partisipasi aktif kelompok binaan, maka dibatasi variabel perilaku komunikasi partisipatif fasilitator yaitu : a pemberian akses kepada kelompok masyarakat miskin, b dialog pemeliharaan kelompok c dialog penyelesaian tugas kelompok, d refleksi aksi. Hal ini dikarenakan fasilitator merupakan komunikator sebagai saluran komunikasi yang dimiliki pemerintah sebagai penghubung dan pemimpin terhadap masyarakat atau kelompok binaan. Peranan kepemimpinan sangat penting dalam usaha mencapai tujuan suatu organisasinya atau terhadap yang dipimpinnya. Kartono 2001 menjelaskan dalam teori kepemimpinan yaitu, seorang pemimpin mempunyai sifat-sifat untuk mengetahui tugas-tugas pokok dan fungsi, serta etika profesi yang diperlukan di kelompoknya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ife 1995 berpendapat, bahwa fasilitator sebagai pemimpin dalam kelompok binaannya harus memiliki peran sebagai fasilitatif. Menurut Gibson et al 1982 mendefinisikan cirri-ciri pribadi sebagai kecenderungan yang dapat diduga, mengarahkan perilaku individu, dalam hal ini ialah fasilitator dengan cara yang konsisten, selanjutnya mengemukakan bahwa kepribadian adalah serangkaian ciri yang relatif mantap, kecenderungan dan perangai yang sebagian besar dibentuk oleh faktor keturunan dan faktor – faktor sosial, kebudayaan dan lingkungan menentukan persamaan dan perbedaan dalam perilaku. Bettinghaus 1973 mengatakan dalam hubungan dengan perilaku komunikasi, ada beberapa variabel karakteristik sosial ekonomi yang berhubungan dengan perilaku komunikasi antara lain karakteristik sosial ekonomi yang berhubungan dengan perilaku komunikasi antara lain karakterisitk demographi seperti : umur, pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan pendapatan. Penelitian ini, hanya membatasi variabel karakterisitik fasilitator dengan a pengetahuan teknis dan nonteknis fasilitator, b pengalaman menjadi fasilitator, c pendidikan nonformal. Variabel pengetahuan mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif dibangun berdasarkan asumsi, yaitu seorang yang mempunyai pengetahuan lebih tentang tugas dan peran, serta aktivitas komunikasi binaan akan mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif fasilitator dalam memimpin kelompoknya. Artinya dalam tindakan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator yang menciptakan hak demokrasi dan memberikan kebebasan, hak serta akses yang sama dengan kelompok untuk menyelesaikan sebuah masalah bersama, dipengaruhi seberapa tinggi pengetahuan yang dimiliki fasilitator, maka mereka akan mengerti dan terbuka untuk memberikan hak demokrasi dan memberikan hak serta akses yang sama dalam menyelesaikan sebuah masalah kelompoknya. Variabel pengalaman mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif. Hal ini berdasarkan teori, yaitu pengalaman merupakan salah satu kepemilikan pengetahuan yang dialami dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Rakhmat 2001 menjelaskan secara psikologi seluruh pemikiran manusia dan perilaku ditentukan oleh pengalaman indera. Dalam penelitian ini, pengalaman sebagai seorang fasilitator atau memimpin dalam melakukan kegiatan komunikasi menciptakan partisipasi sebagai wujud demokrasi dengan memberikan hak, kebebasan yang sama sebelumnya berpengaruh terhadap perilaku komunikasi partisipatif. Hal ini karena semakin banyak pengalaman dan semakin lama seorang menjabat sebagai pemimpin, maka semakin banyak pemahaman dan modal dasar melakukan kegiatan komunikasi dalam menciptakan hak, kebebasan dan akses yang sama dengan kelompok binaan untuk menyelesaikan masalah pada program PNPM selanjutnya. Pendidikan nonformal melalui pelatihan yang pernah diikuti fasilitator, variabel ini digunakan dengan asumsi yaitu semakin banyak pelatihan yang pernah diikuti sebelumnya oleh fasilitator tentang bagaimana tugas dan fungsi fasilitator dalam menciptakan partisipasi kelompok binaan, maka akan mempengaruhi perilaku komunikasi partisipatif dalam kelompok binaan PNPM Perkotaan. Oleh karena itu, dapat dikemukakan kerangka konseptual penelitian seperti di gambar 1, berikut : Peubah Bebas Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian,Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Komunikasi Partisipatif Fasilitator Karakteristik Fasilitator X1 1.Pengalaman X1.1 2.Pengetahuan Non Teknis faskelX 1.2 3.Pengetahuan teknis faskel X1.3 4. Pendidikan non formal pendidikan das ar X 1.3 5. Pendidikan non formal pendidikan Perilaku Komunikasi partisipatif Fasilitator Y1 1 Pemberian akses Y 1.1 2 Dialog Y 1.2 3.Refleksi – aksi Y 1.3 Peran fasilitator binaan X2 1.Peran fasilitif Variabel Bebas Variabel Terikat Hipotesis Hipotesis yang mungkin dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Hipotesis pertama H : 1 : Terdapat hubungan antara karakteristik fasilitator dengan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator Hipotesis Kedua H : 2 : Terdapat hubungan antara peran fasilitator dengan perilaku komunikasi partisipatif fasilitator

BAB III METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan Agustus 2010. Penelitian ini di Ibu Kota Provinsi Lampung. Desain Penelitian Penelitian ini dirancang dalam bentuk survei. Data dianalisis korelasional untuk melihat hubungan antara peubah-peubah yang diamati. Penelitian ini berusaha mengidentifikasi variabel bebas, dan variabel terikat, serta keterkaitan antara beberapa variabel tersebut. Variabel bebas terdiri karakteristik, dan peran fasilitator serta variabel terikat terdiri perilaku komunikasi partisipatif fasilitator Populasi dan Sampel Penelitian Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari unit-unit analisis yang memiliki ciri-ciri yang akan diduga Krisyantono 2007 : 144. Populasi dalam penelitian ini adalah fasilitator dalam kelompok binaan di kota Bandar Lampung yang terkait langsung dengan program pemberdayaan masyarakat PNPM Mandiri. Penarikan sampel dilakukan secara Stratified Random Sampling Krisyantono 2007 : 152. Untuk membagi daerah-daerah yang mempunyai pendapatan ekonomi tinggi, sedang dan rendah. Pembagian populasi diawali dengan diperoleh kecamatan berdasarkan peringkat pendapatan ekonomi diseluruh kecamatan. Pembagian itu diperoleh 1 Tanjung Karang Timur yang mempunyai tingkat pendapatan ekonomi tinggi, 2 Tanjung Karang Pusat yang mempunyai tingkat pendapatan sedang, 3 Sukarame yang mempunyai tingkat pendapatan rendah. Untuk memperoleh kelurahan di dalam satu kecamatan maka dalam masing- masing satu daerah kecamatan yang sudah ditetapkan, dibagi berdasarkan tingkat pendapatan ekonomi tinggi, sedang dan rendah, hasilnya yaitu 1 Tajung Karang Timut terdiri dari Rawa Laut, Jaya Baya, Sawah Lama, 2 Tanjung Karang Pusat terdiri dari Gotong Royong, Gunung Sari, Durian Payung, 3 Sukarame terdiri dari Way Halim, Gunung Sulah,Harapan Jaya. Setiap satu kelurahan terdapat lima populasi fasilitator yang membina satu kelompok, maka jumlah keseluruhan populasi terdapat 45 fasilitator dalam Sembilan kelompok binaan di Sembilan kecamatan. Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil secara representatif untuk mewakil populasi yang bersangkutan Sugiyono 2008:81. Pada penelitian ini, metode penarikan sampel yang digunakan adalah Stratified Random Sampling dengan tahapan pengambilan sampel sebagai berikut : 1 Populasi dalam penelitian ini adalah fasilitator dalam kelompok binaan disetiap daerah, yang terlebih dahulu daerah tersebut melewati proses stratifikasi sesuai strata berdasarkan tingkat ekonomi. Hal ini dimaksudkan agar terdapat homogenisasi populasi. 2 Dari jumlah fasilitator dalam kelompok binaan di daerah yang sudah distratifikasi, dilakukan randomisasi guna memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota fasilitator kelompok binaan. 3 Sampel yang diambil dalam penelitian ini, sebanyak 36 sampel fasilitator. Tabel 3. Jumlah Populasi dan Sampel Fasilitator dalam Kelompok Binaan No. Kecamatan Kelurahan fasilitator sampel 1 Tanjung Karang Timur 1.Rawa Laut 2. Jaga Baya 3.Sawah Lama 5 5 5 4 4 4 2 Tanjung Karang Pusat 1.Gotong Royong 2.Gunung Sari 3.Durian Payung 5 5 5 4 4 4 3 Sukarame 1.Way Halim 2.Gunung Sulah 3.Harapan Jaya 5 5 5 4 4 4 JUMLAH 45 36 Data dan Instrumentasi Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpul diperoleh dari proses wawancara langsung kepada kelompok binaan yang terlibat dalam kegiatan PNPM dengan alat bantu kuesioner, sedangkan data sekunder yang akan dikumpulkan berupa data-data